Anda di halaman 1dari 13

Geo-Sciences

PERKEMBANGAN LUAS LINGKUNGAN PENGENDAPAN SEDIMEN PLISTOSEN AKHIR


HINGGA HOLOSEN DI DATARAN ALUVIAL RENGASDENGKLOK DAN SEKITARNYA, KAB.
KARAWANG (JAWA BARAT)

H. Moechtar, Subiyanto dan H. Samodra


Pusat Survei Geologi
Jl. Diponegoro 57, Bandung 40122

Sari

Studi perkembangan luas lingkungan pengendapan selama Plistosen Akhir – Holosen di dataran rendah aluvial
Rengasdengklok dan sekitarnya, Kab. Karawang (Jawa Barat) didasarkan pada aspek sedimentologi dan stratigrafi. Studi
yang dilakukan mencakup analisis sembilan hasil pemboran sepanjang lintasan berarah hampir barat-timur dengan
ketebalan sedimen berkisar antara 6,75 hingga 10,20 m.
Hasil analisis pemboran, menunjukkan terdapatnya empat lingkungan pengendapan Endapan Kuarter. Keempat
lingkungan pengendapan itu adalah rawa, cekungan banjir, dataran banjir, dan alur sungai. Berdasarkan korelasi
perubahan lingkungan pengendapan secara lateral dan vertikal, diketahui pula bahwa tubuh sedimen tersebut dapat
dibedakan dalam tiga interval periode pengendapan. Setiap interval dicirikan oleh meluas dan menyusutnya lingkungan
yang dikendalikan oleh berubahnya iklim dan tektonik. Fase kejadian berubahnya iklim tersebut terekam pada (1)iklim
JS
minimum menuju optimum di bawah kondisi menuju panas selama pembentukan Interval Pengendapan Periode A hingga
pertengahan Interval Pengendapan Periode B, dan (2)iklim menuju minimum di bawah pengaruh pendinginan mulai
pertengahan Interval Pengendapan Periode B menuju Interval Pengendapan Periode C. Selama proses pengendapan,
terindikasikan 2 aktifitas tektonik. Kedua aktivitas tersebut adalah berubahnya posisi fasies alur sungai 1 ke fasies alur
sungai 2, dan pegeseran fasies alur sungai 2 ke S. Citarum sekarang (fasies alur sungai 3).
Kata Kunci: Sedimen, lingkungan pengendapan, iklim, tektonik, Rengasdengklok

Abstract

Study of area development on depositional environments during the Late Pleistocene to Holocene in the alluvial plain of
Rengasdengklok surroundings, Karawang Regency (West Java) based on sedimentology and stratigraphy aspects. The
D
study was based on analyses of nine borehole informations obtained along the West to East with the thickness of
sediments varied from 6.75 to 10.20 m.
Study on Quaternary deposits from boreholes , revealed four depositional environments. These are swamp, floodbasin,
floodplain, and river channel environments. Based on correlation of the lateral and vertical variation of the sediment
bodies, three Interval of Deposition Periods were recognised. Each of the interval is characterized by increasingly and
decreasingly of environments which was controlled by climatic changes and tectonic. The climatic changes were
G
recorded as (1)minimum climate into climatic optimum under warming conditions during deposition of Interval of
Deposition Period A into the middle of Interval of Deposition Period B, and (2)optimum climate into climatic minimum
under cooling conditions during deposition the middle of Intreval of Deposition Period B into Interval of Deposition
Period C. The tectonic activities which controlled the deposition processes were recorded as two stages. These were the
change posisiton of river channel deposits 1 to river channel deposits 2 and shifting of river channel deposits 2 into
Recent Citarum river (river channel deposits 3).
Key words: Sediment, depositional environemnt, climate, tectonic, Rengasdengklok

Pendahuluan tempat tersebut telah berkembang dan akan semakin


pesat di masa mendatang. Wilayah yang ditutupi
Rengasdengklok yang terletak ± 15 km ke arah utara
endapan dataran banjir tersebut, awalnya
Karawang merupakan salah satu wilayah terpadat di
merupakan lumbung padi Jawa Barat namun
Jawa Barat, dan berbagai kegiatan pembangunan di
sekarang sebagian besar lahannya telah berubah
menjadi pemukiman, perkantoran, industri dan
Naskah diterima : 12 Januari 2011
sebagainya. Oleh karena itulah, informasi kestabilan
Revisi terakhir : 30 M e i 2011 lahan khususnya menyusut dan meluasnya sedimen

JSDG Vol. 21 No. 3 Juni 2011 137


Geo-Sciences
berumur Plistosen Akhir hingga Holosen perlu Metode
diperhatikan termasuk sejarah perkembangan
Data yang digunakan untuk penelitian ini berasal dari
pembentukan lingkungannya. Dilatarbelakangi
hasil pemboran dangkal sebanyak 9 (sembilan) titik
perubahan iklim sehubungan proses
lokasi pemboran dengan ketebalan sedimen antara
pembentukan sedimen yang terekam dari aspek
6,75 hingga 10,20 m, dan dilakukan di wilayah
sedimentologi dan stratigrafi, maka maksud dari
dataran banjir S. Citarum (Gambar 1). Sedimen
studi ini adalah mempelajari hubungan runtunan
Kuarter hasil pemboran tersebut, selanjutnya
stratigrafi yang merespon berubahnya lingkungan
dipelajari secara terinci aspek sedimentologinya
pengendapan. Guna mencapai tujuan tersebut,
termasuk perkembangan pembentukannya.
dilakukan: (a) deskripsi litofasies sedimen Kuarter
Perubahan fasies secara vertikal baik tegas atau
bawah pemukaan, (b) penafsirkan lingkungan
berangsur seperti warna, komposisi, karakter
pengendapan dan perkembangannya, (c)
butiran, pelapukan dan lain sebagainya digambar ke
pengkajian menyusut dan meluasnya lingkungan
dalam penampang tegak berskala 1:100.
pengendapan serta faktor kendali yang
Selanjutnya, penampang tegak tersebut dikorelasi
mempengaruhi pembentukannya, dan (d) diskusi
dan dirangkaikan menjadi susunan bangunan tubuh
tentang keterkaitan runtunan sedimen terhadap
sedimen yang dapat dibedakan berdasarkan interval
peristiwa global Plistosen Akhir hingga sekarang.
periode pengendapannya. Pada akhirnya, rangkaian
Secara administrasi Rengasdengklok dan interval periode pengendapan tersebut dapat
sekitarnya termasuk kawasan wilayah Kab. ditelaah sehubungan dengan faktor kontrol
JS
Karawang (Gambar 1), dan secara fisiografi pembentukannya termasuk berubahnya lingkungan
daerah ini merupakan dataran aluvial yang luas pengendapan dari waktu ke waktu.
hingga dataran pantai di utaranya.

INDEK LOKASI LEMBAR


ari
Sad
Solo
Tanah Rawa Miring

Solo JAWA
Tan
ju nga
li Tanah Rawa Langgengadung
n
lla

t
Ga

pi
So

em
lo

lo

ng
So

Tanah Bawa Kalo


Ko

ba
Solo Kalenpa

ng
L
do

Ga
k

lo
So
a
D
U
u
t
J
a
w
a

Sukabedang
Ci

G
Bu
ay
a

INDEK LEMBAR-LEMBAR YANG BERBATASAN


107° 15' 30' 107°45'
5°50'
SADARI
Ardai GALIAN
4425 - II
4425 - III
Tangkolo I RENGAS

DENGKLOK
BATUJAYA 4424-1 CIBENDO
4424 - IV 4524 - IV
sem

6°10'
Cia

BEKASI KARAWANG CILAMAYA


4424 - III 4424 - II 4524 - III
Kojongkang 6°20'

SEKALA 1:50.000
0 1 2 3 4 5 km
Cibarusa
PROYEKSI TRANSVERSE MERCATOR, SFEROID BESSEL
Babakanpedos

1-9 Lokasi pemboran


Penampang

Jalan
Pematang pantai

Danau
as
ad
Ciw

Sungai
asi
g
Iri
san

7 8
K.

6
u
Ter

9
Pu
UM

lop

Rawakandang
AR

an

ak
c

rw
CIT

ing

de
4 K.4
8.80
Ci
C 3 5
1
2
RENGASDENGKLOK
ggi
Tin
K.

Gambar 1. Peta lokasi pemboran dan daerah penelitian di Rengasdengklok sekitarnya.

138 JSDG Vol. 21 No. 3 Juni 2011


Geo-Sciences
Geologi Kuarter dan Lingkungan Pengendapan endapan rawa bakau, dan ke arah utaranya ditempati
Geologi Kuarter oleh endapan pantai dan laut dangkal. Selanjutnya
sedimen tersebut ditutupi oleh endapan yang berasal
Rengasdengklok dan sekitarnya terletak pada dari sistem fluvial dan setempat endapan rawa
ketinggian antara 2 hingga 8 m dari permukaan laut bakau dan endapan pantai dan pematang pantai
(dpl), dan ditutupi oleh endapan dataran banjir (Gambar 3). Korelasi lainnya yang berarah timurlaut-
(Achdan dan Sudana, 1992). Di daerah inilah tenggara menunjukkan bahwa susunan fasiesnya
mengalir S. Citarum yang mengendapkan sedimen baik secara lateral ataupun vertikal tidak jauh
sungai muda (Qa) yang mengalir dari selatan ke utara berbeda, akan tetapi alas atau dasar cekungan
dan selanjutnya memindahkan alurnya ke baratalaut Holosen di tempat tersebut terlihat lebih dangkal
hingga bermuara di laut Jawa seperti Muara Bungin, (Gambar 3).
Muara Wetan, Muara Sunpan, Muara Gobah, dan
sebagainya. S. Citarum, termasuk sungai dewasa Lingkungan Pengendapan dan Penafsirannya
yang ditandai oleh alur sungainya yang berkelok. Ke
Litologi sedimen Holosen hasil pemboran terdiri dari
arah pesisir mendekati pantai daerah ini ditutupi oleh
pasir, lanau, lempung, dan gambut, dan berdasarkan
sedimen berumur Holosen terdiri dari endapan-
ciri litologi tersebut dapat dibedakan menjadi
endapan pematang pantai (Qbr), pantai (Qac), laut
beberapa fasies pengendapan, terdiri dari fasies-
dangkal (Qnd), dan rawa (Qsd) (Achdan dan Sudana,
fasies endapan rawa (Fr), cekungan banjir (Fcb),
JS
1992).
dataran banjir (Fdb), dan alur sungai (Fas)
Subiyanto (1989) memetakan geologi Kuarter (Gambar 4).
lembar Rengasdengklok dan Sadari, Jawa berskala
1: 50.000 (Gambar 2). Ia membedakan sedimen Fasies Alur Sungai (Fas)
bawah permukaan di daerah tersebut menjadi Berdasarkan posisi stratigrafinya, jenis Fasies Alur
endapan-endapan: Holosen Awal dan lebih tua (Acl) Sungai dapat dibedakan menjadi fasies alur sungai
terdiri kipas aluvium dan agak keras, dekat pantai bawah (Fas. 1), alur sungai tengah (Fas. 2), dan alur
dan laut dangkal (M), rawa bakau (M), pantai dan sungai atas atau alur Citarum Resen (Fas. 3). Fas.1
pematang pantai (B), sungai (C), dan dataran banjir terdiri atas pasir medium hingga halus, abu-abu
D
(F). Geologi Kuar ter bawah permukaan kehitaman hingga hitam kebiruan, derajat pemilahan
Rengasdengklok sekitarnya umumnya tersusun dari sedang hingga baik, butir membundar, tanpa bercak
kumpulan fasies FM, yaitu litologi yang terdiri dari hitam, lepas, mengandung sedikit sisa tumbuhan
fasies atau endapan dataran banjir di atas selang- (lokasi pemboran 1, 2, 3, 4, dan 7/ Gambar 4).
seling antara endapan rawa bakau dengan endapan Fasies endapan ini mengandung kuarsa, felspar,
G
dekat pantai dan laut dangkal (Gambar 2). pecahan batuan andesitis-basal dan pecahan
Sedangkan susunan endapan bawah permukaan batuapung yang butirannya menghalus ke arah atas
yang memotong alur-alur sungai besar kini, terutama (finning upwards) dengan tebal antara 1,25 hingga 2
tersusun oleh fasies FCM yaitu endapan dataran meter lebih. Bagian atas sedimen Fas. 1 ini dicirikan
banjir di atas endapan sungai di atas endapan dekat oleh komposisi litologi perulangan lapisan tipis
pantai dan laut dangkal. Di beberapa tempat antara pasir, lanau, dan lempung. Kumpulan lapisan
komposisi sedimen Holosen tersebut terdiri dari tipis tersebut tidak ubahnya sebagai endapan hasil
kumpulan fasies atau endapan-endapan BM, FBM, pertumbuhan alur sungai secara lateral (lateral
dan CBM (Gambar 2). accretions) (lokasi pemboran 1/ Gambar 4). Proses
Penampang stratigrafi berarah utara-selatan (A-B) tersebut adalah umum terjadi pada beting sungai
berdasarkan korelasi pemboran yang dilakukan oleh (point bar) dari sistem sungai berkelok (high-
Subiyanto (1989), menunjukkan bahwa sayatan sinuosity channels), dan oleh karena itu karakter
penampang cekungan Kuarter tersebut semakin fasies fluvial demikian dapat dijadikan sebagai
dalam ke arah utara (Gambar 3), terdiri dari endapan pertanda bahwa energi aliran semakin besar.
Holosen Awal dan lebih tua yang ditutupi oleh

JSDG Vol. 21 No. 3 Juni 2011 139


Geo-Sciences
SADARI KERANGKA STRATIGRAFI
ari B
Sad
B.1
10.9
UMUR GENESA DAN LINGKUNGAN LITOLOGI
Solo L
Tanah Rawa Miring Fluviatil
BM
E.3
Endapan dataran banjir (F) lempung, lanau, sering bersifat pasiran, setempat
10.5
mengandung bahan organik
Sol
oT
anj U M mp
it A K H
Endapan Sungai ( C ) pasir kerakalan di bagian dasar, seriing bersifat
lempung atau alanauan dan lanau di bagian atas
Solo Kalenpa

eTanah Rawa Langgengadung

n
ung U O Laut
ng
lla
ali pasir (mengandung cangkang kerang)
Ga ba A L
Endapan pantai dan pematang pantai (B)
Ga
E.2

So
10.0
Endapan rawa bakau (M) lempung humusan, lanauan dan lempung, lempung
lo

lo

lo
BM R O
So

gambutan dan lapisan tipis gambut


So

Ko

U
T S

do
Tanah Bawa Ka Endapan dekat pantai dan laut-dangkal (M) a. selang-selang pasir, lanau dan lempung

k
long
M E E (mengandung cangkang kerang)
M R N b. lempung dan lanau (lunak dan amat lengket) di
BM B.17
10.4
beberapa tempat diselingi oleh lapisan tipis pasir
(mengandung cangkang kerang)

T
c. lempung (lunak, amat lengket dan langka fauna)
FCM
M
HOLOSEN-AWAL Fluviatil - eolian - vulkanik a. lempung tufaan, sering lanauan (lengket dan kaku)
B.18
10.4 BM sebagian
Endapan kipas aluvium, agak padu (Acl) b. pasir kerakalan dan lempung tufaan
PLISTOSEN-AKHIR
Telagasem

B.2
11.2 FCM FM M
FCM

Martajaya
INDEK LEMBAR-LEMBAR YANG BERBATASAN
Jatimungkus
CM Patikus Sukabedang
107° 15' 30' 107°45'
FBM B.26
10.6
tegalombo
5°50'
SADARI
BM GALIAN 4425 - II
kedungjeruk 4425 - III
Sungaibambu
FCM RENGAS

Ciwaru
DENGKLOK
BM FBM BATUJAYA
4424-1
CIBENDO
Ci

Tangkolok
4424 - IV 4524 - IV
Bu

B.27
BM 10.5
Gadel 6°10'
M
ay
a

Ardai BM
Cibuaya BEKASI KARAWANG CILAMAYA
FM B.25 FBM BM 4424 - III 4424 - II 4524 - III
10.2 Tangkolo I
6°20'
CBM
FM
Sungaitegal
F.28 FM U
9.00
Sitopeng
sem

2
Dongkol

M
Cia

Pangkalan
Sikuda
Sarengseng FBM Kojongkang FM
Bolang

FCM
FM BM
BM FBM SEKALA 1:50.000

J
F.44
Cibarusa 8.20
0 1 2 3 4 5 km
JS
Gronggongan
Babakanpedos

FCM Pengkolanpentas I
FCM
Malaka 1
3 Sipucuk
PROYEKSI TRANSVERSE MERCATOR, SFEROID BESSEL

Kadongdong
FCM Pojoklahan

A
FM
Cikunir
F.8
11.4
KampungsawahMalaka 2
Malaka 2

FCM FM
Gulampok
Cikepek FBM JAWA

M Cibogo

W
U FM
AR
Randu

CIT
F.17
12.6
Kosambibatu
Medangasem 1
Kalengpandan
INDEK LOKASI LEMBAR
Langkeb FM
s

Medangasem 2
Ngemplak
da

tegalbengle
Pawarida
iwa

BM BM
FM
FCM

A
F.21 Kamurang
si C

10.0 Pawanda wetan


FM
Cicendet
D
ga
10

H.6
Iri

Leuwi Leuweungkolot

F.13 FCM
Pacing
FCM FM G.28
Kedungsoga H.5 H.7
9.40
san

11.0 9.20
10.0 10.2
Kepuhwaluh G.27
9.50
u

Tegalasem Puloklapa
BM
Ter

F.40 G.41
9.80
8.90 Telukbunder
FM
F FC
K.

F FM
Pu

Rawakandang G.3
Citeureup 10
UM

10

E.3 G.29
10.0
FBM
lop

8.70
8

FCF
A J.6
an
AR

B.70 K.8
ak
Cikangkung
5

K.6 8.95
F FC K.4
cin

rw
9.00 8.80
L1
C
D
de
Rawamanuk
CIT

10.0 Kobakcina

RENGASDENGKLOK J.12
g

FC Ci BM
B.10
10 K.9
FCM
gi
Kutagandok 8.20 Medangasem I

FBM g
Tin
F Muaraciparage I
K.2
J.26
10.0
J.10
7.30
FC
Bojong
J.25
7.30
C J.5
10.7
Kedungmundu
J.18
10.0
FM
Cikeris K.11
9.40
K.3
8.80
7.70

BM BM Talungdadap
K.

L E G E N D A:
C Endapan Sungai FCM Endapan dataran banjir di atas endapan sungai di atas endapan dekat pantai dan laut-dangkal

CM Endapan sungai di atas endapan dekat pantai dan laut dangkal FCM Endapan dataran banjir di atas endapan sungai di atas endapan dekat pantai dan
alut-dangkal di atas endapan rawa bakau
G
CM Endapan sungai di atas endapan rawa bakau di atas endapan dekat pantai dan laut dangkal Endapan dataran banjir di atas endapan sungai di atas endapan rawa bakau
FCM
diatas endapan dekat pantai dan alut-dangkal
CM Endapan sungai di atas selang-seling antara endapan rawa bakau dengan endapan dekat
pantai dan laut dangkal FCM Endapan dataran banjir di atas endapan sungai di atas selang-seling antara
CBM Endapan sungai di atas endapan pantai dan pematang apantai di atas selang-seling antara endapan rawa bakau di atas endapan dekat pantai dan laut-dangkal
endapan rawa bakau dengan endapan dekat pantai dan laut dangkal
FCM Endapan dataran banjir di atas endapan sungai di atas endapan rawa bakau
F Endapan dataran banjir
FC Endapan dataran banjir di atas endapan sungai
FBM Endapan dataran banjir di atas endapan pantai dan pematang pantai di atas endapan dekat
pantai dan laut dangkal FCF Endapan dataran banjir di atas endapan sungai di atas endapan dataran banjir
Endapan dataran banjir di atas endapan pantai dan pematang pantai di atas endapan rawa
FBM BM Endapan pantai dan pematang pantai di atas endapan dekat pantai dan laut-dangkal
bakau di atas endapan dekat pantai dan laut-dangkal
FBM Endapan dataran banjir di atas endapan pantai dan pematang pantai di atas selang-seling antara BM Endapan pantai dan pematang pantai di atas endapan rawa bakau di
endapan rawa bakau dengan endapan dekat pantai dan laut-dangkal atas endapan dekat pantai dan laut-dangkal
FBM Endapan dataran banjir di atas endapan pantai dan pematang pantai di atas endapan rawa BM Endapan pantai dan pematang pantai di atas selang-seling antara
bakau endapan rawa bakau dengan endapan dekat pantai dan laut-dangkal
FBM Endapan dataran banjir di atas endapan pantai dan pematang pantai di atas endapan dekat
pantai dan laut dangkal di atas endapan rawa bakau BM Endapan pantai dan pematang pantai di atas endapan dekat pantai dan
laut-dangkal di atas endapan rawa bakau
FM Endapan dataran banjir di atas endapan dekat pantai dan laut-dangkal di atas endapan M Endapan dekat pantai dan laut-dangkal
rawa bakau
FM Endapan dataran banjir di atas endapan dekat pantai dan laut-dangkal M Endapan rawa bakau di atas endapan dekat pantai dan laut-dangkal
Danau Batas satuan peta
FM Endapan dataran banjir di atas endapan rawa bakau di atas endapan dekat pantai Pematang pantai 0

dan laut-dangkal
Jalan Sungai Penampang
FM Endapan dataran banjir di atas endapan rawa bakau
B.29
Lokasi dan kedalaman pemboran pada penampang
Endapan dataran banjir di atas selang-seling endapan antara endapan rawa 9.20
FM
bakau dengan endapan dekat pantai dan laut-dangkal
5 Garis kontur kedalaman endapan kipas aluvium 5,8,10 meter

Gambar 2.Peta geologi Kuarter lembar Rengasdengklok dan Sadari, Jawa (Subiyanto, 1989)

140 JSDG Vol. 21 No. 3 Juni 2011


FC FCF C F FM FCM FM FBM CM FCM FBM BM FM CM FCM BM FBM CBM FCM FM FBM CM FBM FCM FM M M BM BM

B B
F C M
C C C C
C B F C C
C B C B
B M
B
C B
C
M
M M
M
M M
M

Acl Acl M M
M M
Acl

LEGENDA PENAMPNAG TEGAK DAN PENAMPANG IDEAL


LEGEND OF CROSS SECTION AND IDEALIZED SECTION

F
Endapan dataran banjir
Floodplain deposits Garis kedalaman 10 m untuk legenda tipe penampang
Depth line for profile type legend

TRUE NORTH
C
Endapan sungai
Channel deposits 5,8, dan10 m. Garis kedalaman endapan Holosen Dini 0 1 2 3 4 5 km
B Endapan pantai dan pematang pantai 5 8 10 dan lebih tua
Beach and beachridge deposits SUDUT G-M 1960
5,8, and10 m. Depth line of Early-Holocene and G-M ANGLE 1960
M Endapan rawa bakau 1° 30’
Mangrove swamp deposits older deposits

GRID NORTH
MAGNETIC NORTH
M Endapan dekat pantai dan laut-dangkal
Nearshore and shallow marine deposits KONVERGENSI GRID DI PUSAT PETA 0°15’
Acl Endapan Holosen Dini dan lebih tua CONVERGENCE FOR THE CENTRE OF SHEET 0°15’
Early-Holocene and older depostis

C
JS
8
J.5 J.16 J.12 J.6 K.6 K.9 K.11 K.5 K.3 K.2 K.4 K.8 G.3 G.29 G.41 G.28 G.27 H.5 H.7 H.6
6 D
6
4
4
2
C F 2
F F
0 C F F
C B B
C C B B 0
B
-2 M M
M M -2
M
-4 M
M -4
M
D

JSDG Vol. 21 No. 3 Juni 2011


-6 M M
Acl -6
-8 M
Acl
-8
-10 Acl
-10
A CITARUM
8 E.3 F.40 F.13 F.21 F.17 F.18 F.8 F.7 F.44 F.28 B.25 B.27 B.26 B.2 B.18 B.17 E.2 E.3 B.1
6 B
6
4
F
F
2 4
C F C
G
C 2
0 C C F
C F B F B
B M B M
M M B 0
-2 M M
M
M -2
-4 Acl

-6 M M M -4
M
M -6
-8
PENAMPANG -8
-10
CROSS SECTION
-12 -10
SEKALA (SCALE) : MENDATAR (HORIZONTAL) 1 : 50.000
TEGAK (VERTICAL) 1 : 250 -12
Geo-Sciences

Gambar 3. Penampang ideal dan korelasi serta sayatan penampang geologi Kuarter lembar Rengasdengklok dan Sadari, Jawa (Menurut Subiyanto, 1989)

141
Geo-Sciences
Litologi jenis fasies endapan sungai lainnya adalah Material utama yang menyusun Fdb. 1 terdiri dari
terdiri dari pasir halus yang menghalus ke arah lempung, lanauan, berwarna abu-abu tua kehijauan
tengah dan kembali mengkasar ke arah atasnya dengan tebal mencapai lebih dari 2,50 meter,
(finning to coarsening upwards) dengan ketebalan berhamburan sisa-sisa tumbuhan dan kandungan
lapisan antara 2,75 hingga 3,05 meter (lokasi lapisan organik tipis antara 1-2 cm, terkadang
pemboran 2, 3, dan 4/ Gambar 4), dan selanjutnya terlihat galian binatang (bioturbation structures)
disebut sebagai Fas. 2. Bagian bawah Fas. 2
(lokasi pemboran 6 dan 7/ Gambar 4). Fdb. 2
dicirikan oleh bidang erosi permukaan (erosional
dicirikan oleh perselingan lempung dan lanau dengan
surfaces) oleh pasir berukuran sangat kasar hingga
kerakal, dan indikasi tersebut dapat dijadikan tebal antara 3,10 hingga 3,85 meter (lokasi
sebagai bukti bahwa alur sungai telah mengalami pemboran 1, 5, 6, 7, 8, dan 9/ Gambar 4). Lempung
perpindahan. Sedimen ini berwarna abu-abu gelap umumnya terletak di lapisan bawah berwarna abu-
hingga coklat kelabu, terpilah sedang hingga buruk, abu muda hingga abu-abu kehitaman, lengket,
menyudut tanggung hingga membulat, lepas dan bercak kuning dan merah, mengandung sisa
agak lengket, berlaminasi tidak lurus (irregular tumbuhan dengan lapisan tipis organik atau lignit
laminations), sisa tumbuhan ± 2 % dengan setebal 1-2 cm. Sedangkan lapisan atas Fdb. 2
perakaran segar, berlapis tipis lempung abu-abu cenderung dikuasai oleh lanau, lempungan, abu-abu
antara 1-2 cm, dan memiliki kandungan mineral hitam hingga kecoklatan, agak kaku dan lengket,
yang sama dengan Fas. 1. Jenis alur sungai lainnya banyak bercak coklat, konkresi hitam, mengandung
JS
adalah litologi yang berasal dari aktifitas Citarum sisa tumbuhan dan lapisan tipis organik. Bagian atas
Resen (Fas. 3), terdiri dari pasir kasar hingga
litologinya berangsur mengkasar terdiri dari lanau
medium, berwarna abu-abu kecoklatan hingga
pasiran, masih mengandung konkresi hitam,
kuning kelabu, membulat hingga membulat
tanggung dan langka akan kandungan organik dan kandungan sisa tumbuhan dan kandungan organik
sisa tumbuhan. semakin berkurang, sangat lengket dan kompak.
Hasil pelimpahan alur Citarum Resen yang terbentuk
Bagian atas selang pengendapan Fas. 1 dan Fas. 2 di bawah permukaan (Fdb. 3) terdiri dari lempung
tersebut di atas umumnya mengandung unsur dan lanau dengan ketebalan antara 1,05 hingga
organik, sedangkan potongan-potongan kayu tidak
3,90 meter (lokasi pemboran 1, 2, 3, 4, 5, 7, dan 8/
dijumpai di dalamnya. Warna lapisan pada bagian
D
Gambar 4). Lempung, lanauan, berwarna coklat tua
bawah Fas. 1 adalah terang dan berangsur gelap
menuju bagian atasnya hingga ke bagian tengah Fas. hingga kuning kecoklatan ke arah bawah lebih gelap
2, dan kembali terang selama pembentukan bagian yaitu berwarna abu-abu kecoklatan, kaku ketika
atas Fas. 2. Didasari pada meluas dan menyusutnya kering, kandungan humus dan akar relatif kecil
suatu alur sungai terkait dengan energi aliran, maka kurang dari 1%, konkresi hitam (Fe ?) semakin
ditafsirkan bahwa Fas. 1 termasuk alur sungai yang berkurang ke arah bawah. Lanau ke arah atas
G
meluas yaitu lurus hingga berkelok (low to high mengkasar menjadi lanau pasiran, berwarna coklat
sinuosity channels), sedangkan Fas. 2 cenderung kekuningan, kaku, bercak merah, kadang-kadang
merupakan sistem alur sungai yang menyusut yaitu mengandung akar yang masih segar, padat, mudah
mulai dari berkelok hingga lurus (high to low patah dan kaku.
sinuosity channels), dan sebaliknya sistem alur
Citarum kini berindikasikan sebagai alur sungai yang Lapisan Fdb. 1 hingga Fdb. 3 di atas secara umum
semakin menyusut dibanding tubuh geometri alur memiliki karakter perselingan lempung dan pasir
Citarum purba (Fas. 1 dan 2). terkadang lapisan tipis pasir, dan proses demikian
adalah umum terjadi di daerah dataran banjir. Fasies
Fasies Dataran Banjir (Fdb) tersebut mempunyai batas yang tegas dengan
lapisan organik yang diendapkan di lingkungan rawa,
Fasies dataran banjir yang sumbernya berasal dari dan warna fasies Fdb tersebut cenderung
pelimpahan material sungai ke arah dataran, dipengaruhi oleh kandungan humus namun
dibedakan menjadi: Fdb. 1 yang terkait dengan komposisi butiran klastik lebih dominan, sehingga
proses pembentukan Fas. 1, Fdb. 2 sebagai warnanya menjadi beragam.
pelimpahan Fas. 2, dan hasil pasokan material alur
Citarum kini (Fdb. 3).

142 JSDG Vol. 21 No. 3 Juni 2011


Geo-Sciences
Fasies Cekungan Banjir (Fcb) antara 90 cm hingga 3,20 m. Lapisan lempung
terkadang bewarna abu-abu kekuningan, sangat
Cekungan banjir adalah merupakan wadah atau
lengket, setempat bercak kemerahan dan konkresi
tempat diendapkannya material yang berasal dari hitam. Selain itu fasies ini dicirikan pula oleh
berbagai proses sedimentasi, seperti limpahan alur lempung berwarna abu-abu kebiruan, sangat lengket,
sungai yang kejadiannya tidak rutin, lingkungan keras, beberapa bercak kuning, sedikit perakaran
rawa, pasang surut atau dari longsoran yang sulit halus dan segar setebal 2 meter yang bagian atasnya
ditentukan sumbernya. Cohen drr. (2003) menyebut ditutupi oleh soil. Jenis lempung tersebut ditafsirkan
bahwa lingkungan cekungan banjir adalah sebagai fasies rawa Resen (Fr. 3) (lokasi pemboran 9/
merupakan wilayah dataran rendah, dimana Gambar 4).
pengaruh suplai dari material sungai sangat kecil. Secara umum fasies rawa tersebut di atas tersusun
Jenis fasies ini dijumpai pada interval atas yang oleh lanau organik bersifat lempungan hingga
identik dengan fasies cekungan banjir Citarum Resen lempung organik, langka kandungan pasir, dan
(Fcb. 3). Endapan ini terdiri dari lanau, berwarna berwarna gelap. Kandungan atau prosentase lanau
coklat kekuningan, mengandung konkresi hitam adalah beragam mulai dari sedikit atau ± 5-10 %
(Mn) ± 5 % dan akar halus serta nodul karbonat hingga sedang (±10-20 %), sebaliknya komposisi
setebal 2,30 m (lokasi pemboran 1/ Gambar 4). Fcb. pasir halus langka dijumpai.
3 ini kaya sisa-sisa tumbuhan dan mengandung
bercak-bercak oksidasi, dan ditafsirkan sebagai Stratigrafi
JS
percampuran fasies rawa dan limpah banjir. Selain
Berdasarkan korelasi, rangkaian runtunan stratigrafi
itu, dijumpai lapisan Fcb. 3 yang terdiri atas lanau
daerah Rengasdengklok dan sekitarnya dicirikan oleh
dan lempung tipis setebal ± 20 cm (lokasi pemboran (Gambar 4):
5, 6, dan 7/Gambar 4). Lanau dan lempung
berwarna coklat kekuningan, lengket, agak keras, 1. B e r u l a n g d a n b e r ke m b a n g n y a p r o s e s
sedikit akar halus dan segar. Fcb. 3 ini diduga terbentuknya lingkungan fasies yang sama baik
sebagai pelapukan Fdb. 3 yang secara musiman terhadap Fas, Fdb maupun Fr mengikuti Interval
Periode Pengendapan (IPP) kecuali Fcb yang
berkembang menjadi lingkungan rawa.
hanya terbentuk pada IPP bagian atas.
D
Fasies Rawa (Fr) 2. Setiap IPP ditandai oleh pola dari kumpulan
lapisan fasies pengendapan yang berbeda seperti
Fasies rawa dicirikan oleh lempung, lanau dan
penebalan dan penipisan lapisan atau membaji
gambut yang selanjutnya dapat dibedakan menjadi
termasuk berjari-jemari.
Fr. 1, Fr. 2, dan Fr. 3. Lapisan bawah Fr. 1 terdiri atas
lempung, lanauan, berhumus, kaku, berbau tidak 3. Pada fasies pengendapan yang sama akan tetapi
G
sedap, berwarna abu-abu kebiruan dengan terbentuk pada IPP yang berbeda, akan dicirikan
ketebalan mencapai lebih dari 2,90 meter. Bagian oleh komposisi litologi yang tidak sama.
bawah litologinya ditempati oleh lempung, lengket, Perbedaan komposisi litologi yang dimaksud
dan agak bau, mengandung cangkang tipis moluska diantaranya adalah mengkasar dan
air tawar (lokasi pemboran 9/ Gambar 4). Bagian menghalusnya butiran, warna yang semakin
atas lapisan Fr. 1 terdiri dari gambut, lanau terang atau gelap, kandungan unsur organik, dan
lempungan, berwarna hitam, kaku, bau, didominasi tingkat pelapukan.
sisa dedaunan dan kadang-kadang dijumpai sisa
batang kayu dengan ketebalan antara 2,10 hingga Berdasarkan ciri-ciri stratigrafi tersebut di atas, maka
2,50 meter (lokasi pemboran 5, 6, 7, 8, dan 9/ susunan tubuh sedimen di daerah penelitian dapat
Gambar 4). dibedakan menjadi 3 (tiga) Interval Periode
Pengendapan (IPP A-C), dan korelasi pola IPP
Fr. 2 dicirikan oleh lapisan humus, lempungan tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk
hingga lempungan berhumus, abu-abu kehitaman sehubungan faktor-faktor yang mengendalikan
pada bagian atasnya yang berangsur ke arah bawah proses sedimentasi yang dapat dijelaskan lebih
menjadi lempung, gambutan, abu-abu kehijauan, lanjut, yaitu:
mengandung sisa tumbuhan sekitar 5% (lokasi
pemboran 5, 6, 7, 8, dan 9/ Gambar 4) dengan tebal

JSDG Vol. 21 No. 3 Juni 2011 143


S. Citarum
0m
2
1 2 3
Fas.3 4
J7
G
4 5 4
C
Fcb.3 Fdb.3 6
7 8
6 Fcb.3 6
* Fas.2 9

JSDG Vol. 21 No. 3 Juni 2011


D
B Fdb.2 Fdb.3
8 Fdb.2 Fr.3 8
C
*
* Fas.1 Fdb.2
JS
10 10
A Fr.2
B
Fr.2
12 Fr.1 12
*
A
14 14
Fr.1
Fdb.1 Fas.1
KETERANGAN:
Geo-Sciences

1-9 : Lokasi pemboran Fr 1-2 : Fasies rawa 1-2


A-C : Interval Periode Pengendapan (IPP) Fas 3 : Fasies alur Citarum Resen
* : Batas IPP
Fas 1-2 : Fasies alur sungai 1-2
Fdb 1-2 : Fasies dataran banjir 1-2

Fdb 3 : Fasies dataran banjir Citarum Resen


Fcb 3 : Fasies cekungan banjir Citarum Resen
Fr 3 : Fasies rawa Resen
Gambar 4. Korelasi sedimen bawah permukaan Daerah Rengasdengklok, Karawang

144
Geo-Sciences
Proses terbentuknya IPP A yang menghasilkan Fas. satunya adalah disebabkan karena volume air yang
1 dan Fdb. 1 tersebar di bagian tengah sayatan semakin bertambah ketika itu. Akibat pertambahan
penampang, dan diikuti oleh berpindah atau volume air inilah, maka terbentuklah gambut
bergesernya Fas. 1 ke arah barat. Bersamaan sebagai dampak dari meluas dan mendalamnya
dengan berpindahnya alur sungai tersebut diikuti lingkungan rawa. Bertambah dan berkurangnya
oleh semakin meluasnya lingkungan rawa, dan volume air telah diketahui dan dimaklumi sebagai
gejala tersebut terbukti dengan diendapkannya akibat dari pertambahan atau pengurangan dari
lapisan gambut pada Fr. 1. Fas 1 yang mengalami tingkat kelembaban atau kebasahan (humidity)
pergeseran kelihatannya semakin meluas, terbukti mengikuti sirkulasi iklim. Perlmutter dan Matthews
dari alur sungainya yang membentuk pertumbuhan (1989) dalam studi siklus stratigrafinya menyatakan
lapisan secara lateral pada bagian atasnya. bahwa, meluas dan menyusutnya lingkungan rawa
Kemudian, lingkungan rawa yang menghasilkan Fr disebabkan oleh berubahnya iklim, dan apabila iklim
2 pada bagian atasnya semakin berkembang pula, menuju optimum lingkungan tersebut akan meluas.
sebelum akhirnya Fas 1 mengalami pergeseran Sebaliknya apabila iklim menuju minimum maka
kembali membentuk Fas. 2. Pergeseran alur sungai lingkungan rawa akan menyusut.
tersebut dicirikan oleh perbedaan bentuk tubuh
Selain itu, kejadian pergeseran Fas. 1 ke arah barat
alurnya dan permukaan erosi di bagian bawah Fas.
lebih disebabkan karena wilayah aliran sungai di
2, sebaliknya lingkungan rawa menyusut dan
tempat tersebut merupakan dataran aluvial hingga
digantikan oleh terbentuknya fasies dataran banjir
rawa yang dipengaruhi oleh pasang-surut, terbukti
JS
(Fdb.2). Rangkaian periode pengendapan tersebut
dengan diketemukannya cangkang tipis moluska air
termasuk IPP B. Posisi alur sungai Citarum kini
tawar. Bergesernya alur sungai pada kondisi
telah mengalami pergeseran dari alur sungai
demikian lebih disebabkan karena energi aliran
sebelumnya (Fas 2), dan ditandai pula oleh
sungai ketika itu mencapai maksimum atau pada
berkembangnya lingkungan rawa secara lokal (Fr.
kondisi iklim menuju optimum, sehingga alur sungai
3) di bagian timur yang berjari jemari dengan fasies
dengan mudah berpindah dan membentuk alur baru.
pelimpahan alus sungai (Fdb. 3). Fdb. 3 tersebut
Oleh karena itulah, pada bagian bawahnya tidak
selanjutnya ditutupi oleh fasies cekungan banjir
dijumpai permukaan erosi yang umum dijumpai
(Fcb. 3) yang sebelumnya berkembang secara
pada suatu pergeseran alur sungai yang membentuk
setempat di bagian timur. Urut-urutan runtutan
endapan dasar sungai baru. Meluasnya lingkungan
D
fasies pengendapan tersebut adalah termasuk
fluviatil secara lateral dan vertikal termasuk
kumpulan sedimen IPP C.
bergesernya alur sungai dan beralihnya lingkungan
Hubungan antar lapisan di atas dalam stratigrafi dataran banjir, adalah umum terjadi di daerah
dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan untuk dataran rendah rawa (Allen, 1965; Reineck dan
membaca lapisan bumi (science of reading Singh, 1980).
geological strata) seperti kejadian dari naik-
G
Proses sedimentasi yang berlangsung pada IPP B
turunnya tinggian, perubahan alur sungai,
dicirikan oleh semakin berkurangnya volume air yang
menyusut dan meluasnya dataran banjir (Lloyd
menyebabkan lingkungan rawa (Fr. 2) menyusut
Pye, 2004).
digantikan Fdb. 2 yang pasokan materialnya berasal
dari Fas 2. Berkurangnya volume air tersebut
Diskusi dibuktikan oleh mengkasarnya butiran Fas. 2, selain
Per ubahan lateral dan ver tikal Fasies warna litologi yang semakin terang termasuk warna
Pengendapan dari Fdb. 2 dan Fr. 2. Perlmutter dan Mathhews
(1989) mengatakan bahwa beralihnya iklim dari
Secara vertikal, fenomena kondisi lingkungan di optimum ke minimum ditandai oleh butiran alur
awal proses terbentuknya IPP A menunjukkan sungai yang semakin kasar dengan warna yang
aliran sungai (Fas. 1) di bagian tengah sayatan semakin terang. Secara lateral, lingkungan rawa yang
penampang pada lingkungan rawa, dan lingkungan membentuk Fr. 2 dicirikan oleh mendalamnya
rawa tersebut semakin meluas yang menghasilkan cekungan di bagian tengah, ditandai terbentuknya
akumulasi gambut bersamaan dengan wilayah rawa pasang surut yang menghasilkan warna
berpindahnya alur sungai ke arah barat. Rangkaian lapisan fasies endapan tersebut semakin gelap
kejadian terbentuknya IPP A tersebut, salah (berwarna abu-abu kehijauan).

JSDG Vol. 21 No. 3 Juni 2011 145


Geo-Sciences
Pendalaman lingkungan rawa tersebut di atas, dan gerak tektonik vertikal, dan bukan sebagai hasil
permukaan erosi Fas. 2 terhadap Fas. 1, diyakini dari pergeseran alur sungai yang berpindah secara
sebagai akibat dari pengaruh turun-naiknya dasar signifikan (shifting channels), umumnya
cekungan akibat tektonik. Selain itu, terhentinya diakibatkan oleh gerak mendatar (strike-slip
proses pembentukan Fas. 2 yang mengalami fault).
perpindahan ke posisi alur Citarum kini (Fas. 3) dan
berkembangnya Fdb. 3 serta terbentuknya Fr. 3 di Korelasi Waktu
bagian timur adalah sebagai batas bawah IPP C yang
Rangkaian stratigrafi Plistosen Akhir hingga Holosen
dipengaruhi oleh gerak-gerak tektonik. Secara
di Pantai Utara (Pantura) mulai dari Cirebon hingga
vertikal karakter litologi fasies endapan tersebut
Pekalongan yang mengekspresikan dinamika
berindikasikan berkurangnya volume air, terbukti
Kuarternya merupakan bagian dari peristiwa
dengan menyusutnya lingkungan rawa dan
perubahan global dan universal, regional, dan lokal
mengkasarnya butiran sistem fluvial.
(Hidayat drr., 2009; Moechtar drr., 2009; dan
Dari rangkaian stratigrafi tersebut di atas, meluas Poedjoprajitno drr., 2009). Mereka menyatakan
dan menyusutnya lingkungan pengendapan di bahwa tatanan rangkaian stratigrafi endapan
daerah telitian (Gambar 4) dipengaruhi oleh: Plistosen Akhir hingga Holosen di daerah Pantura
mulai dari Cirebon hingga Pekalongan terkait dengan
1. Proses terbentuknya setiap IPP pada hakekatnya
perubahan global muka laut, sirkulasi iklim secara
adalah berhubungan dengan besaran volume air
universal, dan terkait efek tektonik regional dan lokal.
JS
dan turun-naiknya dasar cekungan. Berkurang
Disebutkan pula bahwa tektonik regional sangat
dan menyusutnya volume air adalah mengikuti
berpengaruh, sedangkan perubahan muka laut yang
tingkat kelembaban di bawah pengaruh
sifatnya global tidak terekam secara baik akibat
berubahnya iklim yang menyebabkan meluas dan
dominannya perubahan muka laut lokal yang
menyusutnya lingkungan rawa serta
disebabkan tektonik regional dan lokal. Sebaliknya,
berpindahnya alur sungai. Selain itu, pergeseran
fasies fluvial dapat dijadikan indikator rekaman
lingkungan termasuk alur sungai adalah terkait
kendali perubahan iklim secara universal. Di daerah
pula dengan tidak stabilnya alas cekungan di
penelitian, rekaman berubahnya lingkungan laut
bawah kendali proses tektonik.
tidak terekam, akan tetapi pada bagian bawah IPP B
2. Akhir proses pembentukan IPP A dan awal dipengaruhi oleh pasang surut, kemungkinan proses
D
berlangsungnya proses IPP B adalah sebagai tersebut berkaitan dengan turunnya cekungan yang
respon bahwa ketika itu faktor kontrol iklim menyebabkan berpindahnya posisi alur sungai.
menunjukkan puncaknya yaitu menuju iklim Tektonik regional yang dimaksud terkait dengan sesar
optimum atau fase humid, sedangkan naik yang diperkirakan berarah hampir barat-timur,
terbentuknya IPP C hingga sekarang dikontrol kejadiannya pada Plistosen akhir (?), dan gejala
oleh kondisi iklim menuju minimum. tersebut terdeteksi di sepanjang lintasan Cirebon
G
hingga Pekalongan yang korelasinya di akhir
3. Permukaan erosi adalah sebagai produk awal dari pembentukan IPP A.
alur sungai Fas. 2 akibat bergesernya alur sungai
Fas. 1 yang terbentuk sebelumnya, termasuk Puncak berkembangnya lingkungan rawa berumur
pergeseran Fas. 2 ke Fas. 3 sebagai indikasi Holosen di daerah stabil adalah identik dengan
bergeraknya alas cekungan akibat tektonik. Efek puncak sirkulasi iklim pada posisi iklim optimum,
tektonik tersebut kemungkinan berkaitan dengan dan kondisi tersebut merupakan bagian tengah dari
evolusi terbentuknya cekungan Kuarter di tempat interval proses pengendapan di daerah dataran
tersebut yang dipengaruhi oleh efek gerak vertikal aluvial rawa (Moechtar, 2006b dan 2006c). Karakter
yang kemungkinan berasal dari sesar naik endapan Holosen di dataran aluvial rawa di utara
regional di selatan. Apabila dugaan ini benar, Pangkalan Balai (Sumatra Selatan) memiliki tanda-
maka wilayah tersebut dapat disebut sebagai tanda bahwa proses erosi, transportasi, dan
cekungan turun (subsidence). Oleh karena itulah, pengendapan tidak jauh berbeda dengan proses
perpindahan alur sungai Fas. 1 ke Fas. 2 dan sedimentasi yang terjadi sekarang (Moechtar,
selanjutnya bergeser ke posisi alur Citarum 2006a). Perbedaannya terletak pada meluas dan
sekarang, cenderung merupakan alur sungai yang menyusutnya lingkungan rawa, evolusi tumbuh-
saling berpotongan (stacking channels) akibat tumbuhan, dan tingkat aktifitas alur sungai, dan

146 JSDG Vol. 21 No. 3 Juni 2011


Geo-Sciences
mekanisme tersebut sangat terkait dengan Uraian di atas membuktikan bahwa perubahan
berubahnya iklim yang melibatkan tingkat lingkungan yang terekam dari sedimen Plistosen
kelembaban (Moechtar, 2006a). Meluas dan Akhir hingga Holosen khususnya di wilayah Jawa
menyusutnya dimensi alur sungai di dataran aluvium Utara, daratan Sumatra, dan Dataran Sunda satu
rawa di tempat lain seperti di utara Betung (Sumatra sama lainnya dapat dikorelasikan berdasarkan
Selatan) yang berumur Holosen, juga berkaitan dinamika pembentukannya. Faktor berubahnya iklim
dengan perubahan tingkat kelembaban akibat secara universal dan turun-naiknya muka laut global
berubahnya iklim, termasuk perubahan warna pada dapat direkonstruksi untuk wilayah stabil. Di wilayah
fasies rawa dan persentase kandungan gambut yang dipengaruhi tektonik akan dicirikan oleh
(Moechtar, 2006c). bergesernya lingkungan fluvial dan rawa, sedangkan
di daerah pesisir maju-mundurnya garis pantai akan
Korelasi sistem fluvial berumur Holosen telah
menjadi komplek akibat terganggunya siklus muka
dilakukan di lingkungan S. Musi purba hingga
laut global.
sekarang tepatnya di utara S. Musi sekarang
(Palembang) (Moechtar, 2007a). Berdasarkan
stratigrafi dan pembentukan sedimennya, maka Kesimpulan
runtunan fasies tersebut dapat dikelompokkan n Meluas, menyusut dan bergesernya lingkungan
menjadi 2 interval, dan setiap interval fasies endapan fluvial termasuk alur sungai dan pelimpahannya
dibedakan menjadi 3 sub-inter val fasies berhubungan dengan energi aliran mengikuti
pengendapan. Dikatakan bahwa sedimen Holosen sirkulasi iklim. Selain itu, bergesernya
JS
tersebut dapat dikorelasikan secara kejadian atau lingkungan tersebut juga terkait dengan efek
peristiwa global atau universal. Selama proses tektonik. Sebaliknya, meluas dan menyusutnya
pembentukan fasies dataran banjir dan rawa pada lingkungan rawa semata-mata mengikuti
Interval bawah bagian atas disimpulkan sebagai perubahan iklim yang mengakibatkan
puncak fase iklim optimum yang identik dengan bertambah dan berkurangnya volume air. Dilain
puncak pencairan es, yaitu puncak dari masa pihak, lingkungan cekungan banjir dapat
kelembaban dalam siklus pengendapan Kuarter. dijadikan indikator sebagai lingkungan yang
Sedangkan pada interval bawah bagian bawah dan terbentuk dikala kondisi iklim menuju minimum.
tengah adalah sebagai fase iklim minimum menuju
optimum, sebaliknya sub-interval atas hingga n Perubahan lingkungan fluvial dan rawa berumur
D
interval atas termasuk fase iklim optimum menuju Plistosen Akhir hingga Holosen serta korelasinya
minimum (Moechtar, 2007a). Apabila dikorelasikan di tempat lain khususnya P. Jawa, dapat
dengan sedimen Holosen di daerah penelitian, maka dijadikan indikator untuk merespon siklus
IPP A adalah di bawah kendali fase iklim minimum Milankovitch pada periode siklus precession
menuju optimum, sedangkan IPP B ke C adalah di (21.000 tahunan) dan dapat dijadikan sebagai
bawah kontrol iklim optimum menuju minimum. model berubahnya iklim di daerah tropis karena
G
Oleh karena itu, perubahan iklim daerah sifat peralihannya yang universal tersebut. Oleh
Rengasdengklok dan sekitarnya cenderung menjadi karena itu, IPP A cenderung termasuk sedimen
faktor utama meluas dan menyusutnya lingkungan. yang diendapkan pada Plistosen Akhir sebagai
akhir dari siklus perubahan iklim dari kondisi
Kajian sedimen berumur Holosen di daerah lepas iklim minimum menuju optimum di bawah
pantai dataran Sunda, seperti di lepas pantai P. pengaruh pemanasan, sedangkan IPP B dan C
Bangka dan di Teluk Klabat menunjukkan bahwa adalah sedimen Holosen yang dikontrol oleh
perubahan iklim dan turun-naiknya muka laut, serta awal pembentukan siklus baru dari perubahan
efek tektonik dapat dipantau (Soehaimi dan iklim pada kondisi optimum menuju minimum di
Moechtar, 1999; Hidayat dan Moechtar, 2009). bawah pengaruh pendinginan.
Demikian pula halnya dengan kajian serupa terhadap
efek yang sama terekam pada endapan seumur di
Kepulauan Karimata (Kalbar) (Moechtar drr., 2002a Ucapan Terima Kasih
dan 2002b; Hidayat drr., 2003; Hidayat drr., 2004; Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala
dan Moechtar, 2007b), dan di lepas pantai Sumatra Pusat Survei Geologi, Badan Geologi atas izin dan
Tengah - Kundur (Hidayat drr., 2008). diterbitkannya makalah ini pada Jurnal Sumber
Daya Geologi.

JSDG Vol. 21 No. 3 Juni 2011 147


Geo-Sciences
Acuan
Allen, J.R.L., 1965. A riview of the origin and character of recent sediments. Sedimentology, 5: 89-191.
Achdan, A., dan Sudana, D., 1992. Peta Geologi Lembar Karawang, Jawa, skala 1:100.000. Puslitbang
Geologi, Bandung.
Cohen, K.M., Gouw, M.J.P., and Holten, J.P., 2003. Fluvio-deltaic floodbasin deposits recording differential
subsidence within a coastal prism (central Rhine-Meuse Delta, The Netherlands. In: Blum, M.D.,
Marriott, S.B., and Leclair, S.F. (eds.), Fluvial Sedimentology VII. Int. Assoc. of Sedimentologist,
Blackwell Scientific: 40-68.
Hidayat, S., Moechtar, H., dan Lumbanbatu, U.M., 2003. Fasies pengendapan Kuarter lepas pantai barat
Karimata, Kalimantan Barat. Prosiding Forum Litbang ESDM, Balitbang DESDM: 518-530.
Hidayat, S., Moechtar, H., dan Lumbanbatu, U.M., 2004. Sejarah geologi Plistosen Akhir sebagai indikasi
wilayah stabil berdasarkan proses pembentukan sedimennya (Suatu tinjauan studi peristiwa Kuarter di
cekungan lepas pantai selatan P. Karimata, Kalimantan Barat). Jurnal Sumber Daya Geologi, I (1) : 92-
101.
Hidayat, S., Pratomo, I., Moechtar, H., dan Sarmili, L., 2008. Karakter endapan Kuarter di lepas pantai tepian
Cekungan Sumatra Tengah – P. Kundur. Jurnal Geologi Kelautan, 6 (2) : 80-92.
Hidayat, S., dan Moechtar, H., 2009. Interaksi faktor kendali tektonik, muka laut, dan perubahan iklim di daerah
JS
Teluk (Studi kasus geologi Kuarter di daerah Teluk Klabat, Kab. Bangka Induk, Bangka). Jurnal Sumber
Daya Geologi, 19 (1) : 23-36.
Hidayat, S., Mulyana, H., , Moechtar, H., dan Subiyanto, 2009. Sedimentologi dan stratigrafi aluvium bawah
permukaan di pesisir Cirebon dan sekitarnya. Jurnal Sumber Daya Geologi, 19 (4) : 251-260.
Lloyd Pye, 2004. Cyclostratigraphy : Big Words, Heavy Meaning. http://www.coastvillage.com/
origins/Pye/cyclostratigraphy.htm.: 1-5.
Moechtar, H., 2006a. Karakteristik endapan Kuarter di dataran aluvial rawa utara Pangkalan Balai, Kabupaten
Banyuasin (Sumatra Selatan). Jurnal Sumber Daya Geologi, XVI (1) : 30-40.
D
Moechtar, H., 2006b. Karakter dan proses pembentukan rangkaian fasies endapan Kuarter di Paparan Danau
Maninjau, Kabupaten Agam (Sumatra Barat). Jurnal Sumber Daya Geologi, XVI (1) : 50-59.
Moechtar, H., 2006c. Aplikasi fasies sedimen fluviatil terhadap perubahan iklim global (Studi kasus: ”Geologi
Kuarter dataran aluvium rawa utara Betung, Kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan”). Jurnal Sumber
Daya Geologi, XVI (4) : 220-231.
G
Moechtar, H., 2007a. Evolusi pengendapan sedimen Kuarter di daerah utara Air Musi, Kota Palembang –
Sumatra Selatan. Jurnal Geologi Indonesia, 2 (1) : 1-13.
Moechtar, H., 2007b. Runtunan stratigrafi sedimen Kuarter kaitannya terhadap perubahan global sirkulasi iklim
dan turun-naiknya muka laut di lepas pantai barat Kepulauan Karimata (Kalimantan Barat). Bulletin of
Scientific Contribution, 5 (1) : 11-23.
Moechtar, H., Lumbanbatu, U.M., dan Hidayat, S., 2002a. Geologi Kuarter lepas pantai selatan Pulau
Karimata, Kalimantan Barat. Jurnal Geologi dan Sumbedaya Mineral, XII (126) : 25-35.
Moechtar, H., Lumbanbatu, U.M., dan Hidayat, S., 2002b. Geologi Kuarter lepas pantai utara Pulau Karimata.
Majalah Geologi Indonesia, 17 (1 dan 2) : 30-42.

148 JSDG Vol. 21 No. 3 Juni 2011


Geo-Sciences
Moechtar, H., Mulyana, H., dan Hidayat, S., 2009. Perubahan lingkungan dan karakter sistem pengendapan
Plistosen Akhir – Holosen di dataran pantai Pekalongan, Jawa Tengah. Jurnal Sumber Daya geologi, 19
(6) : 377-395.
Perlmutter, M.A., and Matthews, M.A., 1989. Global Cyclostratigraphy. In: Cross, T. A. (Ed.), Quantitative
Dynamic Stratigraphy, Prentice Englewood, New Yersey: 233-260.
Reineck, H.E. dan Singh, I.B., 1980. Depositional Sedimentary Environments. Springer – Verlag, Berlin, 549 p.
Poedjoprajitno, S., Moechtar, H.., dan Hidayat, S., 2009. Perubahan lingkungan pengendapan hubungannya
dengan tektonik Kuarter (Studi kasus geologi Kuarter di wilayah dataran rendah aluvial hingga sepanjang
Maron – Sikucingkrajan, Kec. Gemuruh, Kab. Kendal (Jawa Tengah). Jurnal Sumber Daya Geologi, 19 (2)
: 107-116.
Subiyanto, 1989. Peta Geologi Kuarter Lembar Rangasdengklok dan Sadari, Jawa, skala 1:50.000. Puslitbang
Geologi, Bandung.
Soehaimi, A., dan Moechtar, H., 1999. Tektonic, sea level or climate controls during deposition of Quaternary
deposits on Rebo and sampur nearshores, East Bangka-Indonesia. Proceedings of Indonesian
Association of Geologist, the 28th Annual Convention: 91-101.
JS
D
G

JSDG Vol. 21 No. 3 Juni 2011 149

Anda mungkin juga menyukai