Yoel Giban
email.nukarekygmandiri@gmail.com
Cp.081342960225
Abstraksi
Perkawinan tidak dipandang sebagai kejadian religius ataupun sebagai kejadian umum
kemasyarakatan, melainkan sebagai kejadian pribadi antara dua keluarga. Seorang bapak
memilih mempelai wanita bagi anaknya lelaki dan mengusahakan datangnya persetujuan
ayah mempelai wanita dengan membayar mas kawin. Kebalikannya terjadi pada anak
perempuan yang meninggalkan rumah untuk mengikuti suami. Pihak laki-laki memilih calon
isteri dengan melawan kehendak orang-tuanya, sehingga kawin berdasar cetusan kasih yang
spontan. Batas usia termuda untuk dinyatakan siap-kawin pada masyarakat lani tidak
ditentukan demikian juga bagi anak perempuan. Bila pihak laki-laki telah membayar mas
kawinnya, maka seorang gadis sudah menjadi milik laki-laki. Pada saat pihak perempuan
memasuki rumah pihak laki-laki, maka ia dinyatakan kawin. Suami berkewajiban memelihara
keperluan hidup isteri dan melindunginya. Meskipun ada perkawinan berbentuk jual-beli
demikian, namun perkawinan bukanlah jual beli walaupun membajar maskawin. Suami tidak
bisa menguasai isterinya seperti barang yang dimilikinya setelah diperolehnya lewat jalan
membeli.
Dari penguasa itu dapat dikatakan, bahwa sebuah perkawinan baru dinyatakan
sempurna, bila dapat melanjutkan keturunan pihak laki-laki. Dasar itulah yang membuat
kemandulan dipandang sebagai sebuah bencana hebat yang sekaligus dipandang sebagai
sebuah hukuman dari Tuhan. Pandangan itu memberi kejelasan atas adanya perkawinan
jamak di setujui oleh masyarakat Lani. Tetapi kejadian itu tidak memperkecil kenyataan,
bahwa pihak isteri dihargai dan dicintai selaku pasangan dan bukan hanya sebagai orang yang
melahirkan keturunan! Di dalam pernilaian hubungan pribadi pasangan, maupun di dalam
pernilaian hubungan hidup ekonomis isteri adalah penolong suami yang di hargainya.
Pendahuluan
Pelaku perkawinan perlu menyesuaikan diri dengan adat, dikarenakan setiap daerah
memiliki adat perkawinan yang berbeda-beda, demikian pulah dengan adat-adat yang ada di
Papua pada umumnya dan Adat Lani pada khususnya. Sebab perkawinan bagi Manusia yang
berbudaya, tidak hanya meneruskan warisan leluhur secara terus menerus, tetapi juga
9
mengemban misi luhur yang Tuhan ciptakan yaitu keluarga yang bahagia dan sejahtera dan
yang saling memberi dan menerima dengan dasar kasih. Sebab itu perkawinan budaya
Lanime tetap dipertahankan dan harus dilestarikan oleh generasi kita sekarang karena itu
merupakan nilai-nilai budaya di suku Lani.
Dalam perkawinan adat Lanime terdapat banyak kebiasaan adat yang sangat berbeda
dengan kebenaran Firman Allah. Sebab satu contoh kebiasaan tersebut adalah adanya istilah
tukar gelang dan kebiasaan untuk membayar babi sebagai Maskawin di depan, sebagai tanda
bahwa acara tersebut sudah resmi sehingga dari pihak perempuan atau keluarga perempuan
tidak mempunyai hak atas diri anak perempuan tersebut yang baru saja melangsungkan acara
adat nika, atau tunangan. Dengan demikian bagi kehidupan orang percaya merupakan sikap
hidup sinkritisme dan terlalu dipaksakan. Oleh karena itu dalam penelitian ini diharapkan
memberi pemahaman teologis kepada pelaku perkawinan secara khusus dalam budaya Lani
untuk melihat pengajaran Alkitab sebagai fondasi keluarga.
Metode Penelitian
10
dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan di interprestasikan ( Masri Singaribun dan
Sofyan Efendi dalam bukunya “ Metode Penilitian Survei ” halaman 263 Tahun 1987)
Didalam menganalisasi data ini peneliti menggunakan analisa data kualitatif yang setelah
data tersebut dianalisa dan menginterpretasikan atau menafsirkannya sesuai dengan masalah
yang ditelitinya.
A. Deskripsi Perkawinan
a. Pengertian Perkawinan
Secara etinologis kata “perkawinan” atau pernikahan berasal dari kata dasar kawin
atau nika. Jadi, perkawinan adalah suatu komitmen yang tak bersyarat yang dibuat diantara
dua orang yang memasuki gerbang pernikahan. Pernikahan juga merupakan ikatan yang
dilakukan atas dasar ajaran Agama untuk hidup sebagai suami istri. Sedangkan menurut,
Any Andjar bahwa “Fungsi perkawinan adalah, guna mengembangkan misi luhur untuk
menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera, yang saling memberi dan menerima serta
saling pengertian berdasarkan cinta kasih dalam rangka untuk mengayu-hayuning bawana,
artinya menciptakan ketentraman dunia dan akhirat”1 dengan demikian dalam perkawinan
suami istri mengemban sebuah misi luhur yang kesemuanya berlandaskan kasih dari Allah.
Dalam Kitab Kejadian 2:22-25, berbicara jelas tentang perkawinan sebagai anugerah Allah
bagi manusia untuk hidup bersama dua pribadi yang berbeda jenis kelaminya akan menjadi
suami dan istri yang sah jika diberkati dan diteguhkan oleh Gereja. Dalam pasal satu Allah
telah membuat manusia itu sama dengen diri-Nya, sehingga dia memberikan kuasa kepada
mereka untuk mengusahakan dan memeliharan taman itu. Jadi perkawinan menurut penulis
adalah suatu komitmen atau tindakan nyata untuk melakukan hidup bersama antara seorang
laki-laki dengan seorang perempuan dimana keduanya saling terikat satu sama lain sebagai
suami istri. Sehingga terjalin sebuah hubungan yang saling memberi dan saling menerima
dengan berlandaskan kasih Allah untuk mengemban misi luhur dari Allah yakni membentuk
keluarga yang sejahtera.
1
Any Andjar. Perkawinan Berdasarkan Budaya. Surakarta: PT Pabelan, 1986
11
b. Secara Yuridis dan terminologis
Secara terminologinya adalah perkawinan itu merupakan komitmen pria dan wanita
untuk membentik sebuah keluarga, yang didalamnya diatur sebuah hubungan baik fisik dan
spritual. Komitmen pria dan wanita diletakkan berdasarkan kasih dari Tuhan Yang Maha
Esa. Sehingga terwujud sebuah hubungan yang sehati sepikir dan satu roh antara suami dan
istri.
Dasar pernikahan dalam pandangan Alkitab dilihat dari dua dimensi, yaitu Perjanjian
Lama dan perjanjian Baru.
Dalam Perjanjian Lama (PL) tentang Pernikahan dapat dilihat dari 2 aspek yaitu berdasarkan
alasan Teologis dan alasan Biologis. Dikatakan alasan Teologis karena nilai-nilai yang
terdapat dalam Alkitab sebagi sumber acuan keluarga. Sedangkan alasan Biologis karena
berdasakan pada hubungan-hubungan yang terikat dan terkait satu dengan lainnya, sehingga
tidak mengakibatkan kerancuan dalam keluarga. Baik itu alasan biologis dan Teologis
keduanya tidak boleh menyimpang dari kebenaran Alkitab sebagai sumber kebenaran orang
percaya.
a. Alasan Teologis
Pernikahan merupakan karya Allah di dalam kehidupan manusia yang bersifat eksekutif.
Pernikahan itu dimulai sejak awal penciptaan manusa, dengan membentuk Adam dari tanah
dan Hawa dari tulang rusuknya Adam. Untuk mengerti alasan utama dari pernikahan yang
Allah ciptakan bagi Adam dan hawa, dapat dilihat dalam Kejadian 2; 18-19 Tidak baik kalau
manusia itu seorang diri saja; Aku akan menjadikan seorang penolong baginya yang
sepadan dengan dia. Lalu Tuhan Allah membentuk manusia itu. Dalam ayat tersebut tersirat
alasan utama Allah menghendaki supaya adanya pernikahan yang kudus, agar manusia dapat
saling tolong menolong dalam segala hal, dan dalam melaksanakan amanat-Nya yang Ia
berikan kepada manusia. Perkataan “ tidak baik ” dalam bahasa aslinya dijelaskan secara
2
Verkuil, J. Etika Kristen, seri Etika Seksuil. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992
12
leterlek bahwa “ larangan yang dibuat oleh Allah dengan Tujuan jangan menyimpang dari
pada-Nya” terjemahan harafia dari kalimat diatas menjadi tidak akan menjadi baik, kalau
manusia itu seorang diri saja. Allah yang menjadikan manusia itu tahu bahwa kebenaran
manusia yang bersifat sosial, tidak akan dapat hidup sendiri tanpah orang lain. William
Dyrness, “Manusia diciptakan untuk mengasihi, pada akhirnya hanya ada seorang manusia
lain yang dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan terdalam dari sifat dasar manusia. Oleh
sebab itu Allah menciptakanlaki-laki dan perempuan”3. Jadi, pada hakekatnya manusia
membutuhkan orang lain untuk mengisi kekosongan hidupnya dan membutuhkan penolong
untuk melengkapi keterbatasannya. Allah sebagai pembentuk perkawinan sangat jelas dari
ayat yang dikutip diatas yakni kejadian 1:28,. Menurut J. Kussoy bahwa “sekiranya Allah
menciptakan manusia tanpa jenis kelamin, maka istilah kawin atau perkawinan tidak akan
ada. Dengan menciptakan jenis kelamin, Allah yang Teologis berkehendak mempertarukan
manusia yang laki-laki dan perempuan itu dalam ikatan suatmi istri, yang kudus dan sah”4
Berarti sangatlah jelas bahwa Allah memiliki sebuah rancangan dalam memprakarsai
terbentuknya sebuah lembaga keluarga di bumi ini. dan lembaga keluarga ini dipersatukan
Allah dalam sebuah ikatan perkawinan yang kudus, bukan yang tidak kudus.
b. Alasan Biologis
Beranak cuculah merupakan mandat dari Allah kepada manusia untuk memenuhi
bumi. Jadi beranak cuculah merupakan berkat dan mandat Allah. Sering kali terjadi
kekeliruan dalam menafsirkan kejadian 1:28, ada yang berangkapan bahwa ayat tersebut
merupakan tujuan Allah dalam suatu pernikahan. Kejadian 1:26-28, menunjukkan kronologis
penciptaan manusia. Setelah Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan, Allah
memberkati mereka, kemudian memberikan mandat untuk beranak cuculah. Dalam hal ini
dapat dimengerti sebagai perintah tentu itu bukanlah satusatunya yang harus dipenuhi dalam
hidup manusia, melainkan merupakan salah satu perintah dari kesekian banyak perintah yang
3
William Dyrness.Tema-tema Perjanjian Lama, Jakarta BPK Gunung Mulia 1991
4
J. Kussoy. Menuju Kebahagiaan Kristiani Dalam perkawinan, Malang Gandun Mas 1994
13
Allah berikan kepada manusia. Suatu pernikahan adalah pernyataan dua pribadi dan bukan
anak, namun demikian harus juga dimengerti bahwa ana merupakan alasan secara tidak
langsung dari suatu pernikahan.
Dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa pernikahan dan perkawinan adalah
Allah yang merencanakan dan Allah yang menciptakan jadi tidak dosa, untuk
memperkenalkan hal itu kepada Masyakat Lanbime maka perlu menngajarkannya secara
Teologis agar mereka dapat memahaminya.
Pandangan Perjanjian baru tentang pernikahan dapat dilihat dari empat aspek.
Keempat aspek semuanya berdasarkan kebenaran Alkitabah. Aspek-aspek yang berdasarkan
kebenaran Alkitabbiah menerangkan betapah sakralnya sebuah pernikahan. Sebab
pernikahan bukan hanya digunakan sebagai gambaran hubungan Kristus dengan jemaat
tetapi juga Allah sendiri yang membentuk pernikahan tersebut. Adapun empat aspek tersebut
adalah sebagai berikut;
14
Pernikahan dalam Perjanjian baru adalah sebuah ikatan yang sakral dan dijadikan
sebagai lambang hubungan Kristus dengan jemaat. Dalam Firman Tuhan efesus 5; 22-32
dikatakan demikian (Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena
suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang
menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian
jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana
Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya.untuk
menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman,
supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang
tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela.
Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang
mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya
sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, karena
kita adalah anggota tubuh-Nya. Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya
dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar,
tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat. Bagaimanapun juga, bagi
kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah
menghormati suaminya ) Bagian ayat Firman Tuhan yang indah ini memberikan gambaran
yang jelas bahwa perkawinan adalah sebuah lambang kesatuan Kristus dengan Gereja-Nya.
Gordon Linsay dalam bukunya “ Pernikahan, Perceraian dan pernikahan ulang ”
menegaskan kan pendapat diatas bahwa “ menyamakan ikatan pernikahan dengan kesatuan
hubungan Kristus dan pengantin-Nya. Itu menunjukkan secara paling mengesankan, bahwa
pernikahan adalah sesuatu yang suci.
Pernikahan sebagai hubungan yang suci ini bertujuan untuk melestarikan kehidupan
manusia di bumi ini. untuk itu pernikahan harus dilakukan penuh dengan hikmat, keramat
dan kudus. Sebab pernikahan itu sebagai lambang hubungan yang kudus antara Kristus dan
jemaat.
Tuhan merindukan bahwa setiap dari umat-Nya mendapatkan pasangan hidup yang
sepadan dan seimbang serta satu dalam kepercayaan Kristiani. Firman Tuhan mengatakan “
janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang yang tak percaya.
Sebab persamaan apakah antara kebenaran dan kedurhakaan ? atau bagaimanakah terang
dapat bersatu dengan gelap ? 2 Korintus 6: 14 ” Larry Christenson, dalam bukunya
“Keluarga Kristen” mengatakan bahwa “ kasih Allah yang terbesar kepada manusia
dinyatakan dalam korban Kristus. Melalui korban Kristus Gereja dilahirkan . Antara Gereja
dan Kristus terjalin suatu ikatan kasih yang lebih kudus. Lembut dan teguh dari pada segala
sesuatu yang pernah ada antara Allah dan manusia.” Dari pendapat diatas nampak sekali
bahwa pengorbanan Kristus adalah pengorbanan yang termahal bagi kehidupan manusia.
Karena pengorbanan ini adalah pengorbanan yang termahal bagi kehidupan manusia.
Karena pengorbanan ini adalah pengorbanan termahal maka sudah semestinya manusia
membalas Cinta kasih Allah, salah satu cara adalah tidak menjadikan pasangan bagi
kehidupan orang yang ada diluar Kristus. Ini berarti sangatlah jelas bahwa kehidupan
orang percaya tidak boleh memiliki hubungan dengan orang lain diluar Kristus. Sebab kalau
hal ini terjadi maka tidak ada bedanya antara orang percaya yang hidup didalam
kedurhakaan. Orang percaya harus mencari pasangan yang sepadan dan seimbang. Sepadan
dan seimbang artinya memiliki tatanan yang sama dengan kepercayaan yang kita yakini
yakni hidup dalam Kristus.
15
3. Dengan dasar rasa Hormat dan Kasih Efesus 5: 28-33
Dalam Efesus 5; 22-23 “hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan,
karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang
menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian
jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. ” denganjelas mengatakan bahwa seorang
istri harus tunduk kepada suami dalam segala hal. Demikian juga seorang suami harus
mengasihi istrinya. Kepenudnukkan seorang istri ini dilakukan oleh karena istri bersedia
memberikan segala sesuatu kepada suami sebagai kepatuhannya kepada suami. Sedangkan
seorang suami bersedia mengasihi istri sebagai bentuk penyamanan suami terhadap istri.
Cristenson, Larrydalam bukunya yang berjudul “ Keluarga Kristen : Semarang Buku
Bethania, 1989” hal yang berkaitan dengan kepenundukan istri terjadai suaminya bahwa “
tunduk bebarti dengan rendah hati dan penuh pengertian mematuhi suatu kuasa atau
seseorang yang berwenan dan yang telah duitetapkan. Teladan yang diberikan oleh Allah
ialah Gereja yang tunduk kepada pemerintahan Kristus (Theokrasi) `” ini bukan berarti
untuk menjadikan istri itu rendah jauh dibawah suaminya melainkan untuk memposisikan
istri sama dengan segambar dan rupa Allah, dan ini menunjukkan sebuah perlindungan serta
perhatian suami terhadap istri dan itu adalah landasan hukum keluarga.
Dengan demikian hubungan antara suami dan istri dilakukan dengan sebuah hubungan
yang penuh rasa hormat dan kasih. Keduanya tidak merasa lebih unggul dari yang satunya.
Begitu juga sebaliknya bahwa saling melengkapi satu dengan lainnya dan saling menutupi
kekurangan masing-masing.
Pernikahan bukan sebuah hubungan yang berorientasi kepada seks saja, melainkan
seks merupakan sebuah ungkapan kasih satu dengan lainnya. Karena seks merupakan sebuah
kasih dari Allah. Pernikahan dilakukan agar manusia tidak melanggar sebuah batasan yaknui
berbuat cabul. Pernikahan dilakukan agar manusia tidak melanggar sebuah batasan yakni
berbuat cabul. Dorathy, I.Marx dalam bukutnya yang berjudul “New Morality: Bandung
Yayasan kalam hidup. 2002 ” menjelaskan bahwa mengapa seks yang berorientasi pada
nafsu itu dilarang untuk menangkapi hal tersebut Rorathy mengatakan bahwa “ untuk
menjamin dan memelihara personality, untuk menjaga kepribadian kita. Justru kepribadian
kita harus diawasi secar primer, sebab Allah telah menciptakan kita segambar dan serupa
dengan Dia.” Oleh karena gambar dan rupa Allah ada dalam hidup orang percaya maka
orang percaya harus menjaga hidup dalam kekudusannya. Tetapi manusia harus memiliki
batas dalam hidupnya yakni bersikap bahwa percabulan merupakan bentuk pelanggaran yang
Tuhan benci. Agar percabulan tidak terjadi maka manusia harus menikah, sebagaimana kata
paulus lebih baik harus menikah untuk menghindari penyelewengan-penyelewengan yang
dilakukan manusia pada umumnya iaut percabulan.
Pernikahan adalah bukan sesuatu yang dilakukan dengan begitu saja. Sebelum
pernikahan terjadi, biasanya ada beberapa tahap yang harus dilewati oleh kedua pasangan
manusia pada umumnya, demikian juga yang terjadi di Masyarakat Lanime. Tahap-tahap itu
tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia yang mau membentuk keluarga barunya.
Dan setiap tahap harus dijalani bukan dicerikan sehingga dalam proses atau tahapan itu
16
kedua pasangan dapat melihat keseriusan dalam mempersiapakan keluarga yang baru.
Adapun taha-tahap itu adalah sebagai berikut:
1. Persahabatan
2. Pacaran
Masa berpacaran adalah sebuah langkah yang kedua dari hubungan dua lawan jenis
yang sudah sama – sama saling mngerti. Dalam berpacaran harus tetap menjaga sebuah
hubungan sebelum memasuki pernikahan. Scott Kriby dalam bukunya “Berkencan ”
mengatakan “ Jika seseorang menyucikan dirinya dari hal – hal yang jahat,ia akan menjadi
perabot tumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan dipandang layak untuk dipakai
tuannya disediakan pada setiap pekerjaan yang mulia.” Jadi dalam berpacaran tidak
diperkenankan melakukan tindakan yang melanggar kekudusan hidup. Sedangkan Yusuf
B.S.dalam bukunya “ Tulang Elisa I ” mengatakan “ Berpacaran adalah suatu masa kritis
dalam pertumbuhan remaja dan pemuda, dimana timbul perasaan lain antara dua orang yang
berbeda jenis. Mereka mulai tertarik satu sama lain dan menjajaki kemungkinan untuk kelak
hidup bersama sebagai suami istri.” Jadi dengan demikian dalam pacaran dua orang yang
berbeda jenis kelamin berusaha menjajaki kemungkinan untuk hidup kelak bersama,
pacaran merupakan tahap pengenalan yang dilakukan untuk melihat kecocokan atau ketidak
cocockkan yang ada dalam masing-masing pribadi, untuk itu harus berusaha untuk mengenal
perbedaan secara mendalam demi menciptakan kebersamaan dan kasih yang tulus kepada
Allah.
3. Pertunangan
Pertunangan merupakan langkah yang diangkap matang untuk dua pribadi yang telah
melewati taha-tahap sebelumnya. Kedua pribadi yang berlawanan jenis untuk bersekapat
untuk menuju kepada sebuah pernikahan. Pertunangan menurut Dr Verkuyl, dalam bukunya
“Etika Kristen. Seri Etika Seksual. Jakarta : BPK Gunung Muliah, 1992 ”adalah bahwa “
Pertunanangan adalah suatu masa ujian dengan dasar kesetiaan, masa persiapan sebelum
menikah, bukanlah suatu permainan nafsu birahi dengan nikah tersembunyi dan bukan dan
17
bukan merupakan sesuatu eksperimen ” Jadi pertunangan adalah sebuah masa sebelum
pernikahan dalam sebuah hubungan rumah tangga.
Dalam kehidupan perkawinan setiap manusia tentu akan melewati beberapa masa, yang
dihadapi oleh orang percaya sebelum masuk ke masa perkawinan adalah Antara lain adalah:
Dalam sebuah pernikahan dibutuhkan komitmen hidup berdua seumur hidup. Ketika
kedua mempelai membacakan janji pernikahan, janji yang dibacakan sebuah sekedar janji
yang dibacakan dihadapan Pendeta. Tetapi itu merupakan sebuah janji yang mereka katakan
didepan Tuhan. Berarti janji ini merupakan sebuah janji yang sakral yang harus dipegang
berdua sepanjang hidup mereka.Dalam janji pernikahan tersebut tersirat sebuah arti bahwa
komitmen satu dengan lainnya saaat menjalani hidup dalam keadaan seperti apapun. John
Trent dalam bukunya “ Kasih Untuk segala Musim Kehidupan ” mengatakan “ Setiap
pasangan yang menghadapi dua tugas yang berat di perjalanan mereka meninggalkan rumah
orang tua masing – masing …. Mereka harus berpisah dari orang tua mereka, kemudian
mereka harus berhubungan kembali dengan orang tuanya pada tingkat emosional yang
berbeda.” Perjalanan hidup yang baru akan ditempuh oleh setiap pasangan dengan segala
keadaan yang ada pada pasangan tersebut. Meskipun keadaan mereka senang atau susah
bahkan keadaan cacatpun harus tetap berkomitmen seumur hidup menjalani hisup bersama –
sama.
Sebagai layaknya pernikahan lainnya, persatuan dua lawan jenis akan memiliki
perbedaan karakter. William J. Petersen mengatakan arti sebuah kata “ Karakter yang
berbeda ”, yakni “ Sebuah hubungan yang tidak selalu berjalan menyenangkan. Namun
masing – masing pihak menopang pasangannya, dan barangkali tak satupun dari mereka akan
dikenal secara luas tanpa dukungan pasangannya.” Perbedaan karakter satu dengan yang
lainnya dapat membuat sebuah hubungan tidak terjalin kembali karena manusia memandang
sebuah hal yang sulit untuk dapat menyatu dua karakter yang berbeda. Jika seseorang masih
tetap memandang perbedaan adalah sebuah penghalang dalam hidupnya maka hubungan
pernikahan tetap tidak kan pernah terjadi. Jika pernikahan itu tetap terjadi hubungan
keduanya tidak akan bisa bahagia meskipun mereka sudah hidup dalam Tuhan. Tetapi apabila
keduanya memiliki sebuah tekad bahwa perbedaan merupakan sebuah kelemahan yang harus
di tutupi satu dengan lainnya. Maka perbedaan dua karakter tidak akan menjadi penghalang
satu dengan lainnya. Justru menjadi keduanya saling mengisi dan saling menjaga kehidupan
mereka berdua.
Dalam sebuah hubungan dengan sekala kecil atau besar diperlukan sebuah
komunikasi. Tanpa komunikasi tidak pernah membuat sebuah hubungan di mengerti satu
dengan lainnya. Meskipun ada sebuah komunikasi masih bisa menjadi satu penghalang
apabila komunikasi itu tidak terbuka. Hubungan suami istri membutuhkan komunikasi yang
terbuka satu dengan lainnya. Dengan komunikasi suami istri akan saling mengerti kebutuhan
satu dengan lainnya. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh, Jane Hansen. Dalam
18
bukunya yang berjudul “Keintiman: Jakarta ; Yayasan Idayu, 1988 ” bahwa “ Untuk
menjalani kehidupan berdasarkan apa yang benar – benar pasangan suami istri percayai. Itu
bukan apa yang pasangan suami istri pikir atau ketahui secara intelektual, tetapi apa yang
diyakini dalam hati pasangan suami istri itu yang mengarahkan dan menuntun hidup suami
istri. ” Komunikasi yang terbuka ini akan menjadikan mereka saling memahami dan saling
mengerti satu dengan lainnya. Komunikasi terbuka sangat dibutuhkan sebagai penguat dalam
hubungan pernikahan.
Komunikasi dibutuhkan dalam keluarga baik dipakai secara fisik maupun untuk
memenuhi biologisnya. Sebagaimana yang dikatakan “Tim & Beverli Lahaye” dalam
bukunya yang berjudul “ Kehidupan Seks dalam Pernikahan, Seri Bimbingan seks bagi
Suamni Istri ” bahwa “ Komunikasi merupakan dasar keberhasilan keluarga yaitu dimana
kedua insan akan mengetahu pribadinya masing-masing melalui komunbikasi yang dibangun
berdasarkan cinta kasih bukan dengan paksaan” jadi benarlah bahwa komunikasih itu sangat
dibutuhkan dalam keluarga sehingga tercipta kebahagiaan di dalam keluarga itu sendiri.
Dengan adanya Komunikasih akan terbina beberapa hal berikut :
1) Cinta Persahabatan:
Seorang perempuan memiliki kemampuan alamiah untuk melayani orang lain dengan
lemah lembut dan penuh pengertian, tetapi hanya sedikit pria yang memperlihatkan kasih
sayang yang lemah lembut. Kaum pria perlu belajar bahwa kemampuan seorang wanita untuk
mencintai dengan penuh belas kasih sayang, yang menunjukkan bahwa ia juga butuh dicintai
dengan penuh belas kasihan, terutama bilamana ia sedang mengalami penderitaan emosional
atau penderityaan fisik. Sayang sekali pengertian semacam itu tidak dinikmati oleh masyarat
budaya lanime sebab pada dasarnya laki-laki mempunyai otoritas untuk menekan perempuan
dan tidak ada rasa kasih saya . pada hal hukum yang paling penting ditegaskan oleh Alkitab
adalah kasih kepada Allah dan kepada manusia.
3) Cinta Romantis
Jauh didalam setiap hati manusia, meskipun telah menjadi dewasa terpendam suatu
khayalan tentang seorang pangeran tampan atau ratu yang cantik yang tampil di depannya
sebagai paklawannya. Oleh karena itu, ia membutuhkan oerlakuan yang romantis. Saya
sekali banyak pria tidak memahami hal itu karena pada dasarnya mereka sedikit sekali
bahkan sama sekali tidak mempunyai kebutuhan akan cinta Romantis. Kebutuhan Seorang
wanita akan hal-hal yang bersifat romantis tidak perna pada, sedangkan seorang pria malah
sama sekali tidak memilik kebutuhan seperti itu. Cinta romantis inilah yang membuat
19
seorang wanita bereaksi terhadap ekspresi-ekspresi sederhana yang menunjukkan pada
perhatian suami kepadanya seperti membukakan pintu mobil baginya. Sir Walter Raleigh,
mengungkapkan bahwa “ mungkin sang suami akan merasa canggung, akan tetapi respon
istrinya lebih berharga dari sedikit rasa malu yang mungkin timbul didalam hatinya”.
Kadang-kadang hal ini disebabkan oleh seorang suami yang menuntut hubungan
badan secara kilat dan bukan persetubuhan atau permainan cinta yang dilaksanakan secara
perlahan-lahan. Beberapa pria tidak mempedulikan istrinya dan mementingkan dirinya
sendiri, dengan memuaskan dengan cara hubungan seks secara kilat sehingga dapat kepuasan
tersendiri. Pada dasarnya bagi wanita bukan hal itu yang dibutuhkannya melainkan kasih
mesra dan hal itu harus dilakunnya secar perlahan dan dibutuhkan sentuhan-sentuhan yang
romantispulah. Seorang suami yang bijaksana akan berusaha untuk menghindarkan
hubungan mereka dari kerutinan dengan carasering-sering menyatakan persetujuan klepada
istrinya dalambentuk kata-kata yang bersifat mesra. Sehingga akan ada hubungan yang
tercipta dan menikmati kebahagiaan dari kedua bela pihak, baik suami maupun istrinya.
5) . Cinta Birahi
Dalam hubungan suami istri, banyak istri menaruh hormat kepada suami tetapi rasa
hormat itu bukan dengan dasar kelembutan. Kadang-kadang seorang laki-laki Lanime selalu
otoriter sehingga istri seringkali memperlihatkan rasa hormat kepadanya, dan sesunggunya
hal itu sebenarnya bukan karena hormat untuk mengasihi dia melainkan karena takut untuk
dipukuli dan sebagainya. Maksudnya istri hormat kepada suami karena suaminya seorang
otoriter, seorang yang suka memerintah dan memiliki kemauan yang harus dituruti. Saaat –
saat ini dibutuhkan hubungan suami istri dengan dasar hormat yang lembut. Hubungan kasih
yang dilandasi dengan rasa hormat satu dengan yang lainnya terjalin karena adanya kelebihan
dan kelemahan yang ada pada suami dan istri. Alkitab dengan jelas memberi kita gambaran
bahwa keluarga adalah sama dengan jemaat dan Tuhan Yesus kitab Efesus 5: 22-30, bahwa “
Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala
isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena
itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam
segala sesuatu. Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat
dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya
dengan memandikannya dengan air dan firman, supaya dengan demikian Ia menempatkan
jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu,
tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela. Demikian juga suami harus mengasihi isterinya
20
sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri.
Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya,
sama seperti Kristus terhadap jemaat, karena kita adalah anggota tubuh-Nya. Sebab itu laki-
laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya
itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan
Kristus dan jemaat. Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah
isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya.Stephen
Tongdalam bukunya “ Keluarga Bahagia ” mengatakan bahwa “ Alkitab mangatakan bahwa
pria dan wanita diciptakan menurut peta dan teladan Allah, dan masing – masing mempunyai
kekurangan dan kelebihan dan kekhususan sendiri. ” Istri hormat kepada suami karena suami
seorang mengasihi dan mengayomi keluarganya. Demikian sebaliknya suami hormat kepada
istri karena istri seorang yang suka melayani suami dengan segala ketulusannya.
Seorang suami yang tidak menjaga hati, atau selalu mengikuti keinginannya selalu
memukul istrinya. Oleh karena laki-laki tersebut tidak dapat mengendalikan diri dari
nafsunya. Pada dasarnya untuk laki-laki budaya lanime selalu berkelahi dengan istrinya, hal
ini sebenarnbya tidak perlu terjadi jika suami dapat mengendalikan diri dengan baik dan
belajar takut akan Tuhan dan membangun komunikasi dengan baik tentu saja menciptakan
keluarga yang harmonis dan bahagia tetapi justru yang terjadi dalam kehidupoan mereka
adalah karena ketidakmampuan untuk mengendalikan diri dari hal-hal yang tidak baik.
Seorang laki-laki lanime menurut budaya mereka biasanya memiliki otroritas yang lebih dan
selalu segala sesuatu itu dia ambil tindakan dam keputuan menurut idenya sendiri. Akan
tetapi dalam pemahaman budaya lanime untuk membuat segalah sesuatu itu harus keputusan
bersama, sehingga dalam keluarga tidak terjadi perkelahian, sebab sesuatu yang tidak
dibicarakan bersama dan suami ambil tindakan maka sering istri berkjelahi dengan suaminya
karena tidak ada keputusan bersama. Ataupun dengan anak-anak yang sering terlibat dalam
hal-hal yang bersifat mencuri dan lain sebagainya itu juga akan mengakibatkan kedua orang
tua harus telibat untuk menyelesaikan persoalan –anak-anak mereka.
21
C. Gambaran Umum Budaya Lani
1. Sejarah Perkembangan Suku Lanime
Bagi Suku Lanime yang sering juga disebutkan dengan sebutan suku Dani
menganggap sejarah bukanlah rentetan peristiwa masa lampau saja, dimana manusia sebagai
produk sekaligus sumber dan pelaku sejarah melainkan mereka memandang dan menghayati
segala sesuatu yang bersifat mutlak adalah bahwa manusia ada karena adanya rentetan
peristiwa yang bersifat misitis sehingga membentuk sejarah kudus. Pelakunya bukanlah
Manusia biasa melainkan manusia super yang disebut “ NAKMARUGI atau NARUEKUL”
menurut budaya Dani tokoh ini adalah bagian dari terbentuknya sejarah masyarakat Dani,
dan mereka sangat percaya dengan Mitosnya. Sebenarnya cerita NAKMARUGI tidak perna
ada dalam kenyataan tetapi menurut budaya Lanime adalah pribadi yang ADA. Suku Dani
tidak hanya diwajibkan mengetahui perkembangan sejarah kudus (yang dimaksud kudus
adalah cerita tentang Nakmarugi atau Naruekul ) sehingga semua laki-laki diwajibkan untuk
mengulangi dan menghadirkan sejarah keadaan baik kudus itu secara priodik dalam
kehidupan ini. Dengan mengetahui dan merenungkan dan mengulanginya kembali melalui
ritus-ritus akan meperoleh penjelasan tentang adanya segala sesuatu pada kejadian awal
segala obyek ritus yang menjadi dasar kehidupan suku dani / lanime sekarang ini di yakini
berasal dari tubuh, tulang tokoh ideal itu.
Menurut Budaya lanime Tokoh ini mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan
masyarakat lanime, baik dalam bidang Ekonomi, sosial dan politik, sebab merepa percaya
bahwa kekuatannya dapat memberikan kemenangan dan kesuburan tanah yang luar biasa,
sehingga mereka dapat hidup dalam damai, untuk itu setiap laki-laki harus mampu menjadi
laki-laki yang NARUEKUL yang mampu mengubah kehidupan masyarakt dani, yang tidak
makmur menjadikan makmur dan politik yang tidak stabil menjadi stabil dan demikian pulah
dengan Ekonomi masyarakat ini. sehingga sejarah ini menjadi bagian penting dalam
kehidupan masyarakat lani turun temurun.
Penduduk suku Lanime pada umumnya berada di Papua dan tersebar di pegunungan
tengah Papua, dan suku ini berada di Kabupaten Lani Jaya. Suku Lanime menyebar dan
berdomisili di berbagai pulau di Papua dan secara adat suku ini berada di sebelah Barat kota
Wamena. Suku ini berada pada ketinggian sekitar 1.600 meter diatas permukaan Laut. Dan
keberadaan mereka adalah sebelah barat dari kota Wamena dan dibentangkan dengan
Gunung-gunung yang tinggi. Dan ditengah-tengahnya terbentang pulah dengan sungai besar
yang sering disebut Sungai Baliem yang sering dijuluki sebagai lembah Agung, sungai
Baliem mengalir dari barat menuju ke Selatan. Sehingga Suku lanime berada di sebelah-
menyebelah Sungai Baliem yang terbentang di tengga-tengah pegunungan tengah ini, dan
mereka berdomisili di sepanjang sungai Baliem yang adalah kebanggaan masyarakat
pegunungan pada umumnya.
Suku ini adalah yang terbesar di pegunungan tengah Papua, dan mereka selalu ada
dimana-mana sehingga budaya mereka sangat dikenal oleh Masyarakat pada umumnya, baik
dari penampilan, maupun dari segi bahasa mereka sangat muda kita kenal, dikota maupun di
pedesaan lainnya. Suku ini berada sepanjang pesisir Lembah Baliem merupakan lembah
terbesar dan terpadat penduduknya dalam wilayah Kabupaten Wamena, sebagai iku kota dari
Kabupaten Jayawijaya. Menurut adat masyarakat pegunungan tengah pada umumnya sungai
Baliem merupakan pusat kebudayaan Lanime pada khususnya dan Masyarakat pegunungan
22
pada umumnya. Dalam kebudayaan masyarakat pegunungan terdapat banyak perbedaan
kebudayaan antara suku yang satu dengan suku yang lainnya, namun hal itu merupakan
kesatuan dari kebudayaan Masyarakat lanime. Dalam pandangan masyarakat perbedaan suku
dan adat merupakan variasi antara budaya satu dengan budaya lain, namun keyakinan sungai
Baliem adalah merupakan kebersamaan dalam melestarikan budaya masyarkat lanime dan
masyarakat pegunungan pada umumnya, perbedaan itu adalah merupakan bagian dari
kesatuan masyarakat pegunungan pada umumnya.
Dengan adanya kontak dengan masyarakat luar, maka terjadi perubahan yang
siknifikan pada kebudayaan masyarakat Lanime, sehingga keberadan budaya ini hampir
punah. Perbedaan ini tidak hanya pada kulit luarnya saja melainkan justru pada lapisan inti
terdalam dari kebudayaan Lanime. Cara berpikirpun mengalami perubahan dengan
meningkatnya hubungan masyarakat dengan dunia luar yang mengakibatkan terjadinya
perubahan polah pikir maupun budaya serta adat di Lanime. Serta meningkatnya keinginan
para Antoropolog dari luar negeri yang bertujuan untuk meniliti kebudayaan Lanime yang
hampir-hampir punah ini. Budaya ini cara berpikirpun berubah, semua manusia dan alam,
serta leluhurpun tidak disapa sebagai hadirin yang saling menghidupkan. Keberadaan dan
peranan-peranan perempuan dan laki-laki Budaya Lanime mengalami peningkatan.
Misalnya dahulu perempuan lanime hanya bisa menerima kenyataan sebagai perempuan
biasa yang tidak bisa berbuat apa-apa. Tetapi lambat-laun mengalami perubahan serta
perempuan melaksanakan kewajibanya sebagai hal-hal yang wajar dan memang seharusnya
demikian.
Pada bulan Januari 1991 Dr. H. Pites dari Belanda, tibah di Wamena dengan tujuan
untuk meniliti kebudayaan Lanime. Beliau adalah seorang Antropolog dari Belandan
sehingga saat itu beliau menghadiri undangan dari Gereja Katolik. Untuk mengadakan
penilitian tentang gejalah poligami. Dalam risalanya didapatkan bahwa Sample sebanyak
20.008 orang terdiri dari 9,305 adalah laki-laki dan 46,5 adalah perempuan, untuk
mengadakan risalah tentang Poligami di suku Lanime. Pada umumnya laki-laki mempunyai
hak untuk memiliki istri lebih dari satu, dan Laki-laki bertanggung jawab dalam membayar
mas kawin, sedangkan perempuan tidak memiliki hak untuk dirinya sendiri.
Paham perempuan Lanime pada umumnya tidak ingin memiliki anak lebih banyak.
Agus Alua, dalam bukunya “ Nilai-nilai Hidup Masyarakat Hubula di Lembah Baliem
Papua” Mengatakan bahwa “ Sikap ini dapat dimengerti karena beratnya tugas-tugas
tradisional ” dapat dibenarkan pendapat Agus Alua bahwa, perempuan Lanime mencakup
banyak Aspek hidup. Jika mempunyai anak banyak berarti beban hidup semakin berat,
selain itu perempuan Lanime menganut paham bahwa: kehamilan yang berturut –turut
dalam jangka waktu yang dekat akan menggangku kesuburan dan pertumbuhan anak. Jadi
menurut mereka sebainya anak itu diperoleh dalam 4 tahun sampai dengan 5 tahun, sehingga
dapat mendidik anak akan menjadi muda, dengan paham demikian suami mempunyai
kerinduan untuk hidup poligami.
23
Menurut Budaya Lanime perempuan memiliki peranan yang sangat besar, sehingga
perempuan mempunyai nilai yang besar, seperti contoh: pada saat melangsungkan
pernikahannya pihak pengantin laki-laki harus membayar maskawin dengan empat ekor babi.
Menurut tradisi masyarakat pegunungan tengah Papua pada umumnya, Babi mempunyai nilai
yang tinggi. Satu babi nilainya sama dengan Rp.10.000.000,- sampai dengan
Rp.20.000.000,- bahkan sampai 25.000.000,- rupiah. Sehingga nilai ini sangat mahal. Jadi
pengantin laki-laki harus membayar mas kawin dengan empat ekor babi sebagai
maskawinya. Sehingga perempuan mempunyai peranan ganda dimana perempuan harus
bekerja keras untuk memelihara ternaknya, ia juga memekang peranan dalam perekonomian
keluarga. Selain sebagai balas budi kepada pihak keluarga laki-laki, ia juga mempunyai
peranan dalam mendidik anak-anaknya, serta melibatkan diri dalam pelaksanaan upacara
adat-budaya Lanime. Setiap perempuan berhak untuk diakui sebagai bagian dari keluarga
laki-laki yang telah di beli dengan babi. Jika di pihak laki-laki menginginkan untuk menika
kedua kalinya maka perempuan yang pertama harus membayar mas kawin untuk istri kedua
dari laki-laki tersebut, dan tidak ada hak untuk memprotes sang laki-laki sebagai suaminya.
Inilah yang menjadi keunikkan dalam budaya lanime.
Dalam budaya Lanime yang diutamakan adalah kebersamaan yang didasarkan pada
garis keturunan. Salah satu alasan yang kuat untuk hidup komunal adalah adanya keturunan
dan marga menjadi tolak ukur baik untuk perkembangan masyarakat selanjutnya dan
berinteraksi sosial masyarakat lanime. Dalam Budaya ini ada perbedaan lawan dan kawan
yang artinya, lawan berarti bisa dinikahi jika perempuan karena menurut tradisi Masyarakat
pegunungan tenggah pada umunya bahwa satu kelompok tidak boleh menikah dengan marga
yang sama, harus dengan marga yang lain. Demikian juga berlaku bagi masyarakat Lanime.
Namun dalam satu kelompok bisa hidup dua rumpun yang berbedah marga terlihat dari garis
keturunan. Menurut Agus. A. Alua , bahwa : “ Polah hidup bersama adalah gabungan dari
sejumlah orang yang diutamakan garis keturunan yang ditempati dalam satu area atau
wilayah yang dimaksudkan”.
Dalam kehidupan masyarakat Lanime biasanya interaksi sosial dalam satu teritorial
atau wilayah menunjukan bahwa kehidupan bersama orang lanime diatur juga melalui
tempat tinggal di lingkungan dimana mereka hidup. Dalam kenyataan hidup masyarakat
lanime, seorang dari mereka akan menemukan bahwa ada kebersamaan sehingga akan
timbul minat dan perhatian masyarakat itu sendiri, sehingga terciptalah kebersamaan dan
kebanggaan tersendiri dalam budaya Lanime. Warisan ini menurut budaya lanime jika kita
hidup baik saat ini maka generasi selanjutnya akan menikmati apa yang kita tanam saat ini,
sehingga mereka mampu dapat menciptakan kebersamaan dan rasa memiliki, sehingga tidak
budaya lain dapat melihat budaya Lanime sebagai salah satu budaya yang berorientasi pada
kebersamaan dan kekeluargaan.
Masyarakat Dani / lanime pada umumnya memilik sikap hidup yang mengandung
pendidikan moral, yang setiap kenerasinya berupaya untuk melakukannya yaitu: jangan
seorangpun yang semena-mena melakukan kehendaknya sendiri akan tetapi tetap
memperiotitaskan sebagaimana hukum adat yang berlaku di dalam adat masyarakat Lanime.
Dalam kehidupan masyarakat Lanime biasanya bersikap wajar agar tidak kelihatan melebihi
orang lain. Sikap ini mengandung makna yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu
24
dengan kehati-hatian agar tidak mepersalah gunakan adat yang berlaku disana. Sebab sikap
ini yang senantiasa mendorong orang untuk waspada terhadap hal-hal yang menyimpang
dari hukum adat lanime. Kehidupan seseorang digambarkan seperti roda yang berputar dan
orang tidak tahu yang pasti tentang hidupnya. Untuk itu diharapkan kepada generasi yang
akan datang khususnya adalah generasi suku Lanime agar berlaku yang lebih sopan dan
menjadi teladan dalam kehidupan mereka. Pandangan semacam ini yang diharapkan oleh
Paulus kepada anak-didiknya yaitu Timotius ketiga ia dalam pelayanan bahwa : Jangan
seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-
orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam
kesetiaanmu dan dalam kesucianmu. ( 1 Timotius 4:12 ) paham –paham semacam inilah
yang ditanamkan oleh orang tua kepada anak-anaknya.
Hal lain yang dibutuhkan dalam hal ini adalah sikap mawas diri. Sebagaimana yang
dungkapkan oleg Hardjowirogo, Marbangun, dalam bukunya yang berjudul “ Manusia
Berbudaya ” bahwa “Yang dimaksud dengan mawas diri adalah meninjau kedalam ke hati
nurani guna mengetahui benar-tidaknya, bertanggung jawabnya atau tidak suatu tindakan
yang telah diambil . secara teknis psikologis usaha tersebut dapat dinamakan juga intripeksi
yang pada dasarnya ialah pencarian tanggung jawab kedalam hati nurani mengenai suatu
perbuatan” Mawas diri adalah sebuah introspeksi diri yang dilakukan dengan cara
menyelidiki hati nurani, apakah tindakan yang dilakukan sudah benar sesuai norma-norma
dan tata nilai atau belum? Mawas diri ini digunakan untuk mendapatkan jawaban dari setiap
permasalahan yang datanbg dan merupakan jalan keluar dareiu penyelesaian masalah dalam
keluarga. Mawas diri akan dimulai pada saat orang mengendalikan diri dan menahan
nafsunya.
Budi Luhur merupakan sebuah sikap yang melatarbelakangi sikap budi pekerti,
dimaka orang ytang diterima dari orang tua dan keluarga. Budi luhur adalah prilaku
seseorang untuk dapat berbuat yang terbaik dari berbagai kebaikan. Orang yang berbudi
luhur akan lebih cenderung mengutamakan kepentingan orang lain. Orang yang memiliki
sikap pengorbanan bagi kesusahan orang lain adalah sikap budi luhur. Dengan sikap utama
diharapkan memiliki pengetahuan yang luas dan tidak merasa rendah diri. Sikap ini
mendorong orang untuk mengendalikan diri dan mematuhi peraturan yang berlaku di
dalamnya. Sikap utama ini sebuah pencerminan sikap untuk menjaga tutur kata, perasan dan
tingkah laku kita, sikap ini merupakan sikap yang harus dimiliki oleh orang-orang yang
khususnya sering menjadi panutan khalayak umum.
25
Setiap suku yang ada di Indonesia pada umumnya memiliki polah pikir yang lain
tentang arti kehidupan, demikian pulah dengan polah pikir suku Lanime yang memiliki polah
pikir yang berbeda satu dengan yang lainya. Polah pikir Masyarakat Lanime senantiasa
mengarahkan kepada kesatuan orang-orang lanime, dimana ditanamkannya pemahaman
yang baru seperti memperhatikan bibit, bobot dan bebet, yang artinya; memperhatikan
kematangan fisik dan spritual sebagai kedewasaan seseorang dalam berfikir dan bertindak,
sehingga dikatakan matang untuk mengambil keputusan. Berhubung dengana kata bibit,
bobot, dan bebet sebagaimana yang dikatakan, Soesilo dalam bukunya yang sangat terkenal :
80 Piwulung Ungkapan Orang jawa . Mengatakan bahwa “ bibit yaitu kualitas hayati (
biologis ) yang dipertahankan adalah keturunan. Bibit yang baik memberi keturunan yang
baik pula. Bobot yaitu yang menyangkut kepribadian, juga status sosialdan ekonomi. Dalam
zaman modrn ini dapat ditafsirkan luas, menyangkut moral, cita-cita, karakter, kepandaian,
kekayaan, bebet yaitu budi pekerti. Hal ini penting sekali karena biarpun bobot dan bibit
ungkul, tetapi bebetnya rendah artinya kurang ” sehingga bibit bobot dan bebet adalah
sebuah polah pikir orang lanime untuk menilai, dan ini dilakukan pada saat ingin berteman
ataupun ingin mencari pasangan yang sifatnya memiliki pengertian benih dari orang tua,
bilah orang tuanya buruk sifatnya maka buruk pulah sifat anaknya. Bibit juga mengandung
pengertian asal benih dari anak tersebut, orang biasa dengan orang yang dihormati dalam
budaya lanime. Bobot berbicara mengenai kekayaan dari orang tua dan kebiasaan
masyarakat lebih menyukai orang dari keluarga yang bobotnya lebih baik dari pada
masyarakat yang bobotnya rendah.
9. Peranan Perempuan
Dalam kehidupan sehari-hari Orang lanime biasanya terjadi banyak ha-hal yang
berbedah misalnya penekanan bahwa setiap laki-laki ataupun perempuan untuk memiliki
sikap untuk mampu mengendalikan diri akan tetap kadang diperhadapkan dengan sebuah
persoalan yang tidak dapat mengendalikan diri maka sering kali menimbulkan pertengkarang
diantara sesama mereka. Dengan pengendalian diri sesunggunya akan memudahkan orang
untuk beradaptasi dengan orang lain dan lingkungan nya. Adapun pengendalian diri
dimaksuddkan untuk menghindari berbagai gejolak yang mengakibatkan terjadinya perang
antar suku, dalam budaya lanime yang namanya perang itu sering kali terjadi, untuk itu orang
tyua biasanya menasehati anak-anak mereka untuk dapat mengendalikan diri dari hal-hal
26
yang dapat memancing emnosi untuk terjadi perkelahian dan pertenggaranb. Bratawidjaja,
menerangkan bahwa maca untuk mengendalikan diri adalah “ suatu hal yang harus mutlak
untuk dilakukan, yakni dengan cara penmyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan. Bilah
seorang mampu mengendalikan diri dan selalu ingat akan keadilan Tuhan maka sifat mudah
marah tidak melekat pada diri seseorang itu akan bisa dihapus ” adapun maksudnya bahwa
pengendalian diri orang Lanime itu bisa di lakukan baik dalan hal pertenggaran maupun
dalam hal mengatasi hawa nafsunya.
Jika seseorang tidak mampu dapat mengalahkan dirinya sendiri dan mengandalkan
kemampuannya maka biasanya selalu terjadi percekcokkan dengan orang lain, dan selalu
mengakibatkan terjadinya perang. Misalnya mengambil istriorang lain, atau mencuri dan
sebagainya dan akibatnya terjadi permusuhan dan peperangan. Untuk itulah setiap orang tua
menasehati kepada anak-anaknya untuk mampu mengendalikan diri dan jangan menjadi
perusak. Sikap yang demikian akan menjadikan orang sadar akan tingkah lakunya yang
salah. Dan sikap ini memberikan kesempatan bagi orang untuk menyadari atas segala
kesalahannya dan kemauanya serta mebenadakan mana yang kjehendak Allah yang harus
dilakukan dan mana yang bukan kehendak Allah sehingga tidak perlu dilakukan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1) Perkawinan merupakan lembaga ilahi, sehingga penulis dapat mengevaluasi secara kritis
theologis mengenaik perkawinan budaya Lanime.
2) Perkawinan adalah gambaran tentang hubungan antara Allah dengan Manusia atau dengan
jemaat-Nya sehingga perlu mendapatkan valuasi secara Ktitis Theologis pada Pernikahan
Budaya Lanima.
3) Untuk mencegah percabulan dan pernikahan secara poligami, perlu meluruskan dan
memaparkan Evaluasi Kritis Theologis ada perkawinan budaya Lanime. Sehingga tidak
melakukan kekeliruan dalam pernikahan, di dalam Budaya Lanime.
4) Perkawinan merupakan rencana Allah bagi bagi kemulian-Nya untuk itu perlu memahami
maksud dan rencana Allah sebelum melakukan pernikahan, dalam hal ini membutuhkan
pengertian dan pemahaman yang benar tentang perkawinan secara khusus pada Budaya
perkawinan Lanime.
5) Prinsip Tolong menolong dalam keluarga Adalah harapanbagi setaip individu dalam
pernikahan. Sebab dengan demikian maka pernikahan itu akan menjadi pernikahan yang
bahagia.
6) Tolong menolong adalah bagian yang sentralitas dari dua unsur manusia dan melibatkan
Tuhan Sebagai pencipta Keluarga dan pemelihara keluarga. Untuk itu hal tersebut dapat
di evaluasi dari sudut pandang Alkitab dan budaya Lanime. Apakah prinsip ini menjadi
bagian dari Budaya lanime atau belum.
7) Perkawinan merupakan lembaga Ilahi yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
keluarga. Yang merupakan lembaga yang dibentuk mengenai keluarga untuk itulah
mendapatkan perhatian dari penulis untuk dapat mengkritisi serta mengevaluasi tentang
perkawinan budaya lanime tersebut.
27
8) Perkawinan adalah dambaan bagi setiap insan manusia, dan sebelum memasuki
pernikahan tersebut maka perlu pulah mendapatkan perhatian khusus dan dilihat dari sudut
pandang Alkitab.
REFERENSI
Agus.A. Alua. Nilai-Nilai Hidup Masyarakat Hubula di Lembah Baliem Papua. t,th.
Any Andjar. Perkawinan Berdasarkan Budaya. Surakarta: PT Pabelan, 1986
Abineno, J.L. Ch. Perkawinan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990\
Adams, S.Jay. Maslah-masalah Dalam Rumah Tangga Kristen. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1987
Bratawidjaja, Thomas Wiyasa. Mengungkap dan mengenal Budaya. Jakarta PT Pradnya
Paramita, 1977
__________ Budi Prasetyo Djuli. Persiapan Menjelang Pernikahan. Malang: Penerbit
Gandum Mas 1991
B.S. Yusuf. Pernikahan. Surabaya: Kursus Alkitab Tertulis, 1990
Chritenson. Larry. Keluarga Kristen. Semarang : Buku Betania, 1989
__________ Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, 1988
Dobson Jemes. Pernikahan dan Seksualitas. Bandung: Yayasan kalam Hidup, 1982
Dorathy.I Marx. New Morality. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1982
EPP.H.Theodore. Pernikahan, Perceraian, dan Pernikahan Kembali. USA. Mimery
Prtes. T.th.
Billi Graham. Keluarga yang Berpusatkan Kristus. Bandung : Yayasan Kalam Hidup, t.th.
Oswari, DPH.E. Keluarga Idaman. Jakarta: BPK Gunung Muliah, 1982
Philips. H. Robert. Kiat Bercinta. Jakarta: BPK Gunung Muliah, 1992
Petersen, J.William. Kejutan dalam Pernikahan. Yogyakarta: Gloria Graffa, 2003
Peterson Alen. Si-Setia dalam Pernikahan. Jakarta: BPK Gunung Mulia 1988
Sceuneman, D. Hidup sebelum dan Sesudah Nikah. Malang: Gandum Mas, 1992
Short,E.Roy. Seks, Berpacaran, dan Cinta. Bandung: yayasan Kalam Hidup, 1988
Yakup susabda.B. Pastoral Konseling. 2 Jilid. Malang: Penerbit Gandum mas, 1986
____________ Pembinaan Keluarga Kristen. Malang :Penerbit Gandum Mas, 1990
____________ Membina Rumah Tangga Bahagia. Bandung: Penerbit Indra Jaya, 1979
Steven Wahlroos. Pengembalaan Pernikahan. Jakarta: Biro Penerangan dan Motivasi,
1983
Tangkau ari dan Kartono Asah. Berpacaran. Surabaya: YAKIN. ( th.n ) t.th
Tim Pembinaan Persiapan Keluarga. Membangun Keluarga Kristen. Yogyakarta:
Kanisius, 1992
Tong Stephen. Keluarga Bahagia. Jakarta: Reformed, 1991
Jackson, Rex. Pernikahan dan Rumah Tangga. Malang : Gandum Mas, (t.th )
Kuntowijiyo. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 1987
Hansen, Jane. Keintiman. Jakarta: YPI Imanuel, 1997
Hnedicks, Howard. G. Kasih Dasar Keluarga Bahagia. Bandung: Yayasan kalam hidup,
(t.th)
Kerby, Scott. Berkencan. Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 1987
Kussoy, J. Menuju Kebahagiaan Kristiani Dalam Perkawinan. Malang: Penerbit Gandum
Mas, 1994
Lahaye, Time. Kebahagiaan seks, dalam Pernikahan Kristen, seri Bimbingan Keluarga.
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1971
Lempp Walter. Tafsiran Kejadian. Jakarta: BPK Gunung Mulia 1987
28
Lindsay, Gordon. Pernikahan, Perceraian dan Pernikahan Ulang. Jakarta: YPI. Imanuel
t.th.
Mack, Wayne. Kesatuan yang Kukuh. Surabaya: YAKIN, 1977
Petrus, Oktavianus. Membangun Rumah Tangga Bahagia. Malang: Penerbit Gandum Mas,
1986
Osborne, G. Seni Memahami Pasangan Anda. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992
Trent, John. Kasih Untuk Segala Musim Kehidupan. Batam: P.O.BOX. 238, 2000\
Tresna, Jonathan.A. Pernikahan Kristen. Jakarta: Lembaga Pendidikan Theologia Bethel,
1988
Tu,u.Tulus. Etika dan Pendidikan Seksuil. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, t.th.
____________ Undang-undang Perkawinan: Yogyakarta: Gitamedia Press, 1974
Verkuil, J. Etika Kristen, seri Etika Seksuil. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992\
Wong, Tzer E. Jatu Cinta. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1988
29