1. Bagaimana cara mengoptimalkan kesediaan hayati obat melalui rektal?
Kemampuan penembusan dan penyerapan obat dengan pemberian secara rektal
terutama tergantung pada sifat fika kimianya. Peranan bahan pembawa pada peristiwa ini sangat kompleks sehingga dengan pemilihan bahan pembawa yang sesuai maka kemungkinan ketersediaan hayati dari zat aktif dapat diperbaiki. 1. Konsentrasi Zat aktif konsentrasi zat aktif dlm cairan rektum → kelarutan; - semakin besar konsentrasi, laju abs.>; bentuk garam lebih cepat di abs. daripada bentuk asam (Na tolbutamid, Na Salisilat, Na Barbiturat); peningkatan kelarutan dengan mengubah konsentrasi.dielketrik zat aktif atau basis (PEG), - dosis kecil lebih cepat di abs. dibanding dosis besar pembentukan kompleks zat aktif dgn pembawa dapat menghambat abs. 2. Pemilihan pembawa Sebagai bahan dasar supositoria digunakan lemak yang meleleh pada suhu tubuh (36,80 C) yakni oleum cacao dan gliserida sintesis. Demikian pula zat-zat hidrofil yang melarut dalam getah rektum, misalnya campuran carbowax dan gliserin+gelatin. Telah dibuktikan bahwa semakin tinggi sehu lebur zat pembawa maka efek farmakologiknya yang ditimbulkan lam. Jelaslah bahwa laju pelehan zat pembawa merupakan langkah penting dalam pelepasan zat aktif. Pelepasan ini terjadi sempurna hanya jika zat pembawa mencapai suhu lebur. Jadi pada proses peleburan maka masa kental akan melapisi permukaan mukosa. Dari lapisan inilah zat aktif akan berpindah ke cairan rektum. Sifat lapisan tersebut sangat tergantung pada sifat fisika zat pembawa : - Konsistensi : masa yang keras lebih sulit pecah dibandingkan masa yang agak lunak seperti kapsul rektum atau gelatin lunak yang dapat menyebabkan pelepasan yang lebih cepat. Tetapi faktor tersebut dapat diabaikan bila suhu lebur masa dibawah 370 C - Kekentalan setelah peleburan : Moes membuktikan bahwa laju pelepasan zat aktif dari supositoria lebih lambat bila kekentalan zat yang melebur lebih tinggi. - Kemampuan pecah : zat pembawa yang kental akn menyulitkan pemecahan dan pembentukan lapisan dari sebagian permukaan yang kontak dengan mukosa akan memperlambat pelepasan. Pengamatan sejenis telah dilakukan pada zat pembawa yang larut dalam rektum dan terbukti adanya hubungan antara laju pelepasan zat aktif ( in vitro ) dan modul elastisitasnya. 3. Kelarutan Bila zat aktif sangat larut lemak dan dalam dosis kecil maka kecil kemungkinan untuk menembus cairan rektum yang sedikit. Sebaliknya zat aktif yang larut lemak tetapi konsentrasinya mendekati jenuh akan menembus cairan rektum dengan mudah. Tetapi hal tersebut juga tergantung dari koefesien partisi zat aktif dalam Fase lemak dan cairan rektum diten Jumlah total abs. dpt tukan menurut pers. Higuchi dgn ketentuan sbb : - Zat aktif larut dalam pembawa jumlah Q zat aktif yg diserap per satuan waktu ditentukan oleh : ketebalan lapisan leburan suppo., konsentrasi zat aktif terlarut, koof.difusi zat aktif dlm pembawa, waktu stlh pemakaian suppo. - jumlah terserap (%) ; R = 100 Q/h.C₀ 4. Surfaktan Pada tahun 1945 MacKee G, M, dkk, memperlihatkan adanya pengaruh surfaktan pada penyerapan. Untuk meningkatkan kemampuan pemecahan dan daya adhesi zat pembawa berlemak untuk supositoria dapat ditambahkan surfaktan dengan HLB antara 4-9. 5. Koeefesien Partisi zat aktif dalam fase lemak dan cairan rektum Seperti yang telah dibuktikan pada percobaan in-vitro zat aktif larut lemak mula-mula akan larut dalam basis supositoria sebelum melewati permukaan fil cair dengn berbagai mekanisme difusi sederhana. Zat aktif yang larut air harus dapat mencapai permukaan film cairan dengan berbagai mekanisme transpor, misalnya pengendapan setelah mencapai permukaan tersebut zat aktif selanjutnya akan dibasahi oleh fase air dan lepas dari basis dengan proses pelarutan, bila senyawa semakin larut maka pencapaian permukaan tersebut semakin cepat. Koefesien partisi zat aktif diantara basis berlemak dan cairan rektum lebih besar dibandingkan koefesien partisi zat aktif dalam fase lemak dan air karena terlebih dahulu terjadi keseimbangan antara dua kelarutan.