Anda di halaman 1dari 8

NAMA :

1. NOVA CLARA KAKISINA


2. FEBRYANTI SARIWATING

TUGAS : PASTORAL TRANSFORMATIF II

KELAS : B

KEADILAN GENDER DAN PENDIDIKAN

A. PENDAHULUAN
Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-
laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda,
subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.
Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya
diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki
akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh
manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Perbedaan gender pada prinsipnya
adalah sesuatu yang wajar dan sebagai sebuah fenomena kebudayaan. Perbedaan itu
tidak akan menjadi masalah jika tidak menimbulkan ketidakadilan. Namun pada
kenyataannya perbedaan tersebut melahirkan berbagai ketidakadilan baik bagi kaum
laki-laki terutama kepada kaum perempuan Gender masih diartikan oleh masyarakat
sebagai perbedaan jenis kelamin. Masyarakat belum memahami bahwa gender adalah
suatu konstruksi budaya tentang peran fungsi dan tanggung jawab sosial antara laki-
laki dan perempuan. Kondisi demikian mengakibatkan kesenjangan peran sosial dan
tanggung jawab sehingga terjadi diskriminasi, terhadap laki-laki dan perempuan.
Hanya saja bila dibandingkan, diskriminasi terhadap perempuan kurang
menguntungkan dibandingkan laki-laki.
Setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan pada dasarnya dilahirkan sama. Oleh
karena itu, sudah seharusnya mereka memiliki akses yang sama pula dalam segala hal,
di antaranya : pendidikan, pengambilan keputusan, kesehatan, dan pelayanan penting
lainnya. Pendidikan merupakan hak asasi manusia. Namun, saat ini masih banyak
pihak yang belum menganggap bahwa memperoleh pendidikan merupakan suatu hak
asasi, khususnya bagi perempuan. Sering sekali anak perempuan menjadi pihak yang
dilanggar hak asasinya. Pendidikan merupakan sarana yang penting untuk mencapai
pembangunan, kesetaraan, dan kedamaian. Pendidikan yang tidak diskriminatif akan
bermanfaat bagi perempuan maupun laki-laki, terutama untuk menyetarakan
hubungan di antara keduanya.

B. KEADILAN GENDER DAN PENDIDIKAN


Keadilan gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya untuk tidak membuat
pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik
emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak
melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Namun, yang menjadi
persoalan, ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik
bagi kaum laki-laki dan terutama terhadap perempuan. Ketidakadilan gender
merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi
korban dari sistem tersebut.
Disadari, masih banyak dijumpai ketimpangan-ketimpangan gender dan ketidakadilan
yang terjadi dalam masyarakat kita. Bias gender yang dialami perempuan tidak
sebatas kekerasan, tetapi juga dalam bentuk marginalisasi atau proses pemiskinan
perempuan dalam ekonomi, subordinasi dalam keputusan politik, dan ketimpangan
dalam pendidikan. Banyak fakta yang membuktikan bahwa kesenjangan gender dalam
bidang pendidikan hingga kini terus terjadi. Fakta-fakta itu menunjukkan angka
partisipasi perempuan hampir di semua jenjang dan program pendidikan masih
tertinggal. Gejala
kesenjangan gender juga muncul pada perlakuan dalam proses pembelajarannya itu
sendiri yang kurang sensitif gender. Siswa laki-laki ditempatkan dalam posisi yang
lebih menentukan (Kosasih dalam Pikiran Rakyat, 2004). Pendidikan kita masih juga
dilingkupi bias gender. Bahkan streotype gender juga masih kental di sekolah, yaitu
bahwa terdapat pembedaan terhadap anak laki-laki dan anak perempuan dalam sistem
pendidikan.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat
bangsa dan negara. Hal ini merupakan penegasan betapa pentingnya pendidikan untuk
mengubah pola tradisional menjadi pola modern yang lebih mampu mensejahterakan
masyarakat luas. Kondisi tersebut sekaligus mengisyaratkan perlu adanya peningkatan
kualitas pembelajaran pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Usaha meningkatkan
mutu pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan dapat terlaksana dan
mencapai hasil yang optimal bila proses pembelajaran berlangsung dalam suasana
kelas yang kondusif serta dibina dan dibimbing oleh guru yang profesional. Melalui
pendidikan diharapkan dapat tercipta manusia berkualitas yang mampu membangun
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Hal ini guru dapat
membantu siswa yaitu melalui kegiatan belajar yang efektif, karena proses
pembelajaran yang efektif dapat membawa hasil belajar yang efektif pula dimana
guru sebagai pengelola proses pembelajaran dikelas. Bahwa guru adalah semua orang
yang berwewenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan siswa-siswanya baik
secara individual maupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Ini berarti
seorang guru perlu memiliki dasar-dasar kompetensi sebagai wewenang dan
kemampuan dalam menjalankan tugas.
Keadilan dan kesetaraan adalah gagasan dasar, tujuan dan misi utama peradaban
manusia untuk mencapai kesejahteraan, membangun keharmonisan kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, dan membangun keluarga berkualitas. Jumlah
penduduk perempuan hampir setengah dari seluruh penduduk Indonesia dan
merupakan potensi yang sangat besar dalam mencapai kemajuan dan kehidupan yang
lebih berkualitas. Kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, hukum, sosial budaya, pendidikan
pertahanan dan keamanan nasional, serta kesamaan dalam menikmati hasil
pembangunan.

C. DESKRIPSI KASUS
Kasus yang kelompok kami angkat ialah kasus pada sebuah keluarga yang masih
mengutamakan laki-laki dari pada perempuan. Satu keluarga di Desa Lilibooi, yaitu
keluarga Soumahu. Seperti yang diketahui bahwa dalam keluarga tersebut, anak laki-
laki berjumlah 2 orang (D dan Y) dan perempuan 2 orang (W dan E). Orang tua
mereka adalah seorang petani. Setelah anak tertua yaitu perempuan (W) lulus sekolah
SMA, W mau supaya dia bisa kuliah namun, karena orang tuanya yang petani maka
dia tidak jadi berkuliah. Begitu pula yang terjadi pada adik perempuannya (E). Namun
berbeda dengan kedua adik lelakinya, setelah kedua adik laki-lakinya lulus sekolah,
mereka melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan. Hal tersebut membuat W dan
E merasa cemburu dan merasa terdiskriminasi karena mereka tidak bisa sama seperti
2 saudara laki-laki mereka. Saat W bertanya mengapa mereka tidak bisa melanjutkan
pendidikan mereka, Papanya W menjawab bahwa kedua saudara laki-laki mereka
kuliah, agar kelak di masa yang akan datang mereka dapat kehidupan yang lebih baik.
Kakak 2 perempuan bantu Papa dan Mama untuk cari uang saja untuk bantu adik 2
laki-lakinya untuk kuliah.

D. ANALISA
1. ANALISIS BUDAYA
Ketimpangan gender yang terjadi diakibatkan karena masih kentalnya
pandangan dalam masyarakat kita, bahwa anak laki-laki dan perempuan
memiliki nilai yang berbeda. Memiliki anak laki-laki dianggap lebih penting
dan bernilai daripada anak perempuan. Anak laki-laki kelak diharapkan
menjadi pemimpin bagi keluarga, tidak saja dalam hal ekonomi, tetapi juga
dalam semua lini kehidupan. Akibatnya prioritas dana keluarga akan selalu
untuk pendidikan anak laki-laki daripada anak perempuan. Karena semakin
tinggi tingkat pendidikan anak laki-laki, maka akan semakin tinggi pula nilai
dan kedudukannya dalam masyarakat. Dalam ranah kebudayaan perempuan
telah dipersepsi sebagai manusia domestik, yang ruang geraknya sangat
terbatas. Tidak heran jika insiden kemiskinan dan buta huruf lebih banyak
menimpa perempuan. Salah satu pendekatan terhadap perempuan dalam
pembangunan yang melihat semua aspek kehidupan perempuan dan semua
kerja yang dilakukan perempuan baik kerja produktif, reproduktif, pembantu
rumah tangga dan lain sebagainya.

E. REFLEKSI TEOLOGI
Kesetaraan gender adalah Kondisi perempuan dan laki-laki menikmati status yang
setara dan memiliki kondisi yang sama untuk mewujudkan secara penuh hak-hak
asasi dan potensinya bagi pembangunan di segala bidang kehidupan. Kesetaraan
gender berkaitan dengan keadilan gender, dimana keadilan gender merupakan suatu
proses dan perlakuan adil terhadap laki-laki maupun perempuan. Terwujudnya
kesetaraan gender dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi
terhadap perempuan. Sehingga dengan hal ini setiap orang memiliki akses,
kesempatan berpartisipasi, kontrol terhadap pembangunan.
Alkitab mengatakan bahwa Allah menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan
menurut rupa dan gambar-Nya. Kejadian 1:27 “Maka Allah menciptakan manusia itu
menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan
perempuan diciptakan-Nya mereka”. Maksud dari ungkapan “Menurut gambar dan
rupanya” dalam ayat ini ialah bukan berarti bahwa manusia sama dengan hakekat
penciptanya. Tetapi ungkapan itu lebih berarti dan menunjuk bahwa Allah
menciptakan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia, kudus dan
berakal budi atau berakhlak, sehingga manusia dapat berkomunikasi dengan Allah
serta berhak dan layak mendapat mandat dari Tuhan untuk menjadi pemimpin bagi
semua makhluk. Status segambar dan serupa dengan Allah tidak hanya dimiliki oleh
laki-laki tetapi juga oleh perempuan. Baik laki-laki maupun perempuan mempunyai
status yang sama. Sebab itu tidak dibenarkan diskriminasi dan subordinasi hanya
karena perbedaan gender.
Alkitab mencatat bahwa hubungan antara Allah dengan manusia renggang setelah
manusia memakan buah yang dilarang oleh Allah. Kemudian Allah menghukum
Adam dan Hawa. Dalam perkembangan selanjutnya, peranan perempuan mulai
dibatasi. Budaya Yahudi tidak banyak memberikan peluang bagi perempuan dalam
berkiprah. Ada sejumlah tokoh perempuan yang muncul dalam sejarah Israel, tetapi
peran mereka sangat dibatasi. Di antara mereka ada Miryam yang merupakan saudara
perempuan Musa. Miryam juga adalah seseorang yang dipakai oleh Allah sebagai
Nabiah. Dalam Bilangan 12, terlihat bahwa Miryam dan Harun sama-sama
mengajukan protes, tetapi Miryam tetap mendapat hukuman. Dari hal ini kita bisa
melihat bahwa ada terjadi diskriminasi antara hukum laki-laki dan perempuan.
Diskriminasi juga terjadi dalam hal perkawinan dan persalinan. Dalam budaya Israel,
seorang laki-laki dapat mengambil istri lebih dari satu orang, tetapi perempuan tidak
diperkenankan melakukan hal tersebut. Sedangkan dalam hal persalinan, jika seorang
perempuan melahirkan anak laki-laki tidak dianggap najis. Tetapi jika perempuan
melahirkan seorang anak perempuan maka Ibu dan bayi perempuan tersebut dianggap
najis (Imamat 12). Kendati demikian, namun ada perempuan-perempuan yang mampu
menyetarakan dirinya dengan laki-laki. Contohnya Debora yang merupakan Hakim
Perempuan pertama di Israel dan Ester yang merupakan seorang Ratu.
Pada masa hidup Yesus, diskriminasi dan dominasi juga masih kental dan masih
terjadi antara laki-laki dan perempuan. Yesus sangat menentang diskriminasi dan
dominasi tersebut. Ketika para pemimpin-pemimpin Yahudi menangkap seorang
perempuan yang kedapatan berzinah, mereka menangkap perempuan tersebut dan
meminta agar perempuan tersebut dihukum dan dirajam sesuai dengan aturan Yahudi.
Namun Yesus berkata “Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Ia
pun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: "Barangsiapa di antara kamu tidak
berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." (Yoh.
8:7). Tidak ada satu orang pun yang menjawab akan perkataan Yesus, maka dari itu
Yesus menyuruh perempuan tersebut pulang dan jangan berbuat dosa lagi.
Dalam pelayanannya, Yesus menaruh perhatian terhadap mereka yang dianggap
sampah oleh masyarakat, termasuk didalam-Nya perempuan. Salah satu contohnya
ialah Maria dan Magdalena. Yesus menyembuhkan Maria dari roh jahat dan
kemudian Maria mengiring Yesus dalam pelayanannya.
Demikian Yesus dalam pelayanannya, pemerintah juga harus melakukan hal yang
serupa Yaitu menentang adanya diskriminasi terhadap perempuan. Dalam sistem
Pemerintahan, baik laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki kedudukan
yang setara. Tidak ada perbedaan, diskriminasi, dominan terhadap perempuan.
Keadilan dan kesetaraan adalah gagasan dasar, tujuan dan misi utama peradaban
manusia untuk mencapai kesejahteraan, membangun keharmonisan kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, dan membangun keluarga berkualitas. Jumlah
penduduk perempuan hampir setengah dari seluruh penduduk Indonesia dan
merupakan potensi yang sangat besar dalam mencapai kemajuan dan kehidupan yang
lebih berkualitas. Kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, hukum, sosial budaya, pendidikan
pertahanan dan keamanan nasional, serta kesamaan dalam menikmati hasil
pembangunan. Undang-Undang Dasar 1945 Bab X tentang warga negara, pasal 27
ayat (1) berbunyi. Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu tidak
kecualinya. Pasal tersebut jelas menentukan semua orang mempunyai kedudukan
yang sama dimuka hukum dan pemerintah tanpa ada diskriminasi antara laki-laki dan
perempuan. laki-laki berhak mendapatkan pendidikan berarti perempuan juga berhak
dalam mengenyam pendidikan. Undang-Undang Republik Indonesia No 34 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam Pasal 48 UU dikatakan bahwa wanita berhak
untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan oleh pasal 60 ayat (10) menyatakan setiap anak berhak untuk memperoleh
pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan
minat, bakat dan tingkat kecerdasannya. Undang-Undang Republik Indonesia No 23
Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga yakni Pasal 3 UU
ini menyatakan mengenai asas dan tujuan untuk penghormatan hak asasi manusia
keadilan dan kesetaraan gender, non diskriminasi dan perlindungan korban. Instruksi
Presiden No Tahun 2000 tentang Pengarustamaan gender dalam pembangunan
Nasional. Instruksi presiden bertujuan melaksanakan pengarustamaan gender guna
terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan
program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang
tugas dan fungsi serta kewenangan masing-masing.
Gereja juga perlu melihat tentang hal ini. Gereja harus selalu hadir dan memandang
pentingnya tentang kesetaraan Gender. Tujuannya ialah agar jika dalam suatu jemaat
terdapat diskriminasi, Gereja mampu menangkis diskriminasi dan memberi pengertian
bahwa manusia baik laki-laki maupun perempuan diciptakan segambar dan serupa
dengan Allah, untuk menjadi mitra kerja, untuk saling melengkapi, membangun relasi
relasi kehidupan serta mampu membantu kaum perempuan untuk mendapatkan hak-
hak mereka.

F. AKSI PASTORAL
1. Gereja : Harus meluruskan pemahaman setiap umatnya. Bahwa perempuan
dan laki-laki itu sama dalam tugas dan tanggung jawab dan dalam
memperoleh pendidikan.
2. Pemerintah: Lakukan sosialisasi atau aksi yang menggambarkan pemerintah
turut serta dalam keadilan gender. Pemerintah harus mengikuti aturan yang
terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab X tentang warga negara,
pasal 27 ayat (1) berbunyi. Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan
pemerintahan itu tidak kecualinya. Pasal tersebut jelas menentukan semua
orang mempunyai kedudukan yang sama dimuka hukum dan pemerintah tanpa
ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. laki-laki berhak
mendapatkan pendidikan berarti perempuan juga berhak dalam mengenyam
pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai