Anda di halaman 1dari 11

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Studi Kelayakan


Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil
suatu keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha
yang direncanakan. Pengertian layak dalam penilaian ini adalah
kemungkinan dari gagasan suatu usaha yang akan dilaksanakan memberikan
manfaat (benefit), baik dalam arti financial benefit maupun dalam arti social
benefit. Layaknya suatu gagasan usaha dalam arti social benefit tidak selalu
menggambarkan layak dalam arti financial benefit, tergantung dari segi
penilaian yang dilakukan (Ibrahim, 2003).
Sofyan (2003) berpendapat bahwa tujuan yang ingin dicapai dari studi
kelayakan bisnis sekurang-kurangnya mencakup tiga pihak yang
berkepentingan, yaitu :
1. Bagi pihak investor : Studi kelayakan bisnis ditujukan untuk melakukan
penilaian dari kelayakan usaha untuk menjadi masukan berguna, karena
sudah mengkaji berbagai aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan
teknologis, aspek manajemen operasional dan aspek finansial secara
komprehensif dan detail, sehingga dapat dijadikan dasar bagi investor
untuk membuat keputusan investasi secara lebih obyektif.
2. Bagi analisis : Studi kelayakan adalah suatu alat yang berguna dan dapat
dipakai sebagai penunjang kelancaran tugas-tugasnya dalam melakukan
penilaian suatu rencana usaha, usaha baru, pengembangan usaha, atau
menilai kembali usaha yang sudah ada.
3. Bagi masyarakat : Hasil studi kelayakan bisnis merupakan suatu peluang
untuk meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian rakyat baik yang
terlibat secara langsung maupun muncul karena adanya nilai tambah
sebagai akibat dari adanya usaha tersebut.
4. Bagi pemerintah : Dari sudut pandang mikro, hasil studi kelayakan
bisnis ini bagi pemerintah, terutama untuk tujuan pengembangan sumber
daya, baik dalam pemanfaatan sumber-sumber alam (SDA) maupun
6

pemanfaatan sumber daya manusia (SDM) berupa penyerapan tenaga


kerja, selain itu, adanya usaha baru atau berkembangnya usaha lama
sebagai hasil dari studi kelayakan bisnis yang dilakukan oleh individu
atau badan usaha tentunya akan menambah pemasukan pemerintah baik
dari pajak pertambahan nilai (PPN) maupun dari pajak penghasilan
(PPH) dan retribusi berupa biaya perijinan, biaya pendaftaran,
administrasi dan lainnya yang layak diterima sesuai dengan ketentuan
berlaku. Secara makro, pemerintah dapat berharap dari keberhasilan
studi kelayakan bisnis ini mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah
maupun nasional, sehingga tercapai pertumbuhan penduduk domestik
bruto (PDB) dan kenaikan penerimaan per kapita.
Menurut Husnan dan Muhammad (2000), tahap-tahap untuk
melakukan investasi usaha adalah :
1. Indentifikasi
Pengamatan dilakukan terhadap lingkungan untuk memperkirakan
kesempatan dan ancaman dari usaha tersebut.
2. Perumusan
Tahap perumusan merupakan tahap untuk menterjemahkan kesempatan
investasi ke dalam suatu rencana proyek yang konkrit, dengan faktor-
faktor yang penting dijelaskan secara garis besar.
3. Penilaian
Penilaian dilakukan dengan menganalisa dan menilai aspek pasar,
teknik, manajemen dan finansial.
4. Pemilihan
Pemilihan dilakukan dengan meningkatkan segala keterbatasan dan
tujuan yang akan dicapai.
5. Implementasi
Implementasi yaitu menyelesaikan proyek tersebut dengan tetap
berpegang pada anggaran.

2.1.1 Aspek-Aspek Studi Kelayakan


Studi kelayakan bisnis merupakan gambaran kegiatan usaha
yang direncanakan, sesuai dengan kondisi, potensi dan peluang yang
7

tersedia dari berbagai aspek. Dengan demikian, dalam menyusun


sebuah studi kelayakan bisnis, menurut Ibrahim (2003) sekurang-
kurangnya dapat mengkaji aspek-aspek berikut :
a. Aspek Pasar dan Pemasaran
Analisis aspek pasar dan pemasaran bertujuan untuk
memahami berapa besar potensi pasar yang tersedia, berapa bagian
yang dapat diraih oleh perusahaan atau usaha yang diusulkan, serta
strategi pemasaran yang direncanakan untuk memperebutkan
konsumen (Husnan dan Muhammad, 2000). Proses pemasaran
terdiri dari analisa peluang pemasaran, pengembangan strategi
pemasaran, perencanaan program pemasaran, dan pengelolaan
usaha pemasaran (Kotler, 1997).
b. Aspek Teknis dan Teknologis
Aspek teknis bertujuan untuk meyakini, apakah secara teknis
dan pilihan teknologi perencanaan yang telah dilakukan dapat
dilakukan secara layak atau tidak layak (Husnan dan Muhammad,
2000). Pada aspek teknis dan teknologis dipaparkan beberapa
faktor, yaitu penentuan kapasitas produksi, tata letak pabrik,
pemilihan mesin, peralatan dan teknologi untuk produksi (Umar,
2003).
Kapasitas didefinisikan sebagai suatu kemampuan pembatas
dari unit produksi untuk berproduksi dalam waktu tertentu. Tata
letak (layout) atau disebut juga tata ruang, yaitu penempatan
fasilitas-fasilitas yang dipakai di dalam pabrik seperti letak mesin-
mesin, letak alat-alat produksi, jalur pengangkutan, dan seterusnya.
Letak dari berbagai fasilitas tersebut harus dikaji, agar proses
produksi dapat dijalankan secara efektif dan efisien (Umar, 2003).
Pemilihan mesin, peralatan, serta teknologi yang akan
diterapkan dewasa ini hampir tidak dapat dipisahkan. Beberapa
kriteria dalam pemilihan teknologi yang digunakan adalah
kesesuaian dengan bahan baku yang digunakan untuk proses
produksi, keberhasilan penggunaan teknologi di tempat lain,
8

kemampuan tenaga kerja dalam mengimplementasikan teknologi


dan kemampuan mengantisipasi terhadap teknologi lanjutan
(Umar, 2003).
c. Aspek Manajemen Operasional
Manajemen operasional merupakan suatu fungsi atau
kegiatan manajemen yang meliputi perencanaan, organisasi,
staffing, koordinasi, pengarahan dan pengawasan terhadap operasi
perusahaan (Umar, 2003). Menurut Husnan dan Muhammad
(2000), analisis manajemen operasional meliputi deskripsi
pekerjaan yang akan dilakukan, persyaratan untuk melakukan
pekerjaan tersebut dan struktur organisasi perusahaan.
Aspek manajemen operasional juga perlu mengkaji mengenai
legalitas atau apek yuridis dari suatu perusahaan. Hal ini
dimaksudkan untuk meyakini, apakah secara yuridis perencanaan
usaha yang telah dibuat dinyatakan layak atau tidak layak
dihadapan pihak yang berwajib dan masyarakat (Umar, 2003).
d. Aspek Finansial
Aspek finansial membicarakan tentang bagaimana
menghitung kebutuhan dana, baik kebutuhan dana untuk aktiva
tetap maupun dana untuk modal kerja. Analisis aspek finansial juga
membicarakan mengenai sumber dana yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan jumlah dana tersebut, sekaligus
pengalokasiannya secara efisien, sehingga memberikan tingkat
keuntungan yang menjanjikan. Beberapa hal yang dibahas dalam
analisis aspek finansial, antara lain penentuan kebutuhan dan
pengalokasian dana, serta kriteria penilaian investasi (Husnan dan
Muhammad, 2000).
Penentuan suatu keputusan investasi dilihat dari kriteria
penilaian investasi. Kriteria penilaian investasi digunakan untuk
menilai apakah suatu usaha layak untuk dilaksanakan apabila
dipandang dari aspek profitabilitasnya (Husnan dan Muhammad,
2000). Pada umumnya ada beberapa metode yang biasa
9

dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian aliran kas dari


suatu investasi, yaitu metode Net Present Value (NPV), Internal
Rate of Return (IRR), Net Benefit/Cost (Net B/C), Break Even
Point (BEP), Payback Period (PBP) dan analisis sensitivitas (Gray
dkk, 1992).
1) NPV atau Nilai Bersih Sekarang
Nilai bersih sekarang sebuah proposal investasi sama
dengan nilai bersih sekarang arus kas tahunan setelah pajak
dikurangi dengan pengeluaran awal investasi (Keown dkk,
2001).
Nilai bersih sekarang usaha memberikan ukuran nilai
bersih proposal investasi dalam nilai uang pada saat sekarang.
Oleh karena itu semua arus kas didiskontokan kembali ke masa
sekarang, membandingkan selisih antara nilai sekarang arus kas
tahunan dan pengeluaran investasi menjadi tepat.
Perbedaan antara nilai sekarang arus kas tahunan dan
pengeluaran awal menentukan nilai bersih atas penerimaan
proposal investasi dalam nilai uang pada saat sekarang. Jika
NPV proyek lebih besar atau sama dengan nol, maka proyek
tersebut diterima, dan jika ada nilai negatif muncul dalam
penerimaan proyek, maka proyek tersebut ditolak. Jika nilai
bersih sekarang dari proyek nol, maka proyek tersebut
memberikan pengembalian yang sama dengan tingkat
pengembalian yang disyaratkan dan harus diterima.
2) IRR atau Tingkat Pengembalian Internal
Tingkat pengembalian internal ialah tingkat diskonto
yang menyamakan nilai sekarang arus kas bersih masa depan
proyek dengan pengeluaran awal proyek (Keown dkk, 2001).
Kriteria penilaiannya yaitu, jika nilai IRR yang didapat ternyata
lebih besar dari discount factor (DF) yang ditentukan, maka
investasi dapat diterima.
10

3) Net B/C atau Rasio Keuntungan/Biaya sama dengan


Profitability Index (PI)
Rasio keuntungan/biaya atau indeks keuntungan adalah
rasio nilai sekarang dari arus kas bersih pada masa depan
terhadap pengeluaran awalnya. Jika kriteria nilai bersih
investasi sekarang memberikan ukuran kelayakan proyek
dalam nilai uang yang absolut, maka indeks keuntungan
memberikan ukuran relatif dari keuntungan bersih masa
depannya terhadap biaya awal (Keown dkk, 2001).
Kriteria keputusan dengan menggunakan indeks
keuntungan adalah menerima proyek, jika Net B/C lebih besar
atau sama dengan 1,00 dan menolak proyek jika Net B/C
kurang dari 1,00.
4) BEP atau Titik Impas
Titik impas adalah suatu kondisi pada saat tingkat
produksi atau besarnya pandapatan sama dengan besarnya
pengeluaran perusahaan, sehingga pada saat itu perusahaan
tidak mengalami keuntungan maupun kerugian (Mulyadi,
1997).
5) PBP atau Masa Pengembalian Investasi
Setelah mendapat nilai sekarang dari keuntungan bersih,
maka ditentukan pada tahun ke berapa total biaya investasi
dapat tertutupi oleh keuntungan. Semakin cepat tingkat
pengembalian usaha, maka akan semakin baik (Mulyadi, 1997).
6) Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat apa yang
akan terjadi dengan hasil analisis suatu usaha jika terjadi
kesalahan atau perubahan pada perhitungan biaya dan
penjualan. Setiap kemungkinan yang terjadi dilihat
pengaruhnya terhadap usaha. Implikasi dari kondisi tersebut
harus diadakan analisis kembali untuk berbagai kemungkinan
yang terjadi pada kondisi riil. Analisis usaha umumnya
11

berdasarkan pada nilai dari perkiraan-perkiraan yang dapat


terjadi pada masa mendatang (Sutojo, 1983).

2.2. Usaha Kecil Menengah (UKM)


Pembahasan usaha kecil menengah dibatasi dengan mengelompokkan
jenis usaha menjadi dua yaitu usaha industri dan usaha perdagangan.
Pengertian tentang usaha kecil menengah (UKM) di suatu negara tidak
selalu sama, tergantung konsep yang digunakan oleh negara tersebut.
Definisi usaha kecil ternyata sangat bervariasi, di suatu negara berlainan
dengan negara lainnya.
Mengacu pada Undang-undang Nomor 9 tahun 1995, kriteria usaha
kecil dilihat dari segi keuangan dan modal yang dimilikinya adalah:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta (tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha), dan
b. Memiliki hasil penjualan paling banyak 1 milyar per tahun.
Sedangkan untuk kriteria usaha menengah yaitu:
a. Untuk sektor Industri, memiliki total aset paling banyak Rp. 5 milyar,
dan
b. Untuk sektor non-industri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.
600 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; memiliki
hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 3 milyar.
Definisi UKM dalam Kepmenperindag adalah suatu usaha dengan
nilai investasi maksimal Rp. 5 milyar termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha. Sedangkan BPS mengenai jenis UKM berdasarkan jumlah tenaga
kerja yaitu:
a. Kerajinan rumah tangga, dengan jumlah tenaga kerja dibawah 3 orang
termasuk tenaga yang tidak dibayar,
b. Usaha kecil, dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 5 – 9 orang,
c. Usaha menengah, dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 20 – 99 orang.
Bank Indonesia mengacu pada definisi yang sesuai dengan Undang-
undang Nomor 9 tahun 1995 karena kriteria UKM dalam peraturan Bank
Indonesia yang berkaitan dengan pemberian kredit usaha kecil (PBI No.
3/2/PBI/2001) merujuk pada Undang-undang tersebut.
12

2.3. Minyak Wangi (Parfum)


Menurut Romaro (2009), Parfum adalah senyawa kimia dari minyak
wangi, aroma blends, fixatives, dan pelarut yang menghasilkan bau yang
menyenangkan atau menarik kepada siapa pun, apa pun, atau ruang apapun
yang diterapkan, baik secara langsung atau melalui spray. Ini digunakan
terutama bagi wanita atau pria yang ingin menarik pasangan atau ingin
berbau harum untuk acara sosial.
1. Konsentrasi atau komposisi parfum dimulai dengan dasar minyak
parfum, yang alami, hewan, atau sintetis bila disiram minyak ini turun
dengan pelarut parfum yang membuat cahaya dan berlaku. Murni atau
tidak murni, minyak wangi letusan terdiri dari unsur-unsur yang dapat
merusak kulit atau menimbulkan reaksi alergi, sehingga merapuhkan
menambahkan pelarut minyak dan membuat kurang kuat sehingga harus
digunakan pelarut etanol.
2. Tanaman, adalah sumber tertua senyawa minyak wangi dalam parfum,
bunga dan bunga-bunga bagian yang paling lazim digunakan dalam
parfum. Bagian tanaman lain termasuk daun dan ranting; akar, rhizomes,
umbi, benih, buah dan kayu.
3. Hewan, terdapat beberapa jenis, diantaranya :
a. Musk, yang berasal dari kantong kesturi dari Asian rusa kesturi;
b. Civets, juga disebut Musk Civet dan senyawa lemak yang dikenal
sebagai Ambar adalah di antara yang paling lazim digunakan dalam
parfum.
4. Sintetik, diproduksi melalui sintesis organik dari beberapa senyawa
kimia. Calone, Linalool, Coumarin dan terpenes antara sumber sintetis
yang digunakan untuk membuat minyak wangi. Ini dapat menciptakan
bau tidak wajar (tidak ada di alam) dan unsur-unsur yang sangat
berharga yang digunakan untuk membuat parfum.
Senyawa aroma biasanya memburuk dan kehilangan kekuatan dan
kohesi jika disimpan secara tidak tepat untuk jangka waktu yang lama. Oleh
karena itu, akan sangat baik untuk menutup rapat senyawa dalam wadah
aluminium, dan menjauhkannya dari cahaya, panas, oksigen dan zat-zat
13

organik lainnya. Untuk hasil terbaik, wadah ini harus disimpan dalam lemari
es pada suhu sekitar 3-70C.
Parfum ini sangat populer di budaya dunia, begitu banyak sehingga
penggunaannya dan aplikasi yang terus berkembang. Penciuman adalah salah
satu yang paling kuat dan persuasif dari indra manusia, jadi wajar bahwa
parfum akan menarik perhatian kita dalam banyak bidang kehidupan sehari-
hari.
Menurut Duff (2009), parfum adalah sebuah campuran kimia
kompleks dari minyak atsiri, senyawa aroma, fixatives dan pelarut. Terdapat
beberapa kategori berdasarkan pada komposisi kimia dan rasio pelarut
minyak wangi, antara lain :
1. Ekstrak parfum (20-40 persen senyawa aromatik)
2. Eau de parfum (10-30 persen senyawa aromatik)
3. Eau de toilette (5-20 persen senyawa aromatik)
4. Eau de cologne (2-3 persen senyawa aromatik)
Semakin banyak senyawa aromatik yang digunakan semakin lama
baunya akan bertahan. Parfum terdiri dari puluhan bahan sehingga dapat
menjadi sulit untuk menggambarkan efek keseluruhan sebagai satu bau.
Namun, dimungkinkan untuk mengidentifikasi aroma memberikan
kontribusi yang berbeda, serupa dengan orang yang mengetahui anggur bisa
merasakan berbagai rasa dari komposisi.
Parfum aroma umumnya dikategorikan oleh keluarga olfactive seperti
bunga (Cukup jelas), Chypre (digunakan untuk menggambarkan aroma
seperti aprikot), Fougre (berkayu atau aroma herbal), kulit (madu,
tembakau, atau kayu aroma tar), kayu (seperti cendana, cedar atau nilam),
ambers (vanili atau aroma binatang) dan jeruk (aroma menyegarkan).

2.4. Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan


Chaerunnisa (2007) meneliti tentang kelayakan usaha penggilingan
gabah di desa Cikarawang, Bogor. Analisis kelayakan usaha ini mencakup
lima aspek, yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis,
aspek manajemen dan operasional serta aspek finansial. Selain itu dilakukan
analisis sensitivitas untuk usaha ini, yaitu perubahan harga input operasional
14

10 persen, dan penurunan volume penjualan 10 persen, dimana hal tersebut


dimaksudkan untuk mengetahui sampai seberapa besar pengaruh
peningkatan dan penurunan tersebut terhadap kriteria-kriteria finansial.
Selain untuk menganalisis kelayakan usaha penggilingan gabah,
penelitian ini juga bertujuan untuk merekomendasikan langkah-langkah
implementasi pendirian usaha penggilingan gabah dengan pendekatan
kolaboratif. Tahapan yang dilakukan dalam pendekatan kolaboratif yaitu
dengan sosialisasi metode Participatory Rural Apprasial (PRA) yang
termasuk ke dalam Participatory Action Research (PAR) dan identifikasi
potensi ekonomi desa. Tahap selanjutnya pemilihan kelompok tani, tahap
ketiga membuat kesepakatan untuk mengadakan pertemuan-pertemuan
antara tim peneliti dengan anggota kelompok tani. Tahap keempat
menggunakan teknik-teknik Focus Group Discussion (FGD), dan tahap
kelima merupakan tahap perumusan masalah.
Hasil dari aspek pasar dan pemasaran menunjukkan bahwa di Desa
Cikarawang masih terdapat peluang yang sangat besar untuk mendirikan
penggilingan gabah, peluang tersebut 400–800 ton gabah kering giling.
Aspek teknis dan teknologis dijelaskan bahwa rencana investasi, letak, tata
letak, kapasitas produksi ekonomi, rencana produksi telah dibuat dan tinggal
dilaksanakan. Dari segi aspek manajemen operasional dan dampak usaha,
bahwa dampak yang terjadi akan lebih cenderung kepada banyaknya
manfaat yang akan diperoleh masyarakat. Analisis kelayakan finansial
menghasilkan nilai kriteria investasi cukup besar, dimana NPV bernilai Rp.
254.889.000,00, IRR 40,8 persen, Net B/C atau PI adalah 8,45 dan PBP
adalah 0,8 tahun. Semua analisis kelayakan menunjukkan bahwa
penggilingan gabah di Desa Cikarawang yang akan dikelola oleh Kelompok
Tani Hurip layak untuk didirikan.
Analisis sensitivitas yang dilakukan dengan skenario kenaikan dan
penurunan harga input operasional dan volume penjualan 10 persen
menghasilkan nilai NPV Rp. 213.709.000,00, IRR 40,4 persen, nilai Net
B/C adalah 7,23 dan PBP 1 tahun, maka dapat disimpulkan bahwa usaha ini
tidak sensitif terhadap perubahan-perubahan yang terdapat dalam skenario.
15

Hendra (2002) meneliti mengenai analisis kelayakan usaha pengolahan


limbah kayu menjadi briket arang pada PT Wasta Guna Lestari. Analisis
kelayakan ini mencakup lima aspek, yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek
teknis dan produksi, aspek manajemen dan aspek keuangan. Selain itu
dilakukan analisis sensitivitas dari usaha ini, yaitu terhadap perubahan
produksi, harga jual dan tingkat suku bunga. Analisis aspek pasar
menunjukkan adanya peluang pasar pembuatan briket arang, akibat semakin
langka dan mahalnya minyak tanah. Hasil analisis berdasarkan aspek teknis
dan produksi menunjukkan bahwa lokasi proyek memenuhi syarat teknis
dan non-teknis. Dekatnya bahan baku utama untuk usaha ini, sikap
masyarakat yang mendukung keberadaan PT XIP yang sudah lama berdiri
memenuhi kriteria untuk usaha pembuatan briket arang kayu.
Hasil analisis pada aspek manajemen dapat disimpulkan, bahwa
manajemen yang ada sekarang perlu diperbaiki pada peningkatan skala
usaha yang direncanakan, maka memiliki risiko kegagalan akan tinggi.
Berdasarkan hasil analisis aspek keuangan, usaha pembuatan briket arang di
PT WGL layak untuk dilaksanakan. Nilai NPV, PI, IRR dan PBP yang
memenuhi kriteria kelayakan investasi, dimana NPV proyek bernilai positif,
IRR lebih besar dari tingkat diskonto, PI lebih besar dari satu dan PBP lebih
cepat dari yang ditetapkan perusahaan. Hasil analisis sensitivitas pada skala
usaha 20.000–30.000 kg menunjukkan penurunan produksi 1 persen
menyebabkan usaha tidak layak pada tingkat suku bunga deposito 13 persen,
karena ada kriteria investasi yang tidak terpenuhi, yaitu IRR kurang dari 13
persen dan jika terjadi perubahan suku bunga menjadi 15 persen, maka
usaha ini menjadi tidak layak.

Anda mungkin juga menyukai