Anda di halaman 1dari 7

STKIP PGRI TRENGGALEK

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JL.SUPRIYADI 22 KP. 66319 TRENGGALEK
Faks. (0355) 791551 e-mail: stkiptrenggalek@yahoo.co.id Website: stkippgritrenggalek.ac.id

UJIAN TENGAH SEMESTER

Mata Kuliah : Pendidikan Karakter Bangsa


Program Studi : PGSD
Dosen Pengampu : Nanda William, M.Pd
Hari/Tanggal Ujian : Senin, 9 November 2020

 Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan analisis argumentatif!

Soal:
1. Pendidikan pada hakikatnya memiliki 2 tujuan utama yakni membantu orang menjadi
pintar dan lebih baik, dimana ”baik” tersebut mengacu pada nilai-nilai moral yang
memiliki kebaikan yang obyektif.
a. Jelaskan apa yang dimaksud nilai obyektif berdasarkan proses terbentuknya?
b. Apa yang dimaksud pendidikan karakter?

2. Pendidikan karakter memiliki beberapa dasar keilmuan diantaranya yaitu sosiologi dan
psikologi.
a. Apa yang membedakan pandangan sosiologi dan psikologi terhadap pendidikan
karakter, dan bagaimana bentuk/cara pendidikan karakter pada pandangan sosiologi
maupun psikologi?
b. Dalam kacamata psikologi manusia memiliki potensi menerima dan mengembangkan,
jelaskan proses yang terjadi antara potensi manusia dalam menerima hingga
mengembangkan nilai terhadap lingkungan sebagai sumber nilai.

3. Pendidikan karakter merupakan desain pendidikan yang terencana mulai dari sumber nilai,
tempat implementasi dan pengembangan nilai, hingga membentuk karakter siswa. Desain
pendidikan tersebut marupakan Grand Design pendidikan karakter dalam skala macro
maupun micro.
a. Jabarkan secara singkat dan jelas desain strategi makro pendidikan karakter!

4. Tujuan utama pendidikan karakter adalah mengiternalisasikan nilai pada peserta didik
sehingga peserta didik tersebut mengakui dan menerima nilai moral sebagai nilai diri
(kepribadian).
a. Bagaimana proses/ tahapan menanamkan nilai sehingga nilai tersebut terinternalisasi
pada diri siswa?
b. Apa saja cara pewarisan (transmisi) nilai dan cara pengembangan (konstruksi) nilai!

5. Revolusi Industri 4.0 merupakan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang
pesat serta berdampak pada bidang pendidikan bahkan sudah menggeser peran guru
sebagai sumber ilmu. Perkembangan teknologi tersebut pasti akan terus berlanjut dan
semakin memberi kemudahan untuk manusia.
a. Apakah nantinya guru secara keseluruhan akan tergantikan oleh teknologi? Jelaskan
jawabanmu!
Nama : Yuliana Pujiastutik
NPM : 2086206019
Kelas : PGSD 1 - A

1. A. Objektif berarti dalam memberikan penilaian itu harus melihat dari fakta dan
data di lapangan tanpa ada intervensi dari pihak manapun, serta tanpa ada politik
kepentingan didalamnya.

B. Pendidikan karakter adalah segala upaya untuk mengarahkan, melatih,


memupuk nilai-nilai baik agar menumbuhkan kepribadian yang baik, bijak, sehingga
dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungan dan masyarakat luas.

2. A. Perbedaan Antara Psikologi dan Sosiologi antara lain :


a. Psikologi adalah studi tentang manusia dalam kaitannya dengan pengalamannya,
kesejahteraan mental dan pola perilaku. Di sisi lain, sosiologi adalah ilmu asosiasi
manusia, yang mempelajari tindakan individu dalam konteks sosial.
b. Psikologi adalah ilmu khusus yang mempelajari pikiran individu dan fungsinya,
yang mengarahkan dan mengendalikan perilaku. Sosiologi adalah ilmu umum di mana
sosiolog menganalisis struktur kelompok, masyarakat dan institusi dan cara orang
berinteraksi.
c. Ketika datang ke bidang subjek, psikologi mempelajari pikiran dan perilaku
manusia, sedangkan sosiologi mempelajari perilaku seseorang ketika dia berada dalam
kelompok atau di tengah-tengah orang.
d. Dalam psikologi, para psikolog cenderung memeriksa dan menganalisis satu orang
pada suatu waktu. Sebaliknya, dalam sosiologi, para sosiolog menganalisis masyarakat
atau kelompok secara keseluruhan.
e. Dalam psikologi membaca pikiran seseorang dan alasan perilakunya dengan cara
tertentu adalah proses eksperimental. Sebaliknya, dalam sosiologi, para sosiolog
mengamati perilaku individu dalam masyarakat dan cara pandangan masyarakat,
kepercayaan dan budaya, dll. Memengaruhi seseorang.
e. Sementara psikologi berhubungan dengan emosi manusia, sosiologi berkaitan
dengan interaksi manusia.
f. Psikologi mengasumsikan bahwa karakteristik mental seseorang mengatur
perilakunya. Sebaliknya, sosiologi mengasumsikan bahwa individu secara signifikan
dipengaruhi oleh masyarakat, yang mengatur perilaku individu.
Dalam pandangan psikologi, manusia berbeda dengan makhluk lainnya, karena
kondisi psikologisnya. Manusia berbeda dengan benda atau tanaman karena benda
atau tanaman tidak memiliki aspek psikologi yang canggih sebagaimana manusia.
Manusia juga berbeda dengan binatang, karena kondisi psikologis manusia jauh lebih
tinggi tarafnya dan jauh lebih kompleks.
Sedangkan pandangan sosiologi, sosiologi khusus yang tugasnya menyelidiki struktur
dan dinamika proses pendidikan. Struktur mengandung pengertian teori dan filsafat
pendidikan, system kebudayaan, struktur kepribadian dan hubungan kesemuanya
dengan tata social masyarakat.

B. Proses manusia dalam mengembangkan nilai terhadap lingkungannya :


- Internalisasi nilai – nilai yakni proses penanaman nilai dan moral
sosial ke dalam diri seseorang yang berlangsung sejak lahir hingga meninggal.
- Enkulturasi yakni proses pengembangan dari nilai – nilai budaya yang
sudah tertanam dalam diri seseorang dan di implementasikan dalam perilaku
sehari – hari.
- Pendewasaan diri yakni proses berlangsungnya internalisasi dan
enkulturasi secara terus menerus hingga membentuk suatu kepribadian.
3. A. Strategi makro pendidikan karakter :
- Penanaman nilai karakter
Nilai karakter yang akan ditanamkan kepada peserta didik berdasarkan nilai nilai luhur
bangsa Indonesia Nilai-nilai luhur tersebut bersumber dari ideologi bangsa dan negara
Indonesia, Pancasila, UUD NKRI Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika Negara
Kesatuan Republik indonesia NKRI dan UU Nomor 20 tahun 2003. Selain itu nilai-
nilai luhur tersebut bersumber dari pengalaman praktik yang baik dan dikembangkan
berlandaskan teori pendidikan, psikologi, nilai sosial, dan budaya.
- Pembentukan karakter
Pendidikan karakter dapat dilaksanakan dalam rangka pembentukan perilaku
berkarakter luhur melalui :
 Pembiasaan keseharian yang dilakukan di Lingkungan sekolah dan
masyarakat.
 Intervensi yang dilakukan oleh sekolah, keluarga dan masyarakat.
- Dukungan Perangkat Kebijakan
Dalam rangka menunjang pelaksanaan pendidikan karakter diperlukan dukungan
perangkat dalam bentuk kebijakan pedoman panduan, sumber daya, lingkungan yang
kondusif, sarana dan prasarana, semangat kebersamaan dan komitmen pemangku
kepentingan.
- Pengembangan Karakter
Semua upaya yang dilakukan baik melalui pembiasaan keseharian dan Intervensi
sekolah keluarga, dan masyarakat maupun perangkat dukungan diarahkan untuk
membangun perilaku peserta didik yang berkarakter sesuai dengan nilai nilai
Pancasila.

4. A. Proses/tahapan menanamkan nilai sehingga nilai tersebut terinternalisasi


pada diri siswa antara lain :
1. Anak usia balita dan pra sekolah
Pada kelompok umur ini anak masih self-oriented dan masih berada pada level moral
terendah (Kohlberg). Menurut tahapan Erikson, anak berada pada fase autonomy vs
doubt. Pada fase ini anak-anak cenderung egois dan hanya melakukan sesuatu
berdasarkan prinsip reward and punishment.
Cara-cara yang bisa dilakukan untuk menginternalisasi nilai-nilai pada anak usia ini
adalah :
- Mengenalkan sopan-santun, nilai baik/buruk pada anak dg cara yg mudah dimengerti
dan tegas
- Menumbuhkan rasa kemandirian (memberi kesempatan anak melakukan apa yg
diinginkan)
- Jangan memarahi anak karena keegoisannya, missal: tidak mau meminjamkan
mainan, karena, jika anak dimarahi akan membuat sifat mandir tidak tumbuh dalam
dirinya, dan akhirnya sifat ragu-ragu menjadi dominan.
- Menanamkan kejujuran
- Memberikan reward jika anak berbuat baik dan punishment jika anak nakal, namun
punishment yang diberikan tidak boleh sampai meng-abbuse sang anak.

2. Anak usia 4,5-8 tahun


Pada usia ini anak berada pada fase authority-oriented morality (Bronfenbrenner)
artinya, percaya sekali pada figure otoritas, misalnya guru. Sedangkan menurut
Kohlberg, anak berada pada fase exchange stage, yaitu anak sudah mengerti pada
kepentingan orang lain, namun masih dalam konteks “apa yang saya peroleh”.
Menurut tahap Erikson, anak berada pada fase initiative vs guilt (3-sebelum 5 tahun)
yang artinya anak harus diberikan kesempatan untuk mengungkapkan ekspresinya.
Jika tidak, maka ia akan menjadi pribadi yang apatis. Pada usia 6,5-8 tahun, anak
berada pada fase Industry vs inferiority. Pada fase ini baik orang tua maupun guru
harus menanamkan rasa mampu mengerjakan tugas pada anak. Beberapa cara lain
untuk menanamkan nilai-nilai pada fase ini adalah:
- Mengajarkan moral baik atau buruk (perilaku baik & sopan) disertai alas an.
- Memilih & menyalurkan kreativitas anak.
- Memberikan anak tanggung jawab.
- Mengajarkan anak tentang empati, cinta, dan kasih sayang.
- Menggunakan prinsip timbal balik disertai pengertian.
- Berikan contoh perilaku ttg tolong-menolong dan peduli kepada orang lain
- Mendorong anak untuk bereksplorasi

3. 8,5-14 tahun
Pada fase ini, menurut Bronfenbrenner anak berada pada fase peer-oriented morality.
Anak-anak bertindak cenderung sesuai dengan teman sebaya atau peer group-nya.
Pada fase ini anak telah mengerti golden rules atau moral baik atau buruk. Pada fase
ini, internalisasi dapat dilakukan dengan:
- Memberikan training pada anak agar memiliki keahlian tertentu (kesenian, olahraga,
dll)
- Memelihara hubungan & komunikasi yg baik
- Membantu membangun konsep diri positif
- Diskusi
- Menyeimbangkan, antara memberi anak kebebasan dan mengontrol mereka.

4. 16-19 tahun
Pada fase ini menurut Bronfenbrenner, anak berada pada fase collective-oriented
morality, artinya anak merasa memiliki tanggung jawab untuk menjaga keutuhan
kelompoknya. Menurut Kohlberg, fase ini disebut law & order stage / social contract
stage. Anak akan patuh pada peraturan yang ada, karena ia memahami bahwa
kesetiaan pada peraturan-peraturan yang ada adalah kewajibannya, agar ketertiban dan
ketentraman masyarakat terjaga. Proses internalisai nilai pada remaja usia ini antara
lain:
- Mengajarkan untuk memegang teguh prinsip-prinsip moral dan HAM
- Mengajak anak berdiskusi mengenai prinsip menghargai orang lain dan kewajiban
sebagai anggota sistem social.
- Masalah moral yang terjadi dalam masyarakat dan bentuk kontribusi yang bisa
dilakukan untuk system sosialnya.
- Berikan pengalaman nyata partisipasi dalam komunitas, misal organisasi pramuka,
ekstrakurikuler, dsb.
- Target di masa depan, agar anak memiliki motivasi yang kuat untuk bekerja keras
mencapai tujuannya.

5. Lebih dari 20 tahun


Pada fase ini disebut objectively oriented morality. Menurut Garbarino &
Bronfenbrenner (1975) dalam Megawangi (2004),fase ini merupakan fase tertinggi
yang seharusnya dicapai manusia, karena mengacu pada prinsip moral
universal,objektif, tidak tergantung pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Pada fase ini yang diperlukan adalah menanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang lebih
dalam dan menanamkan sang anak agar senantiasa memegang teguh nilai-nilai dan
prinsip-prinsip yang telah dianut.

B. Cara pewarisan (transmisi) nilai yakni peran pendidikan dalam kebudayaan


adalah transmisi kebudayaan. Cara transmisi berangkat dari imitasi, identifikasi, dan
sosialisasi.
Cara pengembangan (konstruksi) nilai yakni dengan cara memberikan
pemikiran (mind) dan kebisaan tindakan membentuk epistem, baik koletif individu
dibentuk dalam kapital budaya berupa sejarah masa lalu, kemudian dirawat dipelihara,
dan persepsikan, adat istiadat, kebiasaan, sepanjang waktu tertentu dalam suatu
pendidikan.

5. Menurut saya, teknologi memang diciptakan untuk melengkapi dan membantu


manusia dalam mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya, namun bukan untuk
menggantikannya. Teknologi tidak akan bisa menggantikan guru, tapi guru yang tidak
menggunakan teknologi akan tergantikan. Jika peran guru hanya dilihat sebatas
penyampaian materi, maka mungkin teknologi juga bisa menggantikannya karena
tinggal ketik suatu kata maka akan muncul ratusan bahkan ribuan informasi dari
berbagai sumber. Karena itu, guru harus senantiasa belajar sepanjang hayatnya karena
jika seorang guru berhenti belajar, dia sejatinya sudah berhenti menjadi guru. Selain
itu, guru masa kini perlu mendefinisikan ulang perannya antara lain dengan menjadi
motivator dan katalisator pengetahuan. Guru harus memberikan motivasi, empati, dan
mengeluarkan potensi terbaik peserta didik.

Anda mungkin juga menyukai