Anda di halaman 1dari 245

PENDAHULUAN

Keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan
ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik
dalam meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan
mental masyarakat dimana klien berada (American Nurses Associations).

Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya meningkatkan dan


mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada fungsi yang terintegrasi. Sistem pasien
atau klien dapat berupa individu, keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas (Stuart,
2007).

Menurut UU kesehatan jiwa no. 03 1966 keperawatan jiwa adalah pelayanan


keperawatan profesional didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia
sepanjang siklus kehidupan dengan respons psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan
oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa
(komunikasi terapeutik dan terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa) melalui pendekatan
proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan
masalah kesehatan jiwa klien (individu, keluarga, kelompok, komunitas).

TUJUAN

1. Untuk mengetahui dasar ilmu keperawatan jiwa dari pengertian, etiologi, manifestasi
klinis, dan asuhan keperawatan
2. Untuk mengetahui perbedaan masalah yang ada di keperawatan jiwa
3. Mampu membedakan kasus dalam keperawatan jiwa
RELEVANSI
Seiring berkembangnya waktu peningkatan harapan hidup di Indonesia akan
berdampak pada psikologis dan pemikiran manusia sesuai kemampuan otak yang
bekerja, jika dipaksakan akan berdampak terjadi gangguan mental atau gangguan jiwa.
Gangguan mental atau gangguan jiwa tidak hanya menyerang pada orang dewasa, anak
kecil pun banyak yang mengalami hal tersebut. Oleh karena itu relevansi masalah
kesehatan jiwa akan mengalami proses peningkatan secara terus-menerus ysng ditandai
dengan masalah fisik, gangguan pola pikir yang terus-menerus dipikirkan

Page | 1
BAB I

1.1Trend dan Issue Keperawatan jiwa


Trend atau current issue dalam keperawatan jiwa adalah masalah – masalah yang
sedang hangat dibicarakan dan dianggap penting. Masalah – masalah tersebut dapat
dianggap ancaman atau tantangan yang akan berdampak besar pada keperawatan jiwa baik
dalam tatanan regional maupun global. Ada beberapa trend penting menjadi perhatian
dalam keperawatan jiwa di antaranya adalah masalah berikut :
- kesehatan jiwa dimulai masa konsepsi
- Trend peningkatan masalah kesehatan jiwa
- Kecenderungan dalam penyebab gangguan jiwa
- Kecenderungan situasi di era global
- Globalisasi dan perubahan orientasi sehat
- Kecenderungan penyakit jiwa
- Meningkatnya masalah psikososial
- Trend bunuh diri pada anak
- Masalah AIDS dan NAPZA
- Pattern of parenting
- Perspektif life span history
- Kekerasan
- Masalah ekonomu dan kemiskinan

1.2 Children Psychiatric Nursing


A. DEFINISI
Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya meningkatkan
dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada fungsi yang terintegritasi.
Keperawatan jiwa merupakan bidang spesialisasi praktik keperawatan yang
merupakan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri
secara terapeutik sebagai kaitannya. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu
kesehatan yang berfokus pada kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung

Page | 2
jawab secara keseluruhan dalam membeikan asuhan keperawatan anak. Anak
dikatakan sejahtera jika anak tidak merasakan gangguan psikologis, seperti rasa
cemas, takut, atau lainnya dimana upaya ini tidak terlepas dari peran keluarga.
1. Sudut Pandang Gangguan Jiwa Pada Anak dan Remaja
Berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan, remaja adalah usia yang rentan,
konsep dirinya belum matang, masih terlalu mudah meniru perilaku, kemampuan
analisisnya masih rendah dan kemampuan mengendalikan emosinya pun masih rendah.
Sifat umum yang dimiliki dari anak remaja, yaitu :
a. Spontanitas
Mereka secara spontan melakukan suatu kegiatan tanpa pertimbangan
rasional dan analisa berpikir.
b. Kebebasan
Kebebasan yang dilakukan seorang remaja itu sebagai bentuk
penggambaran dan peniruan tingkah laku dari orang sekitar atau dalam
bentuk lainnya yang mereka tiru, seperti :
 Tawuran
Ketika melihat film berbau kekerasan mereka berkeinginan menjadi
seorang jagoan, kemudian mereka mengumpulkan teman – teman
dan akhirnya menyerang kelompok remaja lain untuk menunjukan
kehebatan mereka.

 Sex bebas
Kurangnya pengawasan orang tua dan terlalu mudahnya mengakses
situs – situs porno membuat mereka memiliki keinginan untuk
mencoba, percobaan pertama menjadi pengalaman menyenangkan
dan akhirnya kecanduan menjadi sebuah pengalaman yang berulang.
 Penyalahgunaan obat
Masa remaja adalah masa transisi, mereka membutuhkan sebuah
pembentukan identitas sehingga ketika ada masalah yang menekan
psikologis mereka, kemudia mereka tidak menemukan seseorang
yang mau membantu meredakan tekanan psikologis, dan akhirnya

Page | 3
menggunakan obat – obatan terlarang seperti narkotika ssebagai
pelarian terakhir mereka.
2. Etiologi Gangguan Psikiatrik Pada Anak – Anak dan Remaja
Tidak ada penyebab tunggal dalam gangguan mental pada anak – anak dan remaja.
Berbagai situasi, termasuk faktor psikologik, dinamika keluarga, dan faktor lingkungan
berkombinasi secara komplek.
a) Faktor – Faktor Psikobiologik
 Riwayat Genetika Keluarga
Seperti autisme, skizofrenia anak-anak, gangguan perilaku.
 Abnormalitas Struktur Otak
Penelitian menemukan adanya abnormalitas struktur orak dan
perubahan neurotransmitter pada pasien yang menderita autism,
skizofrenia anak-anak, dan ADHD.
 Pengaruh Pranatal
Seperti infeksi maternal, kurangnya perawatan pranatal, dan ibu
yang menyalahgunakan zat, semuanya dapat menyebabkan
abnormalitas perkembangan saraf yang berkaitan dengan gangguan
jiwa. Trauma kelahiran yang berhubungan dengan berkurangnya
suplai oksigen pada janin sangat signifikan dalam terjadinya
retardasi mental dan gangguan perkembangan saraf lainnya.
 Penyakit Kronis atau Kecacatan
Dapat menyebabkan kesulitan koping bagi anak.
b) Dinamika Keluarga
 Penganiayaan Anak
Anak yang terus menerus dianiaya pada masa anak – anak awal,
perkembangan otaknya kurang adekuat (terutama otak kiri).
Penganiayaan dan efeknya pada perkembangan otak berkaitan
dengan berbagai masalah psikologis, seperti depresi, masalah
memori, kesulitan belajar, impulsivitas, dan kesulitan dalam
membina hubungan. (Glod,1998)
 Disfungsi Sistem Keluarga

Page | 4
Misalnya, kurangnya sifat pengasuhan, komunikasi yang buruk, dan
perasaan terjebak dengan keterampilan koping yang tidak adekuat
antar anggota keluarga dan model peran yang buruk dari orang tua.
c) Faktor Lingkungan
 Kemiskinan
Perawatan pranatal yang tidak adekuat, nutrisi yang buruk, dan
kurang terpenuhinya kebutuhan akibat pendapatan yang tidak
mencukupi dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan dan
perkembangan normal anak.
 Tunawisma
Anak – anak tunawisma memiliki berbagai kebutuhan kesehatan
yang memengaruhi perkembangan emosi dan psikologi mereka.
 Budaya Keluarga
Perilaku orang tua yang secara dramatis berbeda dengan budaya
sekitar dapat mengakibatkan kurang diterimanya anak-anak oleh
teman sebaya dan masalah psikologik.
3. Jenis Gangguan Jiwa Anak – Anak dan Remaja
Gangguan perkembangan ditandai dengan masalah awal pada tiga area
perkembangan utama : perilaku, interkasi social, dan komunikasi.

a) Retardasi Mental
Muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan gangguan
perkembangan otak yang ditandai dengan nilai IQ dibawah rata-rata orang
normal dan kemampuan untuk melakukan keterampilan sehari-hari yang
buruk.
b) Autisme
Kelainan neurologis dan perkembangan yang dimulai pada kanak-kanak
dan bertahan seumur hidup. Autism dapat mempengaruhi anak dalam
interaksi social, berkomunikasi secara verbal atau nonverbal, serta perilaku.
c) Gangguan Perkembangan Spesifik

Page | 5
Dicirikan dengan keterlambatan perkembangan yang mengarah pada
kerusakan fungsional pada bidang-bidang, seperti membaca, aritmatika,
Bahasa, dan artikulasi verbal.
 Defisit Perhatian dan Gangguan Perilaku Distrutif :
a) Attention Deficit – Hyperactivity Disorder (ADHD)
Dicirikan dengan tingkat gangguan perhatian,impulsivitas, dan
hiperaktivitas yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan. Menurut
DSM IV, ADHD pasti terjadi di sekitarnya dua tempat (mis, rumah dan
sekolah) dan terjadi sebelum usi 7 tahun. (DSM IV, 1994)
b) Gangguan Perilaku
Dicirikan dengan perilaku berulang,disuptif, dan kesengajaan untuk tidak
patuh, termasuk melanggar norma dan peraturan sosial. Sebagian besar
anak-anak dengan gangguan ini mengalami penyalahgunaan zat atau
gangguan kepribadian antisosial setelah berusia 18 tahun. Contoh perilaku
pada anak-anak dengan gangguan ini meliputi : mencuri, berbohong,
menngertak, membolos,dll.
c) Gangguan Penyimpangan Oposisi
Gangguan perilaku yang lebih ringan, meliputi perilaku yang kurang
ekstrem. Perilaku dalam gangguan ini tidak melanggar hak-hak orang lain
sampai tingkat yang terlihat dalam gangguan perilaku. Perilaku dalam
gangguan ini menunjukan sikap menentang, seperti kasar,marah,toleransi
rendah,dll.
 Gangguan ansietas sering terjadi pada masa anak-anak atau remaja dan
berlanjut dewasa
a) Gangguan obsesif kompulsif, gangguan ansietas umum, dam phobia banyak
terjadi pada anak-anak dan remaja, dengan gejala yang sama dengan yang
terlihat pada orang dewasa.
b) Gangguan ansietas akibat perpisahan adalah gangguan masa anak-anak
yang ditandai dengan rasa takut berpisah dari orang yang paling dekat
dengannya. Gejala – gejalanya meliputi seperti menolak untuk sekolah,

Page | 6
ansietas berat terhadap perpisahan dan khawatir tentang adanya bahay pada
orang – orang yang mengasuhnya.
 Skizofrenia
Gangguan mental kornis yang bisa memengaruhi jiwa penderitanya sumur
hidup. Orang dengan skizofrenia sering kali mengalami pengalaman seperti
halusinasi, mendengar suara suara tak berwujud, dan sulit membedakan
mana dunia nyata dan dunia khayalan. Skizofrenia pada anak umumnya
terjadi pada usia 7-13 tahun. Gejala skizofrenia pada anak tidak sama
dengan orang dewasa, karena otak anak masih terus berkembang selama
masa pertumbuhannya sehingga gejalanya bisa berbeda-beda. Contohnya,
ketika anak – anak yang aktif dan mudah bergaul tiba – tiba lebih suka
menarik diri dari lingkungannya dan memilih untuk menyendiri.
 Gangguan Mood
Gangguan mood atau suasana hati ditandai oleh perubahan serius dalam
suasana hati yang menyebabkan gangguan pada aktivitas sehari-hari. Ada
beberapa kondisi utama gangguan mood seperti depresi dan bipolar. Gejala
– jela gangguan mood, meliputi : pikiran dan upaya bunuh diri, kehilangan
minat pada aktivitas yang menyenangkan di masa lalu,
kecemasan,kesedihan, dan adanya perasaan putus asa.
 Gangguan Penyalahgunaan Zat
Diperkirakan 32% remaja menderita gangguan penyalahgunaan zat.
(Jhonson, 1997). Risiko terbesar mengalami gangguan ini terjadi pada
mereka yang berusia antara 15-24 tahun. Pada remaja, perubahan
penggunaan zat dapat berkembang menjadi ketergantungan zat dalam
waktu 2 tahun. Gangguan yang dapat terjadi adalah gangguan mood dan
gangguan ansietas. Tanda dan bahay penyalahgunaan zat pada remaja,
adalah adanya penurunan prestasi akademik, perilaku menjadi agresif,
menarik diri dari keluarga, berhubungan dengan remaja yang juga
menggunakan zat, berbohong.
4. Tanda Gangguan Jiwa Anak-Anak dan Remaja
 Perubahan mood yang berlangsung lama

Page | 7
 Cemas dan takut berlebihan
 Perubahan perilaku ekstrem
 Perubahan fisik, berat badan naik atau turun drastis
 Kurang konsentrasi
5. Penatalaksanaan Gangguan Psikiatrik Pada Anak-Anak dan Remaja
a. Perawatan Berbasis Komunitas (Managed Care)
 Pencegahan Primer
Melalui berbagai program sosial yang ditujukan untuk menciptakan
lingkungan yang meningkatkan kesehatan anak. Contohnya, perawatan
pranatal awalm program intervensi dini bagi orang tua dengan faktor resiko
yang sudah diketahui dalam membesarkan anak, dan mengidentifikasi
anak-anak yang berisiko untuk memberi dukungan pendidikan kepada
orang tuda dari anak-anak.
 Pencegahan Sekunder
Konseling individu dengan program bimbingan sekolah dan rujukan
kesehatan jiwa komunitas, layanan intervensi bagi keluarga yang
mengalami situasi traumatic, konseling kelompok di sekolah, dan konseling
teman sebaya.
 Dukungan Terapeutik bagi Anak – Anak
Diberikan melalui psikoterapi individu, terapi bermain, dan program
pendidikan khusus untuk anak-anak yang tidak mampu berpatisipasi dalam
system sekolah yang normal.
 Terapi Keluarga dan Penyuluhan Keluarga
Untuk membantu keluarga mendapatkan keterampilan dan bantuan yang
diperlukan guna membuat perubahan yang dapat meningkatkan fungsi
semua anggota keluarga.
 Pengobatan Berbasis Rumah Sakit
a. Unit khusus untuk mengobati anak-anak dan remaja, terdapat di rumah
sakit jiwa.

Page | 8
b. Program hospitalisasi parsial, memberikan program sekolah di tempat
yang ditujukan untukmemnuhi kebutuhan khusus anak yang menderita
penyakit jiwa.
 Farmakoterapi
Medikasi digunakan sebagai suatu metode pengobatan. Medikasi
psikotropik digunakan dengan hati – hati pada klien anak-anak dan remaja
karena memiliki efek samping yang beragam.

Page | 9
1.3Community Based Rehabilitation

Pasien psikiatri juga sama dengan penyakit fisik dalam kecendeerungannya untuk
menjadi menjaum sehingga memerlukan perawatan kontinu di rumah sakit atau di rumah.
Rehabilitasi mencakup semua terapi psikiatri non-akut dan terutama untuk mencegah
terjadinya penyakit yang menahun. Model terapi rehabilitasi yang dapat digunakan untuk
membantu seseorang melepaskan diri dari kecanduan dan mengubah perilakunya menjadi
lebih baik adalah :

1. Model Terapi Moral


Model ini sangat umum dikenal oleh masyarakat serta biasanya dilakukan dengan
pendekatan agama/moral yang menekankan tentang dosa dan kelemahan individu.
2. Model Terapi Sosial
Model ini memakai konsep dari program terapi komunitas, dimana adiksi terhadap obat –
obatan dipandang sebagai fenomena penyimpangan sosial. Tujuannya adalah
mengarahkan perilaku yang menyimpang tersebut ke arah perilaku sosial yang lebih
layak.
3. Model Terapi Psikologis
Model ini diadaptasi dari teori psikologis yang menyebutkan bahwa perilaku adiksi obat
adalah buah dari emosi yang tidak berfungsi selayaknya karena terjadi konflik sehingga
pecandu narkoba yang bersangkutan, dimana jika emosinya dapat dikendalikan maka
mereka tidak akan mempunyai masalah lagi dengan obat – obatan.
4. Model terapi budaya
Model ini menyatakan bahwa perilaku adiksi obat adalah hasil sosialiasi seumur hidup
dalam lingkungan sosial atau kebudayaan tertentu.

1)

Page | 10
1.4Technology Based Psychiatric Service
A. Definisi
Telenursing didefinisikan sebagai praktek keperawatan jarak jauh
menggunakanteknologi telekomunikasi. (National Council of State Boards of
Nursing,2011). Teknologi di bidang keperawatan adalah teknologi informasi yang
mengintergrasikan ilmu keperawatan, dan ilmu komunikasi untuk mengelola dan
mengkomunikasikan data, informasi, dan pengetahuan dalam praktek keperawatan.
Telehealth berfokus pada pengiriman, manajemen dan koordinasi pelayanan dan
perawatan. Selanjutnya, ruang lingkup praktek perawatan dan proses keperawatan
adalah sama seperti dalam keperawatan tradisional. (Stowkowski, 2008).
1. Penerapan Telenursing
Terdapat tiga jenis informasi yang akan terolah pada sistem ini antara lain :
 Email : dari pasien yang melaporkan status kesehatan
 Data vital sign : monitoring tekanan darah secara regular, nadi, dan temperature
 Video – mail : yang berfungsi untuk meningkatkan evaluasi pasien. Pasien
mengakses informasi kesehatan pada website. Informasi yang terkumpul
dipusat pelayanan kesehatan dan perawatan akan memutuskan apakah
memberikan perawatan melalui instruksi telenursing atau mengunjungi pasien.
2. Fungsi Telenursing
 Pemantauan pasien yang menderita penyakit kronis
 Koordinasi perawatan untuk pasien dengan penyakit atau kondisi yang rumit
atau banyak co-morbiditas
 Pendidikan pasien untuk mengelola gejala penyakit mereka
3. Keuntungan Menggunakan Telenursing
 Perawat dapat membantu pasien lebih banyak dalam waktu yang lebih singkat
 Tenaga perawat yang diperlukan dapat dikurangi untuk menjangkau lebih
banyak orang
 Kunjungan ke ruang gawat darurat dan rawat inap mungkin berkurang pasien
tidak perlu menunggu lama untuk bisa melihat
 Pasien dapat dipantau lebih dekat

Page | 11
 Call center bisa menjawab pertanyaan yang berada dalam lingkup pasien,
menenangkan pasien sebelum kunjungan ke UGD
 Penyedia dapat berkolaborasi dengan lebih mudah melalui penggunaan
teknologi
 Telenursing dapat meningkatkan kepatuhan pasien untuk perawatan yang telah
ditentukan
4. Kendala Telenursing
 Pasien lebih memilih untuk melihat penyedia layanan kesehatan yang bisa tatap
muka secara langsung
 Pengeluaran biaya awal bisa sangat tinggi
 Kekhawatiran terhadap privacy yang sedang berlangsung
 Keamanan data
 Penggantian penyedia pelayanan (mungkin sulit untuk dilacak dan dibuktikan)

Page | 12
1.5 Psychosocial Problems Among Chronic Illness
A. Konsep Dasar Penyakit Kronis
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung
lama sampai bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan sering kambuh.
(Purwaningsih dan Karbina,2009). Penyakit kronik yang dialami oleh seorang pasien
dengan jangka waktu yang lama dapat menyebabkan seorang klien mengalami
ketidakmampuan contohnya kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau
kegiatan yang baru dirasakan.
1. Sifat Penyakit Kronis
Menurut Wrisht Le (1987) mengatakan bahwa penyakit kronik mempunyai beberapa
sifat diantaranya adalah :
a. Progresif
Penyakit kronik yang semakin lama semakin bertambah parah.
b. Menetap
Setelah seseorang terserang penyakit, maka penyakit tersebut akan menetap pada
individu.
c. Kambuh
Penyakit kronik yang dapat hilang timbul sewaktu-waktu dengan kondisi yang
sama atau berbeda.
2. Dampak Penyakit Kronik terhadap Klien
a. Dampak psikologis, dampak ini dimanifestasikan dalam perubahan perilaku.
Yaitu :
 Klien menjadi pasif
 Tergantung
 Kekanak – kanakan
 Merasa tidak nyaman
 Bingung
 Merasa menderita
b. Dampak somatic
Dampak yang ditimbulkan oleh tubuh karena keadaan penyakitnya. Keluhan
somatic sesuai dengan keadaan penyakitnya.

Page | 13
c. Dampak terhadap gangguan seksual
Merupakan akibat dari perubahan fungsi secara fisik (kerusakan organ) dan
perubahan secara psikologis (persepsi klien terhadap fungsi seksual).
d. Dampak gangguan aktivitas
Dampak ini akan mempengaruhi hubungan sosial sehingga hubungan sosial dapat
terganggu bai secara total maupun sebagian.
3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyakit Kronik
o Persepsi klien terhadap situasi
o Beratnya penyakit
o Tersedianya support sosial
o Tempramen dan kepribadian
o Sikap dan tindakan lingkungan
o Tersedianya fasilitas kesehatan
4. Respon Klien Terhadap Penyakit Kronik
Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon Bio-Psiko-Sosial-
Spiritual ini akan meliputi respon kehilangan. (Purwaningsih dan Kartina, 2009)
a. Kehilangan kesehatan
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat berupa klien
merasa cemas, takut, aktivitas terbatas.
b. Kehilingan kemandirian
Respon yang ditimbulkan dapat ditunjukkan melalui berbagai perilaku
bersifat kekanak-kanakan, ketergantungan.
c. Kehilangan situasi
Klien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari bersama
keluarga dan kelompoknya.
d. Kehilangan rasa nyaman
Gangguan rasa nyaman muncul akibat dari gangguan fungsi tubuh seperti
panas,nyeri,dll.
e. Kehilangan fungsi fisik
Seperti dampak kehilangan fungsi organ tubuh, contohnya klien dengan
gagl ginjal harus dibantu melalui hemodialisa.

Page | 14
f. Kehilangan fungsi mental
Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi mental seperti klien
mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsetrasi.
g. Kehilangan konsep diri
Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah mencakup bentuk
dan fungsi sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional, peran serta
identitas. Hal ini akan mempengaruhi idealism diri dan harga diri rendah.
h. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga
Seperti seorang ayah yang berperan mencari nafkah keluarga karena
mengalami penyakit kronik peran ayah mencari nafkah tidak dapat
terlaksana.
i. Klien menarik diri dari lingkungan
Klien masih berhubungan dengan lingkungan sekitar, tetapi klien malu-
malu dan tidak percaya diri untuk bergaul dengan orang secara
berkelompok. Apabila terganggu total, klien sudah tidak ingin berinteraksi
lagi dengan lingkungan sekitar, klien hanya ingin menyendiri.
5. Perilaku Klien Dengan Penyakit Kronik
Ada beberapa respon emosional yang muncul pada pasien atas penyakit kronis yang
dideritanya oleh klien atau individu. (Purwaningsih dan Kartina,2009).
a. Penolakan (Denial)
Reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis seperti
jantung,stroke, kanker. Atas penyakit yang dideritanya ini, klien akan
memperlihatkan seolah-olah penyakit yang dideritanya tidak terlalu berat
(menolak untuk mengakui bahwa penyakit yang diderita sebenarnya berat)
dan meyakini bahwa penyakit kronis ini akan segera sembuh dan hanya
akan memberi jangka efek pendek.
b. Cemas
Setelah muncul diagnose penyakit kronis, reaksi kecemasan merupakan
sesuatu yang umum terjadi. Beberapa klien merasa terkejut atas reaksi dan
perubahan yang terjadi pada dirinya bahkan membayangkan kematian yang

Page | 15
akan terjadi pada dirinya. Perubahan fisik yang terjadi dengan cepat akan
memicu reaksi cemas pada individu dengan penyakit kanker.
c. Depresi
Rekasi yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis. Kurang lebih
sepertiga dari individu penderita stroke, kanker dan penyakit jantung
mengalami depresi.
6. Respon Keluarga
Keluarga juga mengalami respon yang sama dengan pasien atas penyakit yang diderita
oleh klien atau individu. (Purwaningsih dan Kartina, 2009). Yaitu :
a. Daniel
Keluarga yang tidak siap atau tidak menerima menggap penyakit yang
diderita tidak terlalu berat dan meyakini bahwa penyakit kornis ini akan
segera sembuh dan hanya akan memberi efek jangak pendek.
b. Cemas
Keluarga akan memperlihatkan ekspresi cemas akan diagnose yang telah
divonis oleh pihak medis. Pihak keluarga cemas akan tidak bisa sembuh
penyakit tersebut dan takut ditinggalkan dalam jangka waktu dekat olek
klien.
c. Depresi
Keluarga yang terkejut dan tidak bisa menerima keadaan terhadap situasi
yang dialami klien akan mengalami depresi.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan harus melibatkan kesehatan mental, memantau perkembangan klien,
dan melibatkan keluarga. Klien harus bekerjasama dengan tim kesehatab, percaya
terhadap pengobatan yang diberikan, dan mempunyai keluarga yang mendukung dan
membantu dalam rencana pengobatan. Beberapa prinsip penatalaksanaan klien dengan
kondisi kronis adalah :
a. Pendidikan kesehatan
Menjelaskan kepada klien tentang perjalanan penyakit dan keterbatasan
pengobatan. Pendidikan kesehatan harus langsung pada pendirta dan
keluarga dan harus menggunakan bahas yang mudah di mengerti,

Page | 16
b. Merespons terhadap emosi
Dengarkan baik-baik, berikan waktu yang cukup bagi klien dan
keluarganya untuk mengemukakan perasaannya, kekhawatirannya, dan
harapannya.
c. Melibatkan keluarga
Dukungan keluarga sangat penting. Keluarga harus dibantu agar tidak
melakukan sikap yang berlebihan.
d. Melibatkan klien
Bila klien dilibatkan dalam penatalaksanaan penyakitnya, maka mereka
akan lebih patuh dan bertanggungjawab.
e. Melibatkan tim multidisiplin
f. Menyediakan perawatan yang berkelanjutan
g. Klien dengan kondisi kronis membutuhkan seseorang yang bisa dipercaya.
h. Menyediakan pelayanan rawat jalan yang komprehensif.
i. Meurujuk ke kelompok pendukung.
j. Mengembangkan teknik menolong diri sendiri. Seperti mengatasi stress
terhadap penyakit dan pengobatan yang diberikan.
k. Pembatasan bila kepatuhan atau perilaku yang menjadi masalah.
l. Perawatan di rumah sakit.
8. Konsep Dasar Terminal
Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan melalui
sesuatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu.
(Carpenoti, 1995). Perawatan terminal dapat dimulai pada minggu-minggu,hari-hari,
dan jam-jam terakhir kehidupan dimana bertujuan :
a. Mempertahankan hidup
b. Menurunkan distress
c. Meringankan dan mempertahankan kenyaman selam mungkin.
9. Manifestasi Klinik
a. Fisik
- Gerakan penginderaan menghilang secara berangsur-angsur dimulai
dari ujung kaki dan ujung jari.

Page | 17
- Aktifitas dari gastrointestinal berkurang.
- Reflex mulai menghilang
- Kulit terlihat kebiruan dan pucat
- Penglihatan mulai kabur,dll.
b. Psikososial
- Rasa takut diungkapkan dengan ekspresi wajah atau air muka.
- Cemas diungkapkan dengan cara menggerakan otot rahang dan kemudia
mengendor.
- Rasa sedih diungkapkan dengan mata setengah terbuka atau menangis.
- Kecemasan timbul akibat ketakutan akan ketidakmampuan untuk
berhubungan secara personal serta akibat penolakan.
10. Fase – Fase dengan Respon Cemas yang Berhubungan dengan Penyakit
Terminal
Elizabeth Hubbler Ross menggambarkan 5 tahap yang akan dilalui klien dalam
menghadapi bayangan atau kehilangan yang sangat bermanfaat untuk memenuhi
kondisi klien pada saat itu adalah :
a. Pengingkaran (Daniel)
Ketidakmampuan menerima kehilangan untuk membatasi atau mengontrol
nyeri dan distress dalam menghadapi.
b. Marah (Anger)
Tahap kekesalan terhadap kehilangan.
c. Tawar menawar (Bergaining)
Koping dengan hasil-hasil yang mungkin dari penyakit dan menciptakan
kembali tingkat control.
d. Depresi
Ketiadaan usaha apapun untuk mengungkapkan perasaan atau rekasi
menghilang.
e. Menerima (Acceptance)
Klien dapat menerima kenyataan dengan kesiapan.

Page | 18
Rentang respon seseorang terhadap penyakit terminal dapat digambarkan dalam suatau
rentang yaitu,

a. Harapan
Mempunyai respon psikologis terhadap penyakit terminal. Dengan adanya harapan
dapat mengurangi stress sehingga klien dapat menggunakan koping yang tidak
adekuat.
b. Ketidakpastian
Penyakit terminal dapat mengakibatkan ketidakpastian yang disertai dengan rasa
tidak aman dan putus asa. Meskipun secara medis sudah dapat dipastikan akhirnya
prognosa dapat mempercepat klien masuk dalam masa maladaptif.
c. Putus Asa
Ditandai dengan kesedihan dan seolah-olah tidak ada lagi upaya yang berhasil
untuk mengenal penyakitnya. Dalam kondisi ini dapat membawa klien merusak
atau melukai diri sendiri.

Page | 19
1.6 Modalitas Therapy in Psychiatric Nursing
A. Definisi
Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini di
berikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku maladaptive menjadi
perilaku adaptif. Terapi modalitas mendasarkan potensi yang dimiliki pasien sebagai
titik tolak terapi atau penyembuhannya. Tapi terapi ini bisa dipakai untuk terapi
keperawatan keluarga.
B. Prinsip Pelaksanaan
Perawat sebagai terapis mendasarkan potensi yang dimiliki pasien sebagai titik tolak
terapi atau penyembuhan.
Dasar – dasar pemberian terapi modalitas
 Gangguan jiwa tidak merusak seluruh kepribadian atau perilaku manusia.
 Tingkah laku manusia selalu dapat diarahkan dan dibina kea rah kondisi
yang mengandung reaksi (respon yang baru).
 Tingkah laku manusia selalu mengindhakan ada atau tidak adanya faktor-
faktor yang sifatnya menimbulkan tekanan sosial pada individu sehingga
reaksi individu tersebut dapat diprediksi.
 Sikap dan tekanan sosial dalam kelompok sangat penting dalam menunjang
dan menghambat perilaku individu dalam kelompok sosial.
 Terapi modalitas adalah proses pemulihan fungsi fisik mental emosional
dan sosial kea rah keutuhana pribadi yang dilakukan secara holistik.
C. Jenis – jenis terapi modalitas
a. Terapi individual
Penanganan klien gangguan jiwa dengan pendekatan hubungan individual
antara seorang terapis dengan seorang klien. Suatu hubungan yang
terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk menguvah periaku
klien. Hubungan yang dijalani adalah hubungan yang disengaja dengan
tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga
melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan
tujuan yang ditetapkan di awal hubungan. Hubunga terstruktur dalam terapi
individual bertujuan agar klien mampu menyelesaikan konflik yang

Page | 20
dialaminya. Tahapan hubungan dalam terapi individual meliputi, tahap
orientasi, tahap kerja, dan tahap terminasi.
b. Tahap Lingkungan
Bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi perubahan perilkau pada
klien dari perilkau maladaptive menjadi perilaku adaptif. Perawat
menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik.
Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah
perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan
interaksi.
c. Terapi Biologis
Terapi ini didasarkan pada model medical di mana gangguan jiwa di
pandang sebagai penyakit. Ada beberapa jenis terapi somatic gangguan jiwa
meliputi : pemberian obat, intervensi nutrisi, electro convulsive therapy,
foto terapi,dll.
d. Terapi Kognitif
Strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang mempengaruhi perasaan
dan perilaku klien. Proses yang diterapkan adalah membantu
mempertimbangkan stressor dan kemudian dilanjutkan dengan
mengidentifikasi pola berfikir dan keyakinan yang tidak akurat tentang
stressor. Fokus asuhan adalah membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai
yang diyakini, harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan dengan
menyusun perubahan kognitif.
e. Terapi Keluarga
Terapi uang diberikan kepada seluruh anggota keluarga sebagai unti
penanganan. Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga mampu
melaksanakan fungsinya. Proses terapi keluarga meliputi tiga tahapan yaitu
fase 1 (perjanjian), fase 2 (kerja), fase 3 (terminasi).
f. Terapi Kelompok
Terapi kepada klien yang dibentuk dalam kelompok, suatu pendekatan
perubahan perilaku melalui media kelompok. Dalam terapi kelompok
perawat berinteraksi dengan sekelompok klien secara teratur. Tujuannya

Page | 21
adalah meningaktkan kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan
interpersonal, dan mengubah perilaku maladaptive. Tahapannya meliputi :
tahap permulaan, fase kerja, dan fase terminasi.
g. Terapi Perilaku
Kenyataan bahwa perilaku timbul akibat proses pembelajaran. Perilaku
sehat oleh karenanya dapat dipelajari dan disubstitusi dari perilaku yang
tidak sehat. Teknik dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini adalah, role
model, kondisioning operan, desensitisasi sistematis, pengendalian diri,
terapi aversi atau relaks kondisi. Terapi perilaku yang cocok untuk klien
phobia.
h. Terapi Bermain
Ada anggapan dasar bahwa anak-anak akan dapat berkomunikasi dengan
baik melalui permainan dari pada dengan ekspresi verbal. Dengan bermain
perawat dapat mengkaji tingkat perkembanga, status emosional anak,
hipotesa diagnostiknya, serta melakukan intervensi untuk mengatasi
masalah anak tersebut. Prinsipnya adalah membina hubungan yang hangat
dengan anak, merefleksikan perasaan anak yang terpancar melalui
permainan, mempercayai bahwa anak dapat menyelesaikan masalahnya,
dan kemudian menginteroretasikan perilaku anak. Terapi bermain cocok
untuk klien anak yang mengalami depresi, ansietas, abuse.

Page | 22
1.7 The application of patient safety in psychiatris nursing
A. Keselamatan Klien dalam Keperawatan jiwa
a. 8 insiden keselamatan klien di keperawatan jiwa
- Violence and Aggression
Merupakan bentuk insiden yang terjadi akibat adanya kekerasan dan
penyerangan
- Patient Victimization
Adanya kebohongan ataupun menjadikan pasien sebagai korban
- Suicide and Self-Harm
Insiden berupa pengasingan dan pengekangan bagi pasien jiwa
- Falls and Other Patient Accidents
Kejadian berupa kecelakaan atau jatuhnya pasien
- Absconding and Missing Patient
Adanya pasien yang lari dari rumah sakit jiwa
- Adverse Medication Events
Insiden berupa pengobatan yang tidak cocok dan merugikan pasien
- Adverse Diagnostic Events
Terjadi adanya kesalahan diagnostic
B. Keselamatan Klien pada Klien Jiwa
Perawatan klien jiwa dengan menerapakan pasien safety bisa dilakukan dengan
menerapkan hal-hal berikut ini :
 Melindungi klien dari membahayakan diri sendiri
 Melindungi klien dari kasus prognosis
 Melindungi klien dari bahaya yang dilakukan oleh orang lain
 Melindungi klien dari kesalahan medis atau keperawatan
 Melindungi klien dari lingkungan fisik
C. Patient Safety Selama Masa Penahanan dan Pengasingan
I. Hal – hal yang dilakukan dalam menjalankan patient safety untuk klien jiwa
selama masa penahanan antara lain :
a. Jangan pernah lakukan penahanan diluar perintah medis

Page | 23
b. Jangan pernah menggunakan penahanan sebagai metode hukuman atau
untuk membalasa dendam pribadi
c. Selalu memberitahu pasien alasan penahananya
d. Pastikan bahwa penahanan tidak memblokir sirkulasi darah
e. Periksa pasien dan ambil tanda – tanga vital setiap 15 menit
f. Periksa suhu ruangan sesuai
g. Selalu lakukan penahanan pasien dalam posisi terlentang
h. Pastikan bahwa kebutuhan fisik pasien terpenuhi
II. Hal – hal yang dilakukan dalam menjalankan patient safety untuk pasien jiwa
selama masa pengasingan antara lain :
a. Jangan pernah lakukan penahanan diluar perintah medis
b. Jangan pernah menggunakan penahanan sebagai metode hukuman atau
untuk membalasa dendam pribadi
c. Selalu memberitahu pasien alasan penahananya
d. Memeriksa pasien setiap 15 menit
e. Pastikan bahwa ruangan bebas dari bahaya
f. Pastikan bahwa kebutuhan fisik pasien terpenuhi
III. Nurse Safety/Keselamatan Perawat saat melakukan Asuhan pada Pasien Jiwa
a. Jangan pernah berhadapan langsung pada pasien yang agresif sendirian
b. Selalu tenang dan menggunakan nada suara yang sesuai
c. Jangan pernah membelakangi pasien
d. Selalu menjaga kontak mata
e. Selalu menjada ruang sepanjang satu lengan antara perawat dan pasien
selama konfrontasi
f. Ketika mencoba untuk mengendalikan fisik pasien mendekatinya dari
belakang dan samping
IV. Patient Safety dalam Keperawatan Jiwa dikaitkan dengan 6 SKP
 Identifikasi pasien
 Komunikasi
 Tepat obat
 Tepat pasien

Page | 24
 Penurunan resiko infeksi
 Resiko jatuh
V. Standar Pengelolaan Pasien Safety dalam Keperawatan Jiwa
Standar 1. Falsafah dan Tujuan
Kegiataan pengendalian infeksi di rumah sakit jiwa merupakan suatau
keharusan untuk melindungi pasien dari kejangkitan infeksi, dalam bentuk
upaya pencegahan, dan pengobatan yang rasional.
Standar 2. Adminitrasi dan Pengelolaan
Harus ada panitia yang bertanggung jawab, mengatur, dan meninjau
pengendalian infeksi.
Standar 3. Staf dan Pimpinan
Pimpinan dan staf diberikan kewenangan rumah sakit jiwa harus
disediakan, demikian pula lingkungan harus bersih.
Standar 4. Fasilitas dan Peralatan
Perlengkapan untuk kebersihan rumah sakit jiwa harus disediakan,
demikian pula lingkungan harus bersih.
Standar 5. Kebijakan dan Prosedur
Kriteria :
- Petugas kebersihan
- Linen
- Pengudaraan dan ventilasi
- Pembuangan sampah

Standar 6. Pengembangan Staf dan Pendidikan : Semua staf berhak


mendapatkan kesempatan pengembangan kemampuan dan keterampilan
melalui program pendidikan.

Standar 7. Evaluasi dan Pengandilan Mutu : Harus ada prosedur untuk menilai
mutu pelayanan dan ada mekanisme untuk mengatasi masalah.

Page | 25
BAB II

Perspektif Keperawatan Jiwa Islam

( Kesehatan Jiwa dan Perspektif Dari Sudut Pandang Islam)

2.1 Pengertian Kesehatan Jiwa Dalam Perspektif Islam


1. Pengertian Kesehatan Dalam Islam
Menurut White (1997), sehat adalah suatu keadaan di mana seseorang pada
waktu diperiksa tidak mempunyai keluhan ataupun tidak terdapat tanda – tanda
suatu penyakit dan kelainan. Sementara MUI dalam musyawarah Nasional Ulama
tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai ketahanan “jasmaniah, ruhaniyah, dan
sosial) yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri dengan
mengamalkan tuntunan-Nya dan memelihara serta mengembangkannya. Konsep
tersebut ditinjau dari perspektif islam yang mengacu dalam kitab suci Al-Qur’an.
Untuk memahami sehat secara islami ada beberapa terminologi yang berkaitan
dengan potensi manusia yang harus dipahami terlebih dahulu, yaitu : a) Al –
jasadu, b)Ar – ruh, c)An – nafs, d)Al – aql,e)Al – qalbu.a
2. Pengertian Kesehatan Jiwa
Pengertian kesehatan jiwa yang dikemukakan oleh:
WHO : Kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan
mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan
keselarasan dan kesimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan
kepribadiannya.
3. Pengertian Gangguan Jiwa
Diberbagai ayat dalam Al-Qur’an disebut istilah – istilah yang dapat
dikategorikan sebagai gangguan jiwa seperti qalbu yang sakit (maradhun),
majnun, maftuun, dan jinnatuun, diterjemahakan ketiganya adalah “gila”. Di
dalam Al-Qur’an disebut adanya qalbu, nafs, dan aql yang dapat dianggap
sebagai potensi kejiwaan, yang ketiganya berkembang sejak masa bayi sampai
mencapai maturitas, dan ketiganya saling beritegrasi dengan baik dan
membentuk jiwa yang sehat. Sebaliknya, bila salah satu dari padanya terganggu

Page | 26
perkembangannya terutama bila terjadi pada qalbu, maka dapat terjadi
gangguan jiwa.
4. Pengertian Kesehatan Mental
Mental berasal dari bahasa latin yaitu “mens” atau “mentis”, yang memiliki arti
jiwa,roh,dan nyawa. Dalam bahasa yunani kesehatan diartikan dengan hygiene
atau ilmu kesehatan,dan kesehatan mental masuk dalam bagian hyegine mental.

Nabi menegaskan orang yang sakit jiwa adalah mereka yang sering berbuat maksiat, dalam
arti lain mereka yang sering mendustakan Tuhan. Tuhan yang sebenarnya dalam logika orang
sehat adalah zat yang memberinya segala nikmat, dari nikmat yang dipinta sampai nikmat
yang tidak dipinta. Karena itu orang gila adalah orang yang secara akal waras namun tidak
bisa menggunakan akalnya, yaitu untuk orang yang sadaar tapi mendustakan Tuhan –
Mungkin gambaran yang jelas sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ghazali ketika
menjelaskan bawha tubuh kita adalah amat dan nikmat dari Tuhan, namun bagaimana bisa
amat dan nikmat dari Tuhan ini malah kita gunakan untuk menentang Tuhan, maka tidakkah
ini yang disebut dengan kufurnya kufur. Ini yang disebut ketergantungan mental menurut
Rasulullah Muhammad SWA.

5. Pengertian Kesehatan Jiwa/Mental menurut Hadits

Jiwa yang sehat adalah kondisi dimana semya fungsi organ tubuh manusia serta qalbu
manusia ada dalam kondisi terbaiknya.

Sesuai dengan sabda Rasulullah :

“Ada dua kenikmatan yang kebanyakan manusia seringkali terperdaya dengannya, nikmat
kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)

6. Kriteria sehat jiwa :


Kesehatan mental (jiwa) meliputi 3 komponen, yaitu : 1)Pikiran , 2)Emosional ,
3)Spiritual .

Sehat spiritual yaitu situasi di mana seorang menggerakan beribadah serta semua
aturan – aturan agama diyakininya.

Prof.Dr.Hamka mengemukakan bahwa kesehatan jiwa memerlukan empat syarat, yaitu :

Page | 27
1) Syaja’ah
2) Iffah
3) Hikmah
4) Adalah

Peranan ajaran islam demikian dapat membantu orang dalam mengobati jiwanya dan
mencegahnya dari gangguan kejiwaan serta membina kondisi kesehatan mental. Dengan
menghayati dan mengamalkan ajaran – ajaran islam orang dapat pula memperoleh
kebahagiaan dan kesejahteraan jiwa atau kesehatan mental.

7. Indikasi Kesehatan Jiwa/Mental Menurut Hadits


Di dalam hadits – haditsnya, Rasulullah SAW, menjelaskan bahwa kesehatan
dan kestabilan jiwa/mental seseorang memiliki beberapa indikasi, di antaranya
yang terpenting adalah :
a. Adanya rasa aman
b. Tidak meminta – meminta kepada orang lain (merasa berkecukupan)
c. Percaya diri
d. Tidak pernah merugikan hak orang lain
e. Memiliki rasa tanggung jawab

Berikut ini indikasi – indikasi kesehatan jiwa dalam islam dari tiga sisi, yaitu :

1) Sisi spiritualitas
2) Sisi sosial
3) Sisi biologis

Masih ada indikasi – indikasi lain tentang bagaimana jiwa yang sehat dalam konsep islam
diantaranya sebagai berikut :

1) Tersingkap kesempurnaan jiwa


Apabila seorang hamba telah berhasil melakukan pendidikan dan pelatihan
penyehatan, pengembangan dan pemberdayaan jiwa maka iwa dapat
mencapai tingkat kejiwaan yang sempurna, yaitu :
a) Jiwa mutmainnah (yang tentram)
b) Jiwa radiyah (jiwa yang meridha)

Page | 28
c) Jiwa mardiyah (yang diridhai)
2) Tersingkap kecerdasan uluhiyah
Kecerdasan uluhiyah adalah kecerdasan/kemampuan fitrah manusia yang
salih untuk melakukan interaksi secara vertical kepada Allah SWT.
Kecerdasan inilah yang membuat seseorang mampu menjauhkan diri sejauh
– jauhnya dari sikap menyekutukan Allah SWT.
3) Tersingkap kecerdasan rububiyah
Kecerdasan rububiyah adalah kemampuan fitrah manusia yang salih.
Pendidikan, pengajaran, pengawasan, dan kepemimpinan sangat berhasil
adalah yang dimulai dari dalam diri, karena esensi diri adalah alam kecil .

Beberapa dindikasi bagi seseorang yang mendapatkan kecerdasan rububiyah biasanya


memiliki kekuatan, kewibawaan, dan otoritas yang sangat kuat.

4) Tersingkap kecerdasan ubudiyah


Kecerdasan ubudiyah adalah kemampuan fitrah manusia yang saling dalam
mengapalikasikan ibadah dengan tulus tanpa merasa terpaksa dan dipaksa,
akan tetapi menjadikan ibadah sebagai kebutuhan yang sangat primer dan
merupakan makanan bagi rohani dan jiwanya.
5) Tersingkap Kecerdasan Khuluqiyah
Kecerdasan khuluqiyah adalah kemampuan fitrah manusia seorang yang
salih dan berperilaku, bersikap dan berpenampilan terpuji sebagaimana
Rasulullah SAW perkataan yang keluar dari lisan mengandung kebenaran
dan hikmah.
2.2 Bentuk – Bentuk Penyakit Kejiwaan dan Gejalanya
Hasan Muhammad as – Syarqawi dalam kitabnya Nahw ‘Ilmiah Nafsi, membagi
penyakit jiwa dalam sembilang bagian, yaitu :
1. Pamer (Riya’)
2. Marah (al – gadhab)
3. Was – was ( al- was – wasah)
4. Frustasi (al-ya’s)
5. Rakus (tama’)

Page | 29
6. Terperdaya (al-ghurur)
7. Lalai dan lupa (al-ghaflah wan nisyah)
8. Sombong (al-ujub)
9. Dengki dan iri hati (al – hasd wal hiqd)
2.3 Penyebab Timbulnya Penyakit Kejiwaan
1. Kegagalan
2. Kebimbangan
3. Norma
4. Ove-protection yang kurang bijaksana
5. Ditolak orang tua
6. Broken home
7. Cacat jasmaniah
8. Lingkungan sekolah yang buruk
9. Pengaruh buruk orang tua
2.4 Dampak Penyakit Kejiwaan Terhadap Individu dan Masyarakat
1. Dampak Penyakit Kejiwaan Terhadap Individu
a. Mengalami sulit konsentrasi
b. Sulit tidur
c. Bersikap siaga berlebihan
d. Nafsu makan menurun
e. Nafsu seksual menurun terhadap pasangan anda
f. Emosi tidak stabil

Selain itu dampak penyakit kejiwaan terhadap individu yang lain, yaitu :

a. Depresi
b. Asietas (Cemas)
c. Gangguan psikotik
2. Dampak Penyakit Kejiwaan Terhadap Masyarakat
Dampak gangguan jiwa pada masyarakat sangat besar dan luas karena
memerlukan biaya perawatan, kehilangan waktu produktif, dan masalah
yang berkaitan dengan hukum. Gangguan jiwa tidak menyebabkan

Page | 30
keamtian secara langsung tapi menyebabkan penderitanya menjadi tidak
produktif dan menimbulkan beban bagi keluarga penderita dan lingkungan
masyarakat.
3. Efek Baik dan Buruk Penyakit Kejiwaan
a) Efek baik : tekanan kelaziman
Tekanan adalah kelaziman hidup yang mustahil dicegah. Bila
berwawasan luas semua tekanan dalam kehidupan itu dianggap sebagai
anugrah ilahi. Yang terpenting adalah memahami esensi tekanan dan
bagaimana dampak yang ditimbulkan.
b) Efek buruk
Efek – efek paling penting tekanan jiwa terhadap sistem fisiologis
adalah:
1) Sistem syaraf
2) Sistem pernapasan
3) Sistem peredaran darah
4) Sistem pencernaan
c) Amal Ibadah yang Dapat Mengatasi atau Mengurangi Penyakit
Kejiwaan
1) Psikoterapi dzikir
2) Puasa
3) Shalat
4) Tawasul
5) Ziarah ke tempat suci

Dari sudut kesehatan jiwa bila menghadapi permasalahan hendaknya perbanyak


kesabaran dan rasa bersyukur, sebagai mana firman Allah SWT. dalam surah Luqman ayat
31, sebagai berikut :

ٰ
1) ‫ش ُكور‬ ٍ ‫ٳِنَّ فِي َذ لِك آَل يَا‬
َ ‫ت لِ ُك ِّل‬
َ ‫صبَّا ٍر‬
Artinya "Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua
orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur" (QS. Luqmán, [31]: 31).

Page | 31
BAB III

Pelayanan Dan Kolaborasi Interdisiplin Dalam Pelayanan Kesehatan Jiwa


Dan Konsep Diagnosis Medis DSM V

3.1 Definisi
Pelayanan dan kolaborasi interdisiplin keperawatan jiwa merupakan pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh sekelompok tim kesehatan profesional (perawatan, dokter,
tim kesehatan lainnya maupun pasien dan keluarga pasien sakit jiwa) yang mempunyai
hubumgan yang jelas, dengan tujuan menentukan diagnosa, tindakan-tindakan medis,
dorongan moral dan kepedulian khususnya kepada pasien sakit jiwa. Pelayanan akan
berfungsi baik jika terjadi adanya kontribusi dari anggota tim dalam memberikan palayanan
kesehatan terbaik kepada pasien jiwa. Anggota tim kesehatan meliputi : pasien, perawat,
dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim
kolaborasi interdisiplin hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab
dan saling menghargai antar sesama anggota tim.

Secara integral, pasien adalah anggota tim yang terpenting. Partisipasi pasien dalam
pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana menjadi efektif.
Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai jika pasien sebagai
pusat anggota tim. Karena dalam hal ini pasien sakit jiwa tidak dapat berfikir dengan nalar
dan pikiran rasional, maka keluarga pasienlah yang dapat dijadikan pusat dari anggota tim.
Disana anggota tim dapat berkolaborasi dalam menentukan tindakan-tindakan yang telah
ditentukan. Apabila pasien sakit jiwa tidak memiliki keluarga terdekat, maka disinilah peran
perawat dibutuhkan sebagai pusat anggota tim. Karena perawatlah yang paling sering
berkomunikasi dan kontak langsung dengan pasien sakit jiwa. Perawat berada disamping
pasien selam 24 jam sehingga perawatlah yang mengetahui semua masalah pasien dan banyak
kesempatan untuk memberikan pelayanan yang baik dengan tim yang baik.

Page | 32
Perawat adalah anggota membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin tim.
Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari
praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien
dan pemberi pelayanan kesehatan.

Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah penyakit.
Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian obat dan
pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagaimana membuat
referal pemberian pengobatan.

3.2 Elemen Penting Dalam Mencapai Kolaborasi Interdisiplin Efektif


Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja dengan kompak
dalam mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai kolaborasi interdisiplin yang efektif
meliputi kerjasama, asertifitas, tanggung jawab, komunikasi, kewenangan dan kordinasi.
 Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa
beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan.
 Ketegasan penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan
keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar didengar dan
konsensus untuk dicapai.
 Tanggung jawab artinya mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil
konsensus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya.
 Ketegasan penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan
keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar didengar dan
konsensus untuk dicapai.
 Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab untuk membagi
informasi penting mengenai perawatan pasien sakit jiwa dan issu yang relevan untuk
membuat keputusan klinis.
 Pemberian pertolongan artinya masing-masing anggota dapat memberikan tindakan
pertolongan namun tetap mengacu pada aturan-aturan yang telah disepakati.
 Kewenangan mencakup kemandirian anggota tim dalam batas kompetensinya.

Page | 33
 Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan pasien sakit
jiwa, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam
menyelesaikan permasalahan.
 Tujuan umum artinya setiap argumen atau tindakan yang dilakukan memiliki tujuan
untuk kesehatan pasien sakit jiwa.

Kolaborasi dapat berjalan dengan baik jika :

 Semua profesi mempunyai visi dan misi yang sama.


 Masing-masing profesi mengetahui batas-batas dari pekerjaannya.
 Anggota profesi dapat bertukar informasi dengan baik.
 Masing-masing profesi mengakui keahlian dari profesi lain yang tergabung dalam tim.
3.3 Manfaat Kolaborasi Interdisiplin Dalam Pelayanan Keperawatan Jiwa
Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi profesional,
kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien. Kolegalitas
menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalah-masalah
dalam tim dari pada menyalahkan seseorang atau atau menghindari tangung jawab.

Beberapa tujuan kolaborasi interdisiplin dalam pelayanan keperawatan jiwa antara lain :

1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian


unik profesional untuk pasien sakit jiwa
2. Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
3. Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
4. Meningkatnya kohesifitas antar profesional
5. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional
6. Menumbuhkan komunikasi, menghargai argumen dan memahami orang lain.
3.4 Hambatan dalam Melakukan Kolaborasi Interdisiplin dalam Keperawatan Jiwa

Kolaborasi interdisiplin tidak selalu bisa dikembangkan dengan mudah.. Ada banyak
hambatan antara anggota interdisiplin, meliputi :

1. Ketidaksesuaian pendidikan dan latihan anggota tim


2. Struktur organisasi yang konvensional

Page | 34
3. Konflik peran dan tujuan
4. Kompetisi interpersonal
5. Status dan kekuasaan dan individu itu sendiri
3.5 Konsep Diagnosis Medis DSM V
Merupakan taksonomi dalam menegakkan gangguan jiwa yang memuat kriteria
diagnostik spesifik. Dalam penentuan gangguan jiwa telah diterbitkan kriteria yang spesifik
dari Diagnotic and Statistical Manual of Mental Disorders Text Revision (DSM – IV – TR),
yang digunakan oleh semua displin kesehatan jiwa untuk diagnosis gangguan psikiatri.
Menurut Videbeck,S.L. (2008), dalam buku ajar Keperawatan jiwa, penentuan diagnosis
gangguan jiwa melalui DSM – IV – TR bertujuan untuk hal – hal berikut :
1. Memberi tata nama dan bahasa standar untuk semua profesional kesehatan jiwa.
2. Menjelaskan batasan karakteristik atau gejala yang membedakan diagnosis
spesifik.
3. Membantu mengidentifikasikan penyebab dasar gangguan jiwa.

Dalam penentuan kategori gangguan jiwa digunakan sistem multiaksial yang mencakup
pengkajian pada beberapa aksis atau domain informasi yang memungkinkan praktisi
mengidentifikasi semua faktor yang berhubungan dengan kondisi individu, yang meliputi hal –
hal berikut ini :

1. Aksis 1, merupakan gangguan yang biasanya pertama kali di diagnosis pada masa
bayi, anak – anak, remaja. Hal ini berfungsi untuk mengidentifikasi semua
gangguan jiwa mayor.
2. Aksis II, melaporkan retardasi mental dan gangguan kepribadian, serta gambaran
kepribadian maladaptif yang menonjol dan mekanisme pertambahan diri.
3. Aksis III, untuk melaporkan kondisi medis umum dan terkini yang berpotensi
relevan dengan pemahaman atau penatalaksanaan gangguan jiwa individu juga
kondisi medis yang berperan dalam pembentukan pemahaman individu.
4. Aksis IV, untuk melaporkan masalah lingkungan dan psikososial yang dapat
memengaruhi diagnosis terapi dan prognosis gangguan jiwa yang mencakup
masalah dengan kelompok primer atau pendukung utama.

Page | 35
5. Aksis V, menyajikan global assesment of functional (GAF) yang menilai fungsi
psikologis individu secara keseluruhan.

Page | 36
BAB IV

PENGANTAR PENDEKATAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA SEHAT,


PSIKOSOSIAL DAN GANGGUAN

4.1 Sejarah
Masyarakat selalu melakukan berbagai upaya yang dirancang untuk mengubah perilaku
penderita sakit jiwa. Pada masa prasejarah, upaya tersebut diantaranya adalah ritual suku yang,
bila tidak berhasil, kemungkinan menyebabkan terjadinya penelantaran orang sakit tersebut.
Selama kerajaan Yunani dan Romawi, si sakit diobati di kuil dan pengobatannya bermacam-
macam mulai dari perawatan yang manusiawi hingga pencambukan, pengambilan darah, dan
pembersihan. Kemalangan orang yang sakit jiwa memburuk pada Abad Pertengahan, saat
perawatan mereka ditentukan oleh keyakinan agama yang salah. Orang yang sakit jiwa
diyakini dirasuki oleh roh jahat yang dapat diusir dengan pencambukan dan penderitaan akibat
kelaparan. Perlakuan yang tidak manusiawi terhadap orang yang sakit jiwa mencapai
puncaknya pada abad ketujuh belas saat para kriminal kelas dua dan mereka yang sakit jiwa
ditahan bersama di rumah miskin. Perlakuan mencakup pembersihan diri, pengambilan darah,
dan pencambukan secara sangat kasar.
1. Abad kedelapan belas dan sembilan belas
Pada abad kedelapan belas, di Eropa, khususnya di Perancis, terjadi reformasi politik
dan sosial. Pada tahun 1792, Philipe Pinel, direktur medis rumah sakit jiwa Bicetre
yang berada diluar Paris, memperkenalkan regimen pengobatan baru yang disebut
dengan terapi moral. Para pendukung terapi moral percaya bahwa orang akan
mengalami sakit jiwa setelah mendapatkan perlakuan tidak bermoral atau perlakuan
yang salah, dan bahwa lingkungan yang terapeutik dapat memperbaiki kesalahan
tersebut. Daripada diperlakukan kasar, pasien dibuat sibuk dengan pekerjaan, musik,
atau faktor pengalih lain. Terapi moral mengharuskan para pemberi asuhan asuhan
memperlakukan pasien dengan baik dan membuat mereka tetap terlihat dalam program
pengobatan (Wasserbauer & Brodie, 1992).
2. Abad kedua puluh
Pada awal abad kedua puluh, terapi masih terbatas pada pengekangan, isolasi, mandi
berendam, panduan diet, dan akhirnya penggunaan obat sedatif dan terapi syok yang

Page | 37
sederhana. Revolusi psikiatrik yang paling signifikan pada awal abad kedua puluh
adalah dampak langsung dari teori yang dibuat oleh Sigmund Freud (1856-1939).
Freud menyumbang kontribusi besar pada pemahaman terhadap perilaku manusia.
Sebelum teorinya diperkenalkan, perilaku manusia, khususnya perilaku orang yang
sakit jiwa, diselubungi oleh takhayul, kerahasiaan, dan stigma. Freud membuat topik
perilaku manusia menjadi perhatian public. Teorinya menjadi batu loncatan untuk
penelitian ilmiah perilaku manusia. Meski sebagian besar teori Freudian tidak lagi
menjadi bagian lingkaran ilmiah, beberapa konsepnya telah menyatu dengan nilai-nilai
umum sehingga menjadi bagian dari bahasa sehari-hari.

3. Abad kedua puluh satu

Pemahaman terhadap penyebab dan pengobatan penyakit jiwa makin meningkat cepat
selama beberapa abad. Ketersediaan teknologi yang makin canggih bahkan
memastikan kemajuan pengetahuan yang lebih pesat. Karena meningkatnya lingkup
dan kerumitan pengetahuan yang tengah berkembang ini maka tim pengobatan
multidisipliner harus bekerja sama dalam mencapai tujuan untuk mencegah penyakit
jiwa dan mengobati penderita secara lebih efektif. Oleh sebab itu, perawat psikiatrik di
abad kedua puluh satu bekerja secara kolaboratif di komunitas dengan para praktisi
perawatan kesehatan lain, klien, dan keluarganya, tiap bagian integral pengobatan
multidisipliner menggunakan pengobatan yang berbeda-beda. Pengakuan klien sebagai
anggota integral dari tim pengobatan dicerminkan pada istilah yang dipakai kini yaitu
klien, bukan pasien, saat merujuk pada orang yang membutuhkan layanan kesehatan
jiwa profeional. Selain klien dan keluarganya, tim pengobatan multidisipliner terdiri
dari psikiater, psikolog klinis, perawat kesehatan jiwa psikiatrik, pekerja sosial
psikiatrik, dan ahli terapi aktivitas, seperti keterampilan hidup, seni, dan musik. Semua
profesional kesehatan jiwa saling berbagi pengetahuan umum dan keterampilan
hubungan interpersonal dan pengertian mendalam terhadap hubungan erat antara
pikiran serta tubuh. tiap disiplin profesional mempunyai dasar pengetahuan dan
keterampilan yang berbeda-beda yang memperkaya tim pengobatan tersebut.

Page | 38
a. Model Psikoanalitik

Sigmund Freud adalah penemu model psikoanalitik. Freud adalah dokter


berkebangsaan Austria yang memulai karirnya sebagai ahli saraf. Ia mengembangkan
teori terperinci mengenai perilaku manusia yang didasarkan terutama pada hasil
penelitiannya pada orang yang mengalami kecemasan berat. Pendekatan pengobatan
yang berasal dari teorinya disebut sebagai psikoanalisis. Beberapa konsep Freudian
yang penting diantaranya adalah tingkat kesadaran, struktur kepribadian, dan
perkembangan psikoseksual.

Freud percaya ada tingkat kesadaran. Tigkat pertama kesadaran adalah pikiran sadar,
bagian dari pikiran yang sadar akan kehadiran dan hanya berfungsi bila orang tersebut
terjaga. Tingkat kedua kesadaran adalaj prasadar (atau bawah sadar) adalah bagian
pikiran tempat menyimpan pemikiran, perasaan, dan sensasi. Meski materi yang
disimpan dipikiran prasadar bukan bagian dari kesadaran, tetapi dapat dibangkitkan
menjadi pikiran sadar dengan pemberian stimulus yang tepat, seperti pertanyaan
langsung. Tingkat ketiga kesadaran adalah tak sadar. Tak sadar mewakili bagian
terbesar pikiran dan merupakan gudang untuk menyimpan semua pikiran, perasaan,
dan sensasi yang dialami selama hidup individu yang bersangkutan. Pemikiran,
perasaan, dan sensasi ini tidak dapat diingat sesuai keinginan, tetapi amat berpengaruh
pada perilaku orang tersebut. Keyakinan akan keberadaan pikiran yang tidak disadari
adalah dasar dari ungkapan “semua perilaku memiliki arti”.

b. Model Interpersonal

Model interpersonal pertama kali dikembangkan oleh seorang psikiater berkebangsaan


Amerika, Harry Stack Sullivan (1892-1949). Sullivan percaya bahwa faktor yang
paling penting dalam perkembangan kepribadian individu dan perilakunya adalah
hubungan orang tersebut dengan orang terdekat. Sullivan percaya bahwa semua
perilaku manusia ditunjukkan untuk memenuhi dua kebutuhan, yaitu kebutuhan akan
kepuasan dan rasa aman. Kebutuhan akan rasa aman berasal dari kebutuhan biologis
orang tersebut terhadap udara, makanan, seks, perumahan, dan sebagainya. Kebutuhan
akan rasa aman berasal dari kebutuhan emosi orang tersebut akan status perasaan,
misalnya keintiman interpersonal, status, dan percaya diri.

Page | 39
Konsep kecemasan adalah inti dari tori Sullivan. Ia berasumsi bahwa kecemasan
adalah suatu respons terhadap perasaan tidak disetujui oleh orang dewasa terdekat.
Pengertian konsep diri menurut Sullivan adalah hasil dari penilaian yang tercermin dari
orang terdekat. Ia meyakini bahwa perkembangan konsep diri dimulai dari tahap bayi,
dan berkaitan erat dengan kualitas pengalaman pemberian makan pada masa bayi. Jika
bayi kerap mengalami kepuasan dan rasa aman dari pengasuhan ibu yang mereka
dapatkan selama proses pemberian makan, mereka mulai melihat diri mereka sebagai
individu yang berarti; mereka mulai mengembangkan yang disebut Sullivan sebagai
konsep diri “aku yang baik”. Namun, jika kebutuhan mereka akan kepuasan dan rasa
aman tidak terpenuhi maka muncul kecemasan dan bayi percaya mereka bukan orang
yang berarti; ini menjadi dasar perkembangan konsep diri “aku yang buruk”.

c. Model Perkembangan Kepribadian Psikoseksual

Freud juga menggolongkan tahap perkembangan kepribadian. Teorinya tentang


perkembangan kepribadian disebut sebagai teori perkembangan kepribadian
psikoseksual. Menurut teori ini anak-anak dipandang sebagai miniature orang dewasa.
Freud mengklaim bahwa kepribadian adalah suatu proses perkembangan dinamik yang
berkembang dari lahir hingga masa dewasa muda. Tahapan perkembangan
psikoseksual Freud adalah oral (lahir sampai 18 bulan), anal (18 bulan sampai 3
tahun), falik (3 sampai 6 tahun), dan genital (13 tahun sampai masa dewasa).

d. Model Perkembangan

Terdapat berbagai model perkembangan yang ditawarkan oleh para ahli teori yang
membantu kita dalam memahami dampak tumbuh kembang terhadap kesehatan jiwa
individu. Model perkembangan ini diantaranya adalah:

 Model keterikatan emosional (John Bowbly, 1907-1990) yang


didasarkan pada terbinanya rasa percaya, ikatan, dan perlekatan
sebagai bagian penting untuk kesintasan spesies manusia.
 Model modifikasi perilaku yang mengajarkan anak tentang cara
mengendalikan diri dari dalam dan bahwa terdapat konsekuensi
(alamiah, logis, dan tidak berhubungan) terhadap perilaku seseorang.

Page | 40
 Model psikososial (Erik Erikson, 1902-1994) yang didasarkan pada
pentingnya rasa percaya sebagai pembentukan dasar untuk
perkembangan psikologis secara normal,yang mencakup delapan
tahap tumbuh kembang.
4.2 Psikososial
Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang bersifat
psikologik maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik. Masalah kejiwaan dan
kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh timbal balik, sebagai akibat terjadinya
perubahan sosial dan atau gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat menimbulkan
gangguan jiwa. (Depkes,2011).

Teori psikososial:

 Psikodinamik : teori ini menganggap predisposisi untuk kelainan kecemasan saat tugas
diberikan untuk tahap perkembangan awal belum terpecahkan
 Interpersonal : respon kecemasan untuk kesuksesan dalam hubungan interpersonal
berasal dari hubungan awal orang tua dalam perawatan anak
 Sosiokultural : bahwa kelainan kecemasan dipengaruhi oleh suatu kontrainndikasi
yang banyak terjadi dalam masyarakat yang mengkontribusikan perasaan tidak aman.

Masalah – masalah psikososial menurut (Nanda,2012) yaitu :

 Berduka
 Keputusasaan
 Ansietas
 Ketidak berdayaan
 Risiko penyimpangan perilaku sehat
 Gangguan citra tubuh
 Koping tidak efektif
 Koping keluarga tidak efektif
 Sindroma post trauma
 Penampilan peran tidak efektif
 HDR situasional

Page | 41
4.3 Gangguan Kepribadian
Pola perilaku dominan atau sifat bawaan kepribadian yang menjadi pervasif dan
problematik dapat memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan kepribadian. Dalam
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-
IV-TR) yang dibuat oleh American Psychiatric Association, gangguan kepribadian
diklasifikasikan pada Aksis II dan dibedakan dengan gangguan mental mayor yang
diklasifikasikan pada Aksis I (APA, 2000).
Sifat bawaan kepribadian berbeda dengan gangguan kepribadian. Sifat bawaan
kepribadian merupakan pola yang menetap dari persepsi, pikiran menghubungkan, dan
berpikir mengenai diri diri sendiri dan limgkungan diri yang tampak dalam rentang konteks
personal dan sosial. Gangguan kepribadian merupakan pola menetap dari pengalaman dan
perilaku yang berasal dari diri sendiri yang tampak menyimpang dari harapan budaya
individu, bersifat pervasif dan tidak fleksibel, mencakup awitan yang muncul pada masa
remaja atau dewasa awal, stabil sepanjang waktu, dan menyebabkan distress pada area fungsi
penting.

a. Jenis gangguan kepribadian:

DSM-IV-TR mengidentifikasi 10 gangguan kepribadian yang tidak spesifik. Gangguan


kepribadian dikelompokkan menjadi tiga bagian yang mendefinisikan cirri perdominan dari
gangguan tersebut. Pola perilaku berhubungan dengan setiap gangguan kepribadian.

1. Kelompok A

Kelompok A meliputi perilaku tidak lazim atau ekstrinsik. Individu yang mengalami
gangguan kepribadian paranoid tidak dapat memercayai dan penuh curiga dan cenderung
menafsirkan motif orang lain sebagai kedengkian.

2. Kelompok B

Kelompok B meliputi perilaku dramatis dan emosional. Individu yang mengalami


gangguan kepribadian antisocial mengacuhkan dan melanggar hak orang lain. Individu
yang mengalami gangguan kepribadian ambangan memiliki hubungan interpersonal, citra
diri, dan afek yang tidak stabil, dan impulsivitas yang nyata. Individu yang mengalami
gangguan kepribadian histrionic memiliki emosi yang berlebihan dan merupakan seorang

Page | 42
pencari perhatian. Klien yang mengalami gangguan kepribadian narsisitik selalu merasa
hebat,memerluka kekaguman orang lain, dan kurang empati.

3. Kelompok C

Kelompok C terdiri dari perilaku kecemasan dan ketakutan. Individu yang mengalami
gangguan kepribadian menghindar memiliki hambatan sosial, rasa tidak adekuat, da
hipersensitif terhadap penilaian negatif.

4. Tidak Spesifik

Gangguan kepribadian tidak spesifik tidak memenuhi kriteria lengkap dari satu pun
gangguan kepribadian. Berbeda dengan diagnosis gangguan kepribadian, gangguan ini
memiliki ciri lebih dari satu gangguan kepribadian yang menyebabkan gangguan fungsi
yang signifikan.

b. Insidens dan Prevalensi

Prevalensi gangguan kepribadian sulit ditentukan karena diagnosis gangguan


kepribadian beragam seiring norma budaya, karena individu dapat menampilkan gejala lebih
dari satu gangguan kepribadian, dan tidak semua orang yang memenuhi kriteria diagnostik
gangguan kepribadian menjalani terapi. Diperkirakan 10-20% populasi umum memenuhi
kriteria untuk satu atau lebih gangguan kepribadian. Gangguan kepribadian ambangan berkisar
antara 30-50% dari semua penderita gangguan kepribadian. Gangguan kepribadian paranoid
ditemukan pada 1-30% klien gangguan jiwa jiwa yang dirawat inap, dan gangguan
kepribadian dependen paling sering ditemukan pada klien yang dirawat di klinik kesehatan
mental. Informasi yang ada mengenai frekuensi diagnosis mengindikasikan bahwa 75%
gangguan kepribadian ambangan adalah wanita. Pria cenderung didiagnosis gangguan
kepribadian narsistik, paranoid, skizopital, dan antisosial.

c. Etilogi

 Faktor perkembangan
Hambatan pada perkembangan normal psikologis dan emosional atau kegagalan dalam
memenuhi tugas tahap perkembangan yang terkait dengan individuasi (perbedaan
individual) berkontribusi terhadap perkembangan gangguan kepribadian.

Page | 43
Teori Freud menyatakan bahwa gangguan kepribadian spesifik dapat berkaitan dengan
fiksasi pada tahap tertentu dari perkembangan ego. Fiksasi pada tahap oral terjadi
karena gangguan kepribadian dependen. Fiksasi pada tahap anal berhubungan dengan
COD, dan fiksasi pada tahap falik terkait dengan gangguan kepribadian histrionik.
 Faktor Lingkungan
Hubungan antara lingkungan dan perkembangan gangguan kepribadian tidak diketahui
secara past, peneliti juga belum sepenuhnya memahami neurobiology dari gangguan
kepribadian.
 Faktor Biogenetik
Peneliti telah menemukan hubungan familial antara beberapa gangguan kepribadian
dan gangguan jiwa Aksis I sehingga memberikan dasar genetik.

Kriteria tambahan :

Perilaku yang berhubungan dengan setiap gangguan kepribadian diidentifikasikan


dalam bagian berikut, seperti kecenderungan area fungsi pada klien yang dapat mengalami
distress.

1. Gangguan kepribadian paranoid

Klien yang mengalami gangguan ini sering kali sulit diajak berteman karena sikapnya yang
argumentatif, sarkastik, dan sering berperilaku kasar terhadap orang lain.

2. Gangguan kepribadian schizoid

Klien yang mengalami gangguan kepribadian schizoid sangat tidak mampu menjalin
hubungan personal, sekalipun dengan anggota keluarganya.

3. Gangguan kepribadian skizopital

Klien yang mengalami gangguan kepribadian skizopital juga memilki gambaran paranoid
dan toleransi secara sosial, tetapi dapat dibedakan dengan klien yang mengalami paranoid
dan gangguan kepribadian schizoid dari adanya penyimpangan kognitif dan persepsi.

4. Gangguan kepribadian antisosial

Page | 44
Klien yang mengalami gangguan kepribadian antisosial harus berusia sekurang-kurangnya
18 tahun dan menunjukkan beberapa bukti gangguan perilaku sebelum berusia 18 tahun.
Gejala awal meliputi perilaku agresif terhadap orang atau binatang.

5. Gangguan kepribadian narsistik

Klien yang mengalami gangguan kepribadian narsistik menunjukkan sikap mementingkan


diri sendiri yang berlebihan dan merasa berkuasa untuk menentukan perlakuan sesuai
keinginannya.

Page | 45
BAB V

Konsep Peran Perawat Jiwa

5.1 Definisi Keperawatan Jiwa


Menurut ANA adalah suatu bidang spesialistik praktik keperawatan yang menerapkan
teori perilaku manusia sebagai ilmunya & penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai
kiatnya.
5.2 Peran Perawat Kesehatan Jiwa
Menurut Weiss (1947) yang dikutip oleh Stuar Sudeen dalam Principles and Practice
of Psychiatric Nursing Care (1995), perawat perawat adalah sebagai Attitude Therapy, yakni :
 Mengobservasi perubahan
 Mendemonstrasikan penerimaan
 Respek
 Memahami klien
 Mempromosikan ketertarikan klien dan berpartisipasi dalam interaksi

Sedangkan menurut Peplau, peran perawat sebagai :

 Pendidik
 Pemimpin di dalam situasi yang bersifat local, nasional, dan internasional
 “surragate parent”
 Konselor

Dan sebagai tambahan dari peran perawat adalah :

 Bekerja sama dengan lembaga kesehatan mental


 Konsultasi dengan yayasan kesejahteraan
 Memberikan pelayanan kepada klien diluar klinik
 Aktif melakukan penelitian
 Membantu pendidikan masyarakat

Page | 46
5.3 Peran Perawat Psikososial
Psikologis sosial adalah psikologi dalam konteks sosial. Psikologi, seperti yang telah
kita ketahui, adalah ilmu tentang perilaku, sedangkan sosial disini berarti interaksi antar
individu atau antar kelompok dalam masyarakat. Jadi psikologisosial adalah psikologi yang
dapat diterapkan dalam konteks keluarga,sekolah,teman,kantor, politik, negara, lingkungan,
organisasi, dll.
A. Batasan dan Ruang Lingkup
a. Psikologi sosial mempelajari prilaku manusia.
b. Perilaku itu haruslah yang teramati dan terukur.
c. Sebagai konsekuensi dari objek studi yang teramati dan terukur.
d. Psikologi sosial tidak mempelajari prilaku yang tidak kasat mata dan tidak terukur
beriman,kejujuran,bersifat culas,berjiwa besar,dll.
e. Dengan demikian, psikologi sosial menghubungkan aspek – aspek psikologi sosial
dari prilaku sosial dengan proses dan struktur kognitif yang lebih mendasar.
Menurut Vaughan & Hogg (2002), dalam psikologi sosial setidaknya dikenal 4 tingkatakan
analisis :
- Intrapersonal
- Interpersonal dan situasiona
- Posisional
- Ideologis
B. Asuhan yang Kompeten Bagi Perawatan Jiwa
a. Pengkajian biopsikososial yang peka terhadap budaya
b. Merancang dan implementasi rencana tindakan untuk klin dan keluarga
c. Peran serta dalam pengelolaan kasus
d. Memberikan pedoman pelayanan bagi individu
e. Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental
f. Memberikan asuhan keperawatan pada penyakit fisik yang mengalami masalah
psikologis dan peyakit jiwa dengan masalah fisik
g. Mengelola dan mengkoordinasi sistem pelayanan yang mengintergrasikan kebutuhan
klien, keluarga, staff, dan pembuatan kebijakan

Page | 47
C. Konteks Psikologis Asuhan
Semua perawat, dimanapun mereka bekerja, harus mampu mengkaji keadaan
psikologis pasien dan memasukan hasil pengkajiaanya dalam rencana asuhan
keperawatan.
1) Keterampilan wawancara
2) Pemeriksaan status mental
D. Prinsip Dasar Upaya Pencegahan dalam Keperawatan Jiwa
 Upaya promotif/preventif (pencegahan primer)
1) Usaha yang meliputi pengurangan,jumlah angka kesakitan dengan deteksi
dini dan pengobatan, dengan kegiatan – kegiatan sebagai berikut :
2) Pendidikan kesehatan tentang prinsip – prinsip kesehatan mental
3) Usaha – usaha untuk meningkatkan kondisi kehidupan
4) Pengkajian terhadap stress yang potensial dari perubahan – perubahan
kehidupan dimana menimbulkan gangguan mental
5) Membantu pasien – pasien di rumah sakit umum untuk usaha – usaha
pencegahan masalah psikiatrik
6) Bekerjasama dengan keluarga/kelompok
7) Berperan serta dalam kegiatan masyarakat dan politik yang ada kaitannya
dalam bidang kesehatan jiwa
 Upaya kuratif
1) Usaha yang meliputi pengurangan,jumlah angka kesakitan dengan
deteksi dini dan pengobatan, dengan kegiatan – kegiatan sebagai
berikut :
2) Menyelenggarakan skrining test dan mengevaluasi hasil
3) Kunjungan rumah untuk persiapan perawatan dan pemberian
pengobatan
4) Pelayanan pengobatan gawat darurat dan pelayanan psikiatrik di rumah
sakit umum
5) Menyelenggarakan millieu therapy
6) Supervisi pada pasien yang mendapatkan pengobatan
7) Pelayanan pencegahan bunuh diri

Page | 48
8) Memberikan konseling terbatas/sederhana
9) Menyelenggarakan intervensi krisis
10) Pelayanan piskoterapi kepada individu, keluarga, kelompok dari
berbagai tingkatan umur
11) Berintegrasi dengan organisasi dan masyarakat dalam megidentifikasi
masalah kesehtaan jiwa
 Upaya rehabilitative
Usaha untuk mengurangi gejala sisa dan atau bahaya adanya
penyakit/gangguan dengan kegiatan – kegiatan berikut :
1) Pengingkatan latihan vokasional dan rehabilitasi
2) Penyelenggaraan program latihan bagi pasien setelah pulang di rawat
ke masyarakat
3) Menyelenggarakan “partai hospitalization”
5.4 Peran Perawat CMHN
A. Konsep CMHN
Konsep utama community mental health nursing atau CMHN adalah
memberikan perawatan dengan metode yang efektif dalam respon kebutuhan kesehatan
jiwa individu, keluarga atau kelompok. Komunitas menjadi dasar pelayanan
keperawatan jiwa dengan cara memberikan perawatan dalam bentuk hubungan
terepeutik bersama pasien dirumah,ditempat kerja,rumah singgah,dll.
Fokus utama CMHN adalah pentingnya menjalin kerja sama dengan keluarga,
orang yang berarti bagi pasien dan kerja sama dalam berbagai seting dikomunitas.
Tujuan dari CMHN adalah memberikan pelayanan,konsultasi, dan edukasi, atau
memberikan informasi mengenai prinsip – prinsip kesehatan jiwa kepada para agen
komunitas lainnya. Konsep CMHN yang paling penting adalah pemberian asuhan
keperawatan kepada klien,keluarga,kelompok, dan masyarakat dalam kondisi sehat
mental, berisiko gangguan jiwa, dan mengalami gangguan jiwa tanpa melibatkan
rumah sakit.
B. Prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas
Keperawatan kesehatan jiwa komunitas adalah pelayanan keperawatan yang
komperhensif,holistik, dan paripurna yang berfokus pada masyarakat yang sehat

Page | 49
jiwa, rentang terhadap stress dan dalam tahap pemulihan serta pencegahan
kekeambuhan.
Pelayanan keperawatan komprehensif adalah pelayanan yang difokuskan pada
pencegahan primer pada anggota masyarakay yang sehat jiwa, pencegahan
sekunder pada anggota masyarakat yang mengalami masalah psikososial dan
pencegahan tersier pada pasien gangguan jiwa dengan proses pemulihan. Sehat
jiwa dicirakan dengan pikiran yang logis, persepsi akurat, emosi konsisten,
perilaku selaras dengan lingkungan dan memiliki hubungan sosial yang
memuaskan.
Pelayanan keperawatan holistik adalah pelayanan menyeluruh pada semua aspek
kehidupan manusia yaitu aspek bio-psiko-sosiso-kultural dan spiritual. Pelayanan
keperawatan paripurna adalah pelayanan pada semua jenjang pelayanan yaitu dari
pelayanan kesehatan jiwa spesialis,pelayanan kesehatan jiwa integratif dan
pelayanan kesehatan jiwa yang bersumber daya masyarakat.
C. Pelayanan Keperawatan Komprehensif
1. Pencegahan primer
Fokus pelayanan keperawatan jiwa adalah pada peningkatan kesehatan dan
pencegahan terjadinya gangguan jiwa. Tujuam pelayanan adalah mencegah
terjadinya gangguan jiwa., mempertahankan dan meningkatkan kesehatan
jiwa. Target pelayanan yaitu pelayanan anggota masyarakat yang belum
mengalami gangguan jiwa sesuai dengan kelompok umur yaitu
anak,remaja,dewasa, dan usia lanjut. Beberapa kegiatan yang dilakukan
adalah :
1) Memberikan pendidikan kesehatan pada orang tua :
a. Pendidikan menjadi orang tua
b. Pendidikan tentang perkembangan anak sesuai dengan usia
c. Memantau dan menstimulasi perkembangan
d. Mensosialiasikan anak dengan lingkungan
2) Pendidikan kesehatan mengatasi stres :
a. Stress pekerjaan
b. Stress perkawinan

Page | 50
c. Stress sekolah
d. Stress pasca bencana
3) Program dukungan sosial diberikan pada anak yatim piatu, individu
yang kehilangan pasangan, kehilangan pekerjaan, kehilangan
rumah/tempat tinggal, yang semuanya mungkin terjadi akibat
bencana. Beberapa kegiatan yang dilakukan sebagai berikut :
a. Memberikan informasi tentaang cara mengatasi kehilangan
b. Menggerakan dukungan masyarakat seperti menjadi orangtua
asuh bagi anak yaitm piatu
c. Melatih ketrampilan sesuai dengan keahlian
d. Mendapatkan dukungan pemerintah dan LSM untuk
memperoleh tempat tinggal
4) Program pencegahan penyalahgunaan. Penyalahgunaan obat sering
digunakan sebagai koping untuk mengatasi masalah. Kegiatan yang
dapat dilakukan :
a. Oendidikan kesehatan melatih koping positif untuk mengatasi
stress
b. Latihan asertif yaitu mengungkapkan keinginan dan perasaan
tanpa menyakiti orang lain
c. Latihan afirmasi dengan menguatkan aspek-aspek positif yang
ada pada diri seseorang
5) Program pencegahan bunuh diri. Perlu dilakukan program :
a. Memberikan informasi untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang tanda-tanda bunuh diri
b. Menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah bunuh
diri
c. Melatih keterampilan koping yang adaptif
2. Pencegahan sekunder
Fokus pelayanan keperawatan pada pencegahan sekunder adalah deteksi
dini dan penangan dengan segara masalah psiokososial dan gangguan jiwa.
Tujuan pelayanan adalah menurunkan angka kejadian gangguan jiwa.

Page | 51
Target pelayanan adalah anggota masyarakat berisiko tanda – tanda
masalah psikososial dan gangguan jiwa. Aktivitas pada pencegahan
sekunder adalah :
1) Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh
informasi
2) Melalukan penjaringan kasus dengan langkah – langkah sebagai
berikut :
a. Melakukan pengkajian
b. Jika ditemuka tanda-tanda yang berkaitan dengan cemas dan
depresi maka lanjutkan pengkajian dengan menggunakan
pengkajian keperawatan kesehatan jiwa
c. Mengumumkan kepada masyarakat tentang gejala dini gangguan
jiwa
d. Memberikan pengobatan cepat terhadap kasus baru
e. Bekerjasama dengan perawat komunitas dalam pemberian obat
yang dibutuhkan klien
f. Melibatkan keluarga dalam pemberikan obat
g. Menangani kasus bunuh diri dengan menempatkan pasien di
tempat yang aman
h. Melakukan terapi modalitas
i. Memfasilitasi self-health group
j. Menyediakan hotline service
k. Melakukan tindak lanjut dan rujukan kasus
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier adalah pelayanan keperawatan yang berfokus
pelayanan keperawatan adalah pada pengingkatan fungsi dan sosialisasi
serta pencegahan kekambuhan pada pasien gangguan jiwa. Tujuannya
adalah mengurangi kecacatan akibat gangguan jiwa. Target pelayanan
adalah anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa pada tahap
pemulihan. Aktivitas pada pecegahan tersier meliputi :

Page | 52
1) Program dukungan sosial dengan menggerakan sumber – sumber di
masyarakat. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :
a. Pendidikan kesehatan tentang perilaku dan sikap masyarakat
terhadap penerimaan pasien gangguan jiwa
b. Penjelasan tentang pentingnya pemanfaatan pelayanan
2) Program rehabilitasi untuk memberdayakan pasien dan keluarga
hingga mandiri berfokus pada kekuatan dan kemampuan paseie dan
keluarga dengan cara :
a. Meningkatkan kemampuan koping
b. Mengembangkan sistem pendukung
c. Membantu pasein dan keluarga merencanakan dan mengambil
keputusan
3) Program sosialiasi
a. Membuat tempat pertemuan untuk sosialisai
b. Mengembangkan keterampilan hidup
c. Program rekreasi
d. Kegiatan sosial dan keagamaan
4) Program mencegah stigma.
Stigma merupakan anggapan yang keliru dari masyarakat terhadap
gangguan jiwa. Kegiatan yang dilakukan yaitu :
a. Memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang
kesehatan jiwa dan gangguan jiwa
b. Melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat dalam rangka
mensosialisasikan kesehatan jiwa dan gangguan jiwa
D. Peran dan Fungsi Perawatan Kesehatan Jiwa Komunitas
CMHN resmi mengakui keperawatan kesehatan jiwa sebagai salah satu dari lima
inti disiplin kesehatan jiwa. Perawat jiwa menggunakan pengetahuan dari ilmu
psikososial, biofisik, teori kepribadian, dan perilaku manusia untuk mendapatkan
suatu kerangka berpikir teoritis yang mendasari praktik keperawatan.
1. Pengkajian yang mempertimbangkan budaya
2. Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan

Page | 53
3. Berperan serta dalam pengelolaan kasus
4. Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental, mengatasi pengaruh penyakit
mental penyuluhan dan konseling
5. Mengelola dan mengkoordinasikan sistem pelayanan yang mengintergrasikan
kebutuhan pasien,keluarga,staf dan pembuat kebijakan
6. Memberikan pedoman pelayanan kesehatan

Perawat kesehatan jiwa masyarakat :

1. Mengkoordinir kegiatan
2. Penyuluhan
3. Terapi aktivitas kelompok dan rehabilitasi

Kader :

1. Pendataan keluarga : sehat,resiko,gangguan


2. Pergerakan penyuluhan keluarga sehat
3. Pergerakan penyuluhan keluarga resiko
4. Pergerakan mengikuti TAK dan rehabilitasi
5.5 Peran Perawat Gangguan
A. Definisi Gangguan
American Phychiatric Association ( 1994 ) mendefinisikan gangguan jiwa sebagai
suatu sindrom atau pola psikoogis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada
seseorang yang dikaitkan dengan adanya distress ( missal : gejala nyeri ) atau disabilitas
( yaitu kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting ) atau disertai peningkatan
resiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas atau sangat kehilangan kebebasan.
Gangguan jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menimbulkan penderitaan
pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peranan social ( Keliat, 2012 ).
B. Peran Perawat
Peran Perawat adalah merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai dengan kependudukan dalam system, dimana dapat dipengaruhi
oleh keadaan social baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang
bersifat konstan ( Hidayat, 2007 ).

Page | 54
C. Jenis – Jenis Gangguan Jiwa
1. Ansietas
Gangguan ansietas adalah sekelompok kondisi yang memberi gambaran penting
tentang ansietas yang berlebihan, disertai respons pelaku, emosional, dan
fisiologis. Individu yang mengalami gangguan ansietasdapat memperlihatkan
perilaku yang tidak lazim seperti panik tanpa alasan, takut yang tidak beralasan
terhadap objekatau kondisi kehidupan. Kategori Gangguan Ansietas. Gangguan
ansietas memiliki banyak manifestasi, tetapi ansietas adalah gambaran utama pada
gangguan berikut ini (DSM-IV-TR, 2000):

• Gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia


• Gangguan fobia: social atau spesifik
• Agorafobia tanpa gangguan panik
• Gangguan obsesif-kompulsif (OCD)
• Gangguan stres pascatrauma
• Gangguan stress akut
• Gangguan ansietas umum
• Gangguan ansietas akibat kondisi medis
• Gangguan ansietas akibat zat
2. Gangguan Skizofrenia

Gejala skizofrenia dibagi dalam dua kategori utama: gejala positif atau gejala
nyata, yang mencakup waham, halusinasi, dan disorganisasi pikiran, bicara, dan
perilaku yang tidak teratur, serta gejala negative atau gejala samar, seperti afek
datar, tidak memiliki kemauan, dan menarik diri dari masyarakat atau rasa tidak
nyaman. Gejala positif dapat dikontrol dengan pengobatan, tetapi gejala negative
sering kali menetap setelah gejala psikotik berkurang. Gejala negative sering kali
menetap sepanjang waktu dan menjadi penghambat utama pemulihan dan
perbaikan fungsi dalam kehidupan sehari-hari klien. Gejala Positif Dan Negatif
Skizofrenia :

Page | 55
 GEJALA POSITIF ATAU GEJALA NYATA

Halusinasi: persepsi sensori yang salah ata pengalaman persepsi yang tidak terjadi
dalam realitas.

Waham: keyakinan yang salah dan dipertahankan yang tidak memiliki dasar dalam
realitas.

Ekopraksia: peniruan gerakan dan gesture orang lain yang diamati klien.

Flight of ideas: aliran vebralisasi yang terus menerus saat individu melompat darin
satu topic ke topic yang lain denag cepat.

Perseverasi: terus menerus membicarakan satu topic atau gagasan; pengulangan


kalimat, atau frasa secara verbal menolak untuk mengubah topic tersebut.

Asosiasi longgar: pikiran atau gagasan yang terpecah-pecah atau buruk.

Gagasan rujukan: kesan yang salah bahwa peristiwa eksternal memilik makna
khusus bagi individu.

Ambivalensi: mempertahankan keyakinan atau perasaan yang tampak kontradiktif


tentang individu, peristiwa, atau situasi yang sama.

 GEJALA NEGATIF ATAU GEJALA SAMAR

Apati: perasaan tidak peduli terhadap individu, aktivitas, peristiwa.

Alogia: kecenderungan berbicara sangat sedikit atau tidak menyampaikan sedikit


substansi makna (miskin isi).

Afek datar: tidak adanya ekspresi wajah yang akan menunjukan emosi atau mood.

Afek tumpul: rentang keadaan perasaan emosional atau mood yang terbatas.
Anhedonia: merasa tidak senang atau tidak gembira dalam menjalani hidup,
aktivitas, atau hubungan.

Page | 56
Katatonia: imobilitas karena faktor psikologis, kadang kala ditandai oleh periode
agitasi atau gembira; klien tampak tidak bergerak, seolah-olah dalam keadaan
setengah sadar.

Tidak memiliki kemauan: tidak adanya keinginan, ambisi, atau dorongan untuk
bertindak atau melakukan tugas-tugas.

3. Gangguan Mood
Gangguan mood (alam perasaan), juga dikenal sebagai gangguan efektif,
adalah perubahan pervasif emosi individu, yang ditandai dengan depresi atau
mania.
a. Kategori Gangguan Mood
1) Gangguan unipolar, yang mencakup depresi mayor dan gangguan
distimia, yang selama gangguan tersebut individu memperlihatkan
kesedihan, agitasi, dan kemarahan karena satu perubahan mood yang
ekstrem akibat depresi, dan gangguan bipolar.
2) Mania merupakan peningkatan mood yang abnormal ketika individu
sangat energetik; memerlukan sedikit tidur, istirahat, atau makan;
memiliki rasa berlebihan tentang kepentingan diri, harga diri tinggi.
Perilaku sangat bersemangat pada mania sering kali terlihat dalam
bentuk aktivitas yang diarahkan pada banyak tujuan, mencari
kesenangan, dan perilaku risiko tinggi.
3) Gangguan depresif mencakup gangguan depresif mayor, gangguan
distimia, dan gangguan depresif yang tidak tergolongkan.
4. Gangguan Kognitif
Delirium adalah suatu sindrom yang mencakup gangguan kesadaran yang
disertai dengan perubahan kognisi. Delirium biasanya terjadi dalam waktu
singkat, kadang-kadang tidak lebih dari beberpa jam, dan berfluktuasi atau
perubahan sepanjang hari. Klien sulit memberikan perhatian, mudah
terdistraksi, disorientasi, dan dapat mengalami gangguan sensori seperti ilusi,
salah interpretasi, atau halusinasi. Suara keras dari kereta cucian dilorong dapat
di salah artikan sebagai suara tembakan (salah interpretasi).

Page | 57
 Penyebab : Delirium hampir selalu diakibatkan oleh gangguan atau penyakit
fisiologis, metabolik, atau serebral yang dapat diidentifikasi, intoksikasi obat, atau
putus obat.
 Pertimbangan Budaya : Individu dari latar belakang budaya yang berbeda
mungkin tidak mengetahui informasi yang diminta untuk mengkaji memori,
seperti nama mantan presiden amerikat serikat. Orientasi penempatandan tempat,
dapat dianggap berbeda pada budaya lain, dan kegagalan dalam mengetahui
informasi ini tidak boleh disalahartikan sebagai disorientasi (DSM-IV-TR, 2002).
 Gejala Delirium
o Sulit memberikan perhatian
o Mudah terdistraksi
o Disorientasi
o Dapat mengalami gangguan sensori seperti ilusi, salah
interpretasi, atau halusinasi.
o Dapat mengalami gangguan siklus tidur-bangun

o Perubahan aktivitas psikomotor

o Dapat mengalami ansietas, takut, iritabilitas, euforia atau


apati.

 Gangguan Amnestik
Di tandai dengan gangguan memori yang disebabkan oleh efek
fisiologis langsung dari kondisi medis umum atau efek zat
yang menetap, seperti alkohol atau obat lain (DSM-IV-TR,
2002). Gangguan memori cukup berat menyebabkan gangguan
yang nyata pada fungsi sosial atau okupasional dan
menunjukan penurunan yang signifikan dari tingkat fungsi
sebelumnya. Kebingungan, disorientasi, dan defisit perhatian
biasa terjadi.
5. Gangguan Kepribadian

Page | 58
Gangguan kepribadian didiagnosis saat sifat kepribadian
individu menjadi kaku dan maladaptif dan secara signifikan
menggangu cara individu melakukan fungsi dalam masyarakat
atau menyebabkan distres emosional individu.
6. Gangguan pada Anak dan Remaja
Gangguan jiwa tidak mudah didiagnosis pada anak-anak
seperti pada orang dewasa. Anak-anak seringkali kurang
memiliki kemampuan kognitif abstrak atau keterampilan
verbal untuk menjelaskan apa yang terjadi.
1) Retardasi Mental
Gambaran penting retardasi mental adalah fungsi
intelektual di bawah rata-rata (IQ di bawah 70) yang
disertai dengan keterbatasan yang penting dalam area
fungsi adaptif, seperti keterampilan komunikasi, perawatan
diri, ditinggal di rumah, keterampilan personal atau sosial,
penggunaan sumber masyarakat, penunjukan diri,
keterampilan akademik, pekerjaan, waktu senggang dan
kesehatan serta keamanan (King et al., 2008).
2) Gangguan Belajar
Gangguan belajar didiagnosis saat prestasi anak dalam membaca,
berhitungm atau ekspetasi menulis kurang dari yang diharapkan untuk
usia, pendidikan formal, dan tingkat inteligensi anak tersebut. Masalah
dalam belajar mengganggu prestasi akademik dan aktivitas hidup yang
memerlukan keterampilan membaca, berhitung, atau menulis (DSM-IV-
TR, 2000).

3) Gangguan Keterampilan Motorik


Gambaran penting gangguan koordinasi perkembangan
adalah gangguang nyata pada koordinasi, cukup berat
untuk mengganggu prestasi akademik atau aktivitas hidup
sehari-hari (DSM-IV-TR, 2000).

Page | 59
4) Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi didiagnosis saat defisit komunikasi
anak cukup berat untuk mengganggu perkembangan,
prestasi akademik, atau aktivitas hidup sehari-hari,
termasuk sosialisasi. Gangguan bahasa ekspresif
mencakup gangguan kemampuan untuk berkomunikasi
melalui bahasa verbal dan isyarat.

5) Gangguan Perkembangan Pervasif


Gangguan perkembangan pervasif ditandai dengan
gangguan keterampilan interaksi sosial timbal balik yang
pervasif dan biasanya berat, penyimpangan komunikasi,
dan pola perilaku stereotip yang terbatas (Volkmar &
Klin, 2000). Yang termasuk dalam gangguan ini adalah
gangguan autistik, gangguan rett, gangguan disintegratif
masa kanak-kanak, dan gangguan asperger.

6) Gangguan Hiperaktivitas Defisit Perhatian (ADHD)


Gangguan ini ditandai dengan sikap kurang memperhatikan, overaktif, dan
implusif. Sebagai gangguan yang umum terutama pada laki-laki, ADHD
mungkin perlu lebih banyak rujukan ke kesehatan jiwa anak daripada
gangguan lainnya (McCracken, 2000).

7) Gangguan Tingkah Laku


Adalah perilaku antisosial yang persisten pada anak dan remaja yang
secara signifikan mengganggu kemampuan mereka untuk melakukan
fungsi di bidang sosial, akademik, atau pekerjaannya. Gejalanya
dikelompokan menjadi 4 area : agresi terhadap orang dan binatang,
perusakan barang-barang, kecurangan dan pencurian, dan pelanggaran
peraturan yang serius (Steiner, 2000).

8) Gangguan Sikap Menentang

Page | 60
Gangguan sikap menentang terdiri atas pola menetap sikap
tidak kooperatif, tidak patuh, dan perilaku bermusuhan
terhadap figur yang berwenang yang tidak mencakup
pelanggaran antisosial utama.

7. Gangguan tidur

Gangguan tidur biasa terjadi pada penduduk secara umum dan


penderita gangguan jiwa. Insomnia merupakan gangguan tidur
yang paling sering terjadi. Gangguan tidur yang lain adalah
rasa mengantuk yang berlebihan pada siang hari, sulit tidur
pada waktu tidur yang diinginkan dan kejadian pada malam
hari yang laur biasa seperti mimpi buruk dan berjalan sambal
tidur.

Gangguan tidur diklasifikasikan kedalam empat kelompok besar :

 Gangguan memulai atau mempertahankan


tidur(insomnia).

 Gangguan somnolen yang berlebihan juga disebut


hypersomnia.

 Gangguan jadwal tidur bangun ditandai oleh tidur normal


tetapi pada waktu yang tidak tepat.

8. Gangguan makan

Gangguan makan adalah sikap yang berbeda terhadap makanan yang


menyebabkan seseorang mengubah perilaku dan kebiasaan makanya. Hal ini
dapat menjadi kondisi serius yang berdampak negative pada kesehatan, emosi
dan kemampuan seseorang dalam berbagai area kehidupan yang penting.
Jenis – jenis gangguan makan :

Page | 61
- Anoreksia Nervosa adalah ganguan makan yang mengancam jiwa yang
ditandai dengan penolakan atau ketidakmapuan klien untuk
mempertahankan berat badan normal yang minimal.
- Bulimia Nervosa adalah gangguan makan yang mengalami kehilangan
kendali saat makan sehingga berulang kali mengkonsumsi makanan dalam
jumlah banyak lalu mengeluarkannya kembali
- Ganguan makan berlebihan adalah gangguan yang pada penderitanya
menghabiskan makanan dengan cepat dalam jumlah besar dan periode
waktu tertentu walaupun tidak ada kesepakatan berapa jumlah kalori yang
tepat sebagai makan berlebihan.

D. Peran Perawat Terhadap Gangguan


Tiga domain praktik keperawatan jiwa kontemporer meliputi :

• Aktivitas asuhan langsung ( advokasi, dukungan system social, konseling, pelatihan


keterampilan social, penatalaksanaan stress, dll )
• Aktivitas komunikasi ( dokumentasi asuhan, kesaksian forensic, mengembangkan
rencana terapi, dll )
• Aktivitas penatlaksanaan ( delegasi tugas, kolaborasi, koordinasi pelayanan, mentor,
medisiasi, publikasi )

Perawat jiwa harus mampu :

• Membuat pengkajian kesehatan bio-psiko-sosial-spiritual yang peka terhadap budaya


• Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan untuk pasien dan keluarga
yang mengalami masalah kesehatan kompleks dan kondisi yang dapat menimbulkan
sakit
• Berperan serta dalam aktivitas manajemen kasus, seperti mengoorganisasi,
mengakskes, menegosiasi, mengoordinasi, dan mengintegrasikan pelayanan dan
perbaikan bagi individu dan keluarga

Page | 62
• Memberikan pedoman perawatan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok,
untuk menggunakan sumber kesehatan jiwa yang tersedia di komunitas termasuk
pemberi perawatan, Lembaga, teknologindan system soial yang tepat
• Meningkatkan dan memelihara kesehatan jiwa serta mengatasi pengaruh gangguan
jiwa melalui penyuluhan dan konseling
• Memberikan asuhan kepada pasien penyakit fisik yang mengalami masalh fisik

Tingkat pencegahan :

• Pencegahan primer : suatu konsep komunitas termasuk menurunkan insiden penyakit


di komunitas dengan mengubah factor penyebab sebelum hal tersebut
membahayakan. Pencegahan primer dilakukan sebelum ada penyakit dan diterapkan
pada penduduk yang umumnya sehat. Pencegahan ini meliputi promosi kesehatan
dan pencegahan penyakit
• Pencegahan sekunder : mencakup pengurangan prevalensi penyakit actual melalui
deteksi dini dan penanganan masalah kesehatan
• Pencegahan tersier : mencakup penurunan gangguan atau disabilitas yang
disebabakan oleh penyakit

Page | 63
BAB VI

Pelayanan dan Kolaborasi Interdisiplin dalam pelayanan Kesehatan


Jiwa
6.1Definisi pelayan dan kolaborasi interdisiplin
Pelayanan kesehatan berperan penting untuk menjalankan konsep kesehatan
jiwa masyarakat. Yang bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan
kemampuan klien dalam memelihara kesehatan jiwanya.
Interdisiplin merupakan suatu kegiatan yang didasarkan pada sejumlah dimensi
kunci, termasuk di dalamnya adalah : tujuan yang jelas, identitas bersama,  komitmen
bersama ,  peran yang jelas dari masing maing profesi, saling ketergantungan, dan
integrasi satu sama lain. interdisiplin adalah unsur penting untuk mengurangi duplikasi
usaha, meningkatkan koordinasi, meningkatkan keselamatan dan, oleh karena itu,
memberikan perawatan berkualitas tinggi.
Pelayanan Kesehatan Nasional Manajemen Eksekutif (1993) di Inggris
menyatakan Hasil terbaik dan biaya paling efektif untuk pasien dan klien dicapai
ketika profesional bekerja sama, belajar bersama, terlibat dalam audit klinis hasil
bersama-sama,dan menghasilkan inovasi untuk memastikan kemajuan dalam praktek
dan pelayanan.
Kolaborasi adalah  bentuk 'longgar' dari tim kerja interprofessional. Ini berbeda
dari kerja tim dalam hal  identitas bersama dan integrasi individu yang kurang
dianggap penting. Namun, ini mirip dengan kerjasama tim dalam hal pembagian 
akuntabilitas bersama antara individu, saling ketergantungan antar individu, kejelasan
peran / tujuan dan tugas tim, namun secara general kolaborasi digunakan pada setting
dimana hanya memiliki sedikit kondisi unpredictable, urgency dan kompleksitas
A. Proses Kolaborasi
Dari penjabaran sifat kolaborasi dapat disimpulkan bahwa kolaborasi dapat dianalisis
melalui empat buah indikator :
 Kontrol – kekuasaan
Berbagi kekuasaan atau kontrol kekuasaan bersama dapat terbina apabila baik dokter
maupun perawat terdapat kesempatan sama untuk mendiskusikan pasien tertentu.

Page | 64
Beberapa peneliti telah mengembangkan instrumen penelitian untuk mengukur
kontrol-kekuasaan pada interaksi perawat-dokter.
 Lingkungan Praktik
Lingkungan praktik menunjukan kegiatan dan tanggung jawab masingmasing pihak.
Meskipun perawat dan dokter memiliki bidang praktik yang terpisah sesuai dengan
peraturan praktik perawat dan dokter,tapi ada tugastugas tertentu yang dibina bersama.
 Kepentingan Bersama
Peneliti yang menganalisa kepentingan bersama sebagai indikator kolaborasi antara
perawat dan dokter seringkali menanggapi dari sudut pandang perilaku organisasi. Para
teoris ini menjabarkan kepentingan bersama secara operasional menggunakan istilah
tingkat ketegasan masing-masing ( usaha untuk memuaskan sendiri ) dan faktor kerja
sama ( usaha untuk memuaskan kepentingan pihak lain ). Thomas dan Kilmann (1974)
telah merancang model untuk mengukur pola managemen penanganan konflik: (1)
bersaing, (2) berkolaborasi, 3) berkompromi, (4) menghindar, (5 ) mengakomodasi.
 Tujuan Bersama
Tujuan manajemen penyembuhan sifatnya lebih terorientasi kepada pasien dan dapat
membantu menentukan bidang tanggung jawab yang erat kaitannya dengan prognosis
pasien. Ada tujuan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab perawat, ada yang
dianggap sebagai tanggung jawab sepenuhnya dari dokter, ada pula tujuan yang
merupakan tanggung jawab bersama antara dokter dan perawat.
6.2Pelayanan dan kolaborasi interdisiplin dalam kesehatan jiwa
Pelayanan dan kolaborasi interdisiplin keperawatan jiwa merupakan pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh sekelompok tim kesehatan profesional (perawatan,
dokter, tim kesehatan lainnya maupun pasien dan keluarga pasien sakit jiwa) yang
mempunyai hubumgan yang jelas, dengan tujuan menentukan diagnosa, tindakan-
tindakan medis, dorongan moral dan kepedulian khususnya kepada pasien sakit jiwa.
Pelayanan akan berfungsi baik jika terjadi adanya kontribusi dari anggota tim dalam
memberikan palayanan kesehatan terbaik kepada pasien jiwa. Anggota tim kesehatan
meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan
apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi interdisiplin hendaknya memiliki komunikasi
yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai antar sesama anggota tim.

Page | 65
Secara integral, pasien adalah anggota tim yang terpenting. Partisipasi pasien
dalam pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana menjadi
efektif. Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai jika
pasien sebagai pusat anggota tim. Karena dalam hal ini pasien sakit jiwa tidak dapat
berfikir dengan nalar dan pikiran rasional, maka keluarga pasienlah yang dapat
dijadikan pusat dari anggota tim. Disana anggota tim dapat berkolaborasi dalam
menentukan tindakan-tindakan yang telah ditentukan. Apabila pasien sakit jiwa tidak
memiliki keluarga terdekat, maka disinilah peran perawat dibutuhkan sebagai pusat
anggota tim. Karena perawatlah yang paling sering berkomunikasi dan kontak
langsung dengan pasien sakit jiwa. Perawat berada disamping pasien selam 24 jam
sehingga perawatlah yang mengetahui semua masalah pasien dan banyak kesempatan
untuk memberikan pelayanan yang baik dengan tim yang baik.
Perawat adalah anggota membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin tim.
Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting
antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.
Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah
penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti
pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim
lainnya sebagaimana membuat referal pemberian pengobatan.
6.3 Elemen Penting Dalam Mencapai Kolaborasi Interdisiplin Efektif
Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja dengan
kompak dalam mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai kolaborasi
interdisiplin yang efektif meliputi kerjasama, asertifitas, tanggung jawab, komunikasi,
kewenangan dan kordinasi.
 Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa
beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan.
 Ketegasan penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan
keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar didengar
dan konsensus untuk dicapai.

Page | 66
 Tanggung jawab artinya mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil
konsensus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya.
 Ketegasan penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan
keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar didengar
dan konsensus untuk dicapai.
 Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab untuk membagi
informasi penting mengenai perawatan pasien sakit jiwa dan issu yang relevan
untuk membuat keputusan klinis.
 Pemberian pertolongan artinya masing-masing anggota dapat memberikan
tindakan pertolongan namun tetap mengacu pada aturan-aturan yang telah
disepakati.
 Kewenangan mencakup kemandirian anggota tim dalam batas kompetensinya.
 Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan pasien
sakit jiwa, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam
menyelesaikan permasalahan.
 Tujuan umum artinya setiap argumen atau tindakan yang dilakukan memiliki
tujuan untuk kesehatan pasien sakit jiwa.
Kolaborasi dapat berjalan dengan baik jika :
 Semua profesi mempunyai visi dan misi yang sama.
 Masing-masing profesi mengetahui batas-batas dari pekerjaannya.
 Anggota profesi dapat bertukar informasi dengan baik.
 Masing-masing profesi mengakui keahlian dari profesi lain yang tergabung
dalam tim.
6.4 Manfaat Kolaborasi Interdisiplin Dalam Pelayanan Keperawatan Jiwa
Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi profesional,
kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien. Kolegalitas
menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalah-masalah
dalam tim dari pada menyalahkan seseorang atau atau menghindari tangung jawab.
Beberapa tujuan kolaborasi interdisiplin dalam pelayanan keperawatan jiwa antara lain :
1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian
unik profesional untuk pasien sakit jiwa

Page | 67
2. Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
3. Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
4. Meningkatnya kohesifitas antar profesional
5. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional
6. Menumbuhkan komunikasi, menghargai argumen dan memahami orang lain.
6.5 Hambatan dalam Melakukan Kolaborasi Interdisiplin dalam Keperawatan Jiwa
Kolaborasi interdisiplin tidak selalu bisa dikembangkan dengan mudah. Ada
banyak hambatan antara anggota interdisiplin, meliputi :
1. Ketidaksesuaian pendidikan dan latihan anggota tim
2. Struktur organisasi yang konvensional
3. Konflik peran dan tujuan
4. Kompetisi interpersonal
5. Status dan kekuasaan dan individu itu sendiri

Page | 68
BAB VII

Model pendekatan asuhan keperawatan jiwa

7.1 Konsep Model Sulifan


A. Biografi
Harry Stuck Sullivan lahir disuatu daerah pertanian dekat Norwich,
New York, pada tanggal 21 Feb 1892, dan meninggal pada tanggal 14 Jan 1949
di Paris. Ia meraih gelar dokternya dari Chicago College of Medicine Surgery
pada tahun 1917, dan bekerja pada angkatan bersenjata selama perang dunia I.
Harry Stuck Sullivan menekankan bahwa kepribadian semata-mata merupakan
suatu hipotesa, “sebuah ilusi”, yang tidak dapat diselidiki atau diamati secara
terpisah dari situasi interpersonal.
Sullivan tidak percaya bahwa kepribadian dibentuk diusia muda,
kepribadian itu bisa saja berubah kapan saja pada saat situasi interpersonal
timbul, karena manusia seperti plastikdan lunak sehingga dapat ditempa.
Wawancara psikiatris adalah istilah sullivan untuk menggambarkan atau untuk
menyebut pada situasi interpersonal yang dilakukan dengan cara tatap muka
ynag terjadi antara pasien dengan terapis sullivan mengidentifikasi wawancara
sebagai suatu sistem tentang suatu proses interpersonal yang timbul dari
observasi partisipan, dalam hal pewawancara menarik suatu kesimpulan
tentang orang yang diwawacara. Tahap wawancara terbagi atas :
- Permulaan yang formal
- Peninjauan (reconnaissance)
- Penyelidikan yang lebih mendetail
- Terminasi

Menurut Harry Stack sullivan, kepribadian adalah pola yang relatif menetap
dari situasi-situasi antar pribadi yang berulang, yang menjadi ciri kehidupan
manusia. Pengalaman hubungan antar pribadi dalam mengubah fungsi fisiologi
organisme menjadi organisme sosial.

Page | 69
B. Teori Yang Dikembangkan
Sullivan adalah pencipta pandangan baru yang terkenal dengan nama
interpersonal theory of psychiatry. Ajaran pokok teori ini berhubungan dengan
teori kepribadian ialah bahwa kepribadian merupakan “ pola yang relative
menetap dalam situasi-situasi antar pribadi yang berulang yang menjadi ciri
kehidupan seorang manusia”. Sullvan memandang kehidupan manusia sebagai
sistem energi, yang perhatian utamanya adalah bagaimana menghulangkan
ketegangan yang ditimbulkan oleh keinginan dan kecemasan. Energi dapat
terwujud dalam bentuk-bentuk di bawah ini :
1) Tegangan ( Tension)
Tension adalah potensi untuk bertingkah laku yang di sadari atau tidak
disadari. Sumber tegangan tersebut ada 2 ;
a. Kebutuhan ( needs) Kebutuhan yan pertama muncul adalah tekanan
yang timbul akibat ketidakseimbangan biologis dalam diri individu.
Kebutuhan interpersonal yang tepenting adalah kelembutan kasih
sayang (teenderness). Memuaskan kebutuhan dapat menghilangkan
tension, sedangkang kegagalan memuaskan need yang
berkepanjangan bisa menimbulkan keadaan apathy (kelesuhan),
yaitu bentuk penundaan kebutuhan untuk meredakan ketegangan
secara umum.
b. Kecemasan (anxiety)
Menurut sullivan, kecemasan merupakan pengaruh pendidikan terbesar
sepanjang hayat, disalurkan mula-mula oleh pelaku keibuan kepada
bayinya. Jika ibu mengalami kecemasan, akan dinyatakan pada wajah,
irama, kata, dan tingkah lakunya. Proses ini oleh sulliva dinamakan
empati biasaya bayi mengalami kecemasannya dengan operasi
pengalaman, bisa pertahanan tidur atau somnolent detachment (bayi
menolak berhubungan dengan pemicu kecemasan dengan cara tidur),
menyesuaikan tingkah lakunya dengan kemauan dan tuntutan orang tua,

Page | 70
dan atau dengan memilih mana yang harus tidak diperhatikan (selective
inattention)-menolak menyadari stimulus yang mengganggu.
2) Transformasi energi (energy transformation)
Tenggangan yang ditransfortasikan tingkah laku, baik tingkah laku yang
terbuka maupun tertutup, disebut transformasi energi. Tingkah laku
yang ditrasformasi itu meliputi gerakan yang kasatmata, dan kegiatan
mental seperti perasaan, pikiran, persepsi, dan ingatan. Bentuk-bentuk
kegiatan yang dapat mengurangi tegangan menurut sullivan dipelajari
dan ditentukan oleh masyarakat tempat orang itu di besarkan.
Sullivan merumuskan empat buah dalil sebagai dasar semua terorinya, yaitu:
1) Dalil biologik yang mengemukakan bahwa manusia sebagai binatang
berbeda dengan binatang lain dalam soal kesaling-bergantungan sosial.
2) Esensial berfungsi secara manusiawi (“man’s essentially human mode
of functioning”). Dalam segala macam kegiatan, manusia tetap lebih
dekat pada berfungsi secara manusiawi dari pada binatang.
3) Pentingnya kecemasan. Kecemasan itu ialah suatu fenomen dalam
hubungan antarmanusia, biarpun manusia lain itu tidak nyata, tetapi
hanya sebagai fantasi saja.
4) Dalil kelembutan hati. Kelembutan hati dalam segala bentuk
manifestasinya ialah suatu perkembangan interpersonal dan bukan lah
suatu naluri.

Kecemasan yang merupakan kekuatan pendorong yang dinamik untuk perkembangan


kepribadian, dapat pula merupakan elemen utama dalam menimbulkan nerosa,
psikosa dan gangguan jiwa yang lain rasa harga diri dengan pelepasan keteganggan
yang masih dapat diterima dan dengan pencegahan pelepasan kecemasan yang lebih
hebat, dapat mempertahankan individu sebagai suatu kesatuan yang berfungsi secara
efektif.

C. Struktur Kepribadian

Page | 71
meskipun Sullivan memandang tegas sifat dinamis kepribadian, namun
menurutnya ada beberapa aspek kepribadian yang nyata-nyata stabil dalam
waktu yang lama:
a. Dinamisme ( the dynamism) Dinamisme adalah pola tingkah laku
( transformasi,energi baik terbuka maupun tersembunyi ) yang
menetapkan dan berulang terjadi yang menjadi ciri khusus seseorang.
Dinamisme yang melayani kebutuhan kepuasan organisme melibatkan
bagian tubuh,yakni alat reseptor, efektor dan sistem saraf. Misalnya,
dinamisme maka melibatkan otot mulut dan leher.
b. Personifikasi ( personification ) personifikasi adalah suatu gambaran
mengenai diri atau orang lain yang dibangun Berdasarkan pengalaman yang
menimbulkan kepuasan atau kecemasan. hubungan yang memberi
kepuasan akan membangkitkan image positif, sebaliknya jika melibatkan
Kecamatan akan membangkitkan image negatif.
c. Sistem self ( self system ) file system adalah pola tingkah laku yang
konsisten yang mempertahankan keamanan interpersonal dengan
menghindari atau mengecilkan kecemasan.
d. Proses kongnitif ( congnitive process ) menurut Sullivan, proses atau
pengalaman hidup dapat dikelompokkan menjadi tiga macam:
1. Prototaxis ( prototaksis ), adalah rangkaian pengalaman yang terpisah-
pisah yang dialami pada bayi di mana harus kesadaran ( penginderaan,
bayangan, dan perasaan ) mengalir ke dalam jiwa tanpa pengertian “
sebelum “ dan “ sesudah “ semua pengetahuan bayi adalah pengetahuan
saat itu , di sini dan sekarang.
2. Paratacis ( parataksis ). sekitar awal tahun kedua, bayi mulai mengenal
persamaan persamaan dan perbedaan peristiwa, disebut pengalaman para
taksis atau asosiasi.
3. Syntaxis ( sintaksis ) adalah berpikir logis dan realistis, menggunakan
lambang-lambang yang diterima bersama-sama, khususnya bahasan kata
bilangan. tiga model pengalaman itu terjadi sepanjang hayat. normalnya
sintaksis mulai mendominasi sejak usia 4 sampai 10 tahun.

Page | 72
D. Perkembangan kepibadian

Periode Orang Proses Pencapaian Perkembangan


penting interpersonal utama negatif
Infancy 0 – Peran Kelembutan Awal Rasa aman
1,5 Lahir keibuan kasih sayang mengorganisasi beroperasi
berbicara pengalaman, melalui
belajar aparthy dan
memuaskan somnolent
beberapa detachment
kebutuhan diri
Childhood Orang tua Melindungi Belajar melalui Performasi as
1,5 – 4 rasa aman identifikasi if ,
Berbicara melalui imaji dengan orang rasionalisasi
hubungan temen sebaya tua; belajar preokupansi
sebaya sublimasi transformasi
menganti suatu jaha
kepuasan
dengan
kepuasan yang
lain
Juvenile 4 – Teman Orientasi Belajarbekerja Stereotip
8 / 10 bermain menuju sama dan Ostrasisme
Hubungan yang kehidupan bersaing Disparajemen
sebaya chu sesuai sebaya dengan orang
lain, belajar
berusaha
dengan figur

Page | 73
otoritas
Pra- Chum Intimasi Belajar Loneliness
adolesen tunggal mencinti orang
8 / 10 – 12 lain seperti atau
Chum melebihi
pubertas mencintai diri
awal senidri
Adolesen Chum Intimasi dan Integrasi Pola
awal 12 – jamak nafsu seks ke kebutuhan tingkahlaku
16 pubertas orang yang intimasi dengan seksual yang
seks mental berbeda kepuasan tidak
seksual terpuaskan
Adolesen Kekasih Menggabung Integrasi Personifikasi
akhir 16 – intimasi kedalam yang tidak
20 seks dengan nafsu masyarakat tepat
atanggung dewasa Self - keterbatasan
jawab respect hidup
sosial
Maturity 20 Konsolidasi
< pencapaian
setiap tahap

7.2 Konsel Model Stuart


A. Definisi Kesehatan Jiwa Dan Gangguan Jiwa Menurut Stuart
Kesehatan jiwa adalah suatu keadaan sejahtera dikaitkan dengan kebahgaian,
kegembiraan, kepuasaan, pencapaian, optimisme, atau harapan. Bagaimanapun
juga istilah ini sulit untuk didefinisikan, dan makna dapat berubah apabila
dihubungkan dengan orang dan situasi kehidupan tertentu.
 Kriteria sehat jiwa
Berikut ini enam kriteria sebagai indikator sehat jiwa, yaitu:
1) sikap positif terhadap diri sendiri, seseorang harus memiliki objektifitas
tentang dirinya dan aspirasi yang realistik dan perlu berubah sesuai usia.

Page | 74
2) Berkembang, aktualisasi diri dan ketahanan diri, Maslow (1958) dan
Rogers (1961) mengembangkan teori tentang realisasi potensi manusia.
Maslow menguraikan konsep aktualisasi-diri, Roger menekankan pada
manusia yang berfungsi secara penuh.
3) Terikat pada diri sendiri dan mampu menggunakan sumber yang ada
4) Mempunyai akses pada perasaan pribadi dan mengintegrasikannya dengan
pikiran dan perilaku
5) Dapat berinteraksi secara bebas dan terbuka dengan lingkungan
6) Dapat berbagi dengan orang lain dan tumbuh dari pengalaman tersebut
Kriteria ini meliputi konsep ketahanan (resilience), yaitu kemampuan untuk
mencapai, mempertahankan dan memulihkan tingkat kesehatan fisik atau
emosional setelah mengalami suatu tragedi, trauma atau stressor yang
sangat besar dan bermakna.
 Definisi Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa adalah pola perilaku atau psikologis yang ditujukan oleh
individu yang menyebabkan distress, disfungsi dan menurunkan kualitas
kehidupan.
B. KOMPONEN BIOPSIKOSOSIAL
Model adaptasi stress Stuart dari asuhan keperawatan kesehatan jiwa memandang
perilaku manusia dari perspektif yang mengintegrasikan aspek biologis, psikologis,
dan sosial budaya dalam asuhan keperawatan.
 Faktor predisposisi Faktor predisposisi merupakan faktor resiko dan
protektif yang memengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat
digunakan seseorang untuk mengatasi stress. Faktor predisposisi tersebut
terdiri dari aspek biologis, psikologis dan sosial budaya.
- Predisposisi biologis meliputi latar belakang genetik, status nutrisi,
kepekaan biologis, kesehatan secara umum, dan keterpaparan pada
racun.
- Predisposisi psikologis meliputi inteligensi, keterampilan, moral,
kepribadian, pengalam masalalu, konsep diri dan motivasi,

Page | 75
pertahanan psikologis dan fokus kendali, atau suatu perasaan
pengendalian terhadap nasib diri sendiri.
- Predisposisi sosial budaya meliputi usia, gender, pendidikan,
penghasilan, pekerjaan, latar belakang budaya, keyakinan religi,
afiliasi politik, pengalaman sosialisasi, dan tingkat integrasi sosial
atau keterhubungan.
 Stressor presipitasi Stressor presipitasi adalah stimulus yang
menantang, mengancam, atau menuntut individu. Stressor ini dapat
bersifat biologis, psikologis, atau sosial budaya. Stimulus ini bisa
berasal baik dari lingkungan internal atau lingkungan eksternal
manusia.
Respons perilaku sebagai hasil dari respons psikologis dan emosional, begitu juga
analisis kognitif dari suatu situasi yang menimbulkan stres. Caplan (1981) menguraikan empat
fase respons perilaku individu terhadap peristiwa yang menimbulkan stres:
 Fase 1 adalah perilaku yang mengubah lingkungan yang menimbulkan
stres atau memungkinkan individu untuk menghindarinya
 Fase 2 adalah perilaku yang memungkinkan individu untuk mengubah
lingkungan eksternal dan hasilnya
 Fase 3 adalah perliaku intrapsikik yang berguna untuk mempertahankan
suasana emosi yang tidak menyenangkan
 Fase 4 adalah perilaku intrapsikik yang membantu seseorang untuk
memahami kejadian melalui penyesuaian internal
POLA RESPONS MENURUT MODEL ADAPTASI STRESS STUART
 Respons yang mendukung fungsi terintergrasi di anggap sebagai
respon adaptif
 Respon yang menghambat fungsi terintegrasi dianggap sebagai repons maladaptif.

7.3 Konsep Model Psikoanalisa


A. Pendiri Teori Psikoanalisa
Joseph breuer, seorang dokter terkemuka di kota Wina, dari bulan Desember 1880
sampai bulan Juni 1882 mengobati dengan hipnosa “anna O” seorang gadis berumur 21 tahun
yang menunjukan beberapa gejala histerik . Sigmund Freud (1856-1939) mendengar kasus ini,

Page | 76
hal ini merupakan salah satu faktor yang didorong Freud mengembangkan psikoanalisa.
Perkembangan kepribadian itu, menurut Freud berjalan melalui beberapa fase.
Fase oral ialah fase pertama yang menunjukan bahwa bayi itu mendapatkan kepuasan
melalui mulutnya. Rasa lapar mendorongnya mengenal dunia luar melalui mulutnya. Menelan
sesuatu berarti memberi kepuasan dan memuntahkan sesuatu mengakibatkan ketegangan.
Ibunya dikenalnya sebagai sumber makanan dan kenikmatan erotik yang didapatinya dengan
jalan menetek. Dengan demikian maka ibunya menjadi objek cintanya yang pertama.
Fase anal-sadistik menunjukan kepada kesenangan dalam mengeluarkan tinja dan
kencing. Bila dalam fase oral bayi itu sangat pasif dan bergantung kepada ibunya, maka dalam
fase anal ia dituntut agar melepaskan salah satu aspek kebebasannya, yaitu harus menyetujui
keinginan ibunya dengan mengeluarkan tinja dan air seninya pada waktu dsan tempat tertentu.
Pengeluaran tinja dan perilaku terhadapnya dianggapnya sebagai satu tindakan sadis dan
manusia diperlakukan demikian juga seperti kotoran itu, bila ia tidak dapat melalui fase ini
dengan baik. Elemen sadis kedua ialah pengawasan terhadap ‘sphincter’ (otot penutup).
Seorang anak menunjukan kekuasaanya terhadap ibunya dengan memberi perasaan kekuasaan
sosial.
Fase falik dilalui dengan pergolakan pencairan obyek cinta. Dalam fase ini diletakkan
dasar untuk pola pemilihan obyek dihari kemudian. Fase falik mulai sejak umur 3 tahun dan
berlangsung sampai kira-kira akhir tahun ke 5. Fase laten dimulai dari umur 5 tahun,
perkembangan sexual berhenti hingga anak itu mencapai masa pubertas, yaitu pada kira-kira
umur 1 tahun.

Dari sudut struktur maka oleh Freud jiwa itu dibagi menjadi 3 bagian, yaitu id, ego,
dan superego, yang semuanya mempunyai fungsinya sendiri-sendiri.

 Id ialah tempat dorongan naluri dan berada di bawah pengawasan proses primer.
Karena itu bekerja sesuai dengan prinsip kesenangan tanpa memperdulikan kenyataan.
 Ego lebih teratur organisasinya dan tugasnya ialah untuk menghindari ketidak
senangan dan rasa nyeri dengan melawan atau mengatur pelepasan dorongan nalurinya
agar sesuai dengan tuntutan dunia luar.
 Superego mulai nyata waktu komplex Oedipus diselesaikan dan dengan ini identifikasi
dengan orang tua sex yang sama dipercepat. Identifikasi ini berdasarkan pergulatan

Page | 77
anak itu dalam menindas maksud-maksud instinctual. Usaha untuk menolak memberi
kepada superego sifat menolak atau sifat mengalangi.
 Kecemasan oleh Freud dibagi menjadi kecemasan nyata dan kecemasan nerotik,
kedua-duanya timbul sebagai reaksi terhadap sesuatu bahaya yang mengancam
organisme.

Watak dalam psikoanalisa menunjuk kepada pola adaptasi terhadap dorongan


instinctual dan bagi si individu dan dorongan dari lingkungan yang sudah menjadi ciri khas
atau kebiasaan bagi si individu dan yang langsung dapat diamati (dibedakan dari ego),
seperti perilaku dan cara pembelaan, bereaksi, berpikir dan merasa. Adapun teori
pesikoanalisa tentang gangguan jiwa, sebagai berikut:

1. Nerosa itu timbul bila:


a. Terjadi konflik antara dorongan dan kekuatan yang menghalangi pelepasan
dorongan
b. Dorongan sexual terlibat dalam konflik ini
c. Konflik itu tidak diselesaikan secara realistic, tetapi dorongan yang mencari
pelepasan diekluarkan dari alam bawah sadar melalui resepsi atau mekanisme
pembelaan lain
d. Represi itu hanya membuat dorongann itu tidak disadari, tetapi dorongan itu dibuat
sampai tidak berdaya lagi, dorongan yang direpresi itu akan timbul kembali secara
terselubung dalam bentuk gejala nerotik
e. Dalam masa kanak-kanak terdapat suatu nerosa rudimeter yang berdasarkan jenis
konflik yang sama, yaitu bila terjadi kehilangan ibu, kegagalan identifikasi,
ketidak-mampuan menyalurkan dorongan secara wajar, orang tua terlalu keras atau
terlalu lunak, atau tidak tetap pada pendiriannya. Hilangnya kecemasan atau
berkurangnya ketegangan merupakan suatu keuntungan primer bagi nerosa itu.
Keuntungan sekunder ialah keuntungan yang dicari dari dunia luar (perhatian,
kasih saying atau barang).
2. Gangguan watak (gangguan kepribadian) terjadi bila pola suatu jenis watak
menonjol sedemikian rupa sehingga merugikan si individu atau orang lain.

Page | 78
Psikosa ditandai secara khas oleh ketidak-mampuan si individu untuk
menunjukkan perhatian emosional terhadap orang lain atau barang.
B. Tujuan konseling menurut psikoanalisis
Tujuan umum terapi psikoanalisis adalah mengembalikann fungsi ego agar dapat lebih
kuat atau membuat hal-hal yang tidak disadari oleh konseling menjadi hal yang disadari
sepenuhnya.
C. Proses konseling
1. Membina hubungan konseling yang terjadi pada tahap awal konseling
2. Tahap krisis bagi klien yaitu kesukaran dalam mengemukakan masalahnya, dan
melakukan transferensi
3. Teliti terhadap masalalu klien terutama pada masa kanak-kanak
4. Pengembangan resistensi untuk pemahaman diri
5. Pengembangan hubungan transferensi klien dengan konselor.
6. Lanjutkan lagi hal-hal yang resistensi
7. Menutup wacana konseling
D. Tahap Perkembangan Menurut Frued

Fase Usia fokus


Oral Lahir sampai 18 bulan  Tempat utama ketegangan dan
kepuasan ialah mulut, bibir, dan
lidah; mencakup aktivitas menggigit
dan mengisap.
 Id ada pada saat lahir
 Ego berkembang secara bertahap
dari struktur rudimenter yang ada
pada saat lahir.
Anal 18-36 bulan  Anus dan area sekitarnya merupakan
umber utama perhatian.
 Menguasai kontrol sfingter volunter
(toilet training)
Falik/oedipal 3-5 tahun  Fokus perhatian pada genital,
stimulasi, dan kenikmatan

Page | 79
 Penis ialah organ yang menjadi
perhatian pada kedua jenis kelamin.
 Masturbasi umum terjadi
 Keinginan untuk memiliki penis
(penis envy) terlihat pada anak
perempuan; oedipus kompleks (ingin
menikahi orang tua yang jenis
kelaminya sama) terlihat pada anak
laki laki dan perempuan
Latensi 5-11 atau 13 tahun  Oedipus kompleks berakhir
 Dorongan seksual disalurkan dalam
aktivitas yang diterima masyarakat,
seperti tugas sekolah dan olahraga
 Pembentukan superego
genital 11-13 tahun  Tahap akhir perkembangan
psikoseksual
 Dimulai dengan pubertas dan
kemampuan biologis untuk orgasme;
mencakup kemampuan untuk
keintiman yang sesungguhnya

7.3 Konsep Model Betty Nauman


A. Konsep Teori Dan Model Bety Neuman Dalam Praktik Keperawatan
Model konsep yang di kemukakan oleh Bety Neuman adalah model konsep Health
Care sistem yaitu model konsep yang menggambarkan aktifitas keperawatan yang di tujukan
kepada penekanan penurunan stres dengan memperkuat garis pertahanan diri secara fleksibel
atau normal dengan sasaran pelayanan adalah komunitas. Garis pertahanan diri pada
komunitas tersebut meliputi garis pertahanan fleksibel, yaitu ketersediaan pelayanan
kesehatan, iklim dan pekerjaan dan lain-lain, garis pertahanan normal yang meliputi
ketersediaan pelayanan, adanya pelindungan status nutrisis secara umum, tingkat

Page | 80
pendapatan, rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan dan garis pertahanan resistan yang meliputi adanya ketersediaan pelayanan
Bety Nauman menggambarkan sistem model neuman sebagaimana di paparkan berikut
ini “sistem model neuman adalah pandangan terhadap suatu sistem terbuka yang unik ketika
sistem ini menggunakan suatu kesatuan pendekatan terhadap bebagai hal. Suatu sistem
bekerja dengan ruang lingkup klien, kelompok, atau bahkan sejumlah kelompok, yang
merupakan isu sosial yang berkembang pada saat itu. Suatu sistem klien yang melibatkan
proses interaksi dengan lingkungannya merupakan ruang lingkup keperawatan.”
Konsep utama yang di identifikasi pada model tersebut yaitu:
a. Pendekatan Yang Holistik
Sistem model neuman merupakan suatu pendekatan sistem yang dinamis dan terbuka dalam
merawat klien yang pada awalnya di buat untuk memberikan satu kesatuan dalam
mendefinisikan masalah keperawatan dan untuk memahami interaksi klien dengan
lingkungan.
b. Sistem Terbuka

Suatu sistem disebut sistem terbuka ketika didalamnya terdapat aliran input yang kontinyu,
proses, keluaran, dan umpan balik.

c. Lingkungan
Sebagai didefinisikan oleh Neuman kekuatan internal dan eksternal seorang klien,
dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh klien pada suatu waktu tertentu.
d. Sistem Klien

Suatu gabungan dari lima variable (fisiologis, psikologis, sosial budaya, tumbuh kembang dan
spiritualitas) yang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

e. Kesehatan
Kesehatan adalah suatu rentang dari sejahtera menuju sakit yang bersifat dinamis.
Keadaan sejahtera yang optimal terjadi pada saat kebutuhan dari suatu sistem dapat
terpenuhi secara penyeluruh.
f. Stressor

Page | 81
Stressor merupakan stimulus yang dapat menimbulkan tekanan yang berpotensi
untuk merusak setabilitas sistem yang dapat menghasilkan luaran positif atau
negatif.
g. Derajat reaksi
Tingkatan reaksi menunjukan ketidakstabilan suatu sitem yang terjadi ketika
stressor memasuki garis pertahan normal.
h. Pencegahan sebagai suatu intervensi

Intervensi adalah tindakan yang bertujuan membantu klien untuk mengatasi, memperoleh
atau mempelihara stabilbilitas sistem.Newman meidentifikasi tiga tingkatan dari interfensi
yaitu: (1) primer, (2) sekunder, dan (3) tersier (Newman, 2011, hal. 328; lihat juga Newman,
1982, 1989, 1995).

ASUMSI UTAMA : 1) Manusia, 2) Kesehatan, 3)Keperawatan,4)Lingkungan.

Page | 82
BAB VIII

Etik dan Legal Asuhan Keperawatan Jiwa

8.1 Konsep
Pokok bahasan aspek legal dan etik dalam keperawatan jiwa di awali dengan
pembahasan peran dan fungsi perawat jiwa, domain aktivitas keperawatan jiwa, standar
praktik keperawatan jiwa, dan penerapan konsep etik dalam keperawatan jiwa.

Peran dan fungsi perawat jiwa saat ini telah berkembang secara kompleks dari elemen
historis aslinya. (Stuart,2002). Peran perawat jiwa sekarang mencakup parameter kompetensi
klinik, advokasi pasien, tanggung jawab fiskal (keungan), kolaborasi profesional, akuntabilitas
(tanggung gugat) sosial, serta kewajiban etik dan legal. Dalam memberikan asuhan
keperawatan jiwa perawat dituntut melakukan akitivitas pada 3 area utama, yaitu :

1. Aktivitas asuhan langsung


2. Aktivitas komunikasi
3. Aktivitas pengelolaan/penatalaksanaan manajemen keperawatan

Perawat jiwa harus mampu melakukan hal – hal sebagai berikut :

1. Membuat pengkajian kesehatan biopsikososial yang peka terhadap budaya.


2. Merancang dan mengimplementasikan rencana tindaka untuk pasien dan keluarga
dengan masalah kesehatan yang kompleks dan kondisi yang menimbulkan sakit.
3. Berperan serta dalam aktivitas pengelolaan kasus.

Page | 83
4. Memberikan pedoman pelayanan kesehatan kepada individu,keluarga, dan
kelompok.
5. Meningkatkan, memelihara kesehatan mental, serta mengatasi pengaruh penyakit
mental melalui penyuluhan dan konseling.
6. Memberikan asuhan kepada mereka yang mengalami penyakit fisik dengan
psikologi dan penyakit jiwa dengan masalah fisik.
7. Mengelola dan mengoordinasi sistem pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan
[asien,keluarga,staf,dan pembuat kebijakan.

Dalam menjalankan peran fungsinya, perawat jiwa harus mampu mengidentifikasi ,


menguraikan, dan mengukur hasil asuhan yang mereka berikan pada pasien, keluarga dan
komunitas. Evaluasi hasil dapat berfokus pada kondisi klinik, intervensi, dan proses
pemberian asuhan.

8.2 Standar Praktik Keperawatan Jiwa

Standar praktik klinik keperawatan jiwa menguraikan tingkat kompetensi dan kinerja
perawat yang terlibat di tiap tatanan praktik keperawatan kesehatab jiwa.

8.3 Aspek Etik dalam Keperawatan Jiwa

Etik berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti karakter,watak kesusilaan, atau adat
kebiasaan yang etik tersebut berhubungan dengan konsep individu atau kelompok sebagai alat
penilaian kebenaran atay evaluasi terhadap sesuatu yang telah dilakukan.

8.4 Pemberian Diagnosis

Seseorang yang telah didiagnosis gangguan jiwa, misal skizofrenia maka dia akan
dianggap sebagai orang yang mengalami pecah kepribadian (schizo = kepribadian, phren =
pecah). Beberapa kriteria diagnosis menyebutkan gangguan jiwa adalah ketidakmampuan
seseorang dalam mengadakan relasi dan pembatasan terhadap orang lain dan lingkungan. Dari
kriteria diagnosis ini akan menimbulkan stigma di masyarakat bahwa gangguan jiwa adalah
orang gila. Gangguan jiwa ringan merupakan adanya masalah pada aspek psikososial (cemas
dan gangguan respons kehilangan atau berduka). Gangguan jiwa berat merupakan gangguan
prilaku kronis, yang sebenarnya merupakan gangguan perilaku yang telah lama diabaikan. Di
sinilah pelanggaran etik terjadi, bergantung pada diagnosis pasien. Untuk mendiagnosis
Page | 84
gangguan jiwa berat harus menggunakan kriteria waktu bahwa gangguan dialami pasien telah
terjadi dalam waktu yang lama (seperti pada PPDGI).

Cara merawat pasien gangguan jiwa juga sangat erat dengan pelanggaran etika. Beberapa
keluarga pasien malah melakukan “pasung” terhadap pasien. Jika di rumah sakit, diikat harus
menggunakan seragam khusus dengan berbagai ketentuan khusus.

8.5 Hak Pasien

Beberapa aturan di Indonesia sering mendiskreditkan pasien gangguan jiwa, yaitu


seseorang yang mengalami gangguan jiwa tanda tangannya tidak sah. Ada 3 jenis proses
penerimaan pasien yang masuk ke rumah sakit jiwa, yaitu masuk secara informal, sukarela,
atau masuk dengan paksaan.

Hak pasien sangat bergantung pada peraturan perundangan. Menurut Undang Undang
Kesehatan Pasal 144 mengatakan “Menjamin setiap orang dapat menikmati kehidupan
kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang dapat
mengganggu kesehatan jiwa.” Beberapa hak pasien yang telah diadopsi oleh banyak negara
bagian di Amerika antara lain :

1. Hak untuk berkomunikasi dengan orang di luar rumah sakit.


2. Hak terhadap barang pribadi.
3. Hak menjalankan keinginan.
4. Hak terhadap “Habeas Corpus”.
5. Hak terhadap pemeriksaan psikiatrik yang mandiri.
6. Hak terhadap keleluasan pribadi.
7. Hak persetujuan tindakan (informed consent).
8. Hak pengobatan.
9. Hak utuk menolak pengobatan.

Page | 85
BAB IX

Sosiokultural – Stigma Dalam Konteks Asuhan Keperawatan Jiwa


9.1 Konsep
Dalam setiap interaksi dengan pasien, perawat psikiatrik harus menyadari luasnya
dunia kehidupan pasien dan menyadari bahwa presepsi tentang sehat dan sakit, perilaku
mencari bantuan, dan kepatuhan pada pengobatan tergantung pada keyakinan, norma sosial,
dan nilai kultural memahami pentingnya kekuatan sosial dan kultural bagi individu, mengenal
keunikan dari aspek ini, menghargai perbedaan perawat-pasien, dan menggabungkan
informasi sosiokultural kedalam asuhan keperawatan psikiatrik.
A. Faktor-Faktor risiko sosiokultural
Faktor-faktor risiko sosiokultural pada penyakit psikiatrik meliputi:
1. Usia
2. Suku bangsa
3. Gender
4. Pendidikan
5. Penghasilan
6. Sistem keyakinan

Faktor risiko atau faktor predisposisi ini dapat secara bermakna meningkatkan potensi
berkembangnya kelainan psikiatri, mengurangi potensi penyembuhan, atau keduanya.
Tidak satu atau dua dari faktor ini sendiri dapat menguraikan secara adekuat konteks
sosiokultural dari asuhan keperawatan psikiatri. Walaupun demikian, secara bersamaan
faktor-faktor tersebut memberikan gambaran sosiokultural pasien yang penting untuk
asuhan keperawatan psikiatrik yang bermutu.

B. Stresor Sosiokultural

Kurangnya kesadaran tentang faktor resiko dan pengaruhnya terhadap individu sejalan dengan
kurangnya penghargaan terhadap perbedaan sosiokultural, dapat mengakibatkan asuhan
keperawatan yang tidak memadai. Beberapa stresor sosiokultural yang juga bisa
mempengaruhi mutu asuhan psikiatri disajikan

Page | 86
Stresor Definisi
Keadaan yang merugikan Kekuranagan sumber sosioekonomi yang
merupakan dasar untuk adaptasi
biopsikososial
Stereotipe Konsepsi depersonalisasi dari individu di
dalam suatu kelompok
Intolerans Ketidaksediaan untuk menerima perbedaan
pendapat atau keyakinan orang lain yang
berasal dari latar belakang yang berbeda
Stigma Suatu atribut atau sifat yang melekat pada
lingkungan sosial individu sebagai sesuatu
yang berbeda dan rendah
Prasangka Keyakinan yang tidak menyenangkan
tentang individu atau kelompok dengan tidak
memperhatikan pengetahuan, pikiran atau
alasan
Diskiminasi Perlakuan yang berbeda dari individu atau
kelompok yang tidak berdasarkan atas
kebaikan yang sebenarnya
Rasisme Keyakinan tentang perbedaan yang terdapat
antar ras yang menentukan pencapaian
individu dan bahwa ras yang satu lebih
tinggi

C. Pengkajian Sosiokultural
Pengkajian tentang faktor risiko sosiokultural dan stresor pasien sangat mempertinggi
kemampuan perawat untuk membina kerjasama terapeutik, identifikasi masalah-masalah
pasien dan menyusun rencana tindakan keperawatan psikiatrik yang tepat, sesuai dan relevan
secara kultural. Kotak 4-5 menyajikan pernyataan yang mungkin ditanyakan oleh perawat
tentang masing-masing faktor risiko yang beridentifikasi.

Juga terdapat kesadaran yang sedang tumbuh bahwa proses pengobatan psikoterapi
dipengaruhi oleh konteks etnik dan kultural pasien maupun pemberi pelayanan kesehatan.

Page | 87
Perawat dan pasien bersama-sama harus sepakat tentang sifat dari respons koping pasien, cara
penyelesaian masalah-masalah, dan hasil pengobatan yang diharapkan

Kotak 4-5

PERTANYAAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN FAKTOR RISIKO


SOSIOKULTURAL

USIA
Apa tahapan perkembangan terakhir pasien?
Apa tugas perkembangan pasien?
Apakah tugas tersebut sesuai dengan pasien?
Apa sikap dan keyakinan pasien tentang kelompok usia tersebut tertentu?
Stresor yang berkaitan dengan usia seperti yang pernah dihadapi pasien?
Apa pengaruh usia pasien terhadap kesehatan mental dan fisiknya?

SUKU BANGSA
Apa latar belakang suku bangsa pasien?
Apa identitas suku bangsa pasien?
Apakah pasien terasing secara kultural,tradisional,bikultural,atau multikultural?
Apakah sikap, keyakinan dan nilai pasien terhadap suku bangsa tertentu?
Stresor apa yang berhubungan dengan kesukuan yang sedang dihadapi pasien?
Apa pengaruh suku bangsa seseorang terhadap kesehatan jiwa dan fisiknya?

GENDER
Apa jenis kelamin pasien?
Apa identitas gender pasien?
Bagaimana pasien mendefinisikan peran spesifik-gender?
Apa sikap dan keyakinan pasien terhadap pria dan wanita serta maskulitas dan feminitas?
Stresor yang berhubungan dengan jenis kelamin apa yang sedang dihadapi pasien?
Apa pengaruh jenis kelamin seseorang terhadap kesehatan mental dan fisiknya?

Page | 88
PENDIDIKAN
Apa tingkat pendidikan pasien?
Bagaimana pengalaman pendidikan pasien?
Apa sikap dan keyakinan pasien terhadap pendidikan pada umumnya dan pendidikan pasien
pada khususnya?
Stresor yang berhubungan dengan pendidikan apa yang sedang dihadapi pasien?
Apa pengaruh pendidikan pasien terhadap kesehatan mental dan fisiknya?

PENGHASILAN
Berapa penghasilan pasien?
Apa sumber penghasilan pasien?
Bagaimana pasien menggambarkan tentang kelompok penghasilan tertentu?
Apa sikap dan keyakinan pasien teantang status sosioekonomi personal?
Stresor yang berhubungan dengan ekonomi apa yang sedang dihadapi pasien?
Apa pengaruh pengahsilan pasien terhadap kesehatan mental dan fisiknya?

SISTEM KEYAKINAN
Apa keyakinan pasien tentang sehat dan sakit?
Apa agama atau keyakinan spiritual pasien?
Apa agama atau keyakinan spiritual pasien sekarang?
Siapa yang biasanya memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien?
Stresor yang berhubungan dengan sistem keyakinan apa yang sedang dihadapi pasien?
Apa pengaruh sistem keyakinan pasien terhadap kesehatan mental dan fisik?

BAB X
Psikopatologi Keperawatan Jiwa
10. 1 Definisi

Page | 89
Psikopatologi adalah patologi kelainan jiwa, cabang ilmu kedokteran yang
mempelajari sebab-sebab dan sifat gangguan jiwa. Psikopatologi merupakan suatu studi
tentang gangguan mental mencakup pikiran, perasaan dan perilaku yang abnormal.19
Psikopatologi cenderung menunjukkan penyimpangan dan lebih evaluatif dari pada
kepribadian. Dalam psikologi abnormal, ditemukan pola yang relatif stabil dalam tingkah laku,
afek, motivasi, dan/ atau kognisi yang menunjukkan perbedaan individu dan demikian sesuai
dengan definisi kepribadian. Psikopatologi mungkin dianggap memerlukan diagnosis ahli,
sedangkan kepribadian diukur dengan menggunakan penilaian diri dan informan. Namun
penilaian diri dan informan banyak digunakan secara luas dalam pengukuran psikopatologi
dan pengamatan oleh pakar juga dapat berguna dalam penilaian kepribadian. Perkembangan
psikopatologi telah muncul selama 30 tahun terakhir sebagai suatu kerangka integratif yang
secara terpusat berkaitan dengan memeriksa perkembangan manusia dan adaptasinya melalui
penelitian dasar dan intervensi yang berdasar secara empirik, dibentuk untuk meningkatkan
perkembangan positif dan mencegah munculnya masalah perilaku dan emosional.

Meski terjadi debat yang penjang mengenai cara terbaik mendefinisikan disiplin ini,
mungkin akan diringkas sebagai “studi kesehatan moral dan adaptasi dalam konteks
perkembangan”. Beberapa pendapat mengenai perkembangan psikopatologi adalah kunci
untuk pertanyaan penelitian seperti bagaimana kompetensi satu titik perkembangan
dihubungkan dengan adaptasi dititik berikutnya. Pertama, ini terikat pada satu ide utama
dalam ilmu perkembangan bahwa munculnya perkembangan berasal dan interaksi yang
kompleks diantara orang-orang (gen, biologi dan sistem internal) dan konteks pada tingkatan
tertentu. Ide dari munculnya kembali beberapa faktor yang mempengaruhi adaptasi membawa
kita pada gagasan bahwa individu yang mulai dengan pola perilaku serupa mungkin akan
berujung pada hasil perkembangan yang berbeda sementara mereka dengan perilaku awal
yang berbeda dapat bermanifestasi hasil yang sangat serupa.21

Kedua, pendekatan ini dibimbing oleh terori perkembangan sistem yang mengusulkan
bahwa manusia hidup dalam sistem kehidupan dan merupakan bagian dari sistem operasi yang
lebih besar akan pengaruh potensial yang membentuk perkembangan. Ketiga, penelitian
longitudinal prospektif merupakan metode yang penting untuk perkembangan psikopatologi,
karena hanya dengan memeriksa seseorang dan konteknya pada beberapa tingkat selama

Page | 90
beberapa waktu makan hubungan perkembangan dapat diawasi dan dimengerti. Penelitian
cross sectional dapat memberikan informasi untuk tujuan tertentu dan merupakan langkah
penting dalam menyorot hubungan antara konsep dan menghasilkan hipotesis mengenai proses
potensial perkembangan. Tapi tidak memperhitungkan variasi faktor, tempo dan waktu
diseluruh tingkatan maka dapat mengakibatkan adanya kesalahan kesimpulan yang tidak benar
mengenai kelanjutan dan perubahan dalam perkembangan. Sistem kehidupan mungkin
mendemonstrasikan meningkatnya perubahan dalam fungsi dan paling tidak mampu
menerima adanya intervensi langsung pada perubahan jalannya adaptasi. Akhirnya, perhatian
harus dicurahkan pada bentuk adaptif dan maladaptif perilaku dan fungsi positif serta
menyimpang sebagai informasi yang sama penting.

Dua konsep yang sangat berhubungan terhadap perkembangan psikopatologi adalah


kompetensi dan pertahanan. Definisi kompetensi telah lama dihubungkan dengan ide
mengenai adaptasi manusia dan fungsi adaptif. Konsep pertahanan merefleksikan gagasan
perkembangan bahwa terdapat variasi fungsi berdasarkan tingkat kesulitan atau kerugiannya,
tapi mengarah pada bagaimana individu dari kesulitan dan kerugian mengembangkan
ketahanan. Mengidentifikasi pertahanan membutuhkan dua penilaian penting, satu mengenai
paparan terhadap kesulitan dan lainnya bagaimana seseorang bertahan dalam kehidupan.

Pertahanan disimpulkan saat pengalaman seseorang secara signifikan mengancam


perkembangan atau adaptasi tapi tetap baik meski terdapat tekanan.

BAB XI

Konsep Stress,Rentang Sehat-Sakit Jiwa Dan Koping

Page | 91
11.1 Konsep Dasar Stress
Stress diawali dengan adanya ketidakseimbangan antara tuntutan dan sumber daya
yang dimiliki, dan akan merasa terancam. Berbagai pendekatan mengenai stress yang telah
dikemukakan oleh para ahli tentang istri.
A. Defenisi stress
Stres adalah sebagai suatu hubungan yang khas antar individu dan lingkungan
kemampuannya untuk mengatasinya sehingga membahayakan kesejahteraannya (Lazarus dan
Folkman, 1984). Stres menurut Maramis (1999) adalah segala masalah atau tuntutan
penyesuaian diri, oleh karena itu stres dapat mengganggu keseimbangan kita. Sementara itu
menurut Kelliat (1998), stres adalah realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat
dihindari,disebabkan oleh perubahan yang memerlukan penyesuaian.
Stres tidak terlepas darimana datangnya dan apa saja sumbernya. Sumber stres atau yang
disebut stresor adalah suatu keadaan, situasi objek atau individu yang dapat menimbulkan
stres. Stres yang berasal dari dalam diri disebut internal sources dan yang berasal dari luar
disebut eksternal sources (Potter dan Perry, 1999).
Menurut Spielberger (2001), bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang
mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara
obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau
gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
1. Model Stress Berdasarkan Stimulus
Model stimulus berdasarkan pada analogi sederhana dengan hukum elastis, Hooke
menjelaskan hukum elastis menjelaskan hukum elastisitas untuk menguraikan
bagaimana beban dapat menimbulkan kerusakan.
2. Model Stress Berdasarkan Respon
Model ini mengidenfisikasi stress sebagai respon individu terhadap stresssor yang
diterima. Selye (1982) menjelaskan stress sebagai respon non spesifik yang timbul
terhadap tuntutan lingkungan, respon umum ini disebut General Adaptation
Syndrome (GAS) dan dibagi dalam 3 fase : fase sinyal, fase perlawanan, dan fase
keletihan.
3. Model Stress Berdasarkan Tradisional

Page | 92
Pendekatan ini mengacu pada interaksi yang timbul antara manusia dan
lingkungannya. Tiga tahap dalam mengukur potensial yang mengandung stress yaitu
pengukuran stuatu situasi potensial mengandung stress : (1) pengkuran primer
menggali persepsi individu terhadap masalah saat ia menilai tantangan atau tuntutan
yang menimpanya ; (2) Pengukuran sekunder : mengkjai kemampuan seseorang atau
sumber-sumber tersedia diarahkan untuk mengatasi masalah ; (3) Pengukuran
tersier : berfokus pada perkiraan keefektifan perilaku koping dalam mengurangi dan
menghadapi ancaman.
B. Gejala stres
Cooper dan Straw (1995) mengemukakan gejala stres fisik, perilaku, dan dalam bentuk
watak. Bentuk gejala fisik oleh Cooper dan Straw (1995) ditandai dengan adanya
kerongkongan kering, tangan lembab, merasa panas, otot-otot tegang, pencernaan terganggu,
sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah. Sementara dalam
bentuk perilaku umumnya ditandai dengan perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, salah
paham, tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, kehilangan semangat,
sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih, sulit membuat keputusan, hilangnya kreatifitas,
hilangnya gairah dalam penampilan dan hilangnya minat terhadap orang lain. Dalam bentuk
gejala watak dan kepribadian biasanya tanda yang dapat dilihat adalah sikap hati-hati menjadi
cermat yang berlebihan, cemas menjadi lekas panik, dan kurang percaya diri menjadi rawan
(Cooper dan Straw, 1995).
Tidak berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Cooper dan Straw (1995) adalah
pendapat Braham dalam Handoyo (2001:68), dimana gejala stres dapat dibedakan atas gejala
fisik, emosional, intelektual, dan gejala interpersonal. Gejala fisik ditandai dengan adanya sulit
tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan pencemaan,
radang usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa
tegang, keringat berlebihan, selera makan berubah, tekanan darah tinggi atau serangan
jantung, dan kehilangan energi. Sementara gejala stres yang bersifat emosional ditandai
dengan marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati
mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain
dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan mental. Braham sebagaimana
dikutip oleh Handoyo (2001) menambahkan bahwa gejala stres yang bersifat intelektual

Page | 93
umumnya ditandai dengan mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit untuk
berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, dan pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja.
Sedangkan tanda stres yang bersifat interpersonal adalah acuh dan mendiamkan orang lain,
kepercayaan pada orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang
mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara
berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain (Braham dalam Handoyo, 2001).
C. Faktor-faktor Penyebab Stres
Terdapat dua faktor penyebab atau sumber munculnya stres atau stres kerja, yaitu faktor
lingkungan kerja dan faktor personal (Dwiyanti, 2001). Faktor lingkungan kerja dapat berupa
kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedang
faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi
sosial-ekonomi keluarga dimana pribadi berada dan mengembangkan diri, maka faktor pribadi
ditempatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya stres.
Secara umum faktor yang menyebabkan terjadinya stres oleh Dwiyanti (2001) adalah
akibat tidak adanya dukungan sosial, tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam
pembuatan keputusan, kondisi lingkungan kerja, manajemen yang tidak sehat, tipe
kepribadian, dan pengalaman pribadi.
Penyebab stres yang pertama menurut Dwiyanti (2001) yaitu tidak adanya dukungan
sosial diartikan bahwa stres akan cenderung muncul pada para individu yang tidak mendapat
dukungan dari lingkungan sosial mereka. Dukungan social bisa berupa dukungan dari
lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga. Banyak kasus menunjukkan bahwa,
individu yang mengalami stres kerja adalah mereka yang tidak mendapat dukungan
(khususnya moril) dari keluarga, seperti orang tua, mertua, anak, teman dan semacamnya.
Begitu juga ketika seseorang tidak memperoleh dukungan dari rekan sejawatnya akan
cenderung lebih mudah terkena stres. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya dukungan sosial
yang menyebabkan ketidaknyamanan menjalankan pekerjaan dan tugasnya.
Tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan sebagai penyebab
stres yang kedua menurut Dwiyanti (2001) berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang
dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika
mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewenangannya.
Stres juga bisa terjadi ketika seorang tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang

Page | 94
menyangkut dirinya. Kondisi lingkungan kerja juga dapat memicu terjadinya stres. Kondisi
fisik ini bisa berupa suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, terlalu sesak, kurang cahaya, dan
semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam
menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin (Margiati, 1999).
Manajemen yang tidak sehat diidentifikasi juga dapat mengakibatkan seseorang
mengalami stres. Banyak orang yang stres dalam pekerjaan ketika gaya kepemimpinan para
manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya
orang lain (khususnya bawahan), perfeksionis, terlalu mendramatisir suasana hati atau
peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan
selalu mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan
semacamnya, seseorang akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada akhirnya
akan menimbulkan stres.
D. Tahapan Stres
Seseorang yang stres akan mengalami beberapa tahapan stres. Menurut Amberg (1979),
sebagaimana dikemukakan oleh Dadang Hawari (2001) bahwa tahapan stres adalah sebagai
berikut:
a. Stres tahap pertama (paling ringan), yaitu stres yang disertai perasaan nafsu bekerja
yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan
tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam.
b. Stres tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak segar
atau letih, cepat lelah pada saat menjelang sore, mudah lelah
c. sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung dan perut tidak nyaman (bowel
discomfort), jantung berdebar, otot tengkuk dan punggung tegang. Hal tersebut karena
cadangan tenaga tidak memadai.
d. Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stres dengan keluhan seperti defekasi tidak teratur,
otot semakin tegang, emosional, insomnia, mudah terjaga dan susah tertidur lagi,
bangun terlalu pagi dan sulit tidur lagi, koordinasi tubuh terganggu, akan jatuh
pingsan.
e. Stres tahap keempat, yaitu tahapan stres dngan keluhan, seperti tidak mampu bekerja
sepanjang hari, aktivitas pekerjaan terasa sulit dan menjenuhkan, respon tidakadekuat,

Page | 95
kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan
daya ingat menurun, serta timbul ketakutan dan kecemasan.
f. Stres tahap kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik dan
mental, ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan,
gangguan pencernaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas, bingung dan panik.
g. Stres tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tanda- tanda, seperti
jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin dan banyak keluar
keringat, lemah, serta pingsan.
Sementara menurut Holmes & Rehe (1976) dan Wiebe & Williams
(1992), tahapan stres dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Stres ringan
Adalah stresor yang dihadapi seseorang secara teratur, kemacetan lalu lintas, kritikan
dari orang lain. Situasi ini biasanya berlangsung beberapa menit atau jam.
b. Stres sedang
Berlangsung lebih lama dari beberapa jam sampai beberapa hari, seperti perselisihan
dengan teman.
c. Stres berat
Adalah situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa
tahun, seperti perselisihan perkawanan terus menerus, penyakit fisik jangka panjang.
Berdasarkan tahapan stres diatas, maka harus dipahami pula tentang bagaimana cara
mengatasi stres.
E. Cara Mengatasi Stres
Menurut Agus Hardjana (1994) ada 2 cara mengatasi stres yaitu:
a. Mengatasi secara negatif, seperti lari ke tempat- tempat hiburan (bioskop, diskotik),
minum- minuman keras, makan banyak, minum obat penenang, gelisah, kacau pikiran,
menghisap rokok berlebihan dan acuh tak acuh, menyalahkan peristiwa dan
menyimpan dendam.
b. Mengatasi stres secara positif
a) Tindakan langsung (direct action), berbuat yang nyata secara khusus dan langsung,
seperti meminta nasehat, mempelajari ilmu atau kecakapan baru

Page | 96
b) Mencari informasi dengan pengetahuan yang membuat stres sehingga dapat
mengetahui dan memahami situasi stres yang dialami.
c) Berpaling pada orang lain. Misal orang tua, saudara, sahabat.
d) Menerima dengan pasrah, yaitu berusaha menerima peristiwa atau keadaan apa
adanya, karena dengan cara apapun kita tidak dapat mengubah sumber penyebab
stresnya, kita hanya bisa melepaskan emosi dan mengurangi ketegangan seperti
menangis, berteriak atau melucu, bisa juga melakukan tindakan meloncat- loncat,
memukul- mukul meja atau berjalan keluar rumah untuk menghirup udara segar.
e) Proses interpsikis yaitu dengan memanfaatkan strategi kognitif atau usaha
pemahaman untuk menilai kembali situasi stres yang dialami, berupa strategi
merumuskan kembali secara kognitif bentuk lain dari proses intrapsikis adalah apa
yang disebut oleh Sigmund Frued yaitu mekanisme pertahanan (defence
mechanisme), denial (penyangkalan), penekanan (suppresi).

11.2 Konsep Mekanisme Koping 


A. Pengertian Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah, menyesuaikan diri dari perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam
(Kelliat, 1999). Sedangkan menurut Stuart (1998), mekanisme koping dapat didefenisikan
sebagai segala usaha untuk mengatasi stres.
1. Reaksi orientasi tugas
Berorientasi terhadap tindakan untuk memenuhi tuntutan dari situasi stress secara
realistis, dapat berupa konstruktif atau destruktif. Contohnnya :
a) Perilaku menyerang
b) Perilaku menarik diri
c) Perilaku kompromi
2. Mekanisme pertahanan ego
Sering disebut sebagai mekanisme pertahanan mental. Adapun mekanisme
pertahanan ego adalah sebagai berikut :
a) Kompensasi. Proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri
dengan secara tegas menonjolkan keistimewaannya.

Page | 97
b) Penyangkalan. Menyatakan ketidaksetujuaan terhadap realita dengan
mengingkari relita.
c) Pemindahan. Pengalihan emosi yang semua ditujukan pada seseorang atau
benda lain yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam dirinya.
d) Disosiasi. Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari
kesadaran atau identitasnya.
e) Identifikasi. Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang ia
kagumi berupaya menirukan pikiran – pikiran,perilaku, dan selera orang
tersebut.
f) Intelektualisasi. Menggunakan logika dan alasan yang berlebihan untuk
menghindari pengalaman yang menganggu perasannya.
g) Introjeksi. Suatu jenis identifikasi yang kuat dimana seseorang mengambil
dan meleburkan nilai-nilai serta kualitas seseorang ke dalam struktur
egonya sendiri.
h) Isolasi. Pemisihan unsur emosional dari suatu pikiran yang menganggu
dapat bersifat sementara atau berjangka lama.
i) Proyeksi. Pengalihan buah pikiran pada pada diri sendiri kepada orang lain
keringinan,perasaan, yang tidak dapat ditoleransi.
j) Rasionalisasi. Mengemukakan penjelasn yang tampak logis dan dapat
diterima masyarakat untuk menghalalkan dorongan perilaku dan motif yang
tidak dapat diterima.
k) Reaksi formasi. Pengembangan sikap dan pola peirlaku yang ia sadari, yang
bertentangan dengan apa yang sebenarnya ia rasakan.
l) Regresi. Kemunduran akibat stress terhadap perilaku dan merupakan ciri
khas suatu tarad perkembangan yang lebih dini.
m) Represi. Pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran,atau ingatan
yang menyakitkan.
n) Pemisahan. Sikap mengelompokkan orang atau keadaan hanya sebagai
semuanya baik atau semuanya buruk.

Page | 98
o) Sublimasi. Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia, artinya dimata
masyarakat terdapat suatu dorongan yang mengalami halangan dalam
penyalurannya secara normal.
p) Supresi. Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan,
tetapi sebetulnya merupakan analog represi yang disadari.
q) Undoing. Tindakan atau perilaku atau komunikasi yang menghapuskan
sebagian dari tindakan.
r) Fiksasi berhentinya tingkat perkembangan pada salah satu aspek tertentu.
s) Simbiolisis. Menggunakam benda sebagai simbol pengganti suatu keadaan
hal yang sebenarnya.
t) Konversi. Transformasi konflik emosional ke dalam bentuk gejala – gejala
jasmani.

B. Penggolongan Mekanisme Koping


Mekanisme koping juga dibedakan menjadi dua tipe menurut (Kozier, 2004) yaitu :
a. Mekanisme koping berfokus pada masalah (problem focused coping), meliputi usaha
untuk memperbaiki suatu situasi dengan membuat perubahan atau mengambil beberapa
tindakan dan usaha segera untuk mengatasi ancaman pada dirinya. Contohnya adalah
negosiasi, konfrontasi dan meminta nasehat.
b. Mekanisme koping berfokus pada emosi (emotional focused coping), meliputi usaha-usaha
dan gagasan yang mengurangi distres emosional. Mekanisme koping berfokus pada emosi
tidak memperbaiki situasi tetapi seseorang sering merasa lebih baik.
Mekanisme koping juga dilihat sebagai mekanisme koping jangka pendek dan jangka panjang.
Mekanisme koping jangka panjang merupakan cara konstruktif dan realistik. Sebagai contoh,
dalam situasi tertentu berbicara dengan orang lain tentang masalah dan mencoba untuk
menemukan lebih banyak informasi tentang situasi. Mekanisme koping yang selanjutnya
adalah mekanisme koping jangka pendek, cara ini digunakan untuk mengurangi stres untuk
sementara tetapi merupakan cara yang tidak efektif untuk menghadapi realitas.
Sedangkan metode koping menurut Folkman & Lazarus; Folkman et al, dalam Afidarti (2006)
adalah :
1. Planful problem solving (problem-focused)

Page | 99
Individu berusaha menganalisa situasi untuk memperoleh solusi dan kemudian mengambil
tindakan langsung untuk menyelesaikan masalah.
2. Confrontative coping (problem-focused)
Individu mengambil tindakan asertif yang sering melibatkan kemarahan atau mengambil
resiko untuk merubah situasi.
3. Seeking social support (problem or emotion- focused)
Usaha individu untuk memperoleh dukungan emosional atau dukungan informasional.
4. Distancing (emotion-focused)
Usaha kognitif untuk menjauhkan diri sendiri dari situasi atau menciptakan pandangan yang
positif terhadap masalah yang dihadapi. 
5. Escape-Avoidanceting (emotion-focused)
Menghindari masalah dengan cara berkhayal atau berpikir dengan penuh harapan tentang
situasi yang dihadapi atau mengambil tindakan untuk menjauhi masalah yang dihadapi.
6. Self Control (emotion-focused)
Usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan perasaan ataupun tindakan dalam
hubungannya dengan masalah.
7. Accepting responcibility (emotion-focused)
Mengakui peran diri sendiri dalam masalah dan berusaha untuk memperbaikinya.
8. Positive Reappraisal (emotion-focused)
Usaha individu untuk menciptakan arti yang positif dari situasi yang dihadapi.
C. Respon Koping
Respon koping sangat berbeda antar individu dan sering berhubungan dengan persepsi
individual dari kejadian yang penuh stres. Koping dapat diidentifikasi melalui respon,
manifestasi (tanda dan gejala) dan pernyataan klien dalam wawancara. Koping dapat dikaji
melalui berbagai aspek : fisiologis dan psikososial. Reaksi fisiologis merupakan indikasi klien
dalam keadaan stres.
Koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi dua (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam
Mustikasari, 2006) yaitu; Mekanisme koping adaptif dan mekanisme koping maladaptif.
Mekanisme koping adaptif adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi,
pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Katagorinya adalah berbicara dengan orang lain,
memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas

Page | 100
konstruktif. Sedangkan mekanisme koping maladaptif adalah mekanisme koping yang
menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung
menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan / tidak makan, bekerja
berlebihan, menghindar. Koping dapat diidentifikasi melalui respon, manifestasi (tanda dan
gejala) dan pernyataan klien dalam wawancara. Koping dapat dikaji melalui berbagai aspek :
fisiologis dan psikososial (Kelliat, 1999).
a. Reaksi fisiologis merupakan manifestasi tubuh terhadap stres.
b. Reaksi psikososial terkait beberapa aspek antara lain :
1. Reaksi yang berorientasi pada ego yang sering disebut sebagai mekanisme pertahanan
mental, seperti denial (menyangkal), projeksi, regresi, displacement, isolasi dan
supresi.
2. Reaksi yang berkaitan dengan respon verbal seperti, menangis, tertawa, teriak,
memukul dan menyepak, menggenggam, mencerca respon.
3. Reaksi yang berorientasi pada penyelesaian masalah. Jika mekanisme pertahanan
mental dan respon verbal tidak menyelesaikan masalah secara tuntas karena itu perlu
dikembangkan kemampuan menyelesaikan masalah. Ini merupakan koping yang perlu
dikembangkan. Koping ini melibatkan proses kognitif, afektif dan psikomotor. Koping
ini meliputi : Berbicara dengan orang lain tentang masalahnya dan mencari jalan keluar
dari informasi orang lain. Mencari tahu lebih banyak tentang situasi yang dihadapi
melalui buku, masmedia, atau orang ahli. Berhubungan dengan kekuatan supernatural.
Melakukan ibadah secara teratur, percaya diri bertambah dan pandangan positif
berkembang. Melakukan penanganan stress, misalnya latihan pernapasan, meditasi,
visualisasi, otigenik, stop berpikir. Membuat berbagai alternatif tindakan dalam
menangani situasi. Belajar dari pengalaman yang lalu. Tidak mengulangi kegagalan
yang sama.
D. Sumber Koping
Sumber koping, pilihan, atau strategi membantu untuk menetapkan apa yang dapat
dilakukan sebagaimana yang telah ditetapkan. Lazarus (1985) dalam Rasmun (2001),
mengidentifikasikan lima sumber koping yang dapat membantu individu beradaptasi dengan
stressor yaitu, ekonomi, keterampilan dan kemampuan, tehnik pertahanan, dukungan sosial
dan motivasi.

Page | 101
Kemampuan menyelesaikan masalah termasuk kemampuan untuk mencari informasi,
identifikasi masalah, mempertimbangkan alternatif dan melaksanakan rencana. Social skill
memudahkan penyelesaian masalah termasuk orang lain, meningkatkan kemungkinan
memperoleh kerjasama dan dukungan dari orang lain. Aset materi mengacu kepada keuangan,
pada kenyataannya sumber keuangan meningkatkan pilihan koping seseorang dalam banyak
situasi stres. Pengetahuan dan intelegensia adalah sumber koping yang lainnya yang
memberikan individu melihat cara lain untuk mengatasi stres. Sumber koping juga termasuk
untuk kekuatan identitas ego, komitmen untuk jaringan sosial, stabilitas kultural, suatu sistem
yang stabil dari nilai dan keyakinan, orientasi pencegahan kesehatan dan genetik atau
kekuatan konstitusional (Stuart, 1998). 
11.3 Rentang Sehat – Sakit Jiwa

Rentang sehat/sakit jiwa merupakan suatu range/ rangkaian kondisi


kejiwaanseseorang yang dimulai dari kondisi sehat secara jiwa, kemudian sedang dalam
masalah yang berpengaruh terhadap kejiwaan, sampai dengan gangguan jiwa ( University of
Michigan, 2013 ). Perubahan kondisi kejiwaan seseorang dari sehat menjadi sakit
atausebaliknya, dipengaruhi oleh kemampuan seseorang dalam beradaptasi dengan
masalahyang dihadapinya. Secara psikologis, masalah tersebut dapat berupa ansietas
dankehilangan. Ketika seseorang dapat melalui setiap tahap dalam proses kehilangan
makadia akan dapat kembali ke dalam kondisi jiwa yang sehat. Apabila tidak maka
responakan berlanjut kepada respon maladaptif dan berujung kepada gangguan jiwa.

Begitu pula dengan kecemasan. Apabila seseorang berhasil beradaptasi dengan masalah 
yangdihadapi maka dia akan dapat menekan kecemasan pada level yang paling
rendahsehingga akan dapat terhindar dari masalah gangguan jiwa. Akan tetapi, apabila
tidakmaka ansietas akan berlanjut ke level yang lebih tinggi dan berujung pada
kepanikanyang ditandai dengan adanya psikosis/ gangguan jiwa ( Townsend, 2009 ).

Page | 102
RENTANG SEHAT-SAKIT DALAM KESEHATAN JIWA

FAKTOR PREDISPOSISI

Biologi Psikososial Sosiokultural

FAKTOR PRESIPITASI

Sifat Asal Waktu Jumlah

PENILAIAN PERTAMA TERHAADAP STRESSOR

Kognitif Afektif Fisiologis Perilaku Sosial

MEKANISME PENANGANAN

Konstruktif Destruktif

Respon Adaptif ndx Respon Maladaptif

 Afektif
 Perasaan karena stressor
 Kecemasan
 Fisiologis
 Reaksi spontan
 Fight or flight reaction

Page | 103
 Perilaku
 Perilaku spontan
 Tidak bertujuan
 Social
 Arti secara social
 Perbandingan social

Penilaian Sekunder

 Bagaimana individu menilai:


 Sumber penyesuaian diri
 Pilihan menghandapi stressor
 Strategi untuk menghadapi stressor
 Kognitif
 Mengkaji sekitar
 Harus punya pengetahuan
 Afektif
 Kecemasan bertambah berhasil atasi
 Fisiologis
 Atasi keadaan dengan cara fisiologis
 Perilaku
 Gambaran percobaan emosi, fungsi alat tubuh
 Analisa pikiran
 Lebih terarah
 Social
 Menyiapkan dukungan keluarga

Upaya Sehat Jiwa


Mekanisme Penanganan :
Segala upaya yang dilakukan seseorang secara langsung dalam menghadapi stress.

Page | 104
BAB XII

KONSEP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN DAN TUGAS


PERKEMBANGANNYA
12.1 PENGERTIAN
 Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur
dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diferensiasi
dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang
sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi kebutuhannya sedemikian
rupa sehingga masing-masing dapat memnuhi fungsinya. Termasuk juga
perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya.
A. TAHAPAN TUMBUH KEMBANG
Pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsung secara teratur; berkaitan, dan
berkesinambungan. Setiap anak akan melewati suatu pola tertentu yang merupakan tahapan
pertumbuhan dan perkembangan sebagai berikut :
1. Masa janin didalam kandungan
2. Masa setelah lahir terdiri dari beberapa tahapan usia yaitu :
a. Masa Neonatus ( usia 0-28 hari)
b. Masa Bayi (usia 1-12 bulan)
c. Masa Toddler (usia 1-3 tahun)
d. Masa Pra sekolah (usia 4-6 tahun )
e. Masa Sekolah (usia 7-13 tahun)
f. Masa Remaja (usia 14-18 tahun)
g. Lansia
B. CIRI-CIRI PERTUMBUHAN
1. Pertumbuhan Ukuran
2. Perubahan Proporsi
3. Hilangnya ciri-ciri lama
4. Timbulnya ciri-ciri baru
Ciri-ciri pertumbuhan mempunyai keunikan yaitu :
a. Kecepatan pertumbuhan yang tidak teratur
b. Masing-masing organ mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda
C. CIRI-CIRI PERKEMBANGAN
Perkembangan terjadi secara simultan dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan
hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya,
antara lain meliputi perkembangan sistem neuromuskuler, bicara, emosi dan sosial.
Ciri-ciri perkembangan adalah :
1. Perkembangan melibatkan perubahan

Page | 105
2. Perkembangan awal menentukan pertumbuhan selanjutnya.
3. Perkembangan mempunyai pola yang tetap.
4. Perkembangan memiliki tahap yang berurutan.
5. Perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda
6. Perkembangan berkolerasi dengan pertumbuhan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan secara umum terdapat dua
faktor utama yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, yaitu :
a. Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh
kembang anak. Melalui intruksi genetic yang terkandung didalam sel telur yang telah
dibuahi, dapat ditentukan kuantitas dan kualitas pertumbuhan. Faktor genetic antara
lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku
bangsa, keluarga, umur, kelainan genetic.
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya ptensi
bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi
bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan ini
merupakan lingkungan “bio-fisik-psiko-sosial” yang mempengaruhi individu setiap
hari, mulai dari konsepsi sampai akhir hayatnya.
FAKTOR LINGKUNGAN INI SECARA GARIS BESAR DIBAGI MENJADI :
a. Faktor lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu masih di dalam
kandungan (faktor prenatal).
Faktor lingkungan prenatal yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin
mulai dari konsepsi sampai lahir, antara lain adalah :
1. Gizi ibu pada waktu hamil
Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya kehamilan maupun pada waktu sedang
hamil, lebih sering menghasilkan bayi BBLR (berat badan lahir rendah) atau
lahir mati jarang menyebabkan cacat bawaan. Disamping itu dapat pula
menyebabkan hambatan pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi baru lahir,
bayi baru lahir menjadi mudah terkena infeksi, dan bisa terjadi abortus pada ibu
hamil.
2. Mekanis
Trauma dan cairan ketuban yang kurang dapat menyebabkan kelainan bawaan
pada bayi yang dilahirkan. Demikian pula dengan posisi janin pada uterus dapat
mengakibatkan, dislokasi panggul, tortikolis kongenital, palsi fasialis atau
kranio tabes.
3. Toksin/ zat kimia
Masa organogenesis adalah masa yang sangat peka terhadap zat-zat teratogen.
Misalnya obat-obatan seperti thalidomide, phenytoin, methadoin, obat-obatan
anti kanker. Demikian pula degan ibu hamil perokok berat / peminum alcohol
kronis sering melahirkan bayi berat baan lahir rendah, lahir mati, cacat atau

Page | 106
retardasi mental. Keracunan logam berat pada ibu hamil, misalnya karena
makan ikan yang terkontaminasi merkuri dapat menyebabkan mikrosefali dan
palsi serebralis, seperti di Jepang yang dikenal dengan penyakit Minamata.
4. Endokrim
Hormone-hormon yang mungkin berperan pada pertumbuhan janin adalah
somatotropin, hormone plasenta, hormone tiroid, insulin dan peptide-peptida
lain dengan aktivitas mirip insulin.
Cacar bawaan sering terjadi pada ibu yang diabetes yang hamil yang tidak
mendapat pengobatan pada trimester I kehmilan, umur ibu kurang dari 18
tahun/lebih dari 35 tahun, defesiensi yodium pada waktu hamil, PKU
(phenylketonuria).
5. Radiasi
Radiasi pada janin sebelum kehamilan 18 minggu dapat menyebabkan
kematian janin, kerusakan otak, mikrosefali atau cacat bawaan lainnya.
6. Infeksi
Infeksi intrauterine yang sering menyebabkan cacat bawaan adalah TORCH
(Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Harves Simplex). Sedangkan
infeksi lainnya yang juga dapat menyebabkan penyakit pada janin adalah
varisela, coxsackie, echovirus, malaria, lues, HIV, polio, campak, hepatitis.
Diduga setiap hiperpireksia pada ibu hamil dapat merusak janin.
7. Stres
Stres yang dialami ibu pada waktu hamil dapat mempengaruhi tumbuh
kembang janin yang dapat menyebabkan, antara lain cacat bawaan, dan
kelainan kejiawaan.
8. Imunitas
Rhesus atau ABO inkontabilitas sering menyebabkan abortus atau lahir mati.
9. Anoksia embrio
Menurutnya oksigenasi janin melalui gangguan pada plasenta atau tali pusat
menyebabkan berat badan lahir rendah.
b. Faktor lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang anak setelah lahir (faktor
postnatal).
Bayi baru lahir harus berhasil melewati masa transisi, dari suatu sistem yang teratur
yang sebagian besar tergantung pada organ-organ ibunya, ke suatu sistem yang
tergantung pada kemampuan genetik dan mekanisme homeostatic bayi itu sendiri.
Perbedaan lingkungan sebelum dan sesudah anak lahir adalah sebagai berikut
(menurut Timiras, dikutip dari Johnston 1986):

Perbedaan lingkungan intra dan ekstra uterin


Sebelum lahir Sesudah lahir
1. Lingkungan fisik Cairan Udara
2. Suhu luar Pada umumnya tetap Berubah-ubah
3. Stimulasi sensorik Terutama kenestetik atau Bermacam-macam stimuli

Page | 107
vibrilasi
4. Gizi Tergantung pada zat-zat gizi Tergantung pada tersedianya
yang terdapat dalam darah bahan makanan dan
ibu kemampuan saluran cerna
5. Penyediaan oksigen Berasal dari ibu ke janin Bersal dari paru-paru ke
melalui plasenta pembuluh darah paru-paru
6. Pengeluaran hasil Dikelurkan ke sistem Dikeluarkan melalui paru-
metabolism peredaran darah ibu paru, kulit, ginjal dan
saluran pencernaan.

Lingkungan post-natal yang mempengaruhi tumbuh kembang anak secara umum dapat
digologkan menjadi :
1. Lingkungan Biologis
a. Ras/Suku bangsa
Pertumbuhan somatik juga dipengaruhi ras/suku bangsa. Bangsa kulit putih/ras
Eropa mempunyai pertumbuhan somatik lebih tinggi daripada bangsa Asia.
b. Jenis kelamin
Dikatakan anak laki-laki lebih sering sakit dibandingkan anak perempuan, tetapi
belum diketahui secara pasti mengapa demikian.
c. Umur
Umur yang paling rawan adalah masa balita, oleh karena pada masa itu anak
mudah sakit dan mudah terjadi kurang gizi. Disamping itu masa balita merupakan
dasar pembentukan kepribadian anak. Sehingga diperlukan perhatian khusus.
d. Gizi
Makanan memegang peran penting dalam tumbuh kembang anak, dimana
kebutuhan anak berbeda dengan orang dewasa, karena makan bagi anak
dibutuhkan juga untuk pertumbuhan, dimana dipengaruhi oleh ketahanan makanan
keluarga (dalam pembagian makanan yang adil dalam keluarga).
e. Perawatan kesehatan
Perawatan kesehatan yang teratur, tidak saja kalau anak sakit, tetapi pemeriksaan
kesehatan dan menimbang anak secara rutin tiap bulan, akan menunjang pada
tumbuh kembang anak.
f. Kepekaan terhadap penyakit
Dengan memebrikan imunisasi, maka diharapkan anak tehindar dar penyakit-
penyakit yang sering menyebabkan cacat atau kematian. Dianjurkan sebelum anak
berumur satu tahun sudah mendapat imunisasi BCG, Polio 3 kali, DPT 3 kali,
Hepatitis-B 3 kali dan campak.
g. Penyakit kronis
Anak yang menderita penyakit menahun akan terganggu tumbuh kembangnya dan
pendidikannya, disamping itu anak juga mengalami stress yang berkepanjangan
akibat dari penyakitnya.
h. Fungsi metabolism

Page | 108
Khusus pada anak, karena adanya perbedaan yang medasar pada proses
metabolism pada berbagai umur, maka kebutuhan akan berbagai nutrient harus
didasarkan atas perhitungan yang tepat atau setidak-tidaknya memadai.
i. Hormon
Hormone-hormon yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang antara lain adalah :
“growth hormone”, tiroid, hormone seks, insulin, IGFs (insulin like growth factors)
dan hormone yang dihasilkan kelenjar adrenal.
2. Faktor fisik
a. Cuaca, musim, keadaan geografs suatu daerah.
Musim kemarau yang panjang/adanya bencana alam lainya, dapat berdampak pada
tumbuh kembang anak antara lain sebagai akibat gagalnya panen, sehingga banyak
anak yang kekurangan gizi.
b. Sanitasi
Sanitasi lingkungan memiliki pearn yang cukup dominan dalam penyediaan
lingkungan yang mendukung kesehatan anak dan tumbuh kembangnya.
c. Keadaan rumah (struktur bangunan, ventilasi, cahaya dan kepadatan hunian).
Keadaan perumahan yang layak dengan konstruksi bangunan yang membahayakan
penghuninya, serta tidak penuh sesak akan menjamin kesehatan penghuninya.
d. Radiasi
Tumbuh kembang anak dapat terganggu akibat adanya radiasi yang tinggi.
3. Faktor psikososial
a. Stimulasi
Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kebang anak. Anak yang
mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang
dibandingkan dengan anak yang kurang/ tidak mendapatkan stimulasi.
b. Motivasi belajar
Motivasi belajar dapat ditumbuhkan sejak dini, dengan memberikan lingkungan
yang kondusif untuk bejalar, misalnya adanya sekolah yang tidak jauh, buku-buku,
suasana yang tenang serta sarana lainnya.
c. Ganjaran atau hukuman yang wajar
Kalau anak berbuat benar, maka wajib kita memeberikan ganjaran misalnya
punjian, ciuman, belaian, tepuk tangan, dan sebagainnya. Ganjaran tersebut akan
menimbulkan motivasi yang kuat bagi anak untuk mengulangi tingkah lakunya.
d. Kelompok sebaya
Untuk proses sosialisasi dengan lingkungannya anak memerlukan teman
sebayanya.
e. Stres
Stres pada anak juga berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya, misalnya anak
akan menarik diri, rendah diri, terlambat bicara, nafsu makan menurun.
f. Sekolah
Dengan adanya wajib belajar 9 tahun sekarang ini, diharapkan setiap anak
mendapatkan kesempatan duduk dibangku sekolah minimal 9 tahun. Sehingga

Page | 109
dengan mendapat pendidikan yang baik, maka diharapkan dapat meningkatkan
taraf hidup anak-anak tersebut.
g. Cinta dan kasih sayang
Salah satu hak anak adalah hak untuk dicintai dan dilindungi. Anak memerlukan
kasih sayang dan perlakuan yang adil orang tuanya.
h. Kualitas interaksi anak orang tua
Interaksi timbal balik anatara anak dan orang tua, akan menimbulkan keakraban
dalam keluarga.
4. Faktor keluarga dan adat istiadat
a. Pekerjaan/pendapatan keluarga
Pendapatan kelurga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak karena
orang tua dapat menyediakan semua kebuthan anak baik primer maupun yang
skunder.
b. Pendidikan ayah/ibu
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh
kembang anak. Karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat
menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang
baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikan da sebagainnya.
c. Jumlah saudara
Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang keadaan sosial ekonominya cukup,
akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima oleh
anak.
d. Jenis kelamin dalam keluarga
Pada masyarakat tradisional, wanita mempunyai status yang lebih rendah
dibandingkan laki-laki, sehingga angka kematian bayi dan malnutrisi masih tinggi
ada wanita.
e. Stabilitas rumah tangga.
Stabilitas dan keharmonisan rumah tangga mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Tumbuh kembang anak. Tumbuh kembang anak akan berbeda pada keluarga yang
harmonis, dibandingkan dengan mereka yang kurang harmonis.
f. Kepribadian ayah/ibu
Kepribadian ayah dan ibu yang terbuka tentu pengaruhnya berbeda terhadap
tumbuh kembang anak, bila dibandingkan dengan mereka yang kepribadiannya
tertutup.
g. Adat-istiadat, norma-norma, tabu-tabu
Adat-istiadat yang berlaku disetiap daerah akan mempengaruhi terhadap tumbuh
kembang anak.
h. Agama
Pengajaran agama harus ditanamkan pada anak-anak sedini mungkin, karena
dengan memahami agama akan menuntun umat-Nya untuk berbuat kebaikan dan
kebajikan.
D. CIRI-CIRI TUMBUH KEMBANG ANAK

Page | 110
Tumbuh kembang anak yang sudah dimulai sejak konsepsi sampai dewasa itu mempunyai
ciri-ciri :
a. Tumbuh kembang adalah proses yang kontinyu sejak konsepsi sampai
maturitas/dewasa, yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan.
b. Dalam periode tertentu terdapat adanya masa percepatan atau masa perlambatan, serta
laju tumbuh kembang yang berlainan diantara organ-organ.
c. Pola perkembangan anak adalah sama pada semua anak, tetapi kecepatannya berbeda
antara anak satu dengan lainnya.
d. Perkembangan erat hubungannya dengan maturasi sistem susunan saraf
e. Aktivitas seluruh yubuh diganti repons terhadap individu yang khas.
f. Arah perkembangan anak adalah sefalokaudal.
g. Reflek primiatif seperti reflek memegang dan berjalan akan menghilang sebelum gerak
volunter tercapai.
E. TUGAS PERKEMBANGAN :
1. Usia bayi (0-12 bulan ) :
Motorik kasar :
- Bayi baru lahir dapat memutar kepala dari sisi yang satu kesisi yang lain pada
posisi tengkurap, kecuali jika permukaannya sangat lunak yang dapat
menyebabkan keadaan tercekik (asfiksia).
- Bayi memperlihatkan hampir tidak ada keterlambatan dalam kemampuan
mengangkat kepala di usia 3 bulan.
- Bayi berguling dari depan kebelakang pada usia 5 bulan.
- Bayi duduk bersandar pada usia 7 bulan.
- Bayi duduk tanpa ditopang pada usia 8 bulan.
- Bayi mulai naik berdiri pada usia 9 bulan.
- Bayi merambat (berjalan berpegangan pada objek seperti meja atau pegangan
pengaman) pada usia 10 bulan.
- Bayi berjalan sambil memegang tangan seseorang pada usia sekitar 12 bulan.

Motorik halus :
- Bayi memiliki genggaman yang kuat pada usia sekitar 1 bulan.
- Refleks genggaman bayi memudar dan bayi dapat mengenggam mainan pada usia
sekitar 3 bulan.
- Bayi dapat mengenggam secara sadar pada usia 5 bulan.
- Bayi dapat mengenggam dengan ibu jari dan jari lain pada usia 7,5-8,5 bulan.
- Bayi mengembangkan gerakan menjepit pada usia 9 bulan.
- Bayi mencoba membangun menara dari balok-balok pada sekitar usia 12 bulan.
2. Usia Toddler (1-3 tahun)
Motorik kasar :
- Berjalan tanpa bantuan pada usia 15 bulan.

Page | 111
- Berjalan menaiki anak tangga, berpegangan pada satu tangan pada usia 18 bulan.
- Berjalan menaiki dan menuruni tangga dengan satu langkah pada usia 24 bulan.
- Toddler melompat dengan 2 kaki pada usia 30 bulan.

Motorik halus :
- Membangun menara 2 blok dan mencoret-coret secara spontan pada usia 15 bulan.
- Membangun menara 3-4 blok pada usia 18 bulan.
- Meniru coretan vertical pada usia 24 bulan
- Membangun menara 8 blok dn meniru tanda silang pada usia 30 bulan.
3. Usia Pra Sekolah (4-6 tahun)
Motorik kasar :
Anak usia pra sekolah dapat mengendarai sepeda roda tiga, melompat, berdiri
satu kaki selama beberapa menit.

Motorik halus :
Keterampilan motorik halus menunjukan perkembangan utama yang di tujukan
dengan meningkatnya kemampuan menggambar.
a. Anak daoat membangun menara 9 atau 10 blok membuat jembatan dari 3 balok,
meniru bentuk lingkaran, menggambar tanda silang, pada usia 3 tahun.
b. Pada usia 4 tahun anak dapat mengikatkan sepatu, meniru gambar bujur sangkar,
menjiplak segilima, dan menambahkan 3 bagian dalam gambar manusia.
c. Pada usia 5 tahun dapat mengikat tali sepatu, menggunakan gunting dengan baik.
4. Usia sekolah (7-13 tahun)
- Belajar bergaul dengan teman sebayanya.
- Belajar memainkan peran sesuai dengan jenis kelaminnya.
- Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung.
- Belajar mengembangkan konsep (agama, ilmu pengetahuan, adat istiadat) sehari-
hari.
- Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi (bersikap mandiri)
- Mampu melompat dan menari
- Bermain sepeda
- Mampu mengraikan objek-objek dengan gambar.
5. Usia Remaja (14-18 tahun )
- Menerima keadaan jasmani
- Belajar bergaul dengan kelompok remaja laki-laki/perempuan
- Belajar bertanggung jawab
- Mencapai kemandirian emosional
- Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.
6. Usia lansia
- Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan.

Page | 112
- Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya income (penghasilan)
keluarga.
- Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
- Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia
- Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan
- Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes.

Page | 113
XIII

Konsep Dan Stimulasi Pengkajian, Menegakkan Diagnosa, dan


Menyusun Intervensi Asuhan Keperawatan Sehat Jiwa Ibu Hamil
13.1 Definisi
Kehamilan merupakan proses fisiologis yang memberikan perubahan pada ibu
maupun lingkungannya. Dengan adanya kehamilan maka seluruh sistem genetalia
wanita mengalami perubahan yang mendasar untuk mendukung perkembangan dan
pertumbuhan janin dalam rahim selama proses kehamilan berlangsung.
13.2 Perubahan Fisiologis Pada Ibu Hamil
TRIMESTER I

1. Payudara Terasa Nyeri

Perubahan payudara terjadi mulai dari awal kehamilan. Payudara akan terasa
lebih lembut, nyeri, dan lebih sensitif. Ini dipicu oleh perubahan hormon dalam
tubuh sebagai persiapan diri untuk menghasilkan ASI. Ukuran payudara pun
akan mulai bertambah, payudara terasa lebih berat dan penuh.

2. Ukuran Perut Mulai Membesar

Beberapa ibu hamil mungkin akan terlihat perutnya sudah lebih besar saat
trimester pertama kehamilan. Sementara, ibu hamil lainnya mungkin belum
terlalu kelihatan tonjolan perutnya sampai memasuki trimester kedua. Ini
normal terjadi dan tidak menjadi hal yang perlu dikhawatirkan.

3. Perubahan pada Kulit

Selama kehamilan dapat muncul stretch mark pada kulit. Seringnya, stretch
mark  muncul di bagian paha, pantat, perut, dan dada. Perubahan kulit lainnya
yaitu muncul garis gelap pada kulit yang membentang mulai dari pusar sampai
ke rambut kemaluan, ini disebut dengan linea nigra. Bercak berwarna lebih
gelap pada kulit juga biasanya muncul pada pipi, dahi, dan hidung. Ini disebut
dengan melasma atau chloasma dan biasanya terjadi pada wanita berkulit gelap.
Page | 114
4. Pembuluh Darah Vena Terlihat

Pembuluh darah laba-laba atau spider veins juga bisa muncul pada kaki, wajah,
atau lengan. Pembuluh darah vena yang membesar juga bisa dilihat di kaki. Ini
disebut dengan varises. Pembuluh darah yang membesar ini bisa sangat terlihat
dan berwarna ungu atau biru.

5. Perubahan pada Vagina

Pada saat kehamilan, vagina juga mengalami berbagai perubahan. Lapisan


vagina bisa menjadi lebih tebal dan kurang sensitif. Mungkin juga mengalami
keputihan dan perdarahan ringan (seperti bercak darah). Ini normal terjadi pada
kehamilan.

6. Perubahan pada Berat Badan

Selama trimester pertama, berat badan akan bertambah dan ini menjadi
keharusan. Mungkin berat badan akan bertambah sebesar 1,5-3 kg pada
trimester pertama. Pertambahan ini menyesuaikan dengan berat badan sebelum
hamil.

TRIMESTER II

1. Ukuran Perut

Rahim akan membesar seiring dengan bertumbuhnya janin. Dari yang awalnya
hanya seberat 500 gram, janin bisa mencapai 2.000 gram sampai akhir
trimester kedua.

2. Strech Mark

Stretch mark di bagian paha, pinggang hingga perut mulai terjadi saat
memasuki kehamilan trimester kedua. Kondisi ini wajar terjadi pada ibu hamil
dan akan menghilang dengan sendirinya sekitar 6-12 bulan setelah persalinan

Page | 115
3. Gatal Gatal di Perut

Pada trimester kedua akan lebih sering merasa gatal di area perut, hal ini
dikarenakan kulit perut yang meregang seiring dengan makin membesarnya
ukuran rahim dan janin. Akibatnya, kulit di area perut akan mongering dan
akan terasa gatal.

4. Payudara Membesar

Ukuran payudara pasti akan membesar dan sering terasa nyeri. Ini diakibatkan
karena adanya timbunan air dan garam yang menekan saraf. Kulit di area areola
juga akan tampak makin menghitam dan puting susu makin menonjol.

5. Varises

Ibu juga akan mengalami varises atau pelebaran pembuluh darah. Varises saat
hamil bisa diatasi dengan menggunakan stocking dan mengontrol penambahan
berat badan agar tidak lebih dari 12 kg.

6. Berat Badan Naik

Normalnya, kenaikan berat badan akan terjadi selama lima bulan pertama
kehamilan, dengan peningkatan 1 kg setiap bulan. Tapi selepas masa itu,
kenaikan berat badan ibu akan semakin bertambah, yaitu 2 kg tiap bulan

TRIMESTER III
1. Payudara Membesar
Pembesaran payudara ini biasanya akibat pengaruh hormon estrogen dan
progesteron. Persiapan menyusui ada sebagian yang kolostrum keluar saat usia
kehamilan 8 bulan. Penggunaan bra yang tepat ukuran diperhatikan, tidak
menggunakan kawat, ukuran cup mungkin bertambah 1 ukuran 
2. Sering Buang Air Kecil

Page | 116
Tanda ini terjadi pada awal dan akhir kehamilan. Vesika urinaria tertekan
oleh bagian terendah janin, kapasitas menurun, frekuensi miksi meningkat, pruritus
bisa terjadi.
3. Konstipasi
Menurunnya tonus otot di bawah pengaruh hormon progesteron.
Meningkatnya tekanan Pada rectum oleh bagian terendah janin.
4. Hiperpigmentasi Kulit
Akibat peningkatan melanosit stimulating hormon timbulnya kulit berwarna
lebih gelap di pipi, hidung, aereola mamae dan kulit daerah perut. Seringkali
menimbulkan rasa tidak nyaman pada ibu, Akan berkurang dan bahkan bisa hilang
setelah persalinan 
5. Strach Mark
Peregangan kulit yang berlebihan, biasanya pada paha atas, dan payudara.
Akibat peregangan kulit ini dapat menimbulkan rasa gatal, sedapat mungkin jangan
menggaruknya.. 
6. Varises
Peningkatan volume darah dan alirannya selama kehamilan akan menekan
daerah panggul dan vena di kaki, yang mengakibatkan vena menonjol, dan dapat
juga terjadi di daerah vulva vagina. Pada akhir kehamilan, kepala bayi juga akan
menekan vena daerah panggul yang akan memperburuk varises. Varises juga
dipengaruhi faktor keturunan 
7. Edema
Peningkatan permiabilitas kapiler karena peningkatan hormon dan
peningkatan volume darah.
8. Kram pada Kaki
Kram kaki ini timbul karena sirkulasi darah yang menurun karena
pembesaran uterus. Dikaitkan juga dengan diet kekurangan kalsium & magnesium.
9. Leukorrhea
Cairan yang keluar dari vagina dengan jumlah yang berlebihan, respon
karena peningkatan hormon estrogen & peningkatan suplai darah ke epitel vagina
& servik karena kehamilan.

Page | 117
13.3 Perubahan Psikologis Pada Ibu Hamil

TRIMESTER I

a. Rasa Cemas Bercampur Bahagia

Perubahan psikologis yang menonjol pada usia kehamilan trimester pertama


ialah timbulnya rasa cemas dan ragu sekaligus bahagia. Mereka cemas akan hal-hal
yang tidak di pahami karena mereka merasa tidak dapat mengendalikan tubuhnya dan
kehidupan yang mereka jalani sedang berada dalam suatu proses yang tidak dapat
berubah kembali. Hal ini membuat sebagian wanita menjadi tergantung dan menjadi
lebih menuntut. Munculnya rasa ragu dan khawatir sangat berkaitan dengan pada
kualitas kemampuan untuk merawat dan mengasuh bayi kandungnya, sedangkan rasa
bahagia dikarenakan dia merasa sudah sempurna sebagai wanita yang dapat hamil.

b. Sikap Ambivalen

Sikap ambivalen menggambarkan suatu konflik perasaan yang bersifat


stimulan, seperti cinta dan benci terhadap seseorang, sesuatu, atau kondisi (Bobak,
Lowdermilk dan Jensen 2005). Sebagian besar wanita merasa sedih dan ambivalen
tentang kenyataan bahwa ia hamil. 80% wanita mengalami kekecewaan, penolakan,
kecemasan, depresi, dan kesedihan. Jika ia tidak di bantu memaham dan menerima
ambivalensi dan perasaan negative tersebut sebagai suatu hal yang normal maka ia
akan merasa sangat bersalah bila bayi yang di kandung meninggal atau lahir cacat, ia
akan mengingat pikiran-pikiran yang ia miliki selama trimester I dan merasa ia
menjadi penyebab tragedy tersebut. Penyebab ambivalensi pada ibu hamil yaitu
perubahan kondisi fisik, pengalaman hamil yang buruk, ibu karier, tanggung jawab
baru, rasa cemas atas kemampuannya menjadi ibu, keuangan dan sikap penerimaan
keluarga terdekatnya. Perasaan ambivalen ini berakhir dengan sendirinya seiring ia
menerima kehamilannya.

Page | 118
c. Fokus Pada Diri Sendiri

Fokus wanita adalah dirinya sendiri. Dari fokus pada diri sendiri ini timbul
ambivaensi mengenai kehamilannya seiring usaha menghadapi pengalaman kehamilan
yang buruk yang pernah dialami sebelumnya, efek kehamilan terhadap kehidupan
kelak (terutama jika berkarier), tanggung jawabnya yang baru atau tambahan yang di
tanggung, kecemasan yang behubungan dengan untuk menjadi ibu, masalah keuangan
dan rumah tangga dan penerimaan orang terdekat terhadap kehamilan nya.

Pada bulan-bulan pertama kehamilan, seringkali pikiran ibu lebih berfokus


kepada kondisi dirinya sendiri, bukan kepada janin. Meskipun, demikian bkan berarti
ibu kurang memperhatikan kondisi bayinya. Kini ibu lebih merasa bahwa janin yang
dikandungnya menjadi bagian tubuhnya yang tidak terpisahkan. Hal ini mendorong ibu
untuk menghentikan rutinitasnya, terutama yang berkaitan dengan tuntutan sosial atau
tekanan psikologis agar bisa menikmati waktu kosong tanpa beban.

d. Perubahan Seksual

Hasrat seksual pada trimester I sangat berfvariasi antar satu wanita dengan
wanita lain. Meski beberapa wanita mengalami peningkatan hasrat seksual tetapi
secara umum trimester I merupakan waktu terjadinya penurunan libido dan hal ini
merupakan komuniksi yang jujur dan terbuka terhadap pasangan. Banyak wanita yang
merasakan kebutuhan kasih sayang yang besar dan cinta kasih tanpa seks. Libido
secara umum sangat dipengaruhi oleh keletihan, nausea, depresi, payudara yang
membesar dan nyeri, kecemasan, kekhawatiran dan masalah lain yang merupakan
normal terjadi pada trimester I.

e. Perubahan emosional

Perubahan-perubahan emosi pada trimester I menyebabkan adanya penurunan


kemauan berhubungan seksual, rasa letih dan mual, perubahan suasana hati, depresi,
kekhawatiran ibu tentang kesejahteraannya dan bayinya, kekhawatiran pada bentuk
penampilan diri yang kurang menarik, dan sebagainya.

Page | 119
Trimester pertama sering dianggap sebagai periode penyesuaian. Penyesuaian
yang dilakukan wanita adalah terhadap kenyataan bahwa dia sedang mengandung.
Penerimaan terhadap kenyataan ini dan arti semua ini bagi dirinya merupakan tugas
psikologis yang paling penting pada trimester pertama pada kehamilan.

Penerimaan ini biasanya terjadi pada akhir trimester pertama dan difasilitasi
oleh perasaan sendiri yang merasa cukup aman untuk mulai mengungkapkan perasaan-
perasaan yang menimbulkan konflik yang ia alami. Sementara ini ketidaknyamanan
pada trimester pertama seperti mausea, kelemahan, perubahan napsu makan, kepekaan
emosional, semua ini dapat mencerminkan konflik dan depresi yang ia alami pada saat
bersamaan hal-hal tersebut sebagai pengingat tentang kehamilan.

Beberapa wanita terutama mereka yang telah merencanakan hamil atau yang
telah berusaha keras untuk hamil merasa suka cita sekaligus tidak percaya bahwa
dirinya hamil, dan mencari bukti kehamilan pada setiap jangkal tubuhnya.

Trimester pertama sering menjadi waktu yang sangat menyenangkan untuk


melihat apakah kehamilan akan berkembang dengan baik validasi kehamilan dilakukan
berulang-ulang saat wanita mulai memeriksa dengan cermat setiap perubahan tubuh,
yang merupakan bukti kehamilan. Bukti yang paling kuat adalah berhentinya
menstruasi. Selama trimester I, kehamilan seorang wanita menjadi rahasianya sendiri
yang hanya ia bagikan pada orang yang dikehendaki. Pikirannya meliputi sebagian
besar apa yang terjadi pada dirinya, tubuhnya, dan kehidupannya. Pada saat ini bayi
yang ia kandung masih dianggap sebagai makhluk yang terpisah dari dirinya.

TRIMESTER II

Sering dikenal sebagai periode kesehatan yang baik yakni periode wanita merasa
nyaman dan bebas dari segala ketidaknyamanan yang normal dialami saat hamil,
trimester II juga merupakan fase ketika wanita menelusur kedalam dan paling banyak
mengalami kemunduran. Trimester II terbagi dalam 2 fase yaitu: Pra Quickening
(sebelum ada gerakan janin yang dirasakan ibu) dan Pasca Quickening (setelah ada
gerakan janin yang dirasakan ibu).

 Fase Quickening

Page | 120
Quickening menunjukkan kenyataan adanya kehidupan yang terpisah yang menjadi
dorongan bagi wanita dalam melaksanakan tugas psikologis utama yaitu:
mengembangkan identitas sebagai ibu bagi dirinya sendiri yang berbeda dari ibunya.

Menjelang akhir trimester pertama dan selama fase Pra Quickening berlangsung wanita
tersebut akan mengalami sekaligus sekalian mengevaluasi kembali semua aspek
hubungan yang ia jalani dengan ibunya sendiri. Semua masalah interpersonal yang
dahulu pernah dialami hingga kini dianalisis.

Hal ini yang terdapat dalam proses ini adalah evolusi wanita tersebut mulai dari
menjadi penerima kasih sayang dan perhatian kemudian menjadi pemberi kasih sayang
dan perhatian (persiapan menjadi ibu). Ia akan mengalami konflik berupa kompetisi
dengan ibunya agar terlihat “baik”. Penyelesaian actual dalam konflik ini tidak
berlarut-larut sampai lama setelah bayi dilahirkan, tetapi perhatian wanita terhadap
ibunya dan proses-proses yang berkaitan dengan hal tersebut akan berakhir setelah
terjadi perubahan identitas dirinya sendiri menjadi pemberi kasih sayang, pada saat
yang sama ia juga menjadi penerima kasih sayang, menuntut perhatian dan cinta kasih.

Dengan timbulnya Quickening muncul sejumlah perubahan karena kehamilan telah


menjadi jelas dalam pikirannya. Kontak sosial berubah ia lebih banyak bersosialisasi
dengan wanita hamil dan ibu baru lainnya yang minat serta aktivitasnya berfokus pada
kehamilan, cara membersarkan anak dan persiapan untuk menerima peran baru.

Quickening memudahkan wanita mengkonseptualisasi bayinya sebagai individu yang


terpisah dari dirinya. Kesadaran baru ini memulai perubahan dalam fokusnya dari
dirinya sendiri kepada bayi yang ia kandung. Pada saat ini jelas kelamin bayi bukan hal
yang penting, perhatian ibu pada kesejahteraan bayi dan menyambut menjadi anggota
keluarga.

Sebagian besar wanita lebih erotis pada trimester II kurang lebih 80% wanita
mengalami kemajuan yang nyata dalam hubungan seksual mereka disbanding pada
trimester I dan sebelum hamil. Trimester II relatif terbatas dari segala
ketidaknyamanan fisik, dan ukuran perut belum menjadi masalah besar, lubrikasi
vagina semakin banyak, kecemasan kekhawatiran dan masalah-masalah yang

Page | 121
sebelumnya menimbulkan ambivalensi mulai mereda dan ia telah mengalami
perubahan dari seorang menuntut kasih sayang dari ibunya menjadi seorang yang
mencari kasih sayang dari pasangannya dan semua faktor ini turut mempengaruhi
peningkatan libido dan kepuasan seskual.

TRIMESTER III

Trimester III disebut periode penantian dengan penuh kewaspadaan. Pada periode ini
wanita mulai menyadari kehadiran bayi sebagai makhluk yang terpisah sehingga ia
tidak sabar menanti kehadiran bayinya. Trimester III merupakan waktu perpisahan
yang aktif terlihat dan menanti kelahiran bayi dan menjadi orangtua sementara
perhatian utama wanita terfokus pada yang akan dilahirkan.

Perasaan takut akan muncul, ibu mungkin merasa cemas dengan kehidupan bayi dan
dirinya sendiri seperti apakah bayi nya akan lahir abnormal, terkait persalinan (nyeri,
kehilangan kendali dll).

Ibu juga mengalami proses duka lain ketika ia mengantisipasi hilangnya perhatian dan
hak istimewa khusus lain selama dia hamil, perpisahan ia dengan bayinya yang tidak
dapat di hindari, perasaan kehilangan uterus yang penuh secara tiba-tiba mengempis
dan ruang tersebut menjadi kosong. Depresi ringan merupakan hal yang umum terjadi
dan wanita menjadi lebih tergantung dan lebih menutup diri karena perasaan rentanya.

Wanita akan kembali merasakan ketidaknyamanan fisik dan semakin kuat menjelang
akhir kehamilan, ia akan merasa canggung, jelek, berantakan dan memerlukan
dukungan yang sangat besar dan konsisten dari pasangan.

Pada pertengahan trimester III peningkatan hasrat seksual yang terjadi seelumnya akan
menghilang karena perut yang semakin besar. Alternative posisi dalam hubungan
seksual untuk mencapai kepuasan dapat membantu. Berbagi perasaan secara jujur
dengan pasangan dan kunsultasi dengan bidan atau dokter menjadi sangat penting.

13.4 Kebutuhan Spiritual Pada Ibu Hamil


Kehamilan adalah sebuah perjalanan spiritual antara ibu, anak dan juga bayi mereka.
Proses kehamilan adalah sebuah keajaiban yang melibatkan body, mind, dan soul dari

Page | 122
sepasang manusia. Dan merupakan sebuah peristiwa yang sangat sakral karena dari
peristiwa ini kita bisa melihat secara nyata bukti kebesaran Tuhan.
Perlu diketahui bahwa suatu kehamilan berarti merencanakan manusia baru. Untuk itu
alangkah baiknya jika orang tua khususnya ibu hamil untuk selalu mendekatkan diri
kepada sang pencipta, berserah diri, pendidikan spiritual sejak dini kepada calon bayi.
Secara tidak langsung telah mengajarkan untuk mengenal konsep spiritual.

13.5 Perubahan Pola Seksualitas

Selama trimester pertama, banyak perempuan tidak ada keinginan untuk


berhubungan seksual karena mereka merasa mual ( morning sickness ). Atau dengan
alasan lainnya wanita hamil terlalu lelah untuk bercinta, rasa nyeri di payudara dan
adanya perubahan hormone.
Selama trimester kedua, wanita yang hamil akan merasa lebih banyak ada lebih
banyak pelumas dan mereka mengalami pembengkakakan di area kelamin. Pada
trimester ini ,seks akan lebih menarik dan berpotensi lebih memuaskann bagi wanita
hamil. Terlebih lagi, sebagian besar perempuan masih cukup nyaman selama trimester
kedua karena perut mereka belum terlalu bulat.
Akan tetapi kondisi itu tidak berlaku untuk trimester ketiga. Karena perut
wanita hamil sudah tumbuh semakin besar dan kelelahan kembali melanda dan seks
mungkin tampak kurang menarik, belum lagi secara fisik perempuan mengalami
kesulitan selama minggu-minggu terakhir kehamilan.

13.6 Sosial Ibu Hamil

Perkembangan social yang terjadi pada ibu hamil antara lain :

1. Mengadakan pengajian untuk acara 4 bulanan dan 7 bulanan sesuai dengan tradisi
masyarakat dan juga dengan mengundang tetangga, kerabat dekat
2. Mengikuti aturan yang tertera di lingkungan masyarakat seperti tidak duduk di
depan pintu, tidak memakan pisang dempet
3. Lebih banyak berinteraksi dengan warga sekitar karena merasa bahagia dengan
kehamilannya

Page | 123
13.7 Kognitif Ibu Hamil
1. Mengetahui makanan sehat yang harus dikonsumsi seperti sayur, buah-buahan dan
protein kalau bisa konsumsi 2 kali lipat
2. Olahraga seperti prenatal yoga, senam hamil, dan jalan pagi
3. Pengetahuan mengenai melahirkan tentang kontraksi, menangani rasa sakit, latihan
pernafasan, movement, relaksasi, tau cara induksi alami, posisi melahirkan, seperti
setengah duduk, jongkok, berdiri, telentang.
4. Mengetahui pengetahuan asi, seperti IMD, pelekatan dan posisi yang menentukan
press asi. Tau cara memerah, menyimpan, dan memanaskan asi.
5. Memiliki pengetahuan cara mengurus bayi.
13.8 Perubahan Moral atau Sikap pada Ibu Hamil
1. Membutuhkan perhatian lebih
2. Lebih sensitive
3. Menjadi mudah cemburu
4. Lebih sering merasa lapar
5. Malas
6. Menjadi mudah lelah
7. Lebih peduli pada masyarakat kesehatan
8. Menjadi mudah gelisah
9. Sulit tidur atau insomnia
10. Kecemasan karena berat badan naik
11. Memiliki rasa empati yang luar biasa
12. Selalu minta yang aneh-aneh (ngidam)

ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA PADA IBU HAMIL

A. Pengkajian

No Aspek Kemampuan
Ya Tidak
1. 1. Kognitif :
1. Mengetahui makanan sehat yang harus dikonsumsi seperti
sayur, buah-buahan dan protein

Page | 124
2. Olahraga seperti prenatal yoga, senam hamil, dan jalan pagi
3. Pengetahuan mengenai melahirkan tentang kontraksi,
menangani rasa sakit, latihan pernafasan, movement,
relaksasi, tau cara induksi alami, posisi melahirkan, seperti
setengah duduk, jongkok, berdiri, telentang.
4. Mengetahui tentang ASI, seperti IMD, pelekatan dan posisi
yang menentukan press asi. Tau cara memerah,
menyimpan, dan memanaskan asi.
5. Memiliki pengetahuan cara mengurus bayi.
6. 2. Fisiologi :
a. TRIMESTER I
1) Payudara terasa nyeri
2) Ukuran perut mulai membesar
3) Perubahan pada kulit :
- Muncul stretch mark pada kulit, muncul di bagian
paha, pantat, perut, dan dada
- Muncul garis gelap pada kulit mulai dari pusar
sampai ke rambut kemaluan (linea nigra)
- Bercak berwarna lebih gelap pada kulit juga
biasanya muncul pada pipi, dahi, dan hidung
(melasma atau chloasma)
4) Pembuluh darah vena terlihat
- Pembuluh darah vena yang berwarna biru lebih
terlihat di perut yang makin membesar, di payudara,
dan di kaki
- Pembuluh darah vena yang membesar juga bisa
dilihat di kaki (varises)
5) Perubahan pada vagina
- Lapisan vagina menjadi lebih tebal dan kurang
sensitive
- Mengalami keputihan dan perdarahan ringan

Page | 125
(seperti bercak darah)
6) Perubahan pada berat badan
- Berat badan bertambah sebesar 1,5 - 3 kg pada
trimester pertama

b. TRIMESTER II

1. Ukuran Perut

- Rahim membesar, dari yang awalnya hanya seberat


500 gram, janin bisa mencapai 2.000 gram

2. Strech Mark

- Stretch mark di bagian paha, pinggang hingga perut


mulai

3. Gatal Gatal di Perut

- Lebih sering merasa gatal di area perut

- Kulit di area perut mengering

4. Payudara Membesar

- Ukuran payudara pasti akan membesar

- Payudara sering terasa nyeri

5. Varises

- Ibu mengalami varises atau pelebaran pembuluh


darah..

6. Berat Badan Naik

Page | 126
- Kenaikan berat badan terjadi selama lima bulan
pertama kehamilan, dengan peningkatan 1 kg setiap
bulan.

TRIMESTER III

1) Payudara

- Pembesaran payudara ini biasanya akibat pengaruh


hormon estrogen dan progesteron.

2) Sering buang air kecil

- Vesika urinaria tertekan oleh bagian terendah janin,


kapasitas menurun, frekuensi miksi meningkat,
pruritus bisa terjadi.

3) Konstipasi

- Menurunnya tonus otot di bawah pengaruh hormon


progesteron. Meningkatnya tekanan Pada rectum
oleh bagian terendah janin.

4) Hiperpigmentasi kulit

- Akibat peningkatan melanosit stimulating hormon


timbulnya kulit berwarna lebih gelap di pipi,
hidung, aereola mamae dan kulit daerah perut.

5) Strach mark

- Akibat peregangan kulit ini dapat menimbulkan


rasa gatal, sedapat mungkin jangan menggaruknya.

6) Varises

- Peningkatan volume darah dan alirannya selama


kehamilan akan menekan daerah panggul dan vena

Page | 127
di kaki, yang mengakibatkan vena menonjol, dan
dapat juga terjadi di daerah vulva vagina.

7) Edema

- Peningkatan permiabilitas kapiler karena


peningkatan hormon dan peningkatan volume
darah.
8) Kram pada kaki
- Kram kaki ini timbul karena sirkulasi darah yang
menurun karena pembesaran uterus.
9) Leukorrhea
- Cairan yang keluar dari vagina dengan jumlah yang
berlebihan, respon karena peningkatan hormon
estrogen & peningkatan suplai darah ke epitel
vagina & servik karena kehamilan.
7. 4. Psikologis:
a. TRIMESTER I
1) Rasa cemas bercampur bahagia
- cemas akan hal-hal yang tidak di pahami karena
mereka merasa tidak dapat mengendalikan
tubuhnya dan kehidupan yang mereka jalani sedang
berada dalam suatu proses yang tidak dapat berubah
kembali.
2) Sikap ambivalen
- Sikap ambivalen menggambarkan suatu konflik
perasaan yang bersifat stimulan, seperti cinta dan
benci terhadap seseorang, sesuatu, atau kondisi
3) Fokus pada diri sendiri
- Timbul ambivaensi mengenai kehamilannya seiring
usaha menghadapi pengalaman kehamilan yang
buruk yang pernah dialami sebelumnya.
4) Perubahan seksual

Page | 128
- Hasrat seksual pada trimester I sangat berfvariasi
antar satu wanita dengan wanita lain.
5) Perubahan emosional
- Adanya penurunan kemauan berhubungan seksual,
rasa letih dan mual, perubahan suasana hati,
depresi, kekhawatiran ibu tentang kesejahteraannya
dan bayinya, kekhawatiran pada bentuk penampilan
diri yang kurang menarik, dan sebagainya.

TRIMESTER II
1) Fase Quickening
- Quickening menunjukkan kenyataan adanya
kehidupan yang terpisah yang menjadi dorongan
bagi wanita dalam melaksanakan tugas psikologis
utama yaitu: mengembangkan identitas sebagai ibu
bagi dirinya sendiri yang berbeda dari ibunya.
- Quickening memudahkan wanita
mengkonseptualisasi bayinya sebagai individu yang
terpisah dari dirinya.

TRIMESTER III
- Disebut periode penantian dengan penuh
kewaspadaan.
- Pada periode ini wanita mulai menyadari kehadiran
bayi sebagai makhluk yang terpisah sehingga ia
tidak sabar menanti kehadiran bayinya.
- Perasaan takut akan muncul, ibu mungkin merasa
cemas dengan kehidupan bayi dan dirinya sendiri

Page | 129
seperti apakah bayi nya akan lahir abnormal, terkait
persalinan (nyeri, kehilangan kendali dll).
8. 5. Seksual
- Selama trimester pertama, banyak perempuan tidak
ada keinginan untuk berhubungan seksual karena
mereka merasa mual (morning sickness). Atau
dengan alasan lainnya wanita hamil terlalu lelah
untuk bercinta, rasa nyeri di payudara dan adanya
perubahan hormone.
- Pada trimester kedua ini, seks akan lebih menarik
dan berpotensi lebih memuaskann bagi wanita
hamil.
- Pada trimester ketiga ini, perut wanita hamil sudah
tumbuh semakin besar dan kelelahan kembali
melanda dan seks mungkin tampak kurang menarik.
9. 6. Social
1) Mengadakan pengajian untuk acara 4 bulanan dan 7
bulanan sesuai dengan tradisi masyarakat dan juga
dengan mengundang tetangga, kerabat dekat
2) Mengikuti aturan yang tertera di lingkungan
masyarakat seperti tidak duduk di depan pintu, tidak
memakan pisang dempet
3) Lebih banyak berinteraksi dengan warga sekitar karena
merasa bahagia dengan kehamilannya
10. 7. Moral
1) Membutuhkan perhatian lebih
2) Lebih sensitive
3) Menjadi mudah cemburu
4) Lebih sering merasa lapar
5) Malas
6) Menjadi mudah lelah
7) Lebih peduli pada masyarakat kesehatan

Page | 130
8) Menjadi mudah gelisah
9) Sulit tidur atau insomnia
10) Kecemasan karena berat badan naik
11) Memiliki rasa empati yang luar biasa
12) Selalu minta yang aneh-aneh (ngidam)
11. 8. Spiritual
1) Memperbanyak mengingat Tuhan
- Ibu hamil dianjurkan untuk bermunajat dan
berdoa kepada Tuhan semoga anak dalam
kandungannya senantiasa sehat dan agar
dimudahkan melahirkan.
2) Memperbanyak melakukan ibadah, berbuat
kebaikan dan meninggalkan segala larangan Nya
- Sholat, puasa
3) Memperbanyak membaca kitab suci
- Wanita hamil dianjurkan memperbanyak kitab
suci dan memahami maknanya.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kesiapan Persalinan
2. Kesiapan Peningkatan Menjadi Orang Tua
3. Kesiapan Peningkatan Koping Keluarga

C. Intervensi Keperawatan
1. Kesiapan Persalinan
Perawatan Persalinan
Definisi : mengidentifikasi dan mengelola proses persalianan serta mencegah
terjadinya komplikasi.
Tindakan :
- Identifikasi kondisi proses persalinan
- Monitor kondisi fisik dan psikologis pasien

Page | 131
- Monitor kesejahteran ibu ( mis, tanda vital, kontraksi: lama, frekuensi
dan kekuatan )
- Monitor kesejahteraan janin ( gerak janin 10x dalam 12 jam ) secara
berkelanjutan ( DJJ dan volume air ketuban )
- Monitor kemajuan persalinan
- Monitor tanda-tanda persalinan ( dorongan meneran, tekanan pada anus,
perineum menonjol, vulva membuka )
- Monitor kemajuan pembukaan menggunakan partogrf saat fase aktif
- Monitor tingkat nyeri selama persalinan
- Lakukan pemeriksaan leopold

Teurapetik

- Berikan metode alternative penghilang rasa sakit ( mis, pijat,


aromaterapi, hypnosis )

Edukasi

- Jelaskan prosedur pertolongan persalinan


- Informasikan kemjuan persalinan
- Ajarkan Teknik relaksasi
- Anjurkan ibu menosongkan kandung kemih
- Anjurkan ibu cukup nutrisi
- Ajarkan ibu cara mengenali tanda-tanda persalinan
- Ajrakan ibu mengenali tanda bahaya persalinan

2. Kesiapan Peningkatan Menjadi Orangtua


Promosi Antisipasi Keluarga
Definisi : meningkatkan kesiapan keluarga untuk mencegah perkembangan atau
krisis situasi akibat masalah kesehatan
Tindakan :
Observasi
- Identifikasi kemungkinan krisis situasi atau masalah perkembangan serta
dampaknya pada kehidupan pasien dan keluarga

Page | 132
- Libatkan seluruh anggota keluarga dalam upaya antisipasi masalah
kesehatan, jika memungkinkan
- Lanjutkan kunjungan kepada keluarga secara berkala
- Buat jadwal aktivitas bersama keluarga terkait masalah kesehatan yang
dihadapi

Edukasi

- Jelaskan perkembangan dan perilaku yang normal kepada keluarga

Kolaborasi

- Kerjasama dengan tenaga kesehatan terkait lainnya

3. Kesiapan Peningkatan Koping Keluarga


Dukungan Koping Keluarga
Definisi : memfasilitasi peningkatan nila-nilai, minat dan tujuan dalam keluarga
Tindakan :
Observasi
- Identifikasi respon emosional terhadap kondisi saat ini
- Identifikasi beban prognosis secara psikologis
- Identifikasi pemahaman tentang keputusan perawatan setelah pulang
- Identifikasi kesesuaian antara harapan pasien, keluarga dan tenaga
kesehatan

Teurapetik

- Dengarkan masalah,perasaan dan pertanyaan keluarga


- Terima nila-nilai keluarga dengan cara yang tidak menghakimi
- Diskusikan rencana medis dan perawatan
- Fasilitasi pengungkapan perasaan antara pasien dan keluarga atau antar
anggota keluarga
- Fasilitasi pengambilan keputusan dalam merencanakan perawatan jangka
panjang

Page | 133
- Fasilitasi anggota keluarga dalam mengidentifikasikan dan menyelesaikan
konflik nilai
- Fasilitasi pemenuhan kebutuhan dasar keluarga
- Fasilitasi memperoleh pengetahuan, keterampilan dan peralatan yang
diperlukan untuk mempertahankan keputusan perawatan pasien
- Bersikap sebagai pengganti keluarga untuk menenagkan pasien dan atau
jika keluarga tidak dapat memberikan perawatan
- Hargai dan dukung mekanisme koping adaptif yang digunakan
- Berikan kesempatan berkunjung bagi anggota keluarga

Edukasi

- Informasikan kemjauan pasien secara berkala


- Informasikan fasilitas perawatan kesehatan yang tersedia

Kolaborasi

- Rujuk untuk terapi keluarga

Page | 134
XIV

Konsep Dan Stimulasi Pengkajian, Menegakkan Diagnosa, dan


Menyusun Intervensi Asuhan Keperawatan Sehat Jiwa Bayi
14.1 Perkembangan Kognitif
Konsep permanensi objek mulai terbentuk antara usia 4 dan 7 bulan dan
diperkuat sekitar usai 8 bulan (Piaget, 1969). Jika sebuah objek disembunyikan dari
pandangan bayi, ia akan mencarinya di tempat terakhir benda tersebut terlihat,
mengetahui bahwa benda tersebut masih ada. Perkembangan permanensi objek sangat
penting untuk perkembangan citra diri. Pada usia 12 bulan bayi tahu bagaimana ia
berpisah dari orang tua atau pengasuh. Citra diri juga ditingkatkan melalui penggunaan
cermin. Pada usia 12 bulan, bayi dapat mengenali diri mereka sendiri di cermin. Bayi
berusia 12 bulan akan mengeksplorasi objek dalam cara berbeda, seperti melempar,
membanting, menjatuhkan, dan mengguncang. Ia dapat meniru gestur dan tahu
bagaimana menggunakan beberapa objek tertentu secara tepat (mis., menempatkan
telpon ke telinga, menengadahkan cangkir untuk minum, mencoba menyisir rambut)
(Piaget, 1969).

14.2 Perkembangan Motorik


Bayi memperlihatkan peningkatan fenomena dalam keterampilan motoric kasar
dan halus dalam usia 12 bulan pertama.
a) Keterampilan Motorik Kasar

Istilah “keterampilan motorik kasar” merupakan keterampilan yang menggunakan otot-


otot besar (mis, kontrol kepala, berguling, duduk, dan berjalan). Keterampilan motoric kasar
berkembang dalam arah sefalokaudal (dari kepala ke ekor). Dengan kata lain, bayi belajar
mengangkat kepala sebelum belajar berguling dan duduk (Goldson & Reynolds, 2011).

b) Keterampilan Motorik Halus

Perkembangan motoric halus mencakup kematangan penggunaan tangan dan jari


tangan.Keterampilan motoric halus terbentuk dalam arah proksimodistal (dari pusat ke
perifer).Dengan kata lain, bayi pertama-tama memukul-mukul benda dengan seluruh

Page | 135
tangannya, pada akhirnya berlanjut menggenggam benda dengan tangan secara kasar (mis,
mengangkat benda-benda kasar), sebelum mampu memungut benda kecil dengan ujung jari
secara halus (Goldson & Reynolds, 2011).

14.3 Perkembangan Psikososial


a. Tinjauan (Erikson)
1. Erikson menyebutkan bahwa krisis masa bayi adalah “percaya versus
tidak percaya”
2. Kemampuan bayi mempercayai orang lain yang berkembang pada tahun
pertama membentuk dasar untuk seluruh tugas psikososial selanjutnya.
b. Rasa takut
1. Bayi yang memperlihatkan respons terkejut (Moro) yang refleksif terhadap
suara keras, benda yang jatuh, dan gerakan yang tiba-tiba di sekitarnya.
2. Ansietas terhadap orang asingbiasanya muncul pada usia 6 bulan.
c. Sosialisasi
1. Rasa sayang terhadap orang yang berarti dimulai pada saat lahir dan
meningkat dengan jelas setelah usia 6 bulan.
2. Tanda-tanda kemajuan sosialisasi hampir terjadi setiap bulan.
a. Bayi memperlihatkan senyum sosial pada usia 2 bulan.
b. Bayi mengenali wajah-wajah yang familier pada usia 3 bulan.
d. Bermain dan mainan
1. Bermain merupakan tugas anak. Untuk bayi:
a. Bermain mencerminkan perkembangan dan kesadaran terhadap
lingkungan.
2. Bayi mengembangkan keterampilan sensorik dan motorik dengan
memanipulasi mainan dan benda lain.
e. Disiplin
1. Memanjakan bayi adalah hal yang sulit; memenuhi kebutuhan bayi selalu
menjadi hal yang utama untuk mendisplinkan anak (latihan yang membentuk
perilaku).
2. Seorang bayi tidak mempunyai kemampuan untuk menunda kepuasan; kesabaran
berkembang dengan cepat setelah masa bayi.

Page | 136
14.4 Perkembangan Sosial
Bayi baru lahir menghabiskan sebagian besar waktu tidur, tetapi berusia 2
bulan siap untuk mulai bersosialisasi. Bayi memperlihatkan senyum pertama yang
nyata pada usia 2 bulan. Pada sekitar usia 3 bulan, bayi akan memulai interaksi dengan
pengasuh dengan tersenyum secara lebar dan kemungkinan tertawa keras. Bayi berusia
3 sampai 4 bulan juga akan menyerupai pergerakan wajah orang tua, seperti
melebarkan mata dan menjulurkan lidah. Pada usia 6 sampai 8 bulan, bayi dapat
menikmati permainan interaktif secara sosial seperti bermain cilukba dan pok ame-ame
(Feigelman, 2007; Goodson & Reynolds, 2011).
1. Ansietas terhadap orang asing adalah sebuah indikator bahwa bayi mengenali
dirinya sendiri sebagai seseorang yang terpisah dari orang lain. Ketika bayi
lebih menyadari adanya orang baru dan tempat baru, ia mungkin terlihat
interaksi dengan orang asing sebagai sesuatu yang mengancam dan dapat mulai
menangis, bahkan jika orang tua ada di sana.
2. Ansietas karena perpisahan juga dapat dimulai dalam beberapa bulan terakhir di
masa bayi. Sebelum bayi besar, pengetahuan dan ingatannya akan cukup baik
sehingga ia akan memahami bahwa orang tua akan kembali.
3. Temperamen berkisar dari aktif rendah atau sedang, aktif regular, dan aktif
yang dapat diprediksikan sampai sangat aktif, lebih intens, dan kurang dapat
beradaptasi. Semua ini dianggap normal di sepajang kontinum, temperamen
bawaan bayi memengaruhi cara ia berepons terhadap lingkungan.
14.5 Perkembangan Moral
Perkembang moral melibatkan pembentukan sistem nilai-nilai yang menjadi dasar
keputusan mengenai “benar dan salah” atau “baik dan buruk”.
14.6 Perkembangan Seksualitas
A. Tinjauan (Freud)
1. Tahap oral pada perkembangan mulai dari lahir sampai usia 18 bulan
2. Bayi menghisap untuk kesenangan sama seperti makanan dan juga
mencapai kepuasan dengan menelan, mengunyah, dan menggigit.

Page | 137
B. Manifestasi
1. Pada tahap ini, bayi memenuhi kebutuhan oralnya dengan menangis,
mengecap, makan, dan bersuara mini.
2. Bayi menggunakan gigitan untuk mengendalikan lingkungan dan untuk
mencapai rasa control yang lebih besar.
3. Bayi menggunakan genggaman dan sentuhan untuk menggali variasi
dilingkungan.
14.7 Perkembangan Spiritual
Bayi mengenal tuhan pertama kali melalui bahasa dari kata orang yang ada
dalam lingkungannya, yang pada awalnya diterima secara acuh, Tuhan bagi bayi pada
permulaan merupakan nama sesuatu yang asing dan tidak dikenalnya serta diragukan
kebaikan niatnya.

14.8

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA SEHAT PADA BAYI

A. Pengkajian
a. Perkembangan Kognitif

No. Aspek Kemampuan Ya Tidak


1. Apakah pada usia 4-8 bulan bayi dapat menemukan
objek yang tersembunyi dan dapat mengetahui
bahwa benda tersebut masih ada?
2. Apakah pada usia 12 bulan bayi tahu bagaimana saat
ia berpisah dari orang tua atau pengasuh
3. Apakah pada usia 12 bulan, bayi dapat mengenali
diri mereka sendiri di cermin?
4. Apakah pada usia 12 bulan, bayi dapat
mengeksplorasi objek dalam cara berbeda seperti
melempar,membanting, menyembunyikan
menjatuhkan, atau mengguncang?
5. Apakah bayi dapat meniru gesture dan tahu
bagaimana menggunakan beberapa objek tertentu

Page | 138
yang tepat? (mis: menempatkan telpon ke telinga,
menengadah cangkir untuk minum, dan mencoba
menyisir rambut).

b. Perkembangan Motorik
1) Perkembangan Motorik Kasar

No Aspek Kemampuan Ya Tidak


.
1. Apakah bayi dapat menopang leher ketika hendak di
gendong?
2. Apakah bayi dapat mengangkat kepalanya sedikit
dalam posisi tengkurap?
3. Apakah bayi dapat mengangkat kepala secara
spontan?
4. Apakah bayi dapat berguling?
5. Apakah bayi dapat duduk?
6. Apakah bayi dapat merangkak?
7. Apakah bayi dapat menarik diri untuk berdiri?
8. Sekitar usia 1 tahun, apakah bayi dapat berjalan
secara mandiri?

2) Perkembangan Motorik Halus

No Aspek Kemampuan Ya Tidak


.
1. Apakah bayi dapat memukul-mukul benda dengan
seluruh tangannya?
2. Apakah bayi dapat memungut benda kecil dengan
ujung jari?
3. Apakah bayi dapat menggenggam benda dengan
tangan?
4. Apakah pergerakan tangan bayi spontan?
5. Pada usia 12 bulan, apakah bayi mampu menyuapi
dirinya sendiri dengan cangkir dan sendok?
6. Pada usia 12 bulan, apakah bayi dapat makan
dengan jari tangannya secara mandiri?

Page | 139
7. Apakah bayi mampu menggunakan pakaian sendiri
atau memasukan kancing baju sendiri? (mis.
Memasukan lengan ke lengan baju)

c. Perkembangan Psikososial

No. Aspek Kemampuan Ya Tidak


1. Apakah bayi dapat merasakan kedatangan
pengasuhnya? (mis., tersenyum saat pengasuhnya
datang)
2. Apakah bayi dapat memperlihatkan respon terkejut
terhadap suara keras, benda jatuh, atau gerakan tiba-
tiba?
3. Pada usia 6 bulan, apakah bayi mulai takut terhadap
orang asing? (mis. menangis ketika didekati)
4. Apakah bayi merasa tenang karena pelukan saat bayi
sedang menangis?
5. Apakah bayi mencari kenyamanan dari benda yang
menimbulkan rasa aman dalam waktu yang tidak
menentu? (mis., bermain dengan selimut atau
mainan yang disuka)
6. Pada usia 6 bulan, apakah bayi mulai dapat
menampakan sayang terhadap orang yang berarti?
(mis., bahagia ketika berada di pelukan ibu)
7. Pada usia 2 bulan, apakah bayi dapat
memperlihatkan senyum social kepada orang lain?
8. Pada usia 3 bulan, apakah bayi dapat mengenali
wajah yang familiar?
9. Pada usia 4 bulan, apakah bayi dapat menikmati
interaksi sosial terhadap lingkungan?
10. Pada usia 5 bulan, apakah bayi tersenyum pada
bayangannya sendiri di cermin?
11. Pada usia 12 bulan, apakah bayi dapat
memperlihatkan emosi seperti rasa cemburu dan
rasa sayang? (mis., menangis ketika ibu

Page | 140
menggendong bayi lain)
12. Apakah bayi dapat bermain dengan mainan
kesukaannya secara mandiri?

d. Perkembangan Sosial

No Aspek Kemampuan Ya Tidak


.
1. Pada usia 3 bulan, apakah bayi mulai dapat
berinteraksi dengan cara tersenyum dan tertawa?
2. Pada usia 3-4 bulan, apakah bayi dapat menyerupai
pergerakan wajah orang tua, seperti melebarkan
mata dan menjulurkan lidah?
3. Pada usia 6-8 bulan, apakah bayi dapat menikmati
permainan interaktif seperti cilukba dan pok
ameame?
4. Pada usia 8 bulan, apakah bayi merengek ketika di
dekati orang asing atau orang yang tidak dikenal?
5. Apakah bayi sedih ketika mengalami perpisahan
dengan pengasuhnya?
6. Apakah bayi dapat merespon terhadap lingkungan?

e. Perkembangan Moral

No Aspek Kemampuan Ya Tidak


.
1. Apakah bayi menangis ketika ditinggal
pengasuhnya?
2. Apakah bayi dapat mengungkapkan keinginannya?
(mis., menangis ketika merasa haus)
3. Apakah bayi telah diajarkan tentang sikap disiplin
untuk menimbulkan rasa benar dan salah dan yang
baik atau buruk oleh orang tua?
4. Apakah orang tua dapat menegaskan kepada bayi
mengenai hal yang tidak baik? (mis., orang tua

Page | 141
menggelangkan kepala ketika tidak
memperbolehkan suatu hal)

f. Perkembangan Seksualitas

No Aspek Kemampuan Ya Tidak


1. Apakah bayi dapat melakukan refleks rooting, suck,
swallow (mencari, mengisap, menelan) ASI ibunya
dengan mandiri?
2. Apakah bayi menangis saat haus atau lapar?
3. Apakah bayi dapat mengecap?
4. Apakah bayi dapat menggunakan gigitan untuk
mengetahui rasa makanan?

g. Perkembangan Spiritual

No Aspek Kemampuan Ya Tidak


.
1. Apakah orang tua telah mengenali siapa itu Tuhan
2. Apakah orang tua mengajak bayi untuk pergi ke
tempat ibadah?
3. Apakah orang tua mengajarkan hal yang berbau
agama? (mis., orang tua membaca basmallah ketika
ingin menyuapi bayi)

B. Diagnosa
Kesiapan peningkatan perkembangan pada usia bayi
C. Intervensi
Tindakan Generalis
1. Segera menggendong, memeluk, dan membuai bayi saat bayi menangis
2. Memenuhi kebutuhan dasar bayi (mis., lapar, basah, haus, sakit)
3. Memberi selimut saat bayi kedinginan
4. Mengajak bicara sesuai dengan namanya
5. Memanggil bayi sesuai dengan namanya

Page | 142
6. Mengajak bayi bermain (mis., bersuara lucu, menggerakkan benda,
memperlihatkan benda berwarna menarik atau benda berbunyi)
7. Keluarga bersabar dan tidak melampiaskan kekesalan atau kemarahan pada
bayi
8. Segera membawa bayi kepada pusat pelayanan kesehatan bila bayi mengalami
masalah kesehatan atau sakit

Tindakan Spesialis

1. Terapi stimulasi perkembangan psikososial anak usia 0-18 bulan

Page | 143
BAB XV

Konsep Dan Stimulasi Pengkajian, Menegakkan Diagnosa, Dan


Menyusun Intervensi Asuhan Keperawatan Sehat Jiwa Toddler
16.1 Pengertian pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia toddler
Usia satu tahun merupakan usia yang penuh berbagai hal yang menarik antara
lain berbah dalam cara makan, cara bergerak, dan nalurinya mengatakan “ tidak” baik
dengan kata-kata maupun perbuatan. Usia dua tahun si kecil akan cenderung
mengikuti orang tuanya kesana kemari, ikut-ikutan menyapu, mengepel, menyiram
tanaman, semua ini dilakukan dengan penuh kesungguhan. usia dua tahun anak sudah
mulai belajar bergaul, ia senang sekali menonton anak lain bermain, perasaan takut.
Usia tiga tahun biasanya lebih mudah di kendalikan karena anak sudah dalam
perkembangan emosi, sehingga mereka menganggap ayah dan ibunya sebagai orang
yang istimewa.
16.2 Perkembangan fisiologis pada anak usia toddler
1. Motorik Kasar
Pada usia 12 sampai 13 bulan toddler sudah dapat berjalan sendiri dengan jarak
kedua kaki melebar untuk keseimbangan ekstra dan pada 18 bulan mereka
berusaha lari tetapi mudah terjatuh. Antara usia 2 dan 3 tahun, posisi tegak dengan
dua kaki menunjukkan peningkatan koordinasi dan keseimbangan.
Usia 2 tahun toddler dapat berjalan menaiki dan menuruni tangga, dan pada
usia 2½ tahun mereka dapat melompat, menggunakan kedua kaki, berdiri pada satu
kaki selama 1/2 detik, dan melakukan beberapa langkah dengan berjinjit. Pada
akhir tahun kedua mereka dapat berdiri dengan satu kaki, berjalan jinjit, dan
menaiki tangga dengan berganti-ganti kaki.
2. Motorik Halus
Usia 12 bulan toddler mampu menggenggam sebuah benda yang sangat kecil
tetapi tidak mampu melepaskan sesuai keinginannya. Menangkap atau melempar
benda dan menangkapnya kembali menjadi aktivitas yang hampir obsesif pada
usia sekitar 15 bulan. Pada usia 18 bulan toddler dapat melempar bola dari tangan
tampa kehilangan.

Page | 144
16.3 Perkembangan psikososial pada usia toddler
a) Tinjauan (Erikson)
1. Erikson memberi istilah krisis psikososial yang dihadapi todler antara
usia 1 dan 3 tahun sebagai “otonomi vs rasa malu dan ragu” . Ini adalah
waktu memperlihatkan kemandirian.
2. Todler mulai menguasai ketrampilan sosial
a. Individualisasi (membedakan diri dari orang lain)
b. Berpisah dari orangtua
c. Pengendalian seluruh fungsi tubuh
d. Komunikasi dengan kata-kata
3. Todler sering menggunakan kata “ tidak” bahkan ketika bermaksud “ ya”,
untuk mengungkapkan kebebasannya (perilaku negatifistik)
4. Todler sering terus menerus mencari benda familiar yag melambangkan
rasa aman, seperti selimut, selama waktu stres dan perasaan tidak
menentu.
b) Rasa Takut
1. Rasa takut umum pada todler antara lain:
a. Kehilangan orang tua (dikenal sebagai ansietas perpisahan)
b. Ansietas terhadap orang asing
c. Suara-suara yang keras (mis. Vacum cleaner)

2. Dukungan emosional, kenyamanan, dan penjelasan sederhana yang dapat


menghalau rasa takut todler.

c) Sosialisasi
1. Ritualisme, negativisme, dan kemandirian mendominasi interaksi pada
todler.
2. Ansietas perpisahan memuncak saat todler mulai membedakan dirinya dari
orang terdekat. Objek transisi adalah penting, terutama selama periode
berpisah, seperti tidur siang.

Page | 145
3. Todler dapat menggunakan tantrum untuk menunjukan kemandiriannya.
cara terbaik pengasuh menghadapi mereka adalah dengan cara “
membiarkan” (mengabaikan mereka).
4. Negativisme juga merupakan hal yang umum.
d) Bermain dan mainan
Todler terlibat permainan pararel, yaitu bermain berdampingan, tetapi tidak
bermain dengan yang lain. Meniru dalah salah satu bentuk permainan yang
paling umum.
e) Disiplin
1. Kebebasan yang tidak dibatasi merupakan ancaman untuk keamanan todler
meskipun membatasi todler dalam mencoba perilakunya.
2. Tindakan disiplin seharusnya:
a. Konsisten
b. Segera setelah kesalahan dilakukan
c. Direncanakan terlebih dahulu

3. Timouts merupakan tidakan disiplin yang efektif

a. Orang tua harus mengaja todler pergi keluar ke lingkungan yang aman
dan tanpa stimulasi.

b. Durasi sebaiknya 1 menit per tahun usia anak. Orang tua dapat
menggunakan alat penghitung waktu yang bersuara untuk memantau
durasi.

16.4 Perkembangan sosial pada usia toddler


Tugas mayor periode toddler adalah diferensiasi diri dari orang lain, terutama
ibu. Proses diferensi terdiri atas dua fase: perpisahan, kemunculan anak dari kesatuan
simbiosis dengan ibunya, dan individualisasi, pencapaian tersebut yang menandai
asumsi anak mengenai karakteristik individual mereka didalam lingkungan.
16.5 Perkembangan seksual pada usia toddler
Fase Anal berlangsung dari umur 1 – 3 tahun, yang ditandai dengan
berkembanganya kepuasan (kateksis) dan ketidakpuasan (antikateksis) disekitar fungsi
eliminasi. Dengan mengeluarkan feses (buang air besar) timbul perasaan lega, nyaman,

Page | 146
dan puas. Kepuasan tersebut bersifat egosentrik, artinya anak mampu mengendalikan
sendiri fungsi tubuhnya.

16.6 Perkembangan moral dan etika pada usia toddler


Menurut Kohlberg, tingkatan pertama dari perkembangan moral adalah
prekonvensional ketika anak merespon pada label “ baik” atau “ buruk” . Selama tahun
kedua kehidupan, anak mulai belajar mengetahui beberapa aktifitas yang
mendatangkan pengaruh dan persetujuan.
16.7 Perkembangan kognitif pada usia toddler
Kognitif adalah operasi-operasi atau prosedur-prosedur mental yang bisa
digunakan individu untuk mendapatkan, menahan, serta mengambil kembali berbagai
pengetahuan dan kepandaian. Dengan demikian, jelas bahwa strategi kognitif sangat
penting bagi siapa pun untuk mencapai kompetensi yang baik.
a. Sifat-sifat kognitif yang umumnya pada bayi toddler : Menurut Jean Piagiet
pada usia 1-3 tahun anak sudah dapat :
1. Membedakan diri sendiri dengan setiap objek.
2. Mengenal diri sebagai pelaku kegiatan dan mulai bertindak dengan tujuan
tertentu. Contohnya : menarik seutas tali untuk menggerakkan sebuah mobil
atau menggerakkan mainan supaya bersuara.
b. sifat fisik kognitif yang umumnya pada bayi toddler :
1. Sewaktu lahir, berat otak anak sekitar 27% berat otak orang dewasa.
Sedangkan pada usia 2 tahun, berat otak anak sudah mencapai 90% dari
berat otak orang dewasa (sekitar 1200 gram). Hal ini menunjukkan bahwa
pada usia ini, masa perkembangan otak sangat pesat.
2. Pada usia 1 – 2 tahun, anak memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar.
16.8 Perkembangan spiritual pada usia toddler
Tingkatan toddler pada perkembangan spiritual adalah Undiferensiasi.
Toddler mungkin mengetahui beberapa praktek keagamaan, tapi utamanya
mereka perlu belajar tentang pengetahuan dan reaksi emosional, daripada
menentukan kepercayaan yang akan diikuti. Toddler hanya memiliki ide yang
samar tentang Tuhan dan pelajaran agama karena proses kognitif mereka yang

Page | 147
masih belum matang. Namun, rutinitas seperti mengucapkan doa sebelum
makan atau tidur bisa sangat penti