Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kalimantan Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di

Pulau Kalimantan dengan ibu kota Provinsi, Kota Pontianak. Provinsi

Kalimantan Barat memiliki luas wilayah ± 146.807 km² (7,53% luas

Indonesia). Provinsi Kalimantan Barat merupakan provinsi terluas keempat

setelah Papua, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Provinsi

Kalimantan Barat memiliki batas wilayah disebelah Utara berbatasan langsung

dengan Negara tentangga Sarawak Malaysia Timur, sebelah Selatan

berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Barat dengan Laut Natuna, Selat

Karimata dan Semenanjung Malaysia, serta bagian Timur berbatasan dengan

Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan Tengah1. Wilayah

provinsi Kalimantan Barat memiliki luas hutan yang cukup luas dimana luas

hutan Kalimantan Barat ± 8.494.355 Ha (57,86%) dari luas wilayah

Kalimantan Barat2. Provinsi Kalimantan Barat terdiri dari 14 kabupaten kota

yaitu 2 Kotamadya dan 12 Kabupaten yang sudah banyak dijadikan lokasi

perkebunan baik kebun kelapa sawit maupun kebun karet baik oleh

perusahaan maupun oleh perorangan yang semuanya untuk mencukupi

kebutuhan warga masyarakat. Hutan Kalimantan Barat kaya akan sumber daya

alam, baik hayati maupun nonhayati yang merupakan karunia Tuhan Yang

Maha Esa, oleh karena itu perlu dikelola dan dimanfaatkan secara lestari,

1
. https://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan_Barat diakses pada tanggal 30 September 2018
Pukul 20.20 Wib
2
. http://www.infokalbar.com/2015/09/luas-kawasan-hutan-di-kalimantan-barat.html diakses
pada tanggal 30 September 2018 Pukul 20.20 Wib

1
2

selaras, serasi dan seimbang bagi kesejahteraan masyarakat Kalimantan Barat

pada khususnya dan umat manusia pada umumnya, baik masa kini maupun

masa depan, sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945

bahwa3 “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran

rakyat”. Akan tetapi akhir akhir ini telah banyak disalah gunakan oleh oknum

oknum yang tidak bertanggungjawab guna memperoleh keuntungan secara

pribadi. Sehingga dapat disimpulkan, secara tegas bahwa Pasal 33 Ayat 3

Undang -Undang Dasar 1945 melarang keras adanya penguasaan sumber daya

alam ditangan perorangan atau pihak - pihak tertentu secara ilegal. Begitu juga

dengan satwa liar yang merupakan sumber daya alam hayati yang jumlahnya

cukup banyak dan dikuasai oleh negara dan dilindungi dan tidak boleh

dimiliki oleh perorangan atau pihak - pihak tertentu untuk mengambil

keuntungan secara pribadi.

Untuk menjaga agar pemanfaatan sumber daya alam hayati dapat

berlangsung dengan sebaik - baiknya, maka diperlukan langkah - langkah

konservasi sehingga sumber daya alam hayati dan ekosistemnya selalu

terpelihara dan mampu mewujudkan keseimbangan serta melekat dengan

pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan Rakyat

Indonesia menetapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang

Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya sebagai pengaturan

yang menampung dan mengatur secara menyeluruh mengenai konservasi

sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

3
. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945
3

Oleh karena sifatnya yang luas dan menyangkut kepentingan masyarakat

secara keseluruhan, maka upaya konservasi sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan kewajiban pemerintah serta

seluruh warga masyarakat. Peran serta masyarakat akan diarahkan dan

digerakkan oleh pemerintah melalui kegiatan yang berdaya guna dan berhasil

guna. Untuk itu, pemerintah berkewajiban meningkatkan pendidikan dan

penyuluhan bagi masyarakat dalam rangka sadar konservasi.

BPPHLHK (Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan) merupakan unit pelaksana teknis dibidang

pengamanan dan penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan yang

dibentuk berdasarkan peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan

republik Indonesia nomor : P.15/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016, tanggal 29

Januari 2016 tentang organisasi dan tata kerja balai pengamanan dan

penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan. BPPHLHK berada

dibawah dan bertanggungjawab kepada direktur jenderal penegakan hukum

lingkungan hidup dan kehutanan yang mempunyai tugas untuk melaksanakan

kegiatan penurunan gangguan, ancaman dan pelanggaran hukum lingkungan

hidup dan kehutanan.

KORWAS PPNS (Koordinasi, Pengawasan dan Pembinaan Penyidikan

bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil) merupakan salah satu bagian/sub dari

Direktorat Kriminal Khusus yang dalam pelaksanaan teknisnya berada

dibawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Kriminal Khusus dan dalam

pelaksanaan tugas sehari-hari berada dibawah kendali Wadir Krimsus. Korwas

PPNS yang dibentuk berdasarkan peraturan Kapolri (Perkap) nomor : 20


4

Tahun 2010, tanggal 31 Agustus 2010 tentang koordinasi, pengawasan dan

pembinaan penyidikan bagi penyidik pegawai negeri sipil yang bertugas untuk

melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan penyidikan yang

dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil (PPNS)4.

Salah satu TSL (Tumbuhan dan Satwa Liar) yang termasuk dalam satwa

liar yang dilindungi menurut undang – undang nomor 5 tahun 1990 adalah

Trenggiling (Manis Javanica ) tergolong dalam Satwa Mamalia jenis

Manidae. Satwa liar yang banyak hidup di Asia Tenggara tersebut diincar oleh

banyak orang untuk diambil sisiknya karena menjadi barang mahal yang

memiliki harga jual yang cukup tinggi. Di Kalimantan Barat harga sisik

Trenggiling (Manis Javanica ) perkilonya bisa mencapai jutaan rupiah5.

Trenggiling dengan nama ilmiahnya Manis Javanica adalah hewan

pemakan serangga baik rayap maupun semut, hewan ini merupakan salah satu

hewan yang juga menyusui (Mamalia), termasuk Ordo Pholidota (bersisik

banyak). Trenggiling (Manis Javanica) merupakan hewan yang hanya hidup di

daerah tropis yang banyak dijumpai di seluruh Asia dan Afrika. Ukuran tubuh

mamalia ini bervariasi, yaitu dari 30 cm hingga 100 cm atau sekitar 12 hingga

39 inci, satwa tersebut merupakan hewan yang tidak mempunyai gigi seperti

mamalia pada umumnya, dan 20 % (dua puluh persen) dari berat tubuhnya

adalah sisik yang dijadikan sebagai perisai bagi trenggiling saat dirinya

terancam oleh mahluk lain6. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa Satwa

4
. Hasil wawancara peneliti denga Kompol K.E. Tambunan KasiKorwas PPNS Ditkrimsus Polda
Kalbar
5
. Hasil wawancara peneliti dengan sdr. M. DEDY HARDINIANTO, petugas BPPHLHK wilayah
Kalimantan seksi III Pontianak
6
. http://www.jenisfloraindonesia.web.id/minimnya-populasi-trenggiling-di-indonesia/ diakses
pada tanggal 2 Oktober 2018 Pukul 21.25 Wib.
5

liar jenis Trenggiling (Manis Javanica ) yang banyak hidup di Asia Tenggara

tersebut diincar oleh banyak orang untuk diambil sisiknya untuk

diperdagangkan sampai ke luar negeri yang salah satunya negara Cina dengan

harga yang cukup tinggi karena dalam sisik trenggiling mengandung zat aktif

Tramadol HCl yang merupakan zat aktif analgesik untuk mengatasi nyeri,

serta merupakan partikel pengikat zat pada psikotropika jenis sabu-sabu,

sementara dagingnya dikonsumsi warga masyarakat sebagai hidangan mewah

atau sumber protein lokal7. Sisik trenggiling (Manis Javanica ) tersebut di luar

negeri harganya bisa mencapai Rp. 70.000.000,00- ( tujuh puluh juta rupiah )

per kilonya8, karena salah satu bahan pembuatan psikotropika jenis sabu-

sabu9, dimana untuk satu kilo gram sisik trenggiling (Manis Javanica )

tergantung dari berat atau bobot trenggiling tersebut karena semakin besar

satwa trenggiling semakin banyak juga sisiknya, karena seperti yang telah

dijelaskan diatas bahwa 20 % (dua puluh persen) dari berat tubuh atau bobot

trenggiling adalah sisik.

Masih maraknya perdagangan TSL (Tumbuhan dan Satwa Liar)

terkhususnya satwa jenis trenggiling yang dilindungi berdasarkan undang

undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya dikarenakan para pengepul biasanya menawari warga desa

untuk mencari trenggiling dengan harga yang cukup tinggi sehingga warga

masyarakat yang merupakan pemegang peranan penting dalam menekan

7
. https://tirto.id/trenggiling-diburu-di-indonesia-diperdagangkan-sampai-ke-cina-cCZs diakses
pada tanggal 09 Oktober 2018 jam 12.45 wib
8
. htps://www.boombastis.com/manfaat-sisik-trenggiling/167190. diakses pada tanggal 09
Oktober 2018 jam 13.00 wib
9
. https://www.liputan6.com/health/read/274035/sisik-trenggiling-mengandung-analgesik
diakses pada tanggal 09 Oktober 2018 jam 13.15 wib
6

tingginya kasus perdagangan satwa liar terhususnya satwa trenggiling tergiur

dengan harga ekonomis yang cukup tinggi sehingga masyarakat melakukan

perburuan liar yang selanjutnya hasil buruan berupa sisik satwa trenggiling

dijual kepada para pengempul, sementara daging trenggiling dikonsumsi

masyarakat. Dalam waktu 3 tahun terakhir antara tahun 2016 s/d 2018 di

Kalimantan Barat, Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Bekantan

Balai Gakkum KLHK wilayah Kalimantan Seksi III Pontianak yang diback

up oleh Korwas PPNS Dit Reskrimsus Polda Kalbar telah berhasil

mengungkap 2 (dua) kasus perdagangan sisik trenggiling secara illegal10.

1. Tahun 2016

Pengungkapan kasus perdagangan TSL (Tumbuhan dan Satwa

Liar) jenis Trenggiling selama tahun 2016 di Kalimantan oleh Satuan

Polhut Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Bekantan Balai Gakkum KLHK

Wilayah Kalimantan seksi III Pontianak yang diback up oleh Korwas

PPNS Dit Reskrimsus Polda Kalbar terdapat 1 (satu ) kasus dengan 3

(tiga) pelaku, yaitu :

a. Pada bulan Oktober 2016 di Jalan Imam Bonjol Gg. Martapura II

Kec. Pontianak Selatan kota Pontianak sebanyak 40 ekor

trenggiling atau sekitar ± 200 Kg daging trenggiling yang sudah

dikuliti, dan ± 1 (satu) Kg Sisik Trenggiling (Manis Javanica)

serta 1 (satu) ekor yang masih hidup dari kediaman seorang warga

bernama ALEXSANDER alias ALUNG dan sdri. LINAWATI

SIAW Alias AHUANG Anak CIU IU SUN yang bekerjasama

10
. Hasil wawancara Peneliti dengan Dustan Nainggolan, SH., anggota Korwas PPNS Dit. Krimsus
Polda Kalimantan Barat.
7

dengan sdr. KURNIAWAN Alias ATI Anak HIU JAN LIN yang

berperan mengirimkan barang barang tersebut dari Kabupaten

Ketapang melalui jasa pengiriman mobil Travel jurusan Pontianak

– Ketapang, yang mana pada saat petugas melakukan

penggeledahan salah satu dari tersangka yang bernama

ALEXSANDER alias ALUNG berhasil melarikan diri dan kasus

tersebut diproses di Pengadilan Negeri Pontianak dan terdakwa

LINAWATI SIAUW Alias AHUANG Anak CIU IU SUN

didakwa melanggar Pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) huruf a,

b dan d Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Sumber Daya Alam Hayati dan Ekositemnya Jo Pasal 55 ayat (1)

ke-1 KUHP, divonis dengan Pidana Penjara selama 1 (satu) tahun,

dan pidana denda sebesar Rp.10.000.000 (sepuluh juta rupiah)

Subsider kurungan 1 (satu) bulan dan sdr. KURNIAWAN Alias

ATI Anak HIU JAN LIN divonis dengan pidana penjara selama 7

(tujuh) bulan dan denda sebesar Rp. 2.000.000 (dua juta rupiah)

subsider kurungan 1 (satu) bulan karena terbukti secara sah dan

menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Turut serta

melakukan perbuatan, dengan sengaja memperniagakan kulit atau


11
bagian-bagian lain satwa yang dilindungi” . Sementara untuk

tersangka ALEXSANDER alias ALUNG telah diterbitkan Daftar

Pencarian Orang dengan nomor : DPO.01 / BPPHLHK / SW.3 /

11
. http://sipp.pn-pontianak.go.id/ diakses pada tanggal 22 Oktober 2018 jam 16.05 wib
8

12 / PPNS/ 2016, Tanggal 07 Desember 2016 oleh PPNS

BPPHLHK Wilayah Kalimantan12.

2. Tahun 2017

Pengungkapan kasus perdagangan TSL (Tumbuhan dan Satwa

Liar) terkhususnya satwa jenis Trenggiling (Manis Javanica) dalam hal

ini sisik trenggiling, oleh Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum

Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) wilayah Kalimantan

seksi III Pontianak, selama tahun 2017 di Kalimantan Barat adalah Nihil.

3. Tahun 2018

Pengungkapan kasus perdagangan TSL (Tumbuhan dan Satwa

Liar) jenis Trenggiling selama tahun 2018 di Kalimantan Barat oleh

Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Bekantan Balai Gakkum

KLHK wilayah Kalimantan seksi III Pontianak yang diback up oleh

Korwas PPNS Dit Reskrimsus Polda Kalbar ada 1 (satu) kasus dengan 2

(dua) pelaku, yaitu :

a. Pada bulan Mei 2018 petugas mengungkap kasus perdagangan sisik

Trenggiling dengan pelaku sdr. PASKALIS DOMI Anak

FRANSISKUS DAENG dan sdr. JINU Anak SENEN yang memiliki

± 9,45 Kg (Sembilan koma empat puluh lima) Kg sisik Trenggiling

(Manis Javanica), kasus tersebut diproses di Pengadilan Negeri

Sintang, kedua terdakwa didakwa melanggar Pasal 40 Ayat (2) Jo

Pasal 21 Ayat (2) huruf d Undang-Undang Republik indonesia

Nomor : 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan

12
. Hasil wawancara Peneliti dengan sdr. M. DEDY HARDINIANTO,SH, Kanit Penyidik pada kantor
BPPHLHK Wilayah Kalimantan seksi III Pontianak.
9

Ekosistemnya kemudian sdr. Paskalis Domi anak dari Fransiskus

Daeng divonis dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam)

bulan, pidana denda sebesar Rp. 100.000.000,00- (seratus juta

rupiah) subsider kurungan 4 (empat) bulan, dan sdr. Jinu anak dari

Senen divonis dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam)

bulan, pidana denda sebesar Rp. 100.000.000,00- (seratus juta

rupiah) subsider kurungan 4 (empat) bulan13.

Perdagangan Sisik Trenggiling (Manis javanica) tergolong dalam

perdagangan satwa liar yang dilindungi yang merupakan kejahatan yang

sangat serius yang menyebabkan punahnya suatu ekosistem terkhususnya

satwa Trenggiling (Manis javanica) tersebut. Kepolisian Negara Republik

Indonesia Khusus Polda Kalimantan Barat ikut serta dalam penegakan hukum

terhadap pelaku perdagangan sisik trenggiling, dimana dalam kurung waktu 3

tahun, sejak tahun 2016 sampai dengan tahun 2018, Polda Kalimantan Barat

berhasil mengungkap sebanyak 8 (delapan) kasus trenggiling, baik

perdagangan sisik maupun perburuan satwa trenggiling, dimana tahun 2016

terdapat 2 (dua) kasus yang ditangani oleh Direktorat Kriminal Khusus dan

Polres Kapuas Hulu, tahun 2017 terdapat 2 (dua) kasus yang ditangani oleh

Direktorat Kriminal Khusus dan Polres Melawi, sementara tahun 2018

terdapat 4 (empat) kasus yang ditangani oleh Direktorat Kriminal Khusus dan

Polres Sanggau, Polres Landak dan Polres Kapuas Hulu. Kepunahan suatu

ekosistem terkhususnya satwa Trenggiling (Manis javanica) bisa tidak terjadi

apabila kita semua menjaga kelestarian alam, yang mana didalamnya terdapat

13
. http://sipp.pn-sintang.go.id/ diakses pada tanggal 24 Oktober 2018 jam 09.00 wib
10

populasi satwa satwa terkhususnya satwa Trenggiling (Manis javanica), dan

ekosistem lain yang berada didalamnya dengan cara tidak melakukan

perburuan secara illegal hanya untuk memperoleh keuntungan pribadi. Satwa

yang dilindungi terkhususnyan satwa langka yang mengalami kepunahan

dalam hal ini Trenggiling (Manis javanica), sebaiknya tidak boleh dimiliki,

ditangkap, diburu, dibunuh serta diperjualbelikan. Akan tetapi di Negara kita

Indonesia terkhususnya provinsi Kalimantan Barat masih banyak ditemukan

atau terjadi aktivitas perdagangan Tsl (Tumbuhan dan Satwa Liar) yang

dilakukan secara illegal oleh oknum masyarakat demi mendapakatkan

keuntungan pribadi.

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk

mengangkat menjadi karya tulis/skripsi yang berjudul “ PENEGAKAN

HUKUM OLEH PPNS BALAI PENGAMANAN DAN PENEGAKAN

HUKUM WILAYAH KALIMANTAN SEKSI III PONTIANAK

TERHADAP PELAKU PERDAGANGAN SISIK TRENGGILING

(MANIS JAVANICA) MENURUT UNDANG – UNDANG NOMOR 5

TAHUN 1990 DI KALIMANTAN BARAT”.


11

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan

diatas, maka dapat dirumuskan bahwa rumusan masalah dalam penulisan

skripsi ini adalah :

1. Mengapa penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan sisik

Trenggiling ( Manis Javanica ) yang dilakukan oleh Ppns Balai

Pengamanan Dan Penegakan Hukum Wilayah Kalimantan Seksi III

Pontianak belum maksimal?.

C. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penulisan dan penelitian

skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Penulisan hukum ini diharapkan dapat menambah dan

mengembangkan pengetahuan dibidang hukum terkhususnya

mengenai tindak pidana perdagangan Tsl ( Tumbuhan dan Satwa Liar )

yang dalam hal ini perdagangan sisik Trenggiling yang dilindungi

menurut undang-undang nomor 5 tahun 1990;

2. Manfaat Praktis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah wawasan

berpikir penulis dan diharapkan dapat membantu dan memberikan

masukan pada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait

dengan penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan Tsl

( Tumbuhan dan Satwa Liar) dalam hal ini perdagangan sisik

Trenggiling ( Manis Javanica ).


12

D. Ruang Lingkup Penelitian

Agar pembahasan pada penelitian ini tidak meluas maka ruang lingkup

dalam penelitian ini hanya membahas tentang penegakan hukum terhadap

pelaku perdagangan Tsl ( Tumbuhan dan Satwa Liar) dalam hal ini

perdagangan Sisik Trenggiling ( Manis Javanica ) yang dilakukan oleh

PPNS Balai Pengamanan Dan Penegakan Hukum Wilayah Kalimantan Seksi

III Pontianak di Kalimantan Barat.

E. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya

merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang

tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur

penilaian pribadi. Secara konsepsional, inti dari penegakkan hukum

terletak pada kegiatan meyerasikan hubungan nilai-nilai terjabarkan

didalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian

penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan

mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Konsepsi yang mempunyai

dasar filisofis tersebut memerlukan penjelasan lebih lanjut sehingga akan

tampak lebih konkrit14.

Penegakkan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan

keinginan- keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut keinginan

hukum disini tidak lain adalah pikiran-pikiran badan pembuat Undang-

Undang yang dirumuskan dalam peraturan hukum. Perumusan pemikiran

14
. Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum. Raja
Grafindo. Jakarta. 1983. Hal 7
13

pembuat hukum yang dituangkan dalam peraturan hukum akan turut

menentukan bagaimana penegakan hukum itu dijalankan15.

Penegakan hukum merupakan suatu proses yang dilakukan oleh

petugas penegak hukum dan oleh setiap orang yang mempunyai

kepentingan sesuai dengan kewenangannya masing - masing menurut

aturan hukum yang berlaku untuk menegakkan hukum.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Masalah penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor

yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti

yang netral sehingga dampak positif dan dampak negatifnya terletak pada

faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut, adalah sebagai berikut:

a. Faktor hukumnya sendiri, yang didalam tulisan ini akan dibatasi

pada undang-undang saja;

b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum;

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku

atau diterapkan;

e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya,cipta, dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat, oleh karena merupakan

esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada

efektivitas penegakan hukum16.

15
. Satjipto Raharjo. Penegakan Hukum Sebagai Tinjauan Sosiologis. Genta Publishing.
Yogyakarta. 2009. Hal 25
14

Efektif tidaknya penegakan hukum tergantung pada faktor – faktor sebagai

berikut :17

- Harapan masyarakat, penegakan hukum tersebut sesuai dengan

nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat;

- Adanya motivasi warga masyarakat untuk melaporkan terjadinya

pelanggaran hukum, kepada aparat penegak hukum;

- Kemampuan dan kewibawaan aparat penegak hukum.

3. Pengertian Satwa Yang dilindungi

Menurut Pasal 1 ayat 5 UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Satwa adalah semua jenis

sumber daya alam hewani yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di

udara. Sedangkan yang dimaksud dengan Satwa liar dijelaskan dalam

pasal 1 ayat 7 UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya

Alam Hayati dan Ekosistemnya yaitu semua binatang yang hidup di darat,

dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar,

baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia.

Satwa yang dilindungi adalah satwa yang populasinya jarang atau satwa

yang berada dalam bahaya kepunahan18.

4. Jenis – jenis satwa yang dilindungi

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Republik Indonesia Nomor P.92 / Menlhk / Setjen / Kum.1 / 8 / 2018,

Tanggal 30 Agustus 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri

16
. Soerjono Soekanto,Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali, Jakarta,
Cet II, 1986, Hlm.8-9.
17
. Skripsi Suheri, Penegakan hukum terhadap pelanggar lalu lintas oleh pengendara sepeda
motor ditingkat penyidik di kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak, hal 18-19
18
. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 20 ayat (2) Undang – undang nomor 5 tahun 1990
15

Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Iindonesia Nomor : P.20 /

Menlhk / Setjen / Kum.1 / 6 / 2018, tanggal 29 Juni Tentang Jenis

Tumbuhan Dan Satwa Yang Dilindungi, menyebutkan satwa yang

dilindungi terdiri dari 772 (tjuh ratus tujuh puluh dua) spesies yaitu : jenis

Mamalia sebanyak 137 spesies yang salah satunya ialah satwa Trenggiling

( Manis Javanica ), jenis Burung sebanyak 554 spesies, jenis Amphibi

sebanyak 1 spesies, jenis Reptil sebanyak 36 spesies, jenis Ikan sebanyak

19 spesies, jenis Serangga sebanyak 25 spesies19 .

5. Satwa Trenggiling ( Manis Javanica )

Trenggiling ( Manis Javanica ) dengan nama ilmiahnya Manis

Javanica ini adalah hewan pemakan serangga baik rayap maupun semut,

hewan ini merupakan salah satu hewan yang juga menyusui (Mamalia),

tergolong dalam satwa Ordo Pholidota (bersisik banyak). Trenggiling

(Manis Javanica) merupakan hewan yang hanya hidup di daerah tropis

yang banyak dijumpai di seluruh Asia dan Afrika. Tubuh Trenggiling

dilapisi oleh sisik dan rambut berserat. Panjang tubuh Trenggiling bisa

mencapai 65 cm, dengan panjang ekor mencapai 56 cm. Berat tubuh

Trenggiling bisa mencapai 10 kg, dan Trenggiling jantan cenderung lebih

besar dari Trenggiling betina. Satwa Trenggiling (manis javanica) tersebut

merupakan hewan yang tidak mempunyai gigi seperti mamalia pada

umumnya, dan 20 % (dua puluh persen) dari berat tubuhnya adalah sisik

yang dijadikan sebagai perisai bagi trenggiling saat dirinya terancam oleh

mahluk lain. Satwa yang satu ini menjadi salah satu satwa yang banyak

19
.Hal ini dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor P.92 / Menlhk / Setjen / Kum.1 / 8 / 2018, Tanggal 30 Agustus 2018.
16

diburu oleh warga untuk diambil sisiknya karena memiliki nilai harga jual

yang cukup mahal.

6. Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya

dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal,

tindak kejahatan merupakan bentuk tingkah laku yang melanggar undang-

undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang dilarang oleh

undang-undang harus dihindari dan barang siapa melanggarnya maka akan

dikenakan pidana. Jadi larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban

tertentu yang harus ditaati oleh setiap warga Negara wajib dicantumkan

dalam undang-undang maupun peraturan-peraturan pemerintah, baik di

tingkat pusat maupun daerah20.

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam

undang - undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan

dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan

mempertanggungjawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia

mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada

waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan

pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan21.

20
. P.A.F. Lamintang Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Adityta Bakti. Bandung.
1996. hlm. 7.
21
. Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta.
2001. hlm. 22
17

7. Unsur – unsur Tindak Pidana

Secara garis besar unsur-unsur tindak pidana dapat dikelompokkan

menjadi 2 golongan yaitu Monistis dan Dualistis22.

Masing- masing golongan yang mempunyai pendapat sendiri- sendiri

yaitu:

a) Simons, unsur- unsur tindak pidana adalah:

- Perbuatan manusia (positif atau negatif);

- Diancam dengan pidana;

- Melawan hukum;

- Dilakukan dengan kesalahan;

- Oleh yang bertanggung jawab.

Selanjutnya Simons yang dikutip Sudarto, membedakan unsur-

unsur Strafbaar feit antara unsur subjektif dan unsur objektif.:

a) Simons, unsur- unsur tindak pidana yaitu :

• Unsur subjektif yaitu :

- Orang yang mampu bertanggung jawab;

- Kesalahan (dolus atau culfa) artinya perbuatan harus dilakukan

dengan kesalahan.

b) Unsur objektif yaitu :

- Perbuatan orang;

- Akibat yang kelihatan;

- Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu.

22
. Sudarto, Hukum Pidana Jilid I-II, Fakultas Hukum, Purwokerto, 1990, hlm.50
18

b) Merger , menyebutkan unsur- unsur tindak pidana yaitu :

• Perbuatan dalam arti luas oleh manusia;

• Bersifat melawan hokum;

• Dapat dipertanggung jawabkan kepada seseorang;

• Diancam dengan pidana.

c) Van Hamel, unsur- unsur tindak pidana adalah:

• Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam UU;

• Bersifat melawan hokum;

• Dilakukan dengan kesalahan.

d) Van Baumen, unsur-unsur tindak pidana adalah:

• Perbuatan oleh manusia;

• Bersifat melawan hukum;

• Dilakukan dengan kesalahan.

8. Tindak Pidana Perdagangan Satwa Liar

Perdagangan atau perniagaan adalah kegiatan tukar menukar

barang atau jasa atau keduanya yang berdasarkan kesepakatan bersama

bukan pemaksaan, sementara Satwa Liar seperti dijelaskan dalam Pasal1

ayat (7) undang – undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber

Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah semua binatang yang hidup

di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-

sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia.
19

Satwa liar Indonesia dalam hukum dibagi dalam dua golongan yaitu jenis

yang dilindungi dan jenis yang tidak dilindungi23. Perdagangan satwa liar

yang dilindungi termasuk dalam tindakan kriminal yang bisa diancam

hukuman sesuai dengan Pasal 21 ayat (2) Undang - undang Nomor 5 tahun

1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan Ekosistemnya.

Satwa liar yang dapat diperdagangkan adalah satwa liar yang tidak

dilindungi24.

9. Pengertian Faktor

Faktor adalah hal – hal yang memunculkan fakta. Faktor dapat

disamakan juga dengan sebab yang memunculkan akibat - akibat dari

sesuatu. Dalam hal ini adalah kegagalan penangkapan DPO pelaku

perdagangan sisik Trenggiling (Manis Javanica).

23
. https://www.profauna.net/id/fakta-satwa-liar-di-indonesia diakses pada tanggal 28 Oktober
2018 jam 16.09 wib.
24
.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Liar.
20

F. Hipotesis

Dalam hal ini penulis mengemukakan hipotesis sebagai jawaban

sementara terhadap masalah penelitian yang dilandasi dan didahului oleh

kajian teoritis, sebagaimana pada latar belakang diatas maka yang menjadi

hipotesis adalah :

“ Bahwa belum maksimalnya penegakan hukum terhadap pelaku

perdagangan sisik Trenggiling ( Manis Javanica ) di Kalimantan Barat

disebabkan karena adanya skala prioritas dalam penegakan hukum serta

kurang optimalnya tugas yang dilakukan oleh PPNS Balai Gakkum

Wilayah Kalimantan seksi III Pontianak dalam melakukan penangkapan

terhadap pelaku perdagangan sisik trenggiling”.

G. Metode Penelitian

Dalam upaya untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam

melakukan penelitian dibutuhkan metode ilmiah yang merupakan suatu cara

yang digunakan dalam pelaksanaan suatu penelitian untuk mendapatkan data

yang objektif dan akurat, dalam mengolah dan menyimpulkan serta

memecahkan suatu masalah. Dalam penelitian ini penulis menggunakan

metode penelitian hukum Empiris atau Sosiologis yaitu melakukan penelitian

kemasyarakat dengan menggambarkan dan menganalisis fakta – fakta secara

nyata dilapangan sebagaimana pada penelitian dilakukan.


21

H. Jenis Data

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan data sekunder

dan primer sebagai berikut :

1. Data Sekunder

Data sekunder yang digunakan oleh peneliti diperoleh dari :

a) Putusan Pengadilan Negeri Pontianak atas perkara nomor :

23/Pid.B/LH/2017/PN Ptk dengan terdakwa sdri. LINAWATI

SIAUW Alias AHUANG Anak CIU IU SUN;

b) Surat yang diterbitkan Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan

Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) nomor :

DPO.01 / BPPHLHK / SW.3 / 12 / PPNS/ 2016, Tanggal 07

Desember 2016 tentang Daftar Pencarian Orang (DPO) sdr.

ALEXANDER alias ALUNG.

c) Penelitian Perpustakaan ( Library Research) Yaitu dengan

mempelajari buku – buku, artikel – artikel, serta perudang –

undangan yang berlaku yang ada hubungannya dengan masalah

yang diteliti.

2. Data Primer

Data Primer yang digunakan oleh peneliti diperoleh dari:

• Penelitian lapangan ( Field research ) yaitu mengadakan penelitian

secara langsung ke lapangan tentang hal-hal yang mendukung

penelitian ini.
22

I. Teknik dan alat pengumpulan data

1. Teknik Komunikasi langsung

Yaitu dengan mengadakan kontak langsung kepada sumber data,

dengan mewawancarai nara sumber yang ada kaitannya dengan penelitian

yang dilakukan.

2. Teknik Komunikasi tidak langsung

Yaitu teknik mengadakan kontak tidak langsung pada sumber data

dengan menggunakan angket / kuesioner penelitian sebagai alat

pengumpul data, yang dalam hal ini disebarkan kepada pelaku

perdagangan sisik trenggiling, petugas Korwas PPNS Direktorat Kriminal

Khusus Polda Kalbar dan petugas Balai Pengamanan dan Penegakan

Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) wilayah

Kalimantan seksi III Pontianak.

J. Populasi dan sampel

1. Populasi

Yaitu keseluruhan obyek penelitian untuk dijadikan sebagai

sumber data dalam penelitian ini, dimana yang dijadikan populasi dalam

penelitian adalah :

• Pelaku perdagangan Sisik Trenggiling;

• Petugas Korwas PPNS Direktorat Kriminal Khusus Polda Kalbar

dan;

• Petugas Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan

Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) wilayah Kalimantan seksi III

Pontianak.
23

2. Sampel

Sampel yaitu bagian dari populasi yang menjadi sumber data

dalam penelitian. Dalam hal penelitian ini, penulis mengambil beberapa

sampel yang dianggap memadai atau mewakili jumlah populasi antara

lain:

• 1 (satu) orang pelaku perdagangan sisik trenggiling (Manis Javanica)

di Kalimantan Barat;

• 2 (dua) orang petugas Korwas PPNS Direktorat Kriminal Khusus

Polda Kalbar;

• 9 (sembilan) orang petugas Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum

Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) wilayah Kalimantan

seksi III Pontianak.

Mengenai besarnya jumlah sampel yang diambil pada suatu


penelitian, tidak ada ketentuan yang mengaturnya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Ronny Hanitijo yang menyebutkan :
Pada dasarnya tidak ada peraturan – peraturan yang ketat secara
mutlak menemukan berapa persen sampel tersebut harus diambil dari
populasi, namun pada umumnya orang berpendapat bahwa yang
berlebihan lebih baik dari kekurangan25.

25
. Ronny Hanitijo soemitro, 1985, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta,h. 47

Anda mungkin juga menyukai