Anda di halaman 1dari 10

BAB III

3.1 Konsep Pengambilan Keputusan

3.1.1 Definisi Etik

Etika berasal dari bahasa yunani, yaitu Ethos, yang menurut Araskar dan David
(1978) berarti ” kebiasaaan ”. ”model prilaku” atau standar yang diharapkan dan kriteria
tertentu untuk suatu tindakan. Penggunaan istilah etika sekarang ini banyak diartikan
sebagai motif atau dorongan yang mempengaruhi prilaku. Etika adalah kode prilaku
yang memperlihatkan perbuatan yang baik bagi kelompok tertentu. Etika juga
merupakan peraturan dan prinsip bagi perbuatan yang benar.Etika berhubungan dengan
hal yang baik dan hal yang tidak baik dan dengan kewajiban moral. Etika berhubungan
dengan peraturan untuk perbuatan atau tidakan yang mempunyai prinsip benar dan salah,
serta prinsip moralitas karena etika mempunyai tanggung jawab moral, menyimpang dari
kode etik berarti tidak memiliki prilaku yang baik dan tidak memiliki moral yang baik.
Etika bisa diartikan juga sebagai, yang berhubungan dengan pertimbangan
keputusan, benar atau tidaknya suatu perbuatan karena tidak ada undang-undang atau
peraturan yang menegaskan hal yang harus dilakukan.Etika berbagai profesi digariskan
dalam kode etik yang bersumber dari martabat dan hak manusia (yang memiliki sikap
menerima) dan kepercayaan dari profesi.Profesi menyusun kode etik berdasarkan
penghormatan atas nilai dan situasi individu yang dilayani.
Kode etik disusun dan disahkan oleh organisasi atau wadah yang membina profesi
tertentu baik secara nasional maupun internasional.Kode etik menerapkan konsep etis
karena profesi bertanggung jawab pada manusia dan menghargai kepercayaan serta nilai
individu.Kata seperti etika, hak asasi, tanggung jawab, mudah didefinisikan, tetapi
kadang-kadang tidak jelas letak istilah tersebut diterapkan dalam suatu situasi.
Faktor teknologi yang meningkat, ilmu pengetahuan yang berkembang
(pemakaian mesin dan teknik memperpanjang usia, legalisasi abortus, pencangkokan
organ manusia, pengetahuan biologi dan genetika, penelitian yang menggunakan subjek
manusia) ini memerlukan pertimbangan yang menyangkut nilai, hak-hak asasi dan
tanggung jawab profesi. Organisasi profesi diharapkan mampu memelihara dan
menghargai, mengamalkan, mengembangkan nilai tersebut melalui kode etik yang
disusunnya.
Perawat memberi asuhan kepada klien, keluarga dan masyarakat; menerima
tanggung jawab untuk membuat keadaan lingkungan fisik, sosial dan spiritual yang
memungkinkan untuk penyembuhan dan menekankan pencegahan penyakit, serta
meningkatkan kesehatan dengan penyuluhan kesehatan.
Pelayanan kepada umat manusia merupakan fungsi utama perawat dan dasar
adanya profesi keperawatan.Kebutuhan pelayanan keperawatan adalah
universal.Pelayanan profesional berdasarkan kebutuhan manusia, karena itu tidak
membedakan kebangsaan, warna kulit, politik, status sosial dan lain-lain.

1
Keperawatan adalah pelayanan vital terhadap manusia yang menggunakan
manusia juga, yaitu perawat. Pelayanan ini berdasarkan kepercayaan bahwa perawat
akan berbuat hal yang benar, hal yang diperlukan, dan hal yang menguntungkan pasien
dan kesehatannya. Oleh karena manusia dalam interaksi bertingkah laku berbeda-beda
maka diperlukan pedoman untuk mengarahkan bagaimana harus bertindak,

3.1.2 Tipe-Tipe Etik

1. Bioetik
Bioetik merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang kontroversi
dalam etik, menyangkut masalah biologi dan pengobatan.Lebih lanjut, bioetik
difokuskan pada pertanyaan etik yang muncul tentang hubungan antara ilmu
kehidupan, bioteknologi, pengobatan, politik, hukum, dan theology.
Pada lingkup yang lebih sempit, bioetik merupakan evaluasi etik pada
moralitas treatment atau inovasi teknologi, dan waktu pelaksanaan pengobatan
pada manusia.Pada lingkup yang lebih luas, bioetik mengevaluasi pada semua
tindakan moral yang mungkin membantu atau bahkan membahayakan
kemampuan organisme terhadap perasaan takut dan nyeri, yang meliputi semua
tindakan yang berhubungan dengan pengobatan dan biologi. Isu dalam bioetik
antara lain : peningkatan mutu genetik, etika lingkungan, pemberian pelayanan
kesehatan
Dapat disimpulkan bahwa bioetik lebih berfokus pada dilema yang
menyangkut perawatan kesehatan modern, aplikasi teori etik dan prinsip etik
terhadap masalah-masalah pelayanan kesehatan
2. Clinical ethics/Etik klinik
Etik klinik merupakan bagian dari bioetik yang lebih memperhatikan pada
masalah etik selama pemberian pelayanan pada klien.Contoh clinical ethics :
Adanya persetujuan atau penolakan, dan bagaimana seseorang sebaiknya
merespon permintaan medis yang kurang bermanfaat (sia-sia).
3. Nursing ethics/Etik Perawatan
Bagian dari bioetik, yang merupakan studi formal tentang isu etik dan
dikembangkan dalam tindakan keperawatan serta dianalisis untuk mendapatkan
keputusan etik.

3.1.3 Teori Etik

1. Utilitarian
Kebenaran atau kesalahan dari tindakan tergantung dari konsekwensi atau akibat
tindakan Contoh : Mempertahankan kehamilan yang beresiko tinggi dapat
menyebabkan hal yang tidak menyenangkan, nyeri atau penderitaan pada semua
hal yang terlibat, tetapi pada dasarnya hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan ibu dan bayinya.

2
2. Deontologi
Pendekatan deontologi berarti juga aturan atau prinsip. Prinsip-prinsip tersebut
antara lain autonomy, informed consent, alokasi sumber-sumber, dan euthanasia.

3.1.4 Prinsip-prinsip Etik

Berikut ini adalah prinsip etik menurut organisasi profesi keperawatan internasional
(ICN; International Concil of Nursing )
1. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir
logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten
dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai
keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi
merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai
persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional.Otonomi merupakan
hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri.Praktek
profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam
membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
2. Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan
atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang,
dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan
otonomi.
3. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain
yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini
direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang
benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
4. Tidak merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada
klien.
5. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran.Nilai ini diperlukan oleh
pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien
dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti.Prinsip veracity
berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan
kebenaran.Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif
untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan
mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun
demikian, terdapat beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk

3
kejujuran seperti, jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk
pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa ”doctors knows best”
sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan
informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam
membangun hubungan saling percaya.
6. Menepati janji (Fidelity)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya
terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta
menyimpan rahasia klien.Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk
mempertahankan komitmen yang dibuatnya.Kesetiaan, menggambarkan
kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab
dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit,
memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
7. Karahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga
privasi klien.Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan
klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien.Tidak ada seorangpun
dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan
bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikan
pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus
dihindari.
8. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional
dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

3.2 Dilema Etik

3.2.1 Definisi Dilema Etik

Dilema etik merupakan situasi yang di hadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat
keputusan mengenai perilaku yang patut.

3.2.2 Langkah-Langkah Penyelesaian Masalah / Dilema Etik

Langkah penyelesaian dilema etik menurut Tappen (2005) adalah :

1. Pengkajian

Hal pertama yang perlu diketahui perawat adalah “adakah saya terlibat langsung dalam
dilema?”. Perawat perlu mendengar kedua sisi dengan menjadi pendengar yang berempati.
Target tahap ini adalah terkumpulnya data dari seluruh pengambil keputusan

4
2. Perencanaan

Untuk merencanakan dengan tepat dan berhasil, setiap orang yang terlibat dalam
pengambilan keputusan harus masuk dalam proses. 3 (tiga) hal yang sangat spesifik namun
terintegrasi dalam perencanaan, yaitu :

1; Tentukan tujuan dari treatment.

2; Identifikasi pembuat keputusan

3; Daftarkan dan beri bobot seluruh opsi / pilihan.

3. Implementasi

Selama implementasi, klien/keluarganya yang menjadi pengambil keputusan beserta anggota


tim kesehatan terlibat mencari kesepakatan putusan yang dapat diterima dan saling
menguntungkan. Harus terjadi komunikasi terbuka dan kadang diperlukan bernegosiasi. Peran
perawat selama implementasi adalah menjaga agar komunikasi tak memburuk, karena dilema
etis seringkali menimbulkan efek emosional seperti rasa bersalah, sedih / berduka, marah, dan
emosi kuat yang lain. Pengaruh perasaan ini dapat menyebabkan kegagalan komunikasi pada
para pengambil keputusan. Perawat harus ingat “Saya disini untuk melakukan yang terbaik bagi
klien”.

Perawat harus menyadari bahwa dalam dilema etik tak selalu ada 2 (dua) alternatif yang
menarik, tetapi kadang terdapat alternatif tak menarik, bahkan tak mengenakkan. Sekali tercapai
kesepakatan, pengambil keputusan harus menjalankannya. Kadangkala kesepakatan tak tercapai
karena semua pihak tak dapat didamaikan dari konflik sistem dan nilai. Atau lain waktu, perawat
tak dapat menangkap perhatian utama klien. Seringkali klien / keluarga mengajukan permintaan
yang sulit dipenuhi, dan di dalam situasi lain permintaan klien dapat dihormati.

4. Evaluasi

Tujuan dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti yang ditentukan sebagai
outcome-nya. Perubahan status klien, kemungkinan treatment medik, dan fakta sosial dapat
dipakai untuk mengevaluasi ulang situasi dan akibat treatment perlu untuk dirubah. Komunikasi
diantara para pengambil keputusan masih harus dipelihara.

Dilema etik yang sering ditemukan dalam praktek keperawatan dapat bersifat personal
ataupun profesional. Dilema menjadi sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan
tepat diantara dua atau lebih prinsip etis. Sebagai tenaga profesional perawat kadang sulit karena
keputusan yang akan diambil keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan. Pada saat
berhadapan dengan dilema etis juga terdapat dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan
takut saat proses pengambilan keputusan rasional yang harus dihadapi, ini membutuhkan
kemampuan interaksi dan komunikasi yang baik dari seorang perawat.

5
3.3 Informed Consent

3.3.1 Definisi
Informed Consent terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat
penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi
izin. Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah
mendapat informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan sebagai
persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai
tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.
Menurut D. Veronika Komalawati, SH , “informed consent” dirumuskan sebagai suatu
kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan dokter terhadap dirinya
setelah memperoleh informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk
menolong dirinya disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi.
 
3.3.2 Komponen-komponen Informed Consent
1)   Threshold elements
Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena sifatnya lebih ke
arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten (cakap). Kompeten disini
diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan medis. Kompetensi manusia untuk
membuat keputusan sebenarnya merupakan suaut kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki
kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh diantaranya terdapat berbagai tingkat
kompetensi membuat keputusan tertentu.
Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah dewasa, sadar dan berada
dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia telah
mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak
kompeten adalah apabila mempunyai penyakit mental sedemikian rupa sehingga kemampuan
membuat keputusan menjadi terganggu.
2)    Information elements
Terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure (pengungkapan) dan understanding (pemahaman).
Elemen ini berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa konsekuensi kepada tenaga medis
untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai
pemahaman yang adekuat. Dalam hal ini, seberapa ”baik” informasi harus diberikan kepada
pasien, dapat dilihat dari 3 standar, yaitu :
 Standar Praktik Profesi
Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria keadekuatan   informasi ditentukan
bagaimana biasanya dilakukan dalam       komunitas tenga medis. Dalam standar ini ada
kemungkinan bakebiasaan tersebut di atas tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat,
misalnya resiko yang ”tidak bermakna” (menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin
bermakna dari sisi sosial pasien.
 Standar Subyektif
Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien secara pribadi,
sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien tersebut dalam membuat

6
keputusan. Kesulitannya adalah mustahil (dalam hal waktu/kesempatan) bagi profesional medis
memahami nilai-nilai yang secara individual dianut oleh pasien.
 Standar pada reasonable person
Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup
apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan umumnya orang awam. 
3)    Consent elements
Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan, kebebasan) dan
authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak ada tipuan, misrepresentasi
ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari ”tekanan” yang dilakukan tenaga medis yang
bersikap seolah-olah akan ”dibiarkan” apabila tidak menyetujui tawarannya

3.3.3 Tujuan Pelaksanaan Informed Consent


Dalam hubungan antara pelaksana perawat dengan pengguna jasa tindakan medis
(pasien), maka pelaksanaan informed consent, bertujuan untuk:
a) Melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala tindakan medis
yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan pelaksana jasa tindakan medis yang
sewenang-wenang, tindakan malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan standar
profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi atau “over
utilization” yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan medisnya
b) Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari tuntutan-tuntutan
pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang tak terduga dan bersifat negatif,
misalnya terhadap “risk of treatment” yang tak mungkin dihindarkan walaupun dokter telah
bertindak hati-hati dan teliti serta sesuai dengan standar profesi medik. Sepanjang hal itu terjadi
dalam batas-batas tertentu, maka tidak dapat dipersalahkan, kecuali jika melakukan kesalahan
besar karena kelalaian (negligence) atau karena ketidaktahuan (ignorancy) yang sebenarnya tidak
akan dilakukan demikian oleh teman sejawat lainnya.
 
3.3.4 Fungsi Pemberian Informed Consent
1. Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia
2. Penghormatan terhadap hak otonomi perorangan yaitu hak untuk menentukan nasibnya
sendiri
3. Proteksi terhadap pasien sebagai subjek penerima pelayanan kesehatan (health care
receiver = HCR)
4. Untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien
5. Menghindari penipuan dan misleading oleh perawat
6. Mendorong diambil keputusan yang lebih rasional
7. Mendorong keterlibatan publik dalam masalah keperawatan dan kesehatan
8. Sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kperawatan dan kesehatan
9. Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk melakukan introspeksi terhadap
diri sendiri.
 

7
3.3.5 Ruang Lingkup Informed Consent
Ruang lingkup dan materi informasi yang diberikan tergantung pada pengetahuan medis
pasien saat itu. Jika memungkinkan, pasien juga diberitahu mengenai tanggung jawab orang lain
yang berperan serta dalam pengobatan pasien.
Dalam mempertimbangkan perlu tidaknya mengungkapkan diagnosis penyakit yang
berat, faktor emosional pasien harus dipertimbangkan terutama kemungkinan bahwa
pengungkapan tersebut dapat mengancam kemungkinan pulihnya pasien.
Pasien memiliki hak atas informasi tentang kecurigaan perawat akan adanya penyakit
tertentu walaupun hasil pemeriksaan yang telah  dilakukan inkonklusif. Hak-hak pasien dalam
pemberian inform consent adalah:
1. Hak atas informasi
Informasi yang diberikan meliputi diagnosis penyakit yang diderita, tindakan medik apa yang
hendak dilakukan, kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk
mengatasinya, alternatif terapi lainnya, prognosanya, perkiraan biaya pengobatan.
2. Hak atas persetujuan (Consent)
Consent merupakan suatu tindakan atau aksi beralasan yg diberikan tanpa paksaan oleh
seseorang yang memiliki pengetahuan cukup tentang keputusan yang ia berikan ,dimana orang
tersebut secara hukum mampu memberikan consent. Kriteria consent yang syah yaitu tertulis,
ditandatangani oleh klien atau orang yang betanggung jawab, hanya ada salah satu prosedur yang
tepat dilakukan, memenuhi beberapa elemen penting, penjelasan tentang kondisi, prosedur dan
konsekuensinya. Hak persetujuan atas dasar informasi (Informed Consent).
1. Hak atas rahasia medis
2. Hak atas pendapat kedua (Second opinion)
3. Hak untuk melihat rekam medik
4. Hak perlindungan bagi orang yg tidak berdaya (lansia, gangguann mental, anak dan
remaja di bawah umur)
5. Hak pasien dalam penelitian
Hak pasien membuat keputusan sendiri untuk berpartisipasi, mendapatkan informasi yang
lengkap, menghentikan partisipasi dalam penelitian tanpa sangsi, bebas bahaya, percakapan
tentang sumber pribadi dan hak terhindar dari pelayanan orang yang tidak kompeten.
1. Hak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah
sakit
2. Hak memperoleh pelayanan yg adil dan manusiawi
3. Hak memperoleh pelayanan keperawatan dan asuhan yang bermutu sesuai dengan standar
profesi keperawatan tanpa diskriminasi
4. Hak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan
peraturan yg berlaku di rumah sakit
5. Hak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri
pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi
yg jelas tentang penyakitnya
6. Hak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis

8
7. Hak menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu
tidak mengganggu pasien lainnya
8. Hak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit
9. Hak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya
10. Hak menerima atau menolak bimbingan moral maupun spiritual
11. Hak didampingi perawat atau keluarga pada saat diperiksa dokter maupun perawat

3.3.6 Peran Perawat dalam Pemberian Informed Consent


Peran merupakan sekumpulan harapan yang dikaitkan dengan suatu posisi dalam
masyarakat. Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Berhubungan dengan profesi keperawatan,
orang lain dalam definisi ini adalah orang-orang yang berinteraksi dengan perawat baik interaksi
langsung maupun tidak langsung terutama pasien sebagai konsumen pengguna jasa pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
Peran perawat professional dalam pemberian informed consent adalah dapat sebagai
client advocate dan educator. Client advocate yaitu perawat bertanggung jawab untuk membantu
klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan
dalam memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (informed
consent) atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya. A client advocate is an advocate
of client’s rights. Sedangkan educator yaitu sebagai pemberi pendidikan kesehatan bagi klien
dan keluarga.
 
3.3.7 Hal-hal yang Mempengaruhi Proses Informed Consent
Bagi pasien :
a)    Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan terlalu teknis
b)   Perilaku dokter yang terlihat terburu-buru atau tidak perhatian, atau tidak ada waktu untuk
tanya jawab
c)    Pasien sedang dalam keadaan stress emosional sehingga tidak mampu mencerna informasi
d)   Pasien dalam keadaan tidak sadar atau mengantuk.

Bagi petugas kesehatan :


a)    Pasien tidak mau diberitahu.
b)   Pasien tak mampu memahami.
c)    Resiko terlalu umum atau terlalu jarang terjadi.
d)   Situasi gawat darurat atau waktu yang sempit.

9
Sumber :

Simamora, Ns Roymond H., and M. Kep. "Buku ajar pendidikan dalam keperawatan." EGC,
2009.

PUSAT, DEWAN PENGURUS, and PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA.


"PERILAKU PERILAKU SEBAGAI PENJABARAN PENJABARAN KODE ETIK
KEPERAWATAN."

Zainuddin, Suhenny, Ariyanti Saleh, and Kusrini S. Kadar. "Gambaran Perilaku Etik Perawat
Berdasarkan Penjabaran Kode Etik Keperawatan." Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4.2
(2019).

10

Anda mungkin juga menyukai