Anda di halaman 1dari 2

Nama : Sisca Pandan Sari

Kelas : 3B

NIM : P37324218075

Resume
Literasi Kritis

Literasi kritis dalam diskursus kebahasaan secara konvensional literasi selalu


diasosiasikan dengan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung (calistung).
Perkembangan teknologi dan informasi literasi begitu cepat berkembangnya, bukan hanya
membaca berhitung tetapi dengan life skills yang membuat seseorang dapat mengakses
pengetahuan melalui teknologi dan menilainya dalam konteks yang kompleks. Literasi akan
menjadi pembeda utama kesuksesan suatu lembaga, organisasai, dan bangsa. Masyarakat yang
literat dapat menentukan keberhasilan suatu bangsa, karena dengan literasi sebuah bangsa
akan semakin maju. Lingkup literasi sangat luas yaitu dapat dilihat dari cara berpikir, cara
bekerja, instrumen kerja, dan cara hidup. Literasi Kritis begitu penting karena bisa menjadi
navigasi diri kita dalam beradaptasi dalam bekerja, mengoptimalkan potensi diri dan
mengartikulasikan keyakinan terkait isu - isu sosial.

Literasi di perguruan tinggi lebih banyak dalam mengkaji teks, memaknai dalam praktik
sosial, sehingga memerluakan orang yang literat. Dalam memaknai informasi kita harus lebih
kritis dan menyaring informasi yang masuk. Selanjutnya, gerakan literasi sekolah kunci sukses
dari pembelajaran literasi di sekolah adalah lingkungan yang literat, kemudian pengajaran
literasi harus dimulai dari apa yang diketahui, dialami, dan diminati anak, tidak hanya itu
pengalaman siswa bebahasa juga harus diperkaya dengan penyediaan konteks berbahasa yang
sesungguhnya. Oleh karena itu literasi kritis di perguruan tinggi (LPTK) tidak hanya menjadi
mata kuliah dan/atau kajian tetapi wahan bagi dosen dan mahasiswa untuk menjadi warga
yang liyterat dan berkontribusi bagi peningkatan mutu liberasi sekolah.

Literasi kritis dan diskursus budaya dalam teori ini semua bagian dari kehidupan,
termasuk seni tradisi, kearifan local, yang merupakan dimensi literasi yang dapat saling
menunjang. Literasi yang bergerak dalam budaya harus terus bergerak, mengkaitkan satu
konteks dengan konteks lainnya. Maka dari itu literasi untuk menjadi literasi kritis harus
memberikan kesadaran bahwa bahasa merupakan bagian dari praktik dikrusif yang lebih luas,
literasi kritis juga meningkatkan kemampuan untuk “membaca” bagaimana praktik-praktik
tekstual membangun cara pandang dan relasi kuasa. Selain itu literasi kritis juga membangun
kesadaran diri, kesadaran budaya dan sosial, serta kesadaran sebagai agen perubahan, dan
kemampuan membaca, memaknai, memproduksi teks secara aktif dan relative untuk melakukan
transformasi kehidupan diri dan orang lain agar tercapai masyarakat yang berkeadilan dan
kesetaraan. Dengan itu hubungan literasi kritis dan diskursus budaya selain teks proses literasi
juga terkait “membaca” semua yang ada didalam kehidupan seperti apa yang diihat, didengar,
dan dialami, kemudian mengenali struktur ada di awal, di akhir, ada tipe tokoh-tokoh, ada yang
lucu dan sedih dan memahami konsep. Dengan begitu literasi sebagai bagian dari “dirkursus”
budaya yaitu suatu praksis budaya, konstruksi sosial, dan tak bisa dilepaskan dari struktur ( dan
relasi kuasa yang ada) contoh literasi tentang ilmu pertanian ( lulusan universitas ) dengan
pengetahuan petani.

Anda mungkin juga menyukai