Anda di halaman 1dari 40

PROPOSAL

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP KUALITAS


HIDUP LANSIA DENGAN PENYAKIT JANTUNG KORONER
DI RUMAH SAKIT Dr. ABDOER RAHEM SITUBONDO

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Keperawatan

Oleh:

Arifah Retno Hidayati


17.1101.1059

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH JEMBER
2020
PROPOSAL

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP KUALITAS


HIDUP LANSIA DENGAN PENYAKIT JANTUNG KORONER
DI RUMAH SAKIT Dr. ABDOER RAHEM SITUBONDO

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Keperawatan

Oleh:

Arifah Retno Hidayati


17.1101.1059

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit dengan

angka prevalensi yang terus mengalami peningkatan dengan angka

kematian yang tinggi di Indonesia (Nuraeni & Mirwanti, 2017). Penyakit

jantung koroner pada usia lanjut secara garis besar terjadi akibat

perubahan anatomi dan fungsi pada sistem kardiovaskular. Perubahan

anatomi disebabkan karena adanya arteriosklerosis pada pembuluh darah

yang dipicu oleh disfungsi endotel. Sedangkan perubahan fungsi dapat

diakibatkan oleh perubahan anatomi, perubahan gaya hidup aktivitas fisik

(Aminuddin, 2017).

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian nomer satu

di dunia. Provinsi jawa timur kejadian penyakit jantung koroner berada di

posisi kedua terbanyak di Indonesia. Di provinsi jawa timur, estimasi

jumlah penderita penyakit jantung koroner yaitu sebanyak 0,5% atau

144.279 orang (Anggraini & Hidajah, 2018). Penyakit kardiovaskular

menyebabkan 75% kematian yang terjadi di negara-negara berpendapatan

menengah dan rendah di dunia, salah satunya di Indonesia (Anakonda et

al., 2019). Menurut Worl Health Organization (WHO) tahun 2016 lebih

dari 7,4 juta kematian di dunia disebabkan karena penyakit jantung

koroner. Berdasarkan data dari riset kesehatan dasar (Riskesdas) pada

tahun 2013 menyebutkan bahwa prevelensi penyakit jantung koroner di

Indonesia terdiagnosis dokter adalah sebesar 0,5% atau diperkirakan


sekitar 883,447 orang, sedangkan prevelensi penyakit jantung koroner

berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5% atau diperkirakan

sekitar 2.650.340 orang (Kemenkes RI, 2013).

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang

disebabkan karena penyempitan arteri koroner, mulai dari terjadinya

arterkleriosis (kekakuan arteri) maupun yang telah terjadi penimbunan

lemak atau plak (plague) pada dinding arteri koroner. Adanya plak ini

dapat memperlambat bahkan menghentikan aliran darah sehingga akan

menyebabkan kekurangan oksigen dan nutrisi pada jaringan yang disuplai

oleh arteri yang dihambat oleh plak (Pracilia et al., 2019).

Pada dasarnya penyakit jantung koroner timbul akibat adanya

gangguan fungsi jantung akibat otot jantung tidak dapat menerima suplai

darah yang disebabkan karena adanya penyempitan pada pembuluh darah

coroner (Aisya, 2015). Ketidakseimbangan antara demand dan supply

oksigen yang dipengaruhi berbagai macam hal antara lain vascular

koroner. Pada penderita usia lanjut terjadi perubahan struktur anatomi dan

fungsi vascular koroner yang ditandai dengan perubahan remodeling arteri

serta disfungsi endotel. Pada usia lanjut terjadi remodeling arteri yang

diawali oleh perubahan molekuler, seluler dan enzimatik pada dinding

arteri, selain itu terjadi penurunan viskositas rasio elastin dan kolagen

sehingga mengakibatkan terjadinya kekakuan arteri (Aminuddin, 2017)

Faktor risiko serangan jantung yang utama meliputi tiga hal yaitu

perokok berat, hipertensi, dan kolesterol. Sedangkan faktor kedua adalah

faktor pendukung seperti obesitas, diabetes dan kurangnya dalam


melakukan aktivitas. Sedangkan penyebab penyakit jantung koroner secara

pasti masih belum diketahui. Menurut American Heart Association’s

faktor risiko dibagi menjadi faktor risiko mayor dan minor. Faktor risiko

mayor terdapat faktor yang tidak dapat diubah seperti umur, jenis kelamin,

keturunan. Sedangkan faktor yang dapat diubah seperti merokok,

kolestrol, hipertensi, dan aktivitas fisik (Shoufiah, 2016).

Faktor perilaku tidak sehat yang sering dikaitkan dengan kejadian

penyakit jantung koroner adalah aktivitas fisik. Aktivitas fisik merupakan

segala pergerakan yang dilakukan oleh tubuh yang dihasilkan oleh otot

rangka dan akan meningkatkan pengeluaran energi. Kurangnya aktivitas

fisik merupakan salah satu faktor risiko yang dapat dimodifikasi untuk

pencegahan penyakit jantung koroner (PJK) (Kurnia & Sholikhah, 2020).

Penurunan aktivitas akan menyebabkan timbulnya suatu kondisi yang

disebut deconditioning. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi perubahan

yang terjadi sistem musculoskeletal, yaitu seperti penurunan massa otot

dan kekuatan otot.

Penanganan medis untuk lansia jantung koroner sama dengan

penanganan yang dilakukan pada usia muda. pembedahan bypass arteri

koroner, misalnya intervensi efektif untuk lansia dengan jantung koroner.

Salah satu tujuan perawatan lansia dengan jantung koroner adalah untuk

mencegah komplikasi penyakit lainnya seperti gagal jantung, aritmia dan

perluasan daerah infark (dewi sofia rhosma, 2015). Usia lanjut sering

dikaitkan dengan tingginya morbiditas dan mortalitas pada penderita yang

menjalani coronary artery bypass graft, tetapi beberapa data terbaru


menyebutkan bahwa coronary artery bypass graft dapat memberikan

keuntungan terhadap penderita usia lanjut terutama tindakan coronary

artery bypass graft darurat pada penderita penyakit jantung coroner usia

lanjut dengan syok kardiogenik (Aminuddin, 2017).

Penderita penyakit jantung koroner disarankan untuk tetap

melakukan aktivitas namun dengan porsi yang lebih sedikit dan program

yang teratur. Aktivitas fisik yang teratur dapat mempercepat pemulihan

organ jantung (Kurnia & Sholikhah, 2020). Aktivitas fisik berupa olahraga

dan kegiatan harian yang di dilakukan secara rutin dan dengan porsi yang

rendah dapat menjaga kualitas hidup dan menurunkan risiko penyakit

kardiovaskular dengan menjaga stabilitas sistem kerja jantung (Nurhayati,

2018).

Berdasarkan fenomena diatas, peneliti ingin mengetahui apakah

ada hubungan aktivitas fisik dengan kualitas hidup pada lansia penderita

penyakit jantung coroner di Rs dr. Abdoer Rahem Situbondo.

B. Rumusan Masalah

1. Pernyataan Masalah

Aktivitas fisik yang dilakukan oleh penderita jantung koroner perlu

dilakukan namun dengan pembatasan aktivitas yang dilakukan dan

tetap melakukan program teratur, khusunya pada lansia untuk tetap

menjaga kualitas hidupnya. Aktivitas fisik yang dilakukan dalam porsi

yang sedikit mampu membantu mempercepat pemulihan kerja jantung.

Aktivitas yang dilakukan secara berlebihan akan menimbulkan

dampak sesak nafas, nyeri dada dan mudah lelah bahkan akan
mempengaruhi kualitas hidup pada penderitanya. Penyakit jantung

koroner merupakan suatu keadaan dimana terjadinya kerusakan pada

arteri koroner yang memberikan dampak pada penderitanya terutama

pada lanjut usia karena pada orang lanjut usia cenderung memiliki

penurunan fungsi kognitif yang disebabkan oleh penyakit degeneratif.

Perilaku tidak sehat seperti aktivitas fisik yang dilakukan secara

berlebihan merupakan faktor pemicu kejadian penyakit jantung

koroner.. Hal ini memiliki hubungan antara aktivitas fisik dengan

kualitas hidup pada lansia dengan penyakit jantung koroner.

2. Pertanyaan Masalah

a. Apakah ada pengaruh aktivitas fisik dengan kualitas hidup pada

lansia dengan penyakit jantung koroner di RS Dr. Abdoer Rahem

Situbondo?

b. Bagaimana aktivitas fisik yang di lakukan pada lansia penderita

penyakit jantung koroner di RS Dr. Abdoer Rahem Situbondo?

c. Adakah hubungan aktivitas fisik dengan kualitas hidup pada lansia

dengan penyakit jantung koroner di RS Dr. Abdoer Rahem

Situbondo?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi hubungan aktivitas fisik dengan kualitas hidup

pada lansia dengan penyakit jantung koroner di RS Dr. Abdoer Rahem

Situbondo.
2. Tujuan Khusus

a. Menganalisa pengaruh aktivitas fisik dengan kualitas hidup pada

lansia dengan penyakit jantung koroner di RS Dr. Abdoer Rahem

Situbondo.

b. Mengidentifikasi aktivitas fisik yang dilakukan pada lansia

penderita penyakit jantung koroner di RS Dr. Abdoer Rahem

Situbondo

c. Mengidentifikasi aktivitas fisik dengan kualitas hidup pada lansia

dengan penyakit jantung koroner di RS Dr. Abdoer Rahem

Situbondo.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat bagi:

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta

kemampuan peneliti untuk berfikir kritis dan ilmiah dalam melakukan

penelitian mengenai hubungan aktivitas fisik dengan kualitas hidup

pada lansia penderita penyakit jantung coroner

2. Bagi Responden (Lansia Penderita Jnatung Koroner dan Keluarga)

Memberikan pengetahuan tambahan bagi Keluarga dan Lansia

Penderita Jantung Koroner tentang pentingnya aktivitas fisik yang

dilakukan terhadap kualitas hidupnya.

3. Bagi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan tambahan

informasi yang dapat digunakan terkait promosi kesehatan terhadap


keluarga maupun penderitanya tentang aktivitas fisik terhadap kualitas

hidup lansia penderita penyakit jantung koroner.

4. Bagi Institusi Pendidikan Kesehatan

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan

pengembangan penelitian sehingga dapat meningkatkan pengetahuan

peserta didik khususnya tentang aktivitas fisik dengan kualitas hidup

pada lansia penderita penyakit jantung koroner. Manfaat lainnya dari

penelitian ini yaitu dapat menjadi bahan penelitian lanjutan.

5. Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan untuk

peneliti selanjutnya dan dijadikan sebagai perbandingan bagi peneliti

selanjutnya yang akan melakukan penelitian sejenis.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Jantung Koroner

1. Pengertian Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit dengan

angka prevelensi yang terus mengalami peningkatan dengan angka

kematian yang tinggi di Indonesia (Nuraeni & Mirwanti, 2017).

Penyakit jantung koroner pada usia lanjut secara garis besar terjadi

akibat perubahan anatomi dan fungsi pada sistem kardiovaskular.

Perubahan anatomi disebabkan karena adanya arteriosklerosis pada

pembuluh darah yang dipicu oleh disfungsi endotel. Sedangkan

perubahan fungsi dapat diakibatkan oleh perubahan anatomi,

perubahan gaya hidup, aktivitas fisik (Aminuddin, 2017)

Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang terjadi akibat adanya

gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah seperti penyakit jantung

koroner, gagal jantung, hipertensi dan stroke (Anakonda et al., 2019).

Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang disebabkan

oleh penyempitan pada arteri koroner, mulai dari terjadinya

arterskleriosis (kekakuan arteri) maupun yang sudah terjadi

penimbunan lemak atau plak (plague) pada dinding arteri koroner.

Adanya plak ini memperlambat dan bahkan dapat menghentikan aliran

darah sehingga akan kekurangan oksigen dan nutrisi pada jaringan

yang disuplai oleh arteri yang dihambat oleh plak (Pracilia et al.,
2019). Secara fisik penderita jantung koroner akan merasakan sesak,

mudah lelah, serta nyeri dada (Nuraeni, 2016).

2. Epidemiologi Penyakit Jantung Koroner

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian nomer satu

di dunia. Provinsi jawa timur kejadian penyakit jantung koroner berada

di posisi kedua terbanyak di Indonesia. Di provinsi jawa timur,

estimasi jumlah penderita penyakit jantung koroner yaitu sebanyak

0,5% atau 144.279 orang (Anggraini & Hidajah, 2018). Penyakit

kardiovaskuar menyebabkan 75% kematian yang terjadi di negara-

negara berpendapatan menengah rendah di dunia, salah satunya di

Indonesia (Anakonda et al., 2019).

Penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomer satu di

dunia. Pada tahun 2012 sebanyak 17,4 juta kematian disebabkan

karena penyakit jantung koroner (Lestari & Darliana, 2017). Penyakit

jantung koroner merupakan salah satu penyebab morbiditas dan

mortalitas. Sebuah studi menyebutkan bahwa 33% penyakit jantung

koroner terjadi pada usia lanjut karena faktor morbiditas dan

mortalitas. Berdasarkan dari data riset kesehatan dasar (Riskesdas)

pada tahun 2013 menyebutkan bahwa prevelensi penyakit jantung

koroner di Indonesia terdiagnosis dokter adalah sebesar 0,5% atau

diperkirakan sekitar 883,447 orang, sedangkan prevelensi penyakit

jantung koroner berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%

atau diperkirakan sekitar 2.650.340 orang (Kemenkes RI, 2013).


3. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner

Pada dasarnya penyakit jantung koroner timbul akibat adanya

ketidakseimbangan antara demand dan supply oksigen yang

dipengaruhi berbagai macam hal antara lain vascular koroner. Pada

usia lanjut terjadi perubahan pada struktur anatomi dan fungsi vascular

coroner yang ditandai dengan perubahan pada remodeling arteri serta

disfungsi endotel (Satoto, 2014).

Pada usia lanjut terjadi remodeling arteri yang diawali oleh

perubahan molekuler, seluler dan enzimatik pada dinding arteri, selain

itu terjadi penurunan viskositas rasio elastin dan kolagen sehingga

mengakibatkan terjadinya kekakuan arteri.

Disfungsi endotel mulai terjadi pada usia muda dan mengalami

puncaknya pada usia lanjut. Lapisan endotel merupakan lapisan

monoselular yang membatasi lapisan intima pembuluh darah dari

komponen darah. Fungsi endotel normal yaitu mengontrol perfusi

vascular, permeabilitas dan fluiditas darah. Endotel berperan terhadap

kontraktilitas, sekresi dan proses hemostatic pada lumen vascular.

Endotel berperan sebagai respon terhadap sinyal hemodinamik dengan

sintesis atau pelepasan mediator.

Disfungsi endotel merupakan penanda patologis paling awal dari

arteriosclerosis. Terdapat dua faktor risiko yang dapat memicu

terjadinya disfungsi endotel dan menginisiasi lesi arteriosclerosis yaitu

faktor sistemik dan faktor lokal.


Faktor risiko sistemik terdiri dari hiperkolesterolemia, diabetes

mellitus, hipertensi arterial, rokok dan penyakit inflamasi sistemik.

Sedangkan faktor lokal meliputi low shear stress, bifurkasi dan

trifurkasi areri, vascular bending points, dan vascular curvatures.

Hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor kausatif yang

penting, peningkatan komponen kolesterol, low density lipoprotein

(LDL), dapat menginduksi terjadinya disfungsi endotel, melalui dua

mekanisme. Mekanisme pertama melalui lysolechitin, yang merupakan

hasil dari peroksidasi lemak LDL, menyebabkan pembentukan

abnormal dinding arteri. Mekanisme kedua, hiperkolesterolemia dapat

merangsang pembentukan radikal bebas pada endotel yang dapat

langsungmengiknativasi nitric oxside (NO) dan meningkatkan oksidasi

LDL dengan pembentukan peroxynitrate.

Sebaliknya peningkatan hight density lipoprotein (HDL), akan

mencegah terjadinyapembentukan plak dan menginduksiregresi plak.

Selain itu HDL dapat menginduksi regresi plak. Selain itu HDL dapat

mengembalikan fungsi endotel yang telah terganggu dengan

meningkatkan bioavailabilitas NO pada pasien hiperkolesterol.

Hiperglikemia kronis juga dapat menganggu fungsi endotel karena

terjadinya gikasi dari protein matriks ekstraseluler yang

mengakibatkan glikosilasidan end products. Penumpukan end

products pada dinding pembuluh darah akan meningkatkan kekakuan

pembuluh darah, pengikatan lipoprotein, perekrutan makrofag, sekresi

plateled-derived growth factor (PDGF) dan proliferasi sel otot polos


vascular. Terjadinya endothelial injury dapat diinduksi dengan bahan-

bahan iritan yang terdapat pada rokok yang dibuktikan dengan adanya

penumpukan partikel lemak dan monosit pada lapisan intima.

Selain faktor sistemik, diperlukan faktor lokal pada proses

terjadinya disfungsi endotel. Plak aterosklerosis seringkali terbentuk

didekat bifurkasi dan kurtavura pembuluh darah, hal ini menyebabkan

timbulnya dugaan bahwa aliran darah lokal juga berperan dalam

perkembangan lesi aterosklerosis. Hemodinamik shear stress juga

mempengaruhi remodeling dinding pembuluh darah. penurunan aliran

atau viksositas darah akan menyebabkan penurunan diameter internal

pembuluh darah.

Faktor risiko sistemik dan lokal mempunyai peranan penting dalam

proses aterosklerosis yang dimulai dari disfungsi endotel. Proses

tersebut berawal dari kerusakan endotel di lapisan intima pembuluh

darah, diikuti infiltrasi partikel lemak dan komponen darah ke lamina

elastika interna. Proses tersebut mengakibatkan proliferasi pada sel

otot polos dan menyebabkan penebalan tunika media ke arah lumen.

Vasa vasorum yang normalnya berfungsi untuk memelihara nutrisi

pada setiap lapisan dinding arteri, tidak lagi berfungsi sempurna, hal

tersebut dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut. Fragmentasi sel

endotel diikuti peningkatan ekspresi molekul adhesi seperti

interceluller adhesion molecules, vascular adhesion molecules dan

selektin(Satoto, 2014).
4. Pemeriksaan dalam Mendeteksi Penyakit Jantung Koroner

Beberapa pemeriksaan dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya

penyakit jantung koroner:

a. EKG (Elektrokardiografi)

Pemeriksaan EKG merupakan gambaran listrik yang ditimbulkan

oleh jantung pada waktu berkontraksi. Gambaran yang didapatkan

dari EKG berupa denyut nadi, ritme dan apakah otot jantung

berkontraksi dengan normal (Mandagi et al., 2019).

b. Ekokardiografi

Pemeriksaan yang tidak menimbulkan rasa sakit dan berdasarkan

pemantuan gelombang suara (ultrasound) dari berbagai bagian

jantung. Pada ter ekokardiografi dapat melihat gambaran fungsi

pompa jantung dan kontraksi yang terganggu bila suplai darah

terganggu.

c. Radioaktif isotop

Menggunakan zat kimia atau isotop yang disuntikkan pada

penderita kemudian zat tersebut dideteksi melalui kamera khusus.

Pada bagian otot jantung yang infark, zat radioaktif lebih sedikit

dibandingkan dengan bagian otot jantung yang normal.

d. Angiografi

Angiografi merupak alat yang digunakan untuk mendeteksi

kelainan jantung dari pembuluh arteri jantung, seperti gambaran

radiologis. Pemeriksaan ini termasuk tindakan invasive yaitu


dengan memasukkan kateter ke dalam pembuluh arteria tau vena

kemudian didorong sampai kebagian tempat di jantung.

e. Arterigrafi coroner (kateterisasi)

Kateterisasi jantung merupakan pemeriksaan yang bertujuan untuk

memeriksa struktur serta fungsi jantung, termasuk ruang jantung,

katup jantung, otot jantung, serta pembuluh darah jantung termasuk

pembuluh darah koroner, terutama untuk mendeteksi adanya

pembuluh darah jantung yang tersumbat.

5. Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner

a. Faktor risiko penyakit jantung koroner yang tidak dapat

dimodifikasi (tidak dapat diubah):

1) Riwayat keluarga

2) Umur

3) Jenis kelamin

b. Faktor risiko penyakit jantung koroner yang dapat dimodifikasi

(diubah):

1) Hipertensi

2) Merokok

3) Diabetes mellitus

4) Dyslipidemia (metabolisme lemak yang abnormal)

5) Obesitas

6) Kurang aktivitas fisik (kurang gerak)

7) Pola makan

8) Stress
6. Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner

a. Kadar kolesterol normal

Pada penderita jantung koroner khususnya pada lansia sebaiknya

membatasi konsumsi makanan yang mengandung kolesterol agar

tidak lebih dari 300 mg per hari. Contoh sumber makanan yang

mengandung kolesterol adalah kuning telur dan jeroan.

b. Kadar garam normal

Untuk mencapai jantung sehat dianjurkan untuk mengonsumsi

garam tidak lebih dari 2300 mg atau 1 sendok teh dalam sehari.

Mengonsumsi garam lebih baik lagi tidak lebih dari 1500 mg atau

2/3 sendok teh garam dalam sehari.

c. Kadar gula darah normal

Penderita DM (diabetes mellitus), intake makanan harus diatur.

Karena apabila pola makan tidak diatur maka dapat menyebabkan

meningkatnya glukosa darah. glukosa darah yang terus mengalami

peningkatan dapat menyebabkan metabolisme insulin tidak bekerja

secara optimal dan dapat menyebabkan gula darah tidak dapat

diubah menjadi energy dan tidak dapat digunakan oleh jaringan di

dalam tubuh.

d. Melakukan olahraga

Mengurangi risiko penyakit jantung bisa melakukan lari kecil

selama 30 menit dalam 2 hari sekali atau lebih baik dilakukan

setiap hari. Melakukan aktivitas fisik pada lansia bisa dilakukan

seperti menyapu halaman, porsi olahraga 30 menit tidak harus


dilakukan dalam 1 waktu namun bisa juga dalam 3 waktu.

Misalnya 10 menit untuk berjalan-jalan, 10 menit menyapu

halaman dan 10 menit untuk lari-lari kecil.

e. Tindakan pengobatan

Obat-obatan yang sering digunakan dalam penyakit jantung

coroner:

1) ACE inhibitor berfungsi untuk menurunkan tekanan darah dan

mengurangi reesiko terjadinya pembengkakan jantung.

2) Anti koagulan berfungsi mencegah darah menggumpal yang

dapat menyebabkan sumbatan pada pembuluh darah koroner.

3) Beta blocker merupakan obat yang digunakan untuk

menurunkan kerja jantung.

4) Obat anti kolesterol berfungsi untuk menurunkan kadar

kolesterol yang jahat. Seperti kolesterol jahat LDL merupakan

salah satu faktor risiko terbentuknya penyakit jantung koroner.

5) Nitrat digunakan untuk melebarkan pembuluh darah terutama

pembuluh darah jantung sehingga nyeri bisa berkurang.

B. Konsep Aktivitas Fisik Jalan Sehat

1. Definisi Jalan Sehat

Jalan sehat merupakan aktivitas fisik alami sehari-hari. Secara

umum jalan kaki adalah suatu aktivitas fisik ringan dengan risiko

cidera rendah, tetapi mampu memberikan banyak manfaat bagi

kesehatan. Aktivitas jalan kaki yang dilakukan selama 30 menit

apabila dilakukan secara teratur dapat menguatkan otot jantung


sehingga kerja jantung menjadi lebih efisien. Jalan kaki yag dilakukan

dengan teknik yang benar secara teratur selama seumur hidup dapat

menurunkan risiko serangan jantung dan penyakit jantung koroner

(Fitria et al., 2019).

2. Manfaat Jalan Sehat bagi Kesehatan Jantung

Penyakit jantung merupakan salah satu penyakit kematian terbesar

di berbagai negara. Salah satu upaya memelihara kesehatan termasuk

jantung adalah berjalan kaki secara teratur. Saat berjalan kaki, otot

jantung dipacu untuk bekerja lebih cepat dan berbagai lemak yang

menempel di dinding pembuluh darah akan terbakar sehingga sirkulasi

darah menjadi lebih lancar. Terbakarnya lemak yang mengendap di

pembuluh darah akan menurunkan risiko hipertensi yang merupakan

salah satu penyebab penyakit jantung koroner.

3. Latihan Jalan Kaki untuk Jantung Sehat

Penyebab penyakit jantung adalah tekanan darah tinggi, diabetes

karena kurangnya kegiatan fisik. Jalan kaki dapat menjadi pilihan

terbaik untuk melindungi tubuh. Berjalan kaki selama 30 menit setiap

hari dapat memberikan manfaat yang luar biasa bagi kesehatan.

Kegiatan jalan kaki akan meningkatkan kesehatan jantung dan

membuat aliran darah yang membawa oksigen ke jantung menjadi

lebih lancar (Fitria et al., 2019).

C. Konsep Lansia

1. Definisi Lansia
Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh

semua orang yang dikaruniai usia panjang, proses terjadinya penuaan

tidak bisa dihindari oleh siapapun.

Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai

kemasakan dalam ukuran, fungsi dan juga telah menunjukkan

kemunduran sejalan dengan waktu.

2. Batasan-batasan Lansia

WHO mengelompokkan lansia menjadi 4 kelompok yang meliputi:

a. Usia pertengahan (Midle age) merupakan kelompok usia 45 sampai

59 tahun.

b. Lanjut usia (Elderly) merupakan kelompok usia antara 60 sampai

74 tahun.

c. Lanjut usia tua (Old) merupakan kelompok usia antara 75 sampai

90 tahun.

d. Usia sangat tua (Very old) merupakan kelompok usia diatas 90

tahun.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 13 tahun 1998

tenang kesejahteraan lanjut usia yang dikutip oleh Sudirman (2011)

dalam (Wijaya, 2019) sebagai berikut: dalam pasal 1 ayat 2 Undang-

undang No. 13 tahun 1998 tersebut dinyatakan bahwa yang dimaksud

dengan lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2010) pengelompokkan lansia

menjadi:
a. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang

menampakkan kematangan jiwa usia 55-59 tahun.

b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai

memasuki masa usia lanjut dini usia 60-64 tahun.

c. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit

dengeneratif usia 65-74 tahun.

Menurut Bandiyah (2009) dalam jurnal (Wijaya, 2019) faktor-

faktor yang mempengaruhi penuaan adalah

a. Keturunan

b. Nutrisi

c. Status kesehatan

d. Pengalam hidup

e. Lingkungan

f. Stress

3. Ciri-ciri Lansia

Menurut Hurlock (2010) dalam jurnal (Wijaya, 2019) Terdapat

beberapa ciri-ciri orang lanjut usia, yaitu:

a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran

Kemunduran pada lansia sebagian dating dari faktor fisik dan

faktor psikologis. kemunduran pada lansia semakin cepat apabila

memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi

yang kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.

b. Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas


Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat

dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut

usia dan diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek

terhadap lansia. pendapat-pendapat klise itu seperti: lansia lebih

senang mempertahankan pendapatnya daripada mendengarkan

pendapat orang lain.

c. Menua membutuhkan perubahan peran

Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami

kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia

sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar

tekanan dari lingkungan.

d. Penyesuaian yang buruk pada lansia

Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia

cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih

sering memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Karena

perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi

buruk.

D. Konsep Kualitas Hidup

1. Pengertian Kualitas Hidup

Menurut WHO kualitas hidup adalah persepsi individu dalam

hidup ditinjau dari korteks budaya dan sistem nilai dimana mereka

hidup, hubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan serta

perhatian mereka.
Kualitas hidup adalah konsep luas yang dipengaruhi dalam cara

kompleks yaitu dengan kesehatan fisik seseorang, keadaan psikologis,

level kemandirian, hubungan sosial, keyakinan pribadi dan hubungan

mereka dengan fitur yang menonjol dari lingkungan mereka (Ningrum

et al., 2017).

2. Aspek-aspek Kualitas Hidup

Kualitas hidup dikelompokkan dalam tiga bagian yang berpusat

pada suatu aspek hidup yang baik, yaitu:

a. Kualitas hidup subjektif

b. Kualitas hidup eksistensial

c. Kualitas hidup objektif

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

a. Perubahan fisik lansia

Meliputi perubahan tingkat sel sampai kesemua sistem organ

tubuh, diantaranya sistem pernapasan, pendengaran, penglihatan,

kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh.

1) Sistem pernapasan

Otot pernapasan kaku dan kahilangan kekuatan, sehingga

volume udara inspirasi berkurang dan membuat pernapasan

cepat dan dangkal. Penurununan aktivitas paru (mengembang

dan mengempisnya) sehingga jumlah udara pernapasan yang

masuk ke paru mengalami penurunan, refleks dan kemampuan

untuk batuk berkurang sehingga pengeluaran secret dan korpus


alium dari saluran napas berkurang sehingga potensial

terjadinya obstruksi (Ningrum et al., 2017).

2) Sistem pendengaran

Hilangnya daya pendengaran pada telinga dalam, terutama

pada bunyi suara atau nada yang tinggi, suara yang tidak jelas,

sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 65 tahun.

Terjadi pengumpulan serumen, dapat mengeras karena

peningkatan keratin, fungsi pendengaran semakin menurun

pada lansia yang mengalami stress.

3) Sistem penglihatan

Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa), menjadi katarak,

jelas menyebabkan gangguan penglihatan. Meningkatnya

ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan

lebih lambat, susah melihat dalam gelap, hilangnya daya

akomodasi dengan manifestasi presbyopia, seseorang sulit

melihat dekat yang dipengaruhi berkurangnya elastisitas lensa.

4) Sistem kardiovaskuler

Katup jantung menebal dan menjadi kaku, elastisitas dinding

aorta menurun sehingga kontraksi dan volume menurun.

Efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi berkurang,

perubahan posisi dari tidur ke duduk dan duduk ke berdiri bisa


menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg

(mengakibatkan pusing mendadak).

5) Sistem pengaturan tubuh

Temperature tubuh menurun secara fisiologis ± 35°C ini akibat

metabolism yang menurun, pada kondisi ini lansia akan

merasakan kedinginan dan dapat pula mengigil, pucat dan

gelisah. Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat

memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi penurunan

aktivitas otot (Ningrum et al., 2017).


BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep Penelitian

INPUT PROSES OUTPUT

Independen Kejadian
Lansia Umur > 64 Jantung
tahun Koroner
B. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah (H1) yaitu terdapat

hubungan antara aktivitas fisik dengan kualitas hidup pada lansia penderita

penyakit jantung koroner di Rs Dr Abdoer Rahem Situbondo.


BAB VI

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode penelitian merupakan cara yang akan dilakukan dalam

proposal penelitian. Dalam menyusun proposal, metode penelitian harus

secara jelas dan detail seperti wawancara dan observasi, variabel

penelitian, pendekatan penelitian, jenis penelitian, teknik pengumpulan

data, analisis data, cara penafsiran dan penyimpulan hasil penelitian

(Donsu, 2016).

Desain penelitian adalah rencana dan struktur yang digunakan

untuk memperoleh bukti-bukti yang empiris dalam rangka menjawab

pertanyaan penelitian. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa

desain penelitian adalah rancangan penelitian yang terdiri atas beberapa

komponen yang menyatu satu sama lain untuk memperoleh dan fakta
dalam rangka menjawab pertanyaan atau masalah penelitian (Lapau,

2013).

Berdasarkan tujuan penelitian yaitu untuk mengidentifikasi

hubungan aktivitas fisik dengan kualitas hidup pada lansia penderita

penyakit jantung koroner di Rs Dr. Abdoer Rahem Situbondi, maka

peneliti ini menggunakan pendekatan cross sectional. Pendekatan Cross

Sectional ini mencoba mencari hubungan antar variabel dan subjek

penelitian yang dikumpulkan dan diukur dalam waktu bersamaan

(Nursalam, 2015).

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

1. Populasi

Populasi atau universal adalah jumlah seluruh objek atau subjek

yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang karakteristiknya

hendak di teliti dan kemudian di Tarik kesimpulannya (Nasrudin,

2019). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien lansia penderita

jantung koroner.

Daftar Pasien Lansia Penderita Jantung Koroner Rs

Dr.Abdoer Rahem Situbondo

No Tahun Bulan Pasien Jantung


Koroner
1. 2018
2. 2019
3 2020
Sumber : Data di Rs Dr. Abdoer Rahem Situbondo

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik populasi

yang terjangkau dan dapat digunakan sebagai subjek penelitian melalui

sampling (Sodik, 2015). Dalam penelitian ini metode pengambilan

sampel menggunakan total sampel dari populasi tersebut. Sampel pada

penelitian ini terdapat pada Rs Dr. Abdoer Rahem Situbondo dengan

jumlah….. orang.

3. Sampling

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi populasi untuk

menjadi sampel dari populasi supaya dapat mewakili populasi (Setiadi,

2013). Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

non probability sampling dengan tekhnik consecutive sampling. Non

probability sampling merupakan tekhnik pengambilan sampel tidak

dipilih secara acak. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa

disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya

sudah direncanakan oleh peneliti.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan

istilah yang digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga

akhirnya membantu mempermudah pembaca dalam mengartikan makna

dari penelitian Setiadi, 2013).


tabel Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Hasil Skala Data

1 Variabel Independen: Suatu gaya hidup sehat yang Kuesioner

Aktivitas Fisik bisa mengurangi atau

menurunkan faktor risiko

penyakit jantung koroner pada

lansia
2. Variabel Dependen: Suatu kelainan yang Pelaporan

Penderita Penyakit disebabkan oleh penyempitan NCP

Jantung Koroner pada atau penghambat pembuluh

Lansia darah arteri yang mengalirkan

darah ke otot jantung.


D. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Rs Dr. Abdoer Rahem Situbondo.

E. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan pada….

F. Etika Penelitian

Masalah etika penelitian merupakan bagian penting dari riset

modern, terutama ketika riset yang dilakukan menempatkan manusai

sebagai subjek penelitian. Penelitian sosial dimana subjek yang di gunakan

adalah manusia, secara otomatis harus menjadikan aspek etika sebagai

bagian dari prosesnya (Nursalam, 2013).

Berikut adalah masalah etika yang perlu diperhatikan antara lain:

a. Informed Consent (Persetujuan Menjadi Responden)

Informed Consent merupakan bentuk lembar persetujuan yang

diberikan oleh peneliti kepada responden dengan tujuan agar

responden mengetahui tujuan, manfaat, prosedur, intervensi dan

kemungkinan dampak yang akan terjadi selama proses penelitian

berlangsung, jika responden bersedia maka responden harus

menandatangani lembar persetujuan, apabila responden tidak bersedia

maka peneliti harus menerima keputusan dari responden.

b. Anonomity (Tanpa Nama)

Anonomity menjelaskan pada responden untuk tidak perlu menuliskan

nama pada lembar pengumpulan data, responden cukup memberi kode

pada jawaban yang terkumpul.


c. Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan yang diperoleh dari responden akan dijaga oleh peneliti,

baik secara informasi maupun masalah-masalah lainnya pada

responden. Semua data responden yang telah dikumpulkan oleh

peneliti tidak akan disebar luaskan penyajian atau laporan hasil

risetnya dan semua data yang telah dikumpulkan akan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti.

d. Beneficence

Peneliti harus berusaha melindung subjek yang diteliti terhindar dari

bahaya atau ketidaknyamanan fisik dan mental yang dapat membuat

subjek penelitian terpapar pada pengalaman yang mengakibatkan

bahaya yang menetap, tidak dapat diterima.penelitian harus dilakukan

hanya oleh orang yang memenuhi persyaratan secara ilmiah, terutama

jika terjadi bahaya yang diakibatkan oleh peralatan atau prosedur yang

telah digunakan oleh peneliti. Selama melakukan penelitian, peneliti

perlu memperhatikan etik, apabila ketika melakukan penelitian dapat

mengakibatkan cedera, ketidak mampuan, distress berkepanjangan,

atau bahkan kematian pada peserta peneliti. Selama penelitian harus

siap menghentikan penelitian.

G. Alat Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan

digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar

kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Selanjutnya

instrument yang diartikan sebagai alat bantu merupakan saran yang dapat
diwujudkan dalam penelitian. Alat pengumpulan data dalam penelitian

antara lain wawancara, kuesioner, skala likert (Sudaryono, 2016). Pada

penelitian peneliti menggunakan kuesioner dan pelaporan NCP sebagai

alat untuk pengumpulan data.

a. Variabel Independen

Variabel Independen pada penelitian ini adalah aktivitas fisik yang

dilakukan. Untuk mengukur aktivitas fisik yang dilakukan

menggunakan lembar koesioner yang diberikan kepada responden.

Koesioner pada penelitian terdiri dari ….. pertanyaan. Pertanyaan yang

digunakan memiliki 2 optiom jawaban yaitu Ya dan Tidak.

b. Variabel Dependen

Variabel Dependen pada penelitian ini adalah kejadian jantung koroner

pada lansia usia >64 Tahun, peneliti menggunakan pelaporan NCP

H. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan yang dilakukan

kepada subyek dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang

diperlukan dalam suatu penelitian. Langkah-langkah dalam pengumpulan

data tergantung dari desain penelitian dan teknik instrument yang

digunakan (Sudaryono, 2016). Dalam penelitian ini menggunakan dua

prosedur pengumpulan data yaitu:

1. Prosedur Administrasi

Proses pengumpulan data dalam melakukan penelitian dengan cara

mengajukan permohonan ijin kepada Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Jember untuk mendapatkan surat


persetujuan penelitian, selanjutnya surat ijin persetujuan penelitian

diajukan kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten

Situbondo, kemudian surat diserahkan kepada Direktur Rumah Sakit

Dr Abdoer Rahem Kabupaten Situbondo untuk melakukan perjanjian

melakukan penelitian dan pengambilan data. Setelah peneliti

memperoleh ijin, sebelum mengisi kuesioner peneliti menjelaskan

maksud, tujuan, manfaat, cara pengisian dari kuesioner, selanjutnya

pengumpulan data dilakukan dengan mengisi lembar kuesioner yang

diisi oleh responden.

2. Tahap Pelaksanaan

Setelah mendapatkan ijin penelitian dari penanggung jawab Rumah

Sakit Dr Abdoer Rahem Kabupaten Situbondo, selanjutnya peneliti

melakukan pengumpulan data dengan langkah-langkah

a. Peneliti mencari responden dengan bantuan perawat di Poli

Jantung.

b. Selanjutnya peneliti melakukan persamaan persepsi tentang kriteria

penggunaan instrument penelitian supaya tidak beresiko dalam

penelitian.

c. Selanjutnya peneliti menjelaskan terlebih dahulu maksud, tujuan,

manfaat dan isi dari kuesioner untuk mencegah resiko bias, setelah

semua siap responden diminta untuk menandatangani lembar

persetujuan responden jika responden bersedia berpartisipasi dalam

penelitian.
d. Selanjutnya peneliti melakukan pengambilan data dengan lembar

koesioner dan lembar observasi.

e. Selanjutnya kuesioner dan lembar observasi diisi oleh responden,

kemudian data akan dikumpulkan, lalu akan dilakukan penilaian

terhadap data yang telah diisi.

I. Analisis Data

1. Pengelolahan Data

Proses pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus

ditempuh, antara lain (Sudaryono, 2016).

a. Editing

Secara umum editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan

perbaikan dari isian kuesioner atau formulir yang belum lengkap,

kurang jelas dan tidak sesuai dengan pertanyaan yang lainnya.

b. Skoring

Skoring merupakan langkah penilaian terhadap data observasi dan

kuesioner. Pada penelitian ini terdapat kuesioner dengan ketentuan

yaitu:

1) Variabel Independen

a) Tidak = skor 1

b) Ya = skor 2

Selanjutnya total score kuesioner:

a) ……

b) …..

2) Variabel Dependen
a) Jantung Koroner :….

b) Normal :….

c. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)

terhadap data. Kegunaan coding untuk mempermudah pada saat

analisa data dan mempercepat pada saat entri data menggunakan

computer. Sebagai usaha menyederhanakan data yaitu kategori:

1) Jenis kelamin, diberi kode:

a) Laki-laki :1

b) Perempuan :2

2) Usia

a) ….

b) ….

3) Aktivitas fisik

a) Melakukan aktivitas fisik :1

b) Tidak melakukan aktivitas fisik : 2

4) Kejadian jantung coroner

a) Jantung coroner membaik :1

b) Jantung coroner tidak membaik : 2

d. Processing

Processing merupakan proses pengolahan data agar data yang

sudah di entri dapat dianalisa, proses analisa data dilakukan dengan

cara melakukan entry data dari instrument penelitian ke dalam

program computer.
e. Clearing

Clearing merupakan penghapusan dan pengecekan data dengan

melihat variabel yang digunakan sudah lengkap, benar atau belum

sehingga siap untuk dianalisis.

2. Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang sangat penting untuk

mencapai tujuan pokok penelitian, yaitu dengan menjawab pertanyaan-

pertanyaan peneliti. Data mentah yang didapat, tidak dapat

menggambarkan informasi yang diinginkan untuk menjawab masalah

penelitian (Nursalam, 2015).

Analisis data dalam penelitian ini melalui beberapa prosedur

diantaranya:

a. Univariat

Analisis univariat adalah jenis analisis yang melibatkan hanya satu

variabel. Dalam kaitannya analisis hubungan antarvariabel, maka

analisis univariat hanya melibatkan satu variabel respons atau

dependen (Mahmudi, 2020). Analisa ini memiliki fungsi dalam

meringkas hasil dari pengukuran menjadi informasi yang dapat

bermanfaat. Untuk bentuk ringkasan analisis ini dalam bentuk

tabel, statistik dan grafik.

b. Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua

variabel atau juga bisa digunakan untuk mengetahui apakah ada

perbedaan signifikan antara dua atau lebih kelompok, yang

bertujuan untuk mencari kemaknaan hubungan variabel

independen dan dependen. Analisa bivariate yang digunakan dalam

penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik

dengan kualitas hidup pada lansia penderita penyakit jantung

coroner di Rs Dr Abdoer Rahem Kabupaten Situbondo dengan

menggunakan uji spearman rho yaitu uji statistic untuk mengetahui

hubungan antara dua atau lebih variabel berskala ordital (Hidayat,

2009). Secara komputerisasi dengan tingkat signfikan (α) sebesar

5% (0,05), apabila ditemukan nilai p value ditemukan ≤ 0,05 maka

untuk H1 diterima dengan artian terdapat hubungan aktivitas fisik

dengan kualitas hidup pada lansia penderita penyakit jantung

coroner. Koefisien kerelasi dilambangkan dengan menggunakan

huruf r karena dimana nilai r dapat bervariasi -1 sampai +1. Nilai

koefisien yang positif berarti hubungan yang terdapat pada kedua

variabel tersebut berbanding lurus artinya peningkan variabel X

bersamaan dengan peningkatan yang terdapat pada variabel Y.

sedangkan untuk nilai koefisien negative yang berarti hubungan

pada kedua variabel tersebut berbanding terbalik. Peningkatan

variabel X bersamaan dengan penurunan variabel Y.

Tabel makna nilai korelasi Sperman Rho

NIlai Makna
0,00-0,19 Sangat Redah/ Sangat Lemah
0,20-0,39 Rendah/ Lemah
0,40-0,59 Sedang
0,60-0,70 Tinggi / Kuat
0,80-1,00 Sangat Tinggi / Kuat

Anda mungkin juga menyukai