Geoscience PDF
Geoscience PDF
Sari
Studi perkembangan luas lingkungan pengendapan selama Plistosen Akhir – Holosen di dataran rendah aluvial
Rengasdengklok dan sekitarnya, Kab. Karawang (Jawa Barat) didasarkan pada aspek sedimentologi dan stratigrafi. Studi
yang dilakukan mencakup analisis sembilan hasil pemboran sepanjang lintasan berarah hampir barat-timur dengan
ketebalan sedimen berkisar antara 6,75 hingga 10,20 m.
Hasil analisis pemboran, menunjukkan terdapatnya empat lingkungan pengendapan Endapan Kuarter. Keempat
lingkungan pengendapan itu adalah rawa, cekungan banjir, dataran banjir, dan alur sungai. Berdasarkan korelasi
perubahan lingkungan pengendapan secara lateral dan vertikal, diketahui pula bahwa tubuh sedimen tersebut dapat
dibedakan dalam tiga interval periode pengendapan. Setiap interval dicirikan oleh meluas dan menyusutnya lingkungan
yang dikendalikan oleh berubahnya iklim dan tektonik. Fase kejadian berubahnya iklim tersebut terekam pada (1)iklim
JS
minimum menuju optimum di bawah kondisi menuju panas selama pembentukan Interval Pengendapan Periode A hingga
pertengahan Interval Pengendapan Periode B, dan (2)iklim menuju minimum di bawah pengaruh pendinginan mulai
pertengahan Interval Pengendapan Periode B menuju Interval Pengendapan Periode C. Selama proses pengendapan,
terindikasikan 2 aktifitas tektonik. Kedua aktivitas tersebut adalah berubahnya posisi fasies alur sungai 1 ke fasies alur
sungai 2, dan pegeseran fasies alur sungai 2 ke S. Citarum sekarang (fasies alur sungai 3).
Kata Kunci: Sedimen, lingkungan pengendapan, iklim, tektonik, Rengasdengklok
Abstract
Study of area development on depositional environments during the Late Pleistocene to Holocene in the alluvial plain of
Rengasdengklok surroundings, Karawang Regency (West Java) based on sedimentology and stratigraphy aspects. The
D
study was based on analyses of nine borehole informations obtained along the West to East with the thickness of
sediments varied from 6.75 to 10.20 m.
Study on Quaternary deposits from boreholes , revealed four depositional environments. These are swamp, floodbasin,
floodplain, and river channel environments. Based on correlation of the lateral and vertical variation of the sediment
bodies, three Interval of Deposition Periods were recognised. Each of the interval is characterized by increasingly and
decreasingly of environments which was controlled by climatic changes and tectonic. The climatic changes were
G
recorded as (1)minimum climate into climatic optimum under warming conditions during deposition of Interval of
Deposition Period A into the middle of Interval of Deposition Period B, and (2)optimum climate into climatic minimum
under cooling conditions during deposition the middle of Intreval of Deposition Period B into Interval of Deposition
Period C. The tectonic activities which controlled the deposition processes were recorded as two stages. These were the
change posisiton of river channel deposits 1 to river channel deposits 2 and shifting of river channel deposits 2 into
Recent Citarum river (river channel deposits 3).
Key words: Sediment, depositional environemnt, climate, tectonic, Rengasdengklok
Solo JAWA
Tan
ju nga
li Tanah Rawa Langgengadung
n
lla
t
Ga
pi
So
em
lo
lo
ng
So
ba
Solo Kalenpa
ng
L
do
Ga
k
lo
So
a
D
U
u
t
J
a
w
a
Sukabedang
Ci
G
Bu
ay
a
6°10'
Cia
SEKALA 1:50.000
0 1 2 3 4 5 km
Cibarusa
PROYEKSI TRANSVERSE MERCATOR, SFEROID BESSEL
Babakanpedos
Jalan
Pematang pantai
Danau
as
ad
Ciw
Sungai
asi
g
Iri
san
7 8
K.
6
u
Ter
9
Pu
UM
lop
Rawakandang
AR
an
ak
c
rw
CIT
ing
de
4 K.4
8.80
Ci
C 3 5
1
2
RENGASDENGKLOK
ggi
Tin
K.
n
ung U O Laut
ng
lla
ali pasir (mengandung cangkang kerang)
Ga ba A L
Endapan pantai dan pematang pantai (B)
Ga
E.2
So
10.0
Endapan rawa bakau (M) lempung humusan, lanauan dan lempung, lempung
lo
lo
lo
BM R O
So
Ko
U
T S
do
Tanah Bawa Ka Endapan dekat pantai dan laut-dangkal (M) a. selang-selang pasir, lanau dan lempung
k
long
M E E (mengandung cangkang kerang)
M R N b. lempung dan lanau (lunak dan amat lengket) di
BM B.17
10.4
beberapa tempat diselingi oleh lapisan tipis pasir
(mengandung cangkang kerang)
T
c. lempung (lunak, amat lengket dan langka fauna)
FCM
M
HOLOSEN-AWAL Fluviatil - eolian - vulkanik a. lempung tufaan, sering lanauan (lengket dan kaku)
B.18
10.4 BM sebagian
Endapan kipas aluvium, agak padu (Acl) b. pasir kerakalan dan lempung tufaan
PLISTOSEN-AKHIR
Telagasem
B.2
11.2 FCM FM M
FCM
Martajaya
INDEK LEMBAR-LEMBAR YANG BERBATASAN
Jatimungkus
CM Patikus Sukabedang
107° 15' 30' 107°45'
FBM B.26
10.6
tegalombo
5°50'
SADARI
BM GALIAN 4425 - II
kedungjeruk 4425 - III
Sungaibambu
FCM RENGAS
6°
Ciwaru
DENGKLOK
BM FBM BATUJAYA
4424-1
CIBENDO
Ci
Tangkolok
4424 - IV 4524 - IV
Bu
B.27
BM 10.5
Gadel 6°10'
M
ay
a
Ardai BM
Cibuaya BEKASI KARAWANG CILAMAYA
FM B.25 FBM BM 4424 - III 4424 - II 4524 - III
10.2 Tangkolo I
6°20'
CBM
FM
Sungaitegal
F.28 FM U
9.00
Sitopeng
sem
2
Dongkol
M
Cia
Pangkalan
Sikuda
Sarengseng FBM Kojongkang FM
Bolang
FCM
FM BM
BM FBM SEKALA 1:50.000
J
F.44
Cibarusa 8.20
0 1 2 3 4 5 km
JS
Gronggongan
Babakanpedos
FCM Pengkolanpentas I
FCM
Malaka 1
3 Sipucuk
PROYEKSI TRANSVERSE MERCATOR, SFEROID BESSEL
Kadongdong
FCM Pojoklahan
A
FM
Cikunir
F.8
11.4
KampungsawahMalaka 2
Malaka 2
FCM FM
Gulampok
Cikepek FBM JAWA
M Cibogo
W
U FM
AR
Randu
CIT
F.17
12.6
Kosambibatu
Medangasem 1
Kalengpandan
INDEK LOKASI LEMBAR
Langkeb FM
s
Medangasem 2
Ngemplak
da
tegalbengle
Pawarida
iwa
BM BM
FM
FCM
A
F.21 Kamurang
si C
H.6
Iri
Leuwi Leuweungkolot
F.13 FCM
Pacing
FCM FM G.28
Kedungsoga H.5 H.7
9.40
san
11.0 9.20
10.0 10.2
Kepuhwaluh G.27
9.50
u
Tegalasem Puloklapa
BM
Ter
F.40 G.41
9.80
8.90 Telukbunder
FM
F FC
K.
F FM
Pu
Rawakandang G.3
Citeureup 10
UM
10
E.3 G.29
10.0
FBM
lop
8.70
8
FCF
A J.6
an
AR
B.70 K.8
ak
Cikangkung
5
K.6 8.95
F FC K.4
cin
rw
9.00 8.80
L1
C
D
de
Rawamanuk
CIT
10.0 Kobakcina
RENGASDENGKLOK J.12
g
FC Ci BM
B.10
10 K.9
FCM
gi
Kutagandok 8.20 Medangasem I
FBM g
Tin
F Muaraciparage I
K.2
J.26
10.0
J.10
7.30
FC
Bojong
J.25
7.30
C J.5
10.7
Kedungmundu
J.18
10.0
FM
Cikeris K.11
9.40
K.3
8.80
7.70
BM BM Talungdadap
K.
L E G E N D A:
C Endapan Sungai FCM Endapan dataran banjir di atas endapan sungai di atas endapan dekat pantai dan laut-dangkal
CM Endapan sungai di atas endapan dekat pantai dan laut dangkal FCM Endapan dataran banjir di atas endapan sungai di atas endapan dekat pantai dan
alut-dangkal di atas endapan rawa bakau
G
CM Endapan sungai di atas endapan rawa bakau di atas endapan dekat pantai dan laut dangkal Endapan dataran banjir di atas endapan sungai di atas endapan rawa bakau
FCM
diatas endapan dekat pantai dan alut-dangkal
CM Endapan sungai di atas selang-seling antara endapan rawa bakau dengan endapan dekat
pantai dan laut dangkal FCM Endapan dataran banjir di atas endapan sungai di atas selang-seling antara
CBM Endapan sungai di atas endapan pantai dan pematang apantai di atas selang-seling antara endapan rawa bakau di atas endapan dekat pantai dan laut-dangkal
endapan rawa bakau dengan endapan dekat pantai dan laut dangkal
FCM Endapan dataran banjir di atas endapan sungai di atas endapan rawa bakau
F Endapan dataran banjir
FC Endapan dataran banjir di atas endapan sungai
FBM Endapan dataran banjir di atas endapan pantai dan pematang pantai di atas endapan dekat
pantai dan laut dangkal FCF Endapan dataran banjir di atas endapan sungai di atas endapan dataran banjir
Endapan dataran banjir di atas endapan pantai dan pematang pantai di atas endapan rawa
FBM BM Endapan pantai dan pematang pantai di atas endapan dekat pantai dan laut-dangkal
bakau di atas endapan dekat pantai dan laut-dangkal
FBM Endapan dataran banjir di atas endapan pantai dan pematang pantai di atas selang-seling antara BM Endapan pantai dan pematang pantai di atas endapan rawa bakau di
endapan rawa bakau dengan endapan dekat pantai dan laut-dangkal atas endapan dekat pantai dan laut-dangkal
FBM Endapan dataran banjir di atas endapan pantai dan pematang pantai di atas endapan rawa BM Endapan pantai dan pematang pantai di atas selang-seling antara
bakau endapan rawa bakau dengan endapan dekat pantai dan laut-dangkal
FBM Endapan dataran banjir di atas endapan pantai dan pematang pantai di atas endapan dekat
pantai dan laut dangkal di atas endapan rawa bakau BM Endapan pantai dan pematang pantai di atas endapan dekat pantai dan
laut-dangkal di atas endapan rawa bakau
FM Endapan dataran banjir di atas endapan dekat pantai dan laut-dangkal di atas endapan M Endapan dekat pantai dan laut-dangkal
rawa bakau
FM Endapan dataran banjir di atas endapan dekat pantai dan laut-dangkal M Endapan rawa bakau di atas endapan dekat pantai dan laut-dangkal
Danau Batas satuan peta
FM Endapan dataran banjir di atas endapan rawa bakau di atas endapan dekat pantai Pematang pantai 0
dan laut-dangkal
Jalan Sungai Penampang
FM Endapan dataran banjir di atas endapan rawa bakau
B.29
Lokasi dan kedalaman pemboran pada penampang
Endapan dataran banjir di atas selang-seling endapan antara endapan rawa 9.20
FM
bakau dengan endapan dekat pantai dan laut-dangkal
5 Garis kontur kedalaman endapan kipas aluvium 5,8,10 meter
Gambar 2.Peta geologi Kuarter lembar Rengasdengklok dan Sadari, Jawa (Subiyanto, 1989)
B B
F C M
C C C C
C B F C C
C B C B
B M
B
C B
C
M
M M
M
M M
M
Acl Acl M M
M M
Acl
F
Endapan dataran banjir
Floodplain deposits Garis kedalaman 10 m untuk legenda tipe penampang
Depth line for profile type legend
TRUE NORTH
C
Endapan sungai
Channel deposits 5,8, dan10 m. Garis kedalaman endapan Holosen Dini 0 1 2 3 4 5 km
B Endapan pantai dan pematang pantai 5 8 10 dan lebih tua
Beach and beachridge deposits SUDUT G-M 1960
5,8, and10 m. Depth line of Early-Holocene and G-M ANGLE 1960
M Endapan rawa bakau 1° 30’
Mangrove swamp deposits older deposits
GRID NORTH
MAGNETIC NORTH
M Endapan dekat pantai dan laut-dangkal
Nearshore and shallow marine deposits KONVERGENSI GRID DI PUSAT PETA 0°15’
Acl Endapan Holosen Dini dan lebih tua CONVERGENCE FOR THE CENTRE OF SHEET 0°15’
Early-Holocene and older depostis
C
JS
8
J.5 J.16 J.12 J.6 K.6 K.9 K.11 K.5 K.3 K.2 K.4 K.8 G.3 G.29 G.41 G.28 G.27 H.5 H.7 H.6
6 D
6
4
4
2
C F 2
F F
0 C F F
C B B
C C B B 0
B
-2 M M
M M -2
M
-4 M
M -4
M
D
-6 M M M -4
M
M -6
-8
PENAMPANG -8
-10
CROSS SECTION
-12 -10
SEKALA (SCALE) : MENDATAR (HORIZONTAL) 1 : 50.000
TEGAK (VERTICAL) 1 : 250 -12
Geo-Sciences
Gambar 3. Penampang ideal dan korelasi serta sayatan penampang geologi Kuarter lembar Rengasdengklok dan Sadari, Jawa (Menurut Subiyanto, 1989)
141
Geo-Sciences
Litologi jenis fasies endapan sungai lainnya adalah Material utama yang menyusun Fdb. 1 terdiri dari
terdiri dari pasir halus yang menghalus ke arah lempung, lanauan, berwarna abu-abu tua kehijauan
tengah dan kembali mengkasar ke arah atasnya dengan tebal mencapai lebih dari 2,50 meter,
(finning to coarsening upwards) dengan ketebalan berhamburan sisa-sisa tumbuhan dan kandungan
lapisan antara 2,75 hingga 3,05 meter (lokasi lapisan organik tipis antara 1-2 cm, terkadang
pemboran 2, 3, dan 4/ Gambar 4), dan selanjutnya terlihat galian binatang (bioturbation structures)
disebut sebagai Fas. 2. Bagian bawah Fas. 2
(lokasi pemboran 6 dan 7/ Gambar 4). Fdb. 2
dicirikan oleh bidang erosi permukaan (erosional
dicirikan oleh perselingan lempung dan lanau dengan
surfaces) oleh pasir berukuran sangat kasar hingga
kerakal, dan indikasi tersebut dapat dijadikan tebal antara 3,10 hingga 3,85 meter (lokasi
sebagai bukti bahwa alur sungai telah mengalami pemboran 1, 5, 6, 7, 8, dan 9/ Gambar 4). Lempung
perpindahan. Sedimen ini berwarna abu-abu gelap umumnya terletak di lapisan bawah berwarna abu-
hingga coklat kelabu, terpilah sedang hingga buruk, abu muda hingga abu-abu kehitaman, lengket,
menyudut tanggung hingga membulat, lepas dan bercak kuning dan merah, mengandung sisa
agak lengket, berlaminasi tidak lurus (irregular tumbuhan dengan lapisan tipis organik atau lignit
laminations), sisa tumbuhan ± 2 % dengan setebal 1-2 cm. Sedangkan lapisan atas Fdb. 2
perakaran segar, berlapis tipis lempung abu-abu cenderung dikuasai oleh lanau, lempungan, abu-abu
antara 1-2 cm, dan memiliki kandungan mineral hitam hingga kecoklatan, agak kaku dan lengket,
yang sama dengan Fas. 1. Jenis alur sungai lainnya banyak bercak coklat, konkresi hitam, mengandung
JS
adalah litologi yang berasal dari aktifitas Citarum sisa tumbuhan dan lapisan tipis organik. Bagian atas
Resen (Fas. 3), terdiri dari pasir kasar hingga
litologinya berangsur mengkasar terdiri dari lanau
medium, berwarna abu-abu kecoklatan hingga
pasiran, masih mengandung konkresi hitam,
kuning kelabu, membulat hingga membulat
tanggung dan langka akan kandungan organik dan kandungan sisa tumbuhan dan kandungan organik
sisa tumbuhan. semakin berkurang, sangat lengket dan kompak.
Hasil pelimpahan alur Citarum Resen yang terbentuk
Bagian atas selang pengendapan Fas. 1 dan Fas. 2 di bawah permukaan (Fdb. 3) terdiri dari lempung
tersebut di atas umumnya mengandung unsur dan lanau dengan ketebalan antara 1,05 hingga
organik, sedangkan potongan-potongan kayu tidak
3,90 meter (lokasi pemboran 1, 2, 3, 4, 5, 7, dan 8/
dijumpai di dalamnya. Warna lapisan pada bagian
D
Gambar 4). Lempung, lanauan, berwarna coklat tua
bawah Fas. 1 adalah terang dan berangsur gelap
menuju bagian atasnya hingga ke bagian tengah Fas. hingga kuning kecoklatan ke arah bawah lebih gelap
2, dan kembali terang selama pembentukan bagian yaitu berwarna abu-abu kecoklatan, kaku ketika
atas Fas. 2. Didasari pada meluas dan menyusutnya kering, kandungan humus dan akar relatif kecil
suatu alur sungai terkait dengan energi aliran, maka kurang dari 1%, konkresi hitam (Fe ?) semakin
ditafsirkan bahwa Fas. 1 termasuk alur sungai yang berkurang ke arah bawah. Lanau ke arah atas
G
meluas yaitu lurus hingga berkelok (low to high mengkasar menjadi lanau pasiran, berwarna coklat
sinuosity channels), sedangkan Fas. 2 cenderung kekuningan, kaku, bercak merah, kadang-kadang
merupakan sistem alur sungai yang menyusut yaitu mengandung akar yang masih segar, padat, mudah
mulai dari berkelok hingga lurus (high to low patah dan kaku.
sinuosity channels), dan sebaliknya sistem alur
Citarum kini berindikasikan sebagai alur sungai yang Lapisan Fdb. 1 hingga Fdb. 3 di atas secara umum
semakin menyusut dibanding tubuh geometri alur memiliki karakter perselingan lempung dan pasir
Citarum purba (Fas. 1 dan 2). terkadang lapisan tipis pasir, dan proses demikian
adalah umum terjadi di daerah dataran banjir. Fasies
Fasies Dataran Banjir (Fdb) tersebut mempunyai batas yang tegas dengan
lapisan organik yang diendapkan di lingkungan rawa,
Fasies dataran banjir yang sumbernya berasal dari dan warna fasies Fdb tersebut cenderung
pelimpahan material sungai ke arah dataran, dipengaruhi oleh kandungan humus namun
dibedakan menjadi: Fdb. 1 yang terkait dengan komposisi butiran klastik lebih dominan, sehingga
proses pembentukan Fas. 1, Fdb. 2 sebagai warnanya menjadi beragam.
pelimpahan Fas. 2, dan hasil pasokan material alur
Citarum kini (Fdb. 3).
144
Geo-Sciences
Proses terbentuknya IPP A yang menghasilkan Fas. satunya adalah disebabkan karena volume air yang
1 dan Fdb. 1 tersebar di bagian tengah sayatan semakin bertambah ketika itu. Akibat pertambahan
penampang, dan diikuti oleh berpindah atau volume air inilah, maka terbentuklah gambut
bergesernya Fas. 1 ke arah barat. Bersamaan sebagai dampak dari meluas dan mendalamnya
dengan berpindahnya alur sungai tersebut diikuti lingkungan rawa. Bertambah dan berkurangnya
oleh semakin meluasnya lingkungan rawa, dan volume air telah diketahui dan dimaklumi sebagai
gejala tersebut terbukti dengan diendapkannya akibat dari pertambahan atau pengurangan dari
lapisan gambut pada Fr. 1. Fas 1 yang mengalami tingkat kelembaban atau kebasahan (humidity)
pergeseran kelihatannya semakin meluas, terbukti mengikuti sirkulasi iklim. Perlmutter dan Matthews
dari alur sungainya yang membentuk pertumbuhan (1989) dalam studi siklus stratigrafinya menyatakan
lapisan secara lateral pada bagian atasnya. bahwa, meluas dan menyusutnya lingkungan rawa
Kemudian, lingkungan rawa yang menghasilkan Fr disebabkan oleh berubahnya iklim, dan apabila iklim
2 pada bagian atasnya semakin berkembang pula, menuju optimum lingkungan tersebut akan meluas.
sebelum akhirnya Fas 1 mengalami pergeseran Sebaliknya apabila iklim menuju minimum maka
kembali membentuk Fas. 2. Pergeseran alur sungai lingkungan rawa akan menyusut.
tersebut dicirikan oleh perbedaan bentuk tubuh
Selain itu, kejadian pergeseran Fas. 1 ke arah barat
alurnya dan permukaan erosi di bagian bawah Fas.
lebih disebabkan karena wilayah aliran sungai di
2, sebaliknya lingkungan rawa menyusut dan
tempat tersebut merupakan dataran aluvial hingga
digantikan oleh terbentuknya fasies dataran banjir
rawa yang dipengaruhi oleh pasang-surut, terbukti
JS
(Fdb.2). Rangkaian periode pengendapan tersebut
dengan diketemukannya cangkang tipis moluska air
termasuk IPP B. Posisi alur sungai Citarum kini
tawar. Bergesernya alur sungai pada kondisi
telah mengalami pergeseran dari alur sungai
demikian lebih disebabkan karena energi aliran
sebelumnya (Fas 2), dan ditandai pula oleh
sungai ketika itu mencapai maksimum atau pada
berkembangnya lingkungan rawa secara lokal (Fr.
kondisi iklim menuju optimum, sehingga alur sungai
3) di bagian timur yang berjari jemari dengan fasies
dengan mudah berpindah dan membentuk alur baru.
pelimpahan alus sungai (Fdb. 3). Fdb. 3 tersebut
Oleh karena itulah, pada bagian bawahnya tidak
selanjutnya ditutupi oleh fasies cekungan banjir
dijumpai permukaan erosi yang umum dijumpai
(Fcb. 3) yang sebelumnya berkembang secara
pada suatu pergeseran alur sungai yang membentuk
setempat di bagian timur. Urut-urutan runtutan
endapan dasar sungai baru. Meluasnya lingkungan
D
fasies pengendapan tersebut adalah termasuk
fluviatil secara lateral dan vertikal termasuk
kumpulan sedimen IPP C.
bergesernya alur sungai dan beralihnya lingkungan
Hubungan antar lapisan di atas dalam stratigrafi dataran banjir, adalah umum terjadi di daerah
dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan untuk dataran rendah rawa (Allen, 1965; Reineck dan
membaca lapisan bumi (science of reading Singh, 1980).
geological strata) seperti kejadian dari naik-
G
Proses sedimentasi yang berlangsung pada IPP B
turunnya tinggian, perubahan alur sungai,
dicirikan oleh semakin berkurangnya volume air yang
menyusut dan meluasnya dataran banjir (Lloyd
menyebabkan lingkungan rawa (Fr. 2) menyusut
Pye, 2004).
digantikan Fdb. 2 yang pasokan materialnya berasal
dari Fas 2. Berkurangnya volume air tersebut
Diskusi dibuktikan oleh mengkasarnya butiran Fas. 2, selain
Per ubahan lateral dan ver tikal Fasies warna litologi yang semakin terang termasuk warna
Pengendapan dari Fdb. 2 dan Fr. 2. Perlmutter dan Mathhews
(1989) mengatakan bahwa beralihnya iklim dari
Secara vertikal, fenomena kondisi lingkungan di optimum ke minimum ditandai oleh butiran alur
awal proses terbentuknya IPP A menunjukkan sungai yang semakin kasar dengan warna yang
aliran sungai (Fas. 1) di bagian tengah sayatan semakin terang. Secara lateral, lingkungan rawa yang
penampang pada lingkungan rawa, dan lingkungan membentuk Fr. 2 dicirikan oleh mendalamnya
rawa tersebut semakin meluas yang menghasilkan cekungan di bagian tengah, ditandai terbentuknya
akumulasi gambut bersamaan dengan wilayah rawa pasang surut yang menghasilkan warna
berpindahnya alur sungai ke arah barat. Rangkaian lapisan fasies endapan tersebut semakin gelap
kejadian terbentuknya IPP A tersebut, salah (berwarna abu-abu kehijauan).