PENDAHULUAN
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan aedes albopyctus. Faktor – faktor
yang mempengaruhi kejadian Demam Berdarah Dengue sangat kompleks, antara lain iklim dan
pergantian musim, kepadatan penduduk, mobilitas penduduk dan transportasi. Sebaran nyamuk
penular demam berdarah dengue, kebersihan lingkungan yang tidak memadai serta factor
keganasan virusnya.Berdasarkan kejadian dilapangan dapat diidentifikasikan factor utama adalah
kurangnya perhatian sebagian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan tempat tinggal.
Sehingga terjadi genangan air yang menyebabkan berkembangnya nyamuk (Dinkom,2007).
Insiden dan prevalensi penyakit Demam Berdarah Dengue menimbulkan kerugian pada individu,
keluarga dan masyarakat. Kerugian ini berbentuk kematian, penderitaan, kesakitan, dan hilangnya
waktu produktif (Indra,2003).
Penyakit endemik ini pertama kali didata dan dilaporkan terjadi pada tahun 1953-
1954 di Filipina.Sejak itu, penyebaran DBD dengan cepat terjadi ke sebagian besar
negara-negara Asia Tenggara, termasuk di Indonesia (WHO, 2010).
Insidensi demam berdarah dengue meningkat secara dramatis di seluruh dunia dalam
beberapa dekade ini. Diperkirakan, saat ini di seluruh dunia sekitar 2,5 milyar orang
memiliki resiko terkena demam dengue. Mereka terutama tinggal di daerah perkotaan
negara-negara tropis dan subtropis.Diperkirakan saat ini sekitar 50 juta kasus demam
dengue ditemukan setiap tahun, dengan 500.000 kasus memerlukan penanganan di
Rumah Sakit.Dari kasus di atas, sekitar 25.000 jumlah kematian terjadi setiap tahunnya
(WHO, 2010).
Di Indonesia, penyebaran demam berdarah pertama kali terdata pada tahun 1968 di
Surabaya dan Jakarta (WHO, 2010). Pada tahun 2007, dilaporkan terdapat 156.000 kasus
demam dengue atau 71,4 kasus per 1.000 populasi. Kasus ini tersebar di seluruh 33
propinsi di Indonesia; di 357 dari total 480 kabupaten (Dengue Report of Asia-Pacific
Dengue Program Managers Meeting 2008). Dari total kasus di atas, kasus DBD
1
berjumlah 16.803, dengan jumlah kematian mencapai 267 jiwa. Pada tahun 2001,
distribusi usia penderita terbanyak adalah di atas 15 tahun (54,5%), sedangkan balita (1-5
tahun) 14,7%, dan anak-anak (6-12 tahun) 30,8% (DepKes RI, 2008).
Tingginya kasus, terutama kematian akibat DBD di Indonesia tidak terlepas dari
kontrol dan pencegahan yang lemah oleh berbagai pihak, khususnya dari pemerintah dan
masyarakat.Kebanyakan dokter di Indonesia juga belum menerapkan standard
penanganan kasus DBD, sehingga jumlah kematian masih tinggi.Faktor penting lainnya
adalah belum tersedianya obat spesifik atau vaksin untuk menangani dengue (Delianna,
2008).
Helda menuturkan, peningkatan kasus DBD tersebut tidak lepas dari peralihan
musim saat ini di wilayah Kota Pekanbaru.Menurutnya, cuaca menjadi salah satu faktor
utama peningkatan kasus tersebut.Helda menjelaskan, Kecamatan Bukit Raya merupakan
wilayah dengan kasus DBD tertinggi, mencapai 51 kasus, disusul Kecamatan Tampan 44
kasus, dan Marpoyan Damai 43 kasus. Tiga kecamatan itu adalah wilayah padat
penduduk.
Kasus DBD juga terpantau di sejumlah kecamatan lain, seperti Payung Sekaki 34
kasus, Tenayan Raya 29 kasus, Rumbai Pesisir 15 kasus, Lima Puluh 18 kasus,
Pekanbaru Kota 11 kasus, Rumbai 24 kasus. Kemudian Senapelan 19 kasus, Sukajadi 12
kasus, dan terakhir Sail 2 kasus.
2
menampung air di tempat tertutup. "Kemudian, apabila ada anggota keluarga yang
mengalami demam panas dengan kriteria DBD, tolong secepatnya diperiksa.Deteksi dini
sangat penting," katanya.
Dari kasus di atas membuat kami sangat memperhatikan kasus akibat dari DBD ini
dan ini lah langkah awal kami dalam penelitian dengan menggunkan salah satu metode
yang terbaru dan mudah di jangkau oleh masyarakat.
3
1.3. Pertanyaan Penelitian
a. Apakah ada kemampuan ekstrak daun ceri dapat membunuh Aedes aegypti pada
berbagai konsentrasi 2%. 4%, 6% dan 8%?
b. Pada konsentrasi berapa ekstrak daun ceri efektif sebagai larvasida Aedes aegypti?
4
iv. Bagi Masyarakat
Sebagai tambahan informasi dalam pengendalian larva Aedes
aegypti yang mudah, aman dan ramah lingkungan untuk mencegah
meluasnya penyebaran nyamuk sehingga diharapkan dapat mengurangi
tingkat kejadian penyakit yang disebabkan oleh nyamuk.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Demam berdarah dengue (DBD) adalah salah satu penyakit menular yang
perlu untuk dicegah dan diberantas karena penyakit ini bias mengakibatkan
kematian dan berpotensi KLB. Di Kabupaten Tuban selalu terjadi kasus DBD
hampir setiap tahun. Untuk mengatasi hal ini dibutuhkan sistem surveilans yang
baik dan mampu memantau kejadian sedini mungkin untuk dapat dilakukan
tindakan pencegahan dan penanggulangan
6
perlu dilakukan upaya pembenahan pelaksanaan sistem surveilans yang sedang
berjalan serta melibatkan pihak terkait dalam penyusunan dan pelaksanaan
program dan pelatihan surveilans kepada petugas surveilans.Menjalin kemitraan
dengan BMG dalam mendapatkan data curah hujan. Perlunya pelatihan komputer
khusus epidemiologi penyakit seperti program epi info dan SIG. intensitas
penyebaran informasi perlu ditingkatkan untuk menambah pemahaman dan
kewaspadaan masyarakat akan ancaman DBD.
7
Filum : Arthropoda
Kelas : Hexapoda
Ordo : Diptera
Subordo : Nematocera
Familia : Culicidae
Subfamilia : Culicinae
Tribus : Culicini
Genus : Aedes
Spesies : Ae. Aegypti dan Ae.Albopictus.
3. Morfologi larvaAedes Aegypti
a. Corong udara terdapat pada segmen terakhir, pada segmen-segmen abdomen
tidak dijumpai rambut-rambut berbentuk kipas (palmate hairs).
b. Pada corong udara terdapat pecten.
c. Sepasang rambut dijumpai pada corong udara (siphon).
d. Pada abdomen segmen kedelapan ada comb scale.
e. Bentuk individu dari comb scale seperti duri.
B. CONTOH KASUS
Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup banyak.Hal ini
mengakibatkan sejumlah rumah sakit menjadi kewalahan dalam menerima pasien
DBD.Untuk mengatasinya pihak rumah sakit menambah tempat tidur di lorong-
lorong rumah sakit serta merekrut tenaga medis dan paramedis.Merebaknya kembali
kasus DBD ini menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan.
Sebagian menganggap hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan
kebersihan lingkungan dan sebagian lagi menganggap karena pemerintah lambat
dalam mengantisipasi dan merespon kasus ini.
8
Sejak Januari sampai dengan 5 Maret tahun 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi
di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=1,53% ).
Kasus tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11.534 orang) sedangkan CFR
tertinggi terdapat di Propinsi NTT (3,96%).Penyakit Demam Berdarah atau Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis
nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat
ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.
Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus.
Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat
asimtomatik atau tidak jelas gejalanya.Data di bagian anak RSCM menunjukkan
pasien DBD sering menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual, maupun diare.
Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi
penyakit lain seperti flu atau tipus. Oleh karena itu diperlukan kejelian pemahaman
tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman
pengamatan klinis.Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, diagnosis DBD
serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala
klinis kurang memadai.
Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968,
akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu penyakit
tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi
di Indonesia kecuali Timor-Timur telah terjangkit penyakit. Sejak pertama kali
ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah
maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap
tahun.KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) =
35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam
sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99
(tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).
9
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit, disebabkan
karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru,
kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya
vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus
yang bersirkulasi sepanjang tahun.
C. EPIDEMIOLOGI
1. Penyebab
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3
dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne viruses
(arboviruses). Keempat type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia antara lain Jakarta dan Yogyakarta. Virus yang banyak berkembang di
masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu dan tiga. 3
2. Gejala
10
c. Hepatomegali (pembesaran hati).
d. Syok, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik
sampai 80 mmHg atau lebih rendah.
i. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat
pecahnya pembuluh darah.
3. Masa Inkubasi
4. Penularan
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti / Aedes albopictus
betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam
berdarah lain. Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering
menggigit manusia pada waktu pagi dan siang.
Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang berusia di
bawah 15 tahun, dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab, serta daerah
pinggiran kumuh.Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis, dan muncul pada
musim penghujan.Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim/alam serta
perilaku manusia
11
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, serta analisis data
maka kesimpulan data dari penelitian saya yang berjudul PEMBERANTASAN LARVA
NYAMUK MEGGUNAKAN EKSTRA DAUN CERI. Antara lain :
1) Bahwa dalam kandungan daun ceri ada salah satu zat yang bisa mengakibatkan larva
nyamuk mati.
2) Daun ceri sangat mudah di cari di daerah atau lingkungan dan dia tidak berbahaya
kepada manusia, sebab dia tidak ada kandungan yang berbahaya
3) Larva nyamuk merupakan salah satu perkembang biakan dia menjadi nyamuk,
sehingga dapat mengurangi angka kematian akibat penyakit DBD
B. SARAN
Dari hasil penelitian ini ditemukan saran yang mana jdul penelitian proposal nya adalah
“PEMBRANTASAN LARVA NYAMUK MENGGUNAKAN EKSTRA DAUN
CERI. Antara lain adalah:
1) Kami mengajak para pembaca bahwa ada penemuan baru yang mana ekstra daun ceri
dapat membunuh larva nyamuk
2) Agar dapat dijadikan salah satu alternative untuk menurunkan angka kematian atau
kasus DBD.
3) Membuat masyarakat sehat dan terbebas dari berbagai macam penyakit mematikan
ini khusunya di wilayah provinsi riau.
12