Anda di halaman 1dari 7

Penerapan Trias Politika dalam Terbentuknya Sistem Politik Di

Indonesia

Siti Nursaidah (2006016097) UIN Walisongo Semarang

Abstrak

Trias Politika dalam penerapannya memiliki karakteristik tersendiri di setiap negara,


salah satunya Indonesia. Walaupun Indonesia tidak resmi menyatakan bahwa mereka
menggunakan konsep dari Trias Politika, namun apabila kita melihat dalam UUD 1945
Indonesia mengacu pada konsep Trias Politika. Artikel ini dibuat untuk meninjau
kembali konsep Trias Politika menurut John Locke dan juga menurut Montesquieu
terhadap sistem politik di Indonesia. Apabila dilihat konsep pembagian kekuasaan yang
dilakukan Indonesia cenderung mendekati konsep yang dinyatakan oleh Montesquieu
dengan sedikit perbedaan. Perbedaannya terdapat pada pemisahan tugas Eksekutif dan
Legislatif, dimana di Indonesia Presiden dapat mengusulkan rancangan Undang-Undang
kepada DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan memberlakukan kekuasaan Eksaminatif,
yaitu kekuasaan mandiri dalam melakukan pemeriksaan keuangan negara.

Kata Kunci: Trias Politika, Sistem Politik. Indonesia, John Locke, Montesquieu

Abstract

In its application, Trias Politica has its characteristics in each country, one of them is
Indonesia. Although Indonesia does not officially state that they are using the concept of
Trias Politica, if we look at the 1945 Indonesian Constitution it refers to the Trias
Politica concept. This article was written to review the Trias Politica concept according
to John Locke and also according to Montesquieu of the political system in Indonesia.
When viewed from the concept of power-sharing carried out by Indonesia, it tends to
approach the concept stated by Montesquieu with a slight difference. The difference is
in the separation of Executive and Legislative duties, wherein in Indonesia, the
President can propose a bill to the DPR (House of Representative) and impose
Examinative powers, namely independent power in conducting audits of state finances.

Key Word: Trias Politica, Political System, Indonesia, John Locke, Montesquieu
Pendahuluan

Masing-masing negara memiliki undang-undang dasar yang menjadi hal utama


dan pedoman dalam menjalankan tugas pemerintahan. Dalam hal ini juga mengatur
pemisahan kekuasaan dan sistem politik yang ada disuatu negara. Indonesia merupakan
salah satu negara yang menerapkan pemisahan kekuasaan pada sistem pemerintahannya
yang telah dituangkan pada UUD 1945. Bahkan di Indonesia dibagi-bagi lagi dalam
beberapa kekuasaan. Seperti kekuasaan konsulatif, yaitu kekuasaan yang memberikan
nasihat dan pertimbangan kepada para eksekutif selaku pelaksana undang-undang. Serta
kekuasaan Eksaminatif, yaitu kekuasaan terhadap pemeriksaan secara mandiri mengenai
keuangan negara. Dengan diadakannya pembagian kekuasaan diharapkan dapat
menciptakan keseimbangan dengan cara saling mengontrol antara lembaga negara atau
yang biasa disebut dengan cabang-cabang kekuasaan negara.

Lembaga negara yang dimaksud adalah Lembaga Pelaksana dan Pengawas serta
didukung oleh Lembaga Kehakiman yang mandiri sehingga menjadikan negara
menganut sistem Trias Politika. Perjalanan sistem pemerintahan Indonesia dimulai dari
sebelum Amandemen terhadap UUD 1945, dimana saat itu kekuasaan dibagi kepada 6
lembaga yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Badan Pengawas Keuangan (BPK), Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
dan Mahkamah Agung (MA). Namun setelah dilakukan Amandemen pembagian
kekuasaan menjadi 7 Lembaga yaitu dengan menambah satu Lembaga yaitu Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) dimana Dewan Pertimbangan Agung (DPA) digantikan oleh
Mahkamah Konstitusi.

Setelah Amandemen pembagian kekuasaan ini sejalan dengan konsep yang


dikemukakan oleh Montesquieu yang mengemukakan bahwa Trias Politika memberikan
batasan kekuasaan dimana tidak diperbolehkan hanya terhadap satu kekuasaan politik
saja, melainkan harus didistribusikan kepada beberapa Lembaga. Pembagian kekuasaan
suatu negara yang berdiri sendiri itu menggambarkan suatu keadaan yang apabila dilihat
secara kronologis memiliki cerita tersendiri sama hal nya dengan pembagian sistem
kekuasaan di Indonesia dimana Trias Politika dibahas berdasarkan konsep yang telah
ditawarkan oleh Jhon Locke dan Montesquieu.
Pembahasan

Trias Politika

John Locke, beliau adalah orang yang menulis sebuah buku berjudul Twi
Treatises on Civil Government pada tahun 1690. Buku yang beliau tulis bertujuan
sebagai kritikan kepada raja-raja Stuart atas kekuasaan absolut yan mereka miliki. Dan
juga sebagai pembenaran dari revolusi 1688 yang pada akhirnya Parlemen Inggris
pemenangnya. John Locke menyatakan bahwa pembagian kekuasaan seharusnya terdiri
dari 3 kekuasaan yaitu eksekutif, legislative dan federative (hubungan dengan luar
negeri) dimana dalam buku yang beliau dituliskan bahwa Lembaga Kehakiman cukup
pada jajaran Lembaga Eksekutif saja karena pada dasarnya turut melaksanakan Undang-
Undang.

Konsep Trias Politika yang selanjutnya dikemukakan beberapa tahun setelahnya


oleh seorang pemikir politik Prancis yang hidup pada Era pencerahan (Englightenment)
Montesquieu pada tahun 1748. Beliau menyatakan bahwa pemisahan antara eksekutif
dan legislative mempunyai fungsi untuk mengatur yang hal yang berhubungan dengan
hukum antar negara. Sementara kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan yang
berhubungan dengan hukum sipil. Hal tersebut ditulis dalam buku karangannya sendiri
yang berjudul The Spirit of Law. Menurut Montesquieu kemerdekaan suatu negara akan
terjamin apabila kekuasaan negara tidak hanya dipegang oleh satu penguasa saja,
melainkan oleh tiga Badan Kekuasaan yang terpisah dan masing-masing. Montesquieu
beranggap bahwa apabila kekuasaan eksekutif dan legislatif disatukan hanya dalam satu
orang atau dalam satu Lembaga saja maka kemerdekaan tidak mungkin ada.

Hal yang menjadi pembeda antara pemikiran mengenai konsep Trias Politika
yang dinyatakan oleh John Locke dan Montesquieu dapat diperhatikan dari bagaimana
pemisahan kekuasaan Lembaga Kehakiman. Menurut John Locke tugas dari Lembaga
eksekutif adalah memutuskan perkara suatu masalah hukum karena termasuk dalam
fungsi pelaksanaan Undang-Undang. Dengan kata lain yudikatif termasuk dalam
eksekutif, karena mengadili berarti melaksanakan undang-undang juga. Federatif
penting karena hubungan dengan luar negeri harus kekuasaan yang berdiri sendiri.
Namun menurut Montesquieu, kekuasaan pengadilan merupakan Lembaga yang
mandiri tidak boleh diintervensi oleh siapapun termasuk eksekutif dan legislatif.
Sistem Politik di Indonesia

Membahas sistem Politik Indonesia paling tepat adalah dengan melihat Undang-
Undang Dasar 1945 yang didalamnya terdapat berbagai hal mengenai dasar-dasar
negara Indonesia. Sejarah awal sistem politik di Indonesia dimulai pada awal
kemerdekaan pada tahun 1945 sampai dengan tahun 1950. Kemudian dilanjutkan
dengan sistem Demokrasi Liberal pada 1951 sampai dengan 1959. Dilanjutkan dengan
Demokrasi Terpimpin pada tahun 1959 sampai tahun 1966 dan Orde Baru yang dimulai
pada 1966 sampai dengan 1998 serta Era Reformasi dari tahun 1998 dan bertahan
sampai sekarang.

Telah terjadi beberapa perubahan sistem politik dari masa ke masa dimulai dari
sistem pemerintahan parlementer, presidensial hingga sekarang demokrasi dengan
sistem pembagian kekuasaan.

Untuk saat ini sistem kekuasaan di Indonesia dibagi menjadi 4 bagian kekuasaan
dengan 7 Lembaga Utama sebagai pemegang kekuasaan pada tugas dan fungsi masing-
masing dan telah berpedoman pada Undang-Undang. Pertama eksekutif yang bertugas
dalam melaksanakan Undang-Undang didalamnya terdapat Presiden dan jajarannya.
Selanjutnya legislatif yang bertugas dalam membuat Undang-Undang itu sendiri
didalamnya terdapat MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), DPR (Dewan
Perwakilan Rakyat), dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Serta yudikatif sebagai
Lembaga peradilan yang didalamnya terdapat MK (Mahkamah Konstitusi) dan MA
(Mahkamah Agung), kemudian terakhir kekuasaan eksaminatif yang didalamnya
terdapat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Dibeberapa negara di dunia pemilihan anggota Legislatif ada banyak bentuknya,


seperti Majelis Tertinggi Inggris dengan garis keturunan, kemudian di Kanada dengan
ditunjuk. Sementara di Indonesia dengan cara dipilih langsung oleh rakyat. Di
Indonesia, anggota legislatif dipilih melalui sistem pemilu atau dipilih langsung oleh
masyrakat. Konsep yang digunakan adalah perwakilan dimana sebagai anggota legislatif
bertugas sebagai tangan dari rakyat kepada negara untuk menyalurkan aspirasi mereka.
Namun tugas utama dari anggota legislatif adalah sebagai pengawas dan membuat
Undang-Undang.
Lembaga Eksekutif juga dipilih melalui pemilihan umum, misalkan saja untuk
mengisi jabatan Kepala Negara baik Presiden maupun Wakil Presiden, Gubernur, Wali
Kota, dan juga Bupati. Hal ini dilakukan karena Indonesia menerapkan sistem otonomi
daerah pada sistem pemerintahannya. Tugas utama dari sebuah Lembaga Eksekutif
adalah sebagai pelaksana Undang-Undang dan Presiden juga dapat mengusulkan
rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Untuk Lembaga Yudikatif yang terdiri dari Mahkamah Agung dan Mahkamah
Konstitusi yang memiliki fungsi sebagai Lembaga Kehakiman. Mahkamah Agung
dalam hal ini menangani Peradilan Agama, Peradilan Umum, Peradilan Militer dan
Peradilan Tata Usaha Negara. Untuk Mahkamah Konstitusi bergerak di bidang
Peradilan Konstitusi. Mahkamah Konstitusi berwenang dalam memutuskan masalah
terkait konstusi tingkat pertama dan juga tingkat terakhir yang bersifat final untuk
menguji kembali Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar.

Terakhir adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai kekuasaan


Eksaminatif, yaitu Lembaga yang memiliki fungsi sebagai pemeriksa keuangan negara.
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan ini dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
dengan melihat pertimbangan dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang kemudian
disahkan oleh Presiden. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bersifat mandiri dan bebas,
hasil dari pemeriksaan itu kemudian akan diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
dan Dewan Perwakilan Daerah sesuai dengan fungsi dari masing-masing Lembaga
tersebut.

Selain itu dalam sebuah negara demokrasi Partai Politik merupakan instrument
politik yang sangat strategis. Dalam kelompok ini patut menjadi subjek ideologi politik
negara yang secara keseluruhan berkontribusi dalam arah dan tujuan kehidupan bangsa.
Calon-calon yang terpilih baik itu eksekutif, legislatif, yudikatif, maupun eksaminatif
adalah orang-orang yang memiliki pengaruh dalam sistem politik Indonesia dimasa
yang akan datang.
Konsep Trias Politika Menurut John Locke dan Montesquieu terhadap Sistem
Politik di Indonesia

Dalam buku yang dibuat oleh John Locke tertulis bahwa pembagian kekuasaan
pada sebuah negara terdiri dari eksekutif, legislatif, dan federatif. Namun di Indonesia
pembagian kekuasaan terdiri dari eksekutif, legislatif, yudikatif dan eksaminatif yang
artinya bersebrangan dengan konsep yang disebutkan oleh John Locke. Beliau
menyatakan konsep bahwa Lembaga peradilan seharusnya berada pada Lembaga
Eksekutif dikarenakan Lembaga Peradilan melaksanakan amanat dari Undang-Undang.
Selain itu di Indonesia, pembagian kekuasaan tidak sepenuhnya dilakukan pada
Lembaga Federatif. Menurut John Locke Lembaga federatif adalah Lembaga yang
mengurusi hubungan luar negeri terutama untuk melakukan perdamaian ataupun
peperangan, namun di Indonesia, tugas tersebut berada dibawah fungsi Lembaga
eksekutif lebih tepatnya berada di tangan Menteri Luar Negeri. Sementara untuk
memutuskan peperangan, merupakan wewenang Presiden dengan melakukan
pertimbangan melalui Dewan Perwakilan Rakyat. Namun negara Indonesia
menambahkan satu lagi Lembaga yang memiliki kekuasaan khusus yaitu Lembaga
Eksaminatif yang memiliki tugas untuk memeriksa keuangan negara.

Berbeda dengan pandangan Trias Politika yang dibuat oleh Montesquieu.


Pandangan beliau lah yang diikuti oleh negara Indonesia dimana Montesquieu ini
membagi kekuasaan menjadi tiga bagian yaitu Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif.
Montesquieu mempercayai bahwa Lembaga Yudikatif atau Lembaga Peradilan ini tidak
bisa disatukan bersama dengan Lembaga Eksekutif karena akan menimbulkan masalah
yang besar bagi negara tersebut.

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa Indonesia berbelok mengikuti konsep


Trias Politika yang dibuat oleh Montesquieu hanya saja penerapannya tidak dinyatakan
secara jelas. Dan kalau dilihat pemerintah Indonesia menerapkan pembagian kekuasaan
bahkan sejak kemerdekaan baik pada zaman sistem pemerintahan parlementer,
presidensial maupun demokrasi. Hanya saja penerapan saat di lapangan berbeda pada
setiap era setelah kemerdekaan.
Penutup

Simpulan

Indonesia merupakan negara yang berbentuk Republik yang kedaulatannua


berada ditangan rakyat dan berpedoman pada Undang-Undang Dasar 1945. Melalui
Undang-Undang Dasar 1945 pemerintahan Indonesia sudah membagi beberapa
kekuasaan dalam menjalankan roda organisasi pemerintahan Indonesia yaitu dengan
menjadi 4 lembaga. Diantaranya Eksekutif (Presiden), Legislatif (MPR, DPR, dan
DPD), Yudikatif (MA dan MK) serta Eksaminatif (BPK). Walaupun tidak seratus
persen mengikuti konsep yang dikemukakan oleh John Locke dan Montesquieu, negara
Indonesia telah membuat suatu sistem check and balance yang baik dalam proses
ketatanegaraan dengan membagi beberapa kekuasaan dengan orang-orang yang
berbeda.

Daftar Pustaka

https://tirto.id/mengenal-apa-itu-trias-politica-yang-diterapkan-di-indonesia-f7Do

https://www.kompasiana.com/hasnhsty1246/5edad2a8d541df6465427112/trias-
politika-montesquieu

Yulistyowati, E., Pujiastuti, E., & Mulyani, T. (2017). Penerapan Konsep Trias Politica Dalam
Sistem Pemerintahan Republik Indonesia (E-book)

Anda mungkin juga menyukai