Anda di halaman 1dari 22

ISLAM PERIODE MODERN

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Pengantar Studi Islam Program Studi Ekonomi Syariah

Semester II

Oleh : Kelompok 2

Muh. Syahril Setiawan (602022019176)


Selvi Dayanti (602022019181)
Risal (602022019186)
Nursilawati (602022019192)
Nurul Azizah Rusdi (602022019
Armansyah Saputra (602022019
Muhammad Abdillah (602022019

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia Nya, sehingga kami dapat menyelasaikan makalah untuk bahan
mata kuliah Pengantar Studi Islam.

Dalam makalah ini kami sebagai penulis sekaligus penyusun makalah


menyajikan persoalan mengenai “Islam Periode Modern”.

Walaupun sudah berusaha semaksimal mungkin, namun kami menyadari


bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penulisan untuk masa
yang akan datang.

Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami sendiri
maupun para pembaca serta dapat menambah wawasan kita semua.

Bone, 4 Meil 2020

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kolonialisme Barat Terhadap Dunia Islam


Kolonialisme menurut Oxford English Dictionary berasal dari kata Romawi
“Colonia” yang berarti “tanah pertanian” atau “pemukiman”, dan mengacu kepada
orang Romawi yang bermukim di negeri-negeri lain tapi masih memepertahankan
kewarganegaraan meraka[2] yang berarti suatu usaha untuk untuk mengembangkan
kekuasaan suatu negara diluar wilayah negara tersebut. Kolonialisme pada umumnya
bertujuan untuk mencapai dominasi ekonomi atas sumber daya alam, manusia, dan
perdagangan di suatu wilayah. Wilayah koloni umumnya adalah daerah-daerah yang
kaya akan bahan mentah untuk keperluan negara yang melakukan kolonialisme.[3]
a) Bentuk – Bentuk Kolonialisme Barat
Bentuk bentuk penjajahan barat terhadap dunia islam termasuk di Indonesia di
latar belakangi oleh terjadinya perang salib. Negara-negara Barat seperti Inggris,
Perancis, Spanyol, Italia, Rusia dan lain-lain memang mempunyai teknologi militer
dan industri perang yang lebih canggih dibandingkan dengan negara Islam, sehingga
mereka tidak segan-segan untuk menyerang dan mengalahkan wilayah-wilayah yang
berada di bawah kekuasaan Islam.
Dari awal penjajahan Barat yaitu perang salib umat Islam telah kehilangan
berbagai daerah yang semula telah dikuasai Islam, yang kemudian jatuh ke tangan
orang Kristen, yang sukar untuk dikembalikan kembali. Jadi pada perang salib ini
telah terjadi penaklukan dan penyerangan yang dilakukan oleh negara Barat untuk
merebut wilayah-wilayah kekuasaan Islam.
Di setiap tempat yang terdapat Islam, tidak ada kelanggengan bagi pilar-pilar
sistem pemerintahan otoriter. Setiap tempat yang dihuni Islam, akan menjadi tanda
perlawanan terhadap segala bentuk kezaliman dan kekejaman penjajahan dan
eksploitasi, penghinaan dan peremehan terhadap manusia, serta perlawanan terhadap
poros yang dikuasai sistem pemerintahan sewenang-wenang di dunia kontemporer .
Invasi Eropa terhadap dunia Islam tidak pernah sama, tetapi selalu secara
menyeluruh dan efektif. Penetrasi Barat terhadap dunia Islam di Timur Tengah
pertama-tama dilakukan oleh dua bangsa Eropa terkemuka, Inggris dan Perancis.
Inggris terlebih dahulu mencoba menguasai kerajaan Mughal India. Selama
pertengahan terakhir abad ke-18, para pedagang Inggris telah memantapkan diri di
Benggali. Rentang waktu antara 1798 – 1818, dengan perjanjian atau aksi militer,
pemerintahan kolonial Inggris tersebar ke seluruh India, kecuali lembah Indus, yang
baru menyerah pada tahun 1843 – 1849.
Sementara itu Perancis merasa perlu memutuskan hubungan komunikasi
antara Inggris di barat dan India di timur. Oleh karena itu, pintu gerbang ke India,
yakni Mesir berhasil ditaklukkan dan dikuasai oleh Napoleon Bonaparte pada tahun
1798 M. Alasan lain Perancis menaklukkan Mesir adalah untuk memasarkan hasil-
hasil industrinya. Mesir, di samping mudah dicapai dari Perancis juga dapat menjadi
sentral aktivitas untuk mendistribusikan barang-barang ke Turki, Syiria hingga ke
timur jauh.[4]
Pada tahun 1799 M., Napoleon Bonaparte meninggalkan Mesir karena situasi
politik yang terjadi di negara tersebut. Ia kemudian menunjuk jenderal Kleber
menggantikan kedudukan Napoleon di Mesir. Dalam suatu pertempuran laut antara
Inggris dan Perancis, jenderal Kleber kalah dan meninggalkan Mesir pada tahun 1801
M., dan di Mesir terjadi kekosongan kekuasaan.
Kekosongan tersebut dimanfaatkan oleh seorang perwira Turki, Muhammad Ali
dengan didukung oleh rakyat, berhasil megambil alih kekuasaan dan mendirikan
dinasti. Pada masa itu Mesir sempat menegakkan kedaulatan dan melakukan beberapa
pembeharuan, namun pada tahun 1882 M. dapat ditaklukkan kembali oleh Inggris.
Faktor utama yang menarik kehadiran kekuatan-kekuatan Eropa ke negara-
negara muslim adalah ekonomi dan politik. kemajuan Eropa dalam bidang industri
menyebabkannya membutuhkan bahan-bahan baku, di samping rempah-rempah.
Mereka juga membutuhkan negeri-negeri tempat memasarkan hasil industri mereka.
Untuk menunjang perekonomian tersebut, kekuatan politik diperlukan sekali. Akan
tetapi persoalan agama seringkali terlibat dalam proses politik penjajahan barat atas
negeri-negeri muslim. Trauma Perang Salib masih membekas pada sebagian orang
barat, terutama Portugis dan Spanyol, karena kedua negara ini dalam jangka waktu
lama, berabad-abad berada di bawah kekuasaan Islam.[5]

b) Dampak Kolonialisme Barat Terhadap Islam


1. Dampak Kolonialisme Barat Dalam Bidang Budaya
Dampak kolonialisme sangat berpengaruh sekali dalam dunia Islam, misalnya
adalah negara Turki, Turki adalah negara pertama yang dijajah oleh Eropa karena
dilihat dari letak geografisnya sangatlah dekat dengan benua eropa. Dan Turki adalah
salah satu negara yang telah terpengaruh oleh kolonialisme barat, baik dalam bidang
ekonomi, politik, budaya, sosial, maupun agama.
Bukan hanya turki yang telah dijjajah oleh Bangsa Barat,akan tetapi negara
Islam yang lainnya pun merasakan penajajahan bangsa Eropa, 1882 Mesir diduduki
Inggris, 1881-1883 Tunisia diserbu Perancis, 1898 Sudan ditaklukkan Inggris, 1912
Marokko diserbu Perancis dan Spanyol. Dan masih banyak negara-neagra yang
dijajah oleh Barat.[6]
Kolonialisme barat yang membawa tiga misi yaitu : God (Tuhan/Agama),
Gold (Kekayaan), dan Glory (Kemewahan) tidak henti-hentinya mendoktrin pikiran-
pikiran masyarakat pada masa itu, dan masih terasa sampai sekarang, dan akibat dari
itu semua sangatlah banyak pengaruhnya. Para kolonialisme juga telah merusak
paradigma dan dampak yang paling jelas terlihat yaitu pada gaya hidup masyarakat
muslim, contohnya 3F yaitu : Fun (kesenangan), Food (makanan) dan Fashion (cara
berpakaian).[7]
Masyarakat jaman sekarang telah tergiur oleh produk-produk luar negeri yang
mungkin memang kuallitas mereka lebih tinggi di bandingkan produk dalam negeri,
sadar atau tidak, maraknya produk-produk luar negeri telah menjajah perpasaran
negara-negara lain, khususnya Indonesia, negara yang mayoritas muslim telah lama
dicekoki oleh produk-produk luar yang memakai sistem monopoli dalam proses
perdagangannya. Para kolonialsme ternyata tidak pernah puas akan kejayaan mereka,
keserakahan untuk mendapatkan sesuatu yang merekan inginkan.Gaya berbusana
juga sudah tak sepantasnya masyarakat muslim memakai budaya berbusana barat
(Para kolonialisme), ala westernisasi sudah tercampur aduk dengan gaya busana
orang-orang muslim yang sebenarnya.[8]

2. Dampak Kolonialisme Barat Dalam Bidang Sosial


Ketika sampai di negara-negara Islam, mereka (Negara-negara Kolonial)
menyusun rencana untuk memisahkan generasi muda dari Agamanya. Dalam hal itu,
mereka memilih dua jalan. Pertama, menyebarluaskan nafsu (Seksual) dan membuka
lebar-lebar kran dekadensi moral. Menjadi jelas ketika para penjajah itu menjajah
umat Islam melalui berbagai cara, terlebih dari bidang Agama yang mereka pandang
bahwasanya Agama adalah salah satu penghalang untuk mereka, dan jalan termudah
untuk melawan semua Agama adalah dengan membebaskan pelampiasan hawa nafsu
di tengah-tengah masyarakat dan membuka semua kran untuk mempraktikkan semua
bentuk kerusakan dan kemerosotan akhlak. Itulah jalan yang para penjajah tempuh
secara efektif.
Kemajuan peradaban dan temuan-temuan ilmiah baru, seperti radiao, bioskop
dan lain-lain telah menjadi pengaruh yang kurang baik terhadap moral-moral umat
Islam, banyaknya remaja islam yang terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran para
penjajah.
Yang kedua, tercermin pada orientasi ilmu pengetahuan dan pemikiran, bersamaan
dengan dampak pengaruh pemikiran ilmiah baru ke negara-negara Islam yang cukup
menarik perhatian karena memang ilmu pengetahuan pasti punya daya tarik.
Kemajuan ilmu pengetahuan barubah menjadi sarana pemisahan orang banyak dari
keyakinan akidahnya, dan menjadi perantara bagi pemadaman obor bagi keimanan
agama dalam hati serta pencabutan emosi keagamaan sampai keakar-akarnya.[9]
3. Dampak Kolonialisme Barat Dalam Bidang Ekonomi
Para Kolonialisme barat menggunakan segala cara untuk menghancurkan
Islam, begitu pula dalam bidang ekonomi, misalnya negara India.India, pada masa
kemajuan kerajaan Mughal adalah negeri yang kaya dengan hasil pertanian. Hal ini
mengundang Eropa yang sedang mengalami kemajuan untuk berdagang ke sana. Di
awal abad ke-17 M, Inggris dan Belanda mulai menginjakkan kaki di India. pada
tahun 1611 M, Inggris mendapat izin menanamkan modal, dan pada tahun 1617 M
belanda mendapat izin yang sama.
Kongsi dagang Inggris, British East India Company (BEIC), mulai berusaha
menguasai wilayah India bagian timur, ketika merasa cukup kuat. Penguasa setempat
mencoba mempertahankan kekuasaan dan berperang melawan Inggris. Namun,
mereka tidak berhasil mengalahkan kekuatan Inggris. Pada tahun 1803 M, Delhi,
ibukota kerajaan Mughal jatuh ke tangan Inggris dan berada di bawah bayang-bayang
kekuasaan Inggris. Tahun 1857 M, kerajaan Mughal dikuasai secara penuh, dan raja
yang terakhir dipaksa meninggalkan istana. Sejak itu India berada di bawah
kekuasaan Inggris yang menegakkan pemerintahannya di sana. Pada tahun 1879,
Inggris berusaha menguasai Afghanistan dan pada tahun 1899, Kesultanan Muslim
Baluchistan dimasukkan ke bawah kekuasaan India-Inggris.
Asia Tenggara, negeri tempat Islam baru berkembang, yang merupakan
daerah penghasil rempah-rempah terkenal pada masa itu, menjadi ajang perebutan
negara-negara Eropa. Kerajaan-kerajaan Islam di wilayah ini lebih lemah
dibandingkan dengan kerajaan Mughal, sehingga lebih mudah ditaklukkan oleh
bangsa Eropa.
Kerajaan Islam Malaka yang berdiri pada awal abad ke-15 M di Semenanjung
Malaya yang strategis merupakan kerajaan Islam kedua di Asia Tenggara setelah
Samudera Pasai, ditaklukkan Portugis pada tahun 1511 M. Sejak itu peperangan-
peperangan antara Portugis melawan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia seringkali
berkobar. Pedagang-pedagang Portugis berupaya menguasai Maluku yang sangat
kaya akan rempah-rempah.[10]
Akibat kolonialisme Barat dibanyak negara Islam dalam bidang Ekonomi,
maka tentu sistem perdagangan Barat mau tidak mau sangat berpengaruh buruk
terhadap sistem perdagangan yang telah ada pada masa itu, misalnya “Monopoli”
dalam perdagangan.Dengan adanya monopoli perdagangan tersebut membuat
kehancuran perekonomian yang sebelumnya sudah ada. Seperti dengan masuknya
barang-barang import kenegara jajahannya yang membuat produk-produk local
mengalami kerugian. Ini dikarenakan barang-barang import yang masuk kualitasnya
lebih baik dan harganya lebih murah. Disamping itu barang-barang yang diproduksi
Negara-negara barat bisa diproduksi dengan jumlah banyak karena majunya
perindustrian di eropa yang menggunakan mesin dalam
memproduksinya.Kebanyakan negara Islam sekarang ini hidup dalam
keterbelakangan dan kebingungan, meskipun telah berlalu puluhan tahun lamanya.
Pada saat yang sama, perusahaan-perusahaan Barat mampu memanfaatkan berbagai
kekayaan negara-negara Islam dan memenuhi kantong-kantong mereka dengan harta
milik negara-negara Islam tersebut. Negara-negara Islam masih sangat bergantung
pada hasil produksi dan ilmu pengetahuan (Sains) Barat. Demikian pula, mereka
masih lemah di dunia politik dan mengekor sistem politik Barat.

4. Dampak Kolonialisme Barat dalam Bidang Politik


Politik sebagaimana yang telah kita ketahui adalah cara untuk mandapatkan
sesuatu. Berpijak pada yang kita ketahui ini, bangsa barat yang ingin menguasai
dunia islam tak luput pula dari beragam cara yang mereka gunakan untuk menduduki
dan mengeruk habis kekayaan islam baik dari segi SDAnya maupun dari
SDMnya.Kololnialisme mengetahui bahwasanya daerah-daerah yang diduduki oleh
islam itu terdapat kekayaan yang banyak sekali sehingga mereka ingin menguasai
sepenuhnya seperti minyak bumi, gas alam dan sebagainya, ini merupakan kekayaan
yang melimpah untuk masa depan. Politik yang mereka pakai untuk melumpuhkan
islam adalah menjauhkan orang muslim dari sejarah masa silam (kejayaan islam) dan
meniadakan peran penting ulama dalam kenyataan hidup.
Pada kenyataannya mereka tidak dapat menghilangkan peran ulama secara
total dalam masyarakat, tetapi mereka menggunakan cara lain yakni ulama-ulama
berada di bawah kekuasaan pemerintah dan ulama hanya memainkan peran formal
saja seperti penguburan mayat dan sebagainya yang bersifat formal saja, serta
kehidupan pada ulama dijauhkan atau dikucilkan dari keramaian masyarakat. Dengan
cara inilah mereka dapat menduduki sebagain negara-negara islam yang ada pada saat
ini.Dengan kedua cara ini mereka dapat melumpuhkan islam sampai pada ambang
keputusasaan, tidak hanya sampai disini, kolonialisme menawarkan solusi pada islam
yang pada hakikatnya merupakan tujuan mereka untuk melumpuhkan islam, berupa
ilmu pengetahuan yang kalau dicermati tidak lain untuk menjauhkan kaum muslimin
dari agamanya.[11]
Politik mereka ini mengarah pada kemerosotan dan kerusakan kemanusiaan
yang dapat dikelompokkan dalam dua judul yakni; sistem sosial dan sistem
intelektualSistem sosial, tujuan dari perwujudan dalam hal ini adalah meniadakan
kenyataan akan kemanusiaan sebagai suatu esensi utama dan supra-material yang
secara tragis dilupakan. Seperti kapitalisme dan komunisme – meski beda dalam
bentuk lahirnya – menganggap manusia sebagai binatang ekonomis (economic
animal), yang hanya bertumpu pada pemenuhan kebutuhan material saja.Francis
Bacon “ilmu meninggalkan pencarian kebenaran dan beralih untuk mencari
kekuatan”. Nampak dari apa yang dikatakan Bacon, bahwa agama dan spiritul secara
perlahan ditinggalkan dan secara sadar maupun tidak, manusia mengalami pengucilan
pada arti esensinya. Tak bedanya sepeti binatang, hanya bertumpu pada materi dan
pemuasan hawa nafsu. Inilah politik kolonialisme untuk menghancurkan islam.
Sistem intelektual/ideologi, tidak hanya orang islam yang tertarik pada
pengetahuan, begitupun bangasa barat. Karena intelektual memiliki ketertarikan,
kolonialisme memunculakan ideoliogi-ideologi kontemporer yang menutupi akan
tujuan mereka untuk meniadakan konsep manusia sebagai mahluk utama.
Seperti historisisme, biologisme dan sosiologisme.Historisisme menganggap manusia
sebagai satu-satunya material determinatif yang mengarah pada determinatid
materialisme, yang peranan manusia didalamnya hanya sebagai elemen yang pasif.
Biologisme, yang mengutamakan hukum alam, menganggap manusia seperti binatang
serta menifestasi spiritual kemanusiaan dan kuslitasnya hasnya sebagai penimbulan
dari keadaan fisik manusia, seperti insting binatang. Sosiologisme, menganggap
menusia sebagai tumbuhan yang tumbuh dalam taman lingkungan sosialnya. Paham
ini beranggapan bahwasanya menusia itu bisa mengalami panen hanya apabila taman
itu diubah.Terlihat dari paham-paham kontemporer itu, semuanya bertumpu pada
peniadaan konsep mausia dan mengarah hanya pada materi saja.[12]

5. Dampak Kolonialisme Barat Dalam Bidang Agama


Sejak tahun-tahun pertama dimulainya era penjajahan, negara-negara kolonial
telah bersungguh-sungguh memperhatikan masalah misalkan pemisahan ulama dari
kehidupan bangsa. Mereka berupaya mempengaruhi peran yang dijalankan para
ulama dengan cara menghilangkan identitas mereka yang nyata, atau meminggirkan
mereka seraya memberi peran yang tiada arti, atau membunuh mereka jika
memungkinkan.
Negara kolonial sebuk menjalankan politk tersebut selama bertahun-tahun
lamanya sehingga peran para ulama melemah di banyak wilayah pendudukan.
Keberadaan para ulama terpinggirkan, tak punya otoritas apapun, bahkan tak lagi
menyandang identitas ulama. Para ulama itu tersingkir ketempat-tempat yang sangat
terbatas dan disibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan remeh dan tidak berhubungan
dengan kenyataan hidup, seperti mengurusi orang mati dan pekerjaan-pekerjaan
lainya yang bersifat formal.
Bahkan para penguasa disebagian negeri Islam telah berhasil meminggirkan
para ulama setelah bersusah payah selama bertahun-tahun. Bahkan para ulama itu tak
lagi dapat menjalankan peran rutinya, mengajar. Tentunya, di sebagian negeri yang
kita ketahui dengan baik, mereka (para kolonial) tak mampu mencabut kedudukan
ulama atau menghilangkan secara total pusat-pusat keilmuan para ulama itu. Bahkan
mereka tak mampu melemahkan para ulama sampai batas menjadikan adanya ulama
itu sama dengan tak adanya.Namun, mereka (kolonial) menggunakan cara lain, yaitu
menjadikan para ulama dan pusat-pusat keilmuan berada bahwa kekuasaan penguasa,
kearajaan, dan pemerintahan yang batil.Saat berupaya mealapangkan rencananya
menguasai politik, ekonomi, sosial, dan kebuudayaan, negara-negara Kolonial justru
berbenturan dengan dinding kokoh, yang terbentuk dari keyakinan agama. Tentunya,
tidak semua agama di setiap tempat berdiri menentang intrik penjajahan; misalnya,
Agama yang menyimpang dan agama buatan tangan kekuasaan. Sudah tentu, agama
semacam ini tidak akann menentang kolonialsme.
Sebaliknya, Islam sebagai perlambang kesempurnaan agama, bangkit dengan
benar menentang penjajahan dan menghadapi para kolonial di wilayah-wilayah Islam.
Para penjajah tealh memahami itu lewat berbagai penelitian. Meraka mencobanya di
India, di negara-negara Arab, dan di Iran. Di setiap tempat, perasaan reliigius bangkit
di tengah-tengah umat manusia. Hasilnya, negara-negara kolonial mendapatkan
penghalang yang berarti tegak dihadapan mereka, serta genccar menentang rencana
jahat mereka, Diantaranya adalah “Revolusi tembako” di Iran, geraakan konstitusi,
tragedi berdarah di India dalam menghadapi penjajahan Inggris, dan perlawanan
orang-orang Islam Afganistan terhadap penjajahan Inggris di pertengahan Abad ke-
19. Juga kebangkitan Sayyid Jaaluddin al-Asad Abadi di mesir yang mengguncang
Inggris.

B. Munculnya Upaya Pembaharuan Dalam Islam

Kata yang lebih di kenal untuk pembaharuan adalah modernisasi. Kata


modernisasi lahir dari dunia barat, adanya sejak terkait dengan masalah agama.
Dalam masyarakat barat kata modernisasi mengandung pengertian pemikiran, aliran,
gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi
lama dan sebagainya. Agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat
dan keadan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern.
Pembaharuan Islam adalah upaya untuk menyesuiakan paham keagamaan
Islam dengan perkembangan dan yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
terknologi modern. Dengan demikian pembaharuan dalam Islam ukan berarti
mengubah, mengurangi atau menambahi teks Al-Quran maupun Hadits, melainkan
hanya menyesuaikan paham atas keduanya. Sesuai dengan perkembangannya zaman,
hal ini dilakukan karena betapapun hebatnya paham-paham yang dihasilkan para
ulama atau pakar di zaman lampau itu tetap ada kekurangannya dan selalu
dipengaruhi oleh kecendrunagan, pengetahuan, situasional, dan sebagainya. Paham-
paham tersebut untuk di masa sekarang mungkin masih banyak yang relevan dan
madih dapat digunakan, tetapi mungkin sudah banyak yang tidak sesuai lagi.

Dalam kaitannya dengan itulah, Harun Nasution [1], mendefinisikan


pembaharuan Islam sebagai “pikiran dan gerakan untuk menyesuaikan faham-faham
keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan oleh pengetahuan
dan teknologi modern”. Dengan pengertian itu tampaknya Nasution mengidentik 
pembaharuan Islam dengan modernitas Islam. Kata “modern” berasal dari kata
latin modo, yang berarti “masa kini” atau “mutakhir” [2]. Dari pengertian modern
demikian definisi yang dikemukakan Nasution juga mengandung arti Islam harus
mampu menjawab tantangan yang diakibatkan oleh perkembangan zaman.

Sebagaimana diuraikan di awal tulisan ini bahwa pembaruan Islam merupakan


suatu keharusan bagi upaya aktualisasi dan kontekstualisasi Islam. Berkaitan dengan
hal ini, maka persoalan yang perlu dijawab adalah hal-hal apa saja yang dapat
dijadikan pijakan (landasan) atau pemberi legitimasi bagi gerakan pembaruan Islam
(tajdid). Di antara landasan dasar yang dapat dijadikan pijakan bagi upaya pembaruan
Islam adalah landasan teologis, landasan normatif dan landasan historis.

1) Landasan Teologis

Menurut Achmad Jainuri dikatakan bahwa ide tajdid berakar pada warisan
pengalaman sejarah kaum muslimin. Warisan tersebut adalah landasan teologis yang
mendorong munculnya berbagai gerakan tajdid (pembaruan Islam)[3]. Selanjutnya
masih menurut Achmad Jainuri bahwa landasan teologis itu terformulasikan dalam
dua bentuk keyakinan, yaitu:

Pertama, keyakinan bahwa Islam adalah agama universal (univer-salisme


Islam). Sebagai agama universal, Islam memiliki misi rahmah lil al-‘alamin,
memberikan rahmat bagi seluruh alam.

Universalitas Islam ini dipahami sebagai ajaran yang mencakup semua aspek
kehidupan, mengatur seluruh ranah kehidupan umat manusia, baik berhubungan
dengan hablu min Allah (hubungan dengan sang khalik), habl min al-nas (hubungan
dengan sesama umat manusia), serta habl min al-‘alam (hubungan dengan alam
lingkungan)[4]. Dengan terciptanya harmoni pada ketiga wilayah hubungan tersebut,
maka akan tercapai kebahagiaan hidup sejati di dunia dan di akherat, karena Islam
bukan hanya berorientasi duniawi semata, melainkan duniawi dan ukhrawi secara
bersama-sama[5].

Konsep universalisme Islam itu meniscayakan bahwa ajaran Islam berlaku


pada setiap waktu, tempat, dan semua jenis manusia, baik bagi bangsa Arab, maupun
non Arab dalam tingkat yang sama, dengan tidak membatasi diri pada suatu bahasa,
tempat, masa, atau kelompok tertentu. Dengan ungkapan lain bahwa nilai
universalisme itu tidak bisa dibatasi oleh formalisme dalam bentuk apapun [6].

Universalisme Islam juga memiliki makna bahwa Islam telah memberikan


dasar-dasar yang sesuai dengan perkembangan umat manusia. Namun demikian, tidak
semua ajaran yang sifatnya universal itu diformulasikan secara rinci dalam al-Qur’an
dan al-Sunnah. Oleh karenanya, diperlukan upaya untuk menginterpretasikannya agar
sesuai dengan segala tuntutan perkembangan sehingga konsep universalitas Islam
yang mencakup semua bidang kehidupan dan semua jaman dapat diwujudkan, atau
diperlukan upaya rasionalisasi ajaran Islam.
Senada dengan hal di atas, Din Syamsudin mengatakan bahwa watak
universalisme Islam meniscayakan adanya pemahaman selalu baru untuk menyikapi
perkembangan kehidupan manusia yang selalu berubah. Islam yang universal —
shalih li kulli zaman wa makan— menuntut aktualisasi nilai-nilai Islam dalam
konteks dinamika kebudayaan. Kontekstualisasi ini tidak lain dari upaya menemukan
titik temu antara hakikat Islam dan semangat jaman. Hakikat Islam yang rahmah li
al-‘alamin berhubungan secara simbiotik dengan semangat jaman, yaitu kecondongan
kepada kebaruan dan kemajuan.

Selanjutnya juga dikatakan bahwa pencapaian cita-cita kerahmatan dan


kesemestaan sangat tergantung kepada penemuan-penemuan baru akan metode dan
teknik untuk mendorong kehidupan yang lebih baik dan lebih maju. Din Samsudin
mengatakan bahwa keuniversalan mengandung muatan kemodernan. Islam menjadi
universal justru karena mampu menampilkan ide dan lembaga modern serta
menawarkan etika modernisasi.

Kedua, keyakinan bahwa Islam adalah agama terakhir yang diturunkan Allah
Swt, atau finalitas fungsi kenabian Muhammad Saw sebagai seorang rasul Allah.
Dalam keyakinan umat Islam, terpatri suatu doktrin bahwa Islam adalah agama akhir
jaman yang diturunkan Tuhan bagi umat manusia; yang berarti paska Islam sudah
tidak ada lagi agama yang diturunkan Tuhan; dan diyakini pula bahwa sebagai agama
terakhir, apa yang dibawa Islam sebagai suatu yang paling sempurna dan lengkap
yang melingkupi segalanya dan mencakup sekalian agama yang diturunkan
sebelumnya[7]. Al-Qur’an adalah kitab yang lengkap, sempurna, dan mencakup
segala-galanya; tidak ada satupun persoalan yang terlupakan dalam al-Qur’an.
Keyakinan yang sama juga terhadap keberadaan Nabi Muhammad Saw sebagai Nabi
akhir jaman (khatam al-anbiya’), yang tidak akan lahir (diutus) lagi seorang pun Nabi
setelah Nabi Muhammad Saw, dan risalah yang dibawa Muhammad diyakini sebagai
risalah yang lengkap dan sempurna.
2) Landasan Normatif

Landasan normatif yang dimaksud dalam kajian ini adalah landasan yang
diperoleh dari teks-teks nash, baik al-Qur’an maupun al-Hadis. Banyak ayat al-
Qur’an yang dapat dijadikan pijakan bagi pelaksanaan tajdid dalam Islam karena
secara jelas mengandung muatan bagi keharusan melakukan pembaruan. Di antaranya
surat al-Dluha: 4. “Sesungguhnya yang kemudian itu lebih baik bagimu dari yang
dahulu”, Ayat lainnya adalah surat ar-Ra’d: 11, “Sesungguhnya Allah tidak akan
mengubah apa yang ada pada suatu kaum sehingga mengubah apa yang ada dalam
diri mereka sendiri….”

Dari ayat di atas, nampak jelas bahwa untuk mengubah status umat dari situasi
rendah menjadi mulia dan terhormat, umat Islam sendiri harus berinisiatif dan
berikhtiar mengubah sikap mereka, baik pola pikirnya maupun perilakunya. Dengan
demikian, maka kekuatan-kekuatan pembaru dalam masyarakat harus selalu ada
karena dengan itulah masyarakat dapat melakukan mekanisme penyesuaian dengan
derap langkah dinamika sejarah.

3) Landasan Historis

Di awal perkembangannya, sewaktu nabi Muhammad masih ada dan


pengikutnya masih terbatas pada bangsa Arab yang berpusat di Makkah dan
Madinah, Islam diterima dan dipatuhi tanpa bantahan. Semua penganutnya
berkata: “sami’na wa atha’na”.

Dalam perkembangannya, Islam baik secara etnografis maupun geografis


menyebar luas, dari segi intelektual pun membuahkan umat yang mampu
mengembangkan ajaran Islam itu menjadi berbagai pengetahuan, mulai dari ilmu
kalam, ilmu hadis, ilmu fikih, ilmu tafsir, filsafat, tasawuf, dan lainnya, terutama
dalam masa empat abad semenjak ia sempurna diturunkan. Umat Islam dalam periode
itu dengan segala ilmu yang dikembangkannya, berhasil mendominasi peradaban
dunia yang cemerlang, sampai mencapai puncaknya di abad XII-XIII M, di masa
inilah, ilmu pengetahuan ke-Islaman berkembang sampai puncaknya, baik dalam
bidang agama maupun dalam bidang non agama. Di jaman itu pula para pemikir
muslim dihasilkan. Mereka telah bekerja sekuat-kuatnya melakukan ijtihad sehingga
terbina apa yang kemudian dikenal sebagai kebudayaan Islam.

C. Kondisi Umat Islam Di Masa Ini

Indonesia merupakan negara dengan jumlah umat islam terbesar hampir


diseluruh dunia. Rata-rata masyarakat Indonesia menganut agama islam, meskipun
ada beberapa persen yang masih beragama non-islam semisal Kristen, Katholik,
Budha dan Hindu. Islam merupakan agama yang rahmatallil'alamin, yaitu agama
yang sangat dirahmati dan merupakan agama yang membawa ketenangan dan
kesejukan bagi pemeluknya.

Namun, di era ini banyak ajaran-ajaran islam yang terkadang jauh dari syariat.
Contoh hal kecil saja dalam kehidupan remaja muslim utamanya wanita atau
muslimah yang pada hakikatnya diperintahkan untuk menutup aurtnya secara
keseluruhan kecuali telapak tangan dan wajah, namun pada kenyataannya banyak
muslimah di Indonesia yang menutup aurat hanya sekedar formalitas agar dikenal
orang memiliki agama yaitu islam. Memakai jilbab tetapi pakaian yang dikenakan
sangat tipis, transparan dan membentuk lekuk tubuhnya, sehingga sangat jelas terlihat
oleh kaum laki-laki yang takutnya akan menimbulkan hal yang tidak baik. Hal ini
sangat mencoreng dan melukai keindahan islam.

Lagi, dan lagi. Permasalahan tak cukup sampai disini. Keadaan umat muslim


di Indonesia akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Bukti yang jelas terlihat adalah
didaerah pinggiran, banyak orang-orang dengan keluarganya yang terbengkalai,
hidup pas-pas an, pekerjaan yang hanya sederhana, rumah-rumah yang kecil dan amat
sangat sederhana, sangat meprihatinkan sekali jika melihat kehidupan mereka dan
masyarakat marginal itu kebanyakan adalah seorang muslim. Umat muslim di
Indonesia hidup hanya sebatas untuk hidup saja, hidup hanya berorietasi untuk
berusaha mencari nafkah. Lebih memprihatinkan lagi adalah pendidikan yang seakan
di nomer dua kan. Hal ini terbukti dengan banyaknya anak-anak jalanan, anak-anak
yang menjadi pengamen mereka memiliki orang tua yang notabene adalah seorang
muslim.

Tidak sampai disitu saja, ketika sekarang marak teknologi dan game online,
banyak anak-anak pribumi (Indonesia) yang hanya merasa senang dan berlomba-
lomba bermain dengan game-game tersebut, sementara kaum non islam berlomba-
lomba untuk membuat dan menjual game tersebut. Maka tidak heran jika kebanyakan
orang kaya, pebisnis di Indonesia adalah non-islam, hal itu kembali kepada diri setiap
umat. Permasalahan ini sangat penting dan urgent yang harus segera dituntaskan
utamanya oleh kaum pemuda muslim pemikir yang memiliki tekad untuk mengubah
orientasi umat muslim utamanya di Indonesia. Karena hanya dengan pemuda muslim
sejatilah Indonesia mempu mengubah warna hitam kehidupan umat muslim di
Indonesia menjadi kehidupan dengan warna-warni harmoni kebaikan dan keteduhan
islam.
BAB III

PENUTUP
DAFTAR RUJUKAN
CATATAN KAKI

BAGIAN A
[2]Hhtps/armawanpena/wordpress.com/kolonialisme barat di  dunia islan/2020/04/28
[3] www.hadirukiyah2.blogspot.com
[4] Ali,  Syariati kritik islam atas marxisme dan sesat-pikir barat lainnya, bandung , mizan press, tth.

[5]Ania Looba, Kolonialisme/Pascakolonialisme, Yogyakarta: Bintang Budaya,2003
[6] Ali Khamenei, Perang Kebudayaan, Jakarta : Cahaya, 2005

[7]Sanaki Hujair. Pemikiran Peradaban Islam Masa Modern. UII press. Yogyakarta 2008.
[8]Syamsul Hadi,. 2010. Penjajahan Barat atasDunia Islam dan Perjuangan Kemerdekaan Negara-
negara Islam.

[9]Salahuddin Gani. 2011. Penetrasi Barat terhadap Dunia Islam. www.salahuddingani.blogspot.com 

[10]Mansur. Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah. 2004. Yogyakarta : Global Pustaka Utama.

[11] Murtadha Muthahhari, , Islam dan tantangan zaman, Jakarta : Sadra Press, 2011

[12] Siti Maryam,. SejarahPeradaban Islam: Dari MasaKlasikHingga Modern. 2002. Yogakarta:


LESFI

BAGIAN B
[1] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
Jakarta: Bulan Bintang, 1994, h. 11-12
[2] David B.Guralnik, Websters New World Dictionary of the American
Language, (New York: Warners Book, 1987), h. 387
[3] Jainuri, Ahmad, Landasan Teologis Gerakan Pembaharuan Islam, dalam Jurnal
Ulumul Qur’an, No. 3 Vol. VI. Tahun 1995, Hal. 38
[4] Ibid, hal 38
[5] Lihat, Misalnya, QS. 28: 77
[6] Lihat, Nurcholis madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, Jakarta: Paramadina,
1992. Hal 360-362; Saiful Mizani, (ed), Islam rasional gagasan dan Pemikiran, frop.
Drs. Harun Nasution, Bandung: Mizan, 1996, Hal. 32-33.
[7] Lihat, Maulana Muhammad Ali, The Religion Of Islam, Cairo: The Arab Writer
Publisher & Printers, t.t, Hal. 3

BAGIAN C
https://www.kompasiana.com/1999/5aa518e3cbe52351245c43b2/keadaan-umat-muslim-
saat-ini/2020/04/29

Anda mungkin juga menyukai