Anda di halaman 1dari 9

RESUMEN

Filsafat pendidikan islam

Oleh

MUHAMMAD SYOFWAN :1914080014

Dosen Pengajar :

Misra M.SI

JURUSAN T-IPA FISIKA (A)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) IMAM BONJOL PADANG

TAHUN 2020/1441
A. Pengertian mura’bbi, Mu’allim, Muaddib

1. Murabbi

Istilah murabbi merupakan bentuk (sighah) al-ism al fail yang berakar dari tiga kata.
Pertama, berasal dari kata raba,yarbu yang artinya zad dan nama ( bertambah dan tumbuh ).
Contoh kalimat dapat di kemukakan, artinya, saya menumbuhkannya. Kedua, berasal dari kata
rabiya, yarba yang mempunyai makna tumbuh (nasya’) dan menjadi besar ( tarara’). Ketiga,
berasal dari kata rabba , yarubbu yang artinya, memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga,
dan memelihara. Kata kerja rabba semenjak masa Rasulullah sudah di kenal dalam ayat al-
Qur’an dan Hadist nabi.

Firman Allah SWT :Artinya: “Dan ucapkanlah Wahai Tuhanku, sayangilah mereka berdua,
sebagaimana ia telah menyayangiku semenjak kecil. “ (Q.S. al-Isra’ : 24), Dalam bentuk kata
benda, kata rabba digunakan untuk Tuhan, hal tersebut karena tuhan juga besifat mendidik,
mengasuh, memelihara, dan bahkan menciptakan. Firman Allah SWT:

Artinya: Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam. ( Q.S. al-Fatihah:2)., Oleh karena itu
istilah murabbi sebagai pendidik mengandung makna yang luas,yaitu:

a. Mendidik peserta didik agar kemampuannya terus meningkat.

b. Memberikan bantuan terhadap peserta didik untuk mengembangkan potesnsinya.

c. Meningkatkan kemampuan pesrta didik dari keadaan yang kurang dewasa menjadi
dewasa dalam pola pikir, wawasan, dan sebagainya.

d. Menghimpun semua komponen-komponen pendidikan yang dapat mengsukseskan


pendidikan.

e. Memobilisasi pertumbuhan dan perkembangan anak.

f. Bertanggung jawab terhadap proses pendidikan anak.

g. Memperbaiki sikap dan tingkah laku anak dari yang tidak baik mnjadi yang lebih baik.

h. Rasa kasih sayang mengasuh peserta didik, sebagaimana orang tua mengasuh anak-anak
kandungnya.

i. Pendidik memiliki wewenang, kehormatan, kekuasaaan, terhadap pengembangan


kepribadian anak.

j. Pendidik merupakan orang tua kedua setelah orang tuanya di rumah yang berhak atas
petumbuhan dan perkembangan si anak.

Secara ringkas murabbi sebagai pendidik mengandung empat tugas utama yaitu:
a) Memlihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang dewasa.

b) Mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan.

c) Mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan.

d) Melaksanakan pendidikan secara bertahap.

2. Mu’allim

Mu’allim berasal dari al-fi’l al-madhi ‘alama, mudhari’nya yu’allimu dan mashdarnya al-
ta’lim. Artinya, telah mengajar, sedang mengajar, dan pengajaran. Kata mu’allim memiliki arti
pengajar atau orang yang mengajar. Istilah mu’allim sebagai pendidik dalam Hadist Rasulullah
adalah kata yang paling umum di kenal dan banyak di temukan. Mu’allim merupakan al-ism al-
fa’il dari ‘alama yang artinya orang yang mengajar. Dalam bentuk tsulasi mujarrad, mashdar dari
‘alima adalah ‘ilmun, yang sering di pakai dalam bahasa indonesia disebut ilmu.

Dalam proses pendidikan istilah pendidikan yang kedua yang di kenal sesudah al-tarbiyyat
adalah al-ta’lim. Rasyid ridha, mengartikan al-ta’lim sebagai proses transmisi berbagai ilmu
pengetahuan pada jiwa individu.

Firman Allah SWT: Artinya: “Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat kami
kepadamu) Kami telah menutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat
kami kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat kami kepada kamu dan kami
mensucikan kamu dan mengajarkan kepada kamu apa yang telah belum kamu ketahui.” (Q.S.
al_Baqarah : 251).

Berdasarkan ayat di atas, maka mu’allim adalah orang yang mampu untuk
merekonstruksi bangunan ilmu secara sistematis dalam pemikiran peserta didik dalam bentuk
ide, wawasan, kecakapan, dan sebagainya, yang ada kaitannya dengan hakekat sesuatu. Mu’allim
adalah orang yang memiliki kemampuan unggul di bandingkan dengan peserta didik, yang
dengannya ia di percaya menghantarkan peserta didik ke arah kesempurnaan dan kemandirian.

3. Muaddib

Mu’addib merupakan al-ism al-fa’il dari madhinya addaba. Addaba artinya mendidik,
sementara mu’addib artinya orang yang mendidik atau pendidik. Dalam wazan fi’il tsulasi
mujarrad, mashdar aduba adalah adaban artinya sopan, berbudi baik. Al-adabu artinya
kesopanan. Adapun mashdar dari addaba adalah ta’dib, yang artinya pendidikan.

Secara bahasa mu’addib merupakan bentukan mashdar dari kata addaba yang berarti
memberi adab, mendidik. Adab dalam kehidupan sehari-hari sering di artikan tata krama, sopan
santun, akhlak, budi pekerti. Anak yang beradab biasanya sering di pahamisebagai anak yang
sopan yang mempunyai tingkah laku yang terpuji. Dalam kamus bahasa arab, Al-mu’jam al-
wasith istillah mu’addib mempunya makna dasar sebagai berikut :
B. tugas pendidik

Tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta


membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah Swt. Realisasi tugas
ini merupakan cerminan dari tujuan utama pendidikan Islam adalah berupaya menciptakan
subyek didik untuk mampu mendekatkan diri kepada-Nya. Jika pendidik belum mampu
mewujudkan siswanya membiasakan diri dalam peribadatan secara tepat, maka ia sungguh
mengalami kegagalan dalam tugasnya, sekalipun peserta didiknya memiliki prestasi akademis
yang luar biasa. Hal itu mengandung arti bahwa adanya keterkaitan antara ilmu dan amal saleh.

Dalam paradigma Jawa, pendidik diidentikkan dengan guru (gu dan ru) yang berarti “digugu dan
ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru memiliki seperangkat ilmu yang memadai,
yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini.
Dikatakan ditiru (diikuti) karena guru memiliki kepribadian yang utuh, karenanya segala tindak
tanduknya patut dijadikan panutan dan suri teladan oleh peserta didiknya.1

Pengertian ini diasumsikan bahwa tugas guru tidak sekadar transformasi ilmu, tapi juga
bagaimana ia mampu menginternalisasikan ilmunya pada peserta didiknya. Pada tataran ini
terjadi sinkronisasi antara apa yang diucapkan oleh guru (didengar oleh peserta didik) dan yang
dilakukannya (dilihat oleh peserta didik). Perjalanan hidup Rasulullah menunjukkan bahwasanya
beliau adalah seorang pendidik yang bijaksana, seorang mu’allim, pemberi pengarahan,
penasehat, orang yang belas kasih, dicintai, dan orang yang ikhlas. Maka seorang pendidik
muslim haruslah mensifati dirinya dengan sifat-sifat ini terutama dalam hal keikhlasan. Ia harus
mengikhlaskan amalnya hanya untuk Allah semata dan tidak melihat harta. Apabila ia diberi
meskipun sedikit ia bersyukur dan apabila tidak diberi ia harus bersabar.2

C. Karakteristik pendidik muslim

Dalam pendidikan Islam, seorang pendidik hendaknya memiliki karakteristik yang dapat
membedakannya dari yang lain. Dalam hal ini karakteristik pendidik muslim dibagi kepada
beberapa bentuk, diantaranya yaitu:

a) Bersifat ikhlas: melaksanakan tugasnya sebagai pendidik semata-mata untuk mencari


keridhoan Allah dan menegakkan kebenaran.

b) Mempunyai watak dan sifat rubbaniyah yakni akhlak prilaku yang agamis.

c) Bersifat sabar dalam mengajar.

1
Tim Departemen Agama RI, Islam untuk Disiplin Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PPPAI-PTU, 1984), hal. 149

2
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Seruan Kepada Pendidik dan Orang Tua, (Solo: Pustaka Barokah, 2005), hal.
27.
d) Jujur dalam menyampaikan apa yang diketahuinya.

e) Mampu menggunakan metode mengajar yang bervariasi.

f) Mampu mengelola kelas dan mengetahui psikis anak didik, tegas dan proposional.

Sementara dalam kriteria yang sama Al-Abrasyi memberikan batasan tentang karakteristik
pendidik, diantaranya :

a) Seorang pendidik hendaknya memiliki sifat zuhud yaitu melaksanakan tugasnya bukan
semata-mata karena materi akan tetapi lebih dari itu adalah karena mencari keridhaan
Allah.

b) Seorang pendidik hendaknya bersih fisiknya dari segala macam kotoran dan bersih
jiwanya dari segala macam sifat tercela.

c) Seorang pendidik hendaknya Ikhlas, tidak riya’, pemaaf, dan mencintai peserta didik juga
mengatahui karakteristik anak didiknya.3

D. Pengertian peserta didik

Secara etimologi peserta didik dalam bahasa arab disebut dengan Tilmidz jamaknya adalah
Talamid, yang artinya adalah “murid”, maksudnya adalah “orang-orang yang mengingini
pendidikan”. Dalam bahasa arab dikenal juga dengan istilah Thalib, jamaknya adalah Thullab,
yang artinya adalah “mencari”, maksudnya adalah “orang-orang yang mencari ilmu”. Ini sesuai
dengan sabda Rasulullah Saw:

) ‫( رواه الطبرنى‬.……‫من طلب علما فادركه كتب هللا كفلين‬

“Siapa yang menuntut ilmu dan mendapatkannya, maka allah mencatat baginya dua baguan
(HR.Thabrani )”

Namun secara definitif yang lebih detail para ahli telah menuliskan beberapa pengertian
tentang peserta didik. Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memilki sejumlah
potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. 4 Menurut al-Qur’an, tabiat
manusia adalah homo religious (makhluk beragama) yang sejak lahirnya membawa suatu
kecenderungan beragama. Dalam hal ini, pada QS. al-Rum (30): 30 Allah berfirman :

َ aَ‫دِّينُ ْالقَيِّ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكث‬a ‫ك ال‬


ِ َّ‫ر الن‬a
َ‫ون‬aa‫اس اَل يَ ْعلَ ُم‬ ِ a‫ ِدي َل لِ َخ ْل‬a ‫ا اَل تَ ْب‬aaَ‫اس َعلَ ْيه‬
َ a ِ‫ق هَّللا ِ َذل‬a ْ ِ‫ا ف‬aaً‫دِّي ِن َحنِيف‬a ‫ك لِل‬
َ َّ‫ َر الن‬a َ‫ َرةَ هَّللا ِ الَّتِي فَط‬a ‫ط‬ َ a َ‫أَقِ ْم َوجْ ه‬aaَ‫ف‬

3
Uzer Usman, Moh, Menjadi Guru Profesional (Bandung : Remaja,2001), h. 34

4
Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Press. 2002), hlm. 25.
Dalam ayat di atas, mengandung interpretasi bahwa manusia diciptakan oleh Allah
mempunyai naluri beragama, yakni agama tauhid. Potensi fitrah Allah pada diri manusia ini
menyebabkannya selalu mencari realitas mutlak, dengan cara mengekspresikannya dalam bentuk
sikap, cara berpikir dan bertingkah laku. Karena sikap ini manusia disebut juga sebagai homo
educandum (makhluk yang dapat didik) dan homo education (makhluk pendidik), karena
pendidikan baginya adalah suatu keharusan guna mewujudkan kualitas dan integritas kepribadian
yang utuh.

Abu Ahmadi juga menuliskan tentang pengertian peserta didik, peserta didik adalah
orang yang belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan orang lain untuk
menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat
manusia, sebagai warga Negara, sebagai anggota masyarakat dan sebagai suatu pribadi atau
individu.5

E. Tugas dan kewajiban peserta didik

Al Ghazali, menjelaskan kewajiban anak didik pada bagian khusus pada kitabnya “Ihya’
Ulumuddin” dan “Minhaj al -‘Amal yaitu :

a. Mendahulukan kesucian dari kerendahan akhlak dan sifat-sifat yang tercela.

b. Bersedia merantau untuk mencari ilmu pengetahuan.

c. Jangan menyombongkan ilmunya dan menentang gurunnya.

d. Mengetahui kedudukan ilmu pengetahuan. Seseorang pelajar harus mendahulukan ilmu


pengetahuan yang pokok dan mulia, kemudian ilmu pengetahuan yang mulia kemudian
ilmu pengetahuan yang penting, lalu ilmu pengetahuan sebagai pelengkapnya. 6 Pendidik
sebenarnya adalah perantara atau penghubung aktiv yang menjembatani antara anak didik
dengan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan. Agar pendidik itu dapat berfungsi
sebagai yang baik maka pendidik harus dapat melakukan tugasnya dengan baik pula.

Tugas pendidik itu antara lain :

a. Tugas Educational (pendidikan), Dalam hal ini pendidik mempunyai tugas memberi
bimbingan yang lebih banyak diarahkan pada pembentukan “kepribadian” anak didik,
sehingga memiliki kepribadian yang baik.

b. Tugas Instructional (pengajaran), Dalam hal ini kewajiban pendidik dititk beratkan pada
perkembangan kecerdasan dan daya intelektual anak didik, dengan tekanan
5
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991), hlm. 26

6
. Armai Arief, Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,( Jakarta: Ciputat Pres, 2002), hlm. 75.
perkembangan pada kemampuan kognitif, kemampuan efektif dan kemampuan
psikomotor, sehingga anak bisa menjadi manusia yang cerdas dan sekaligus trampil.

c. Tugas Managerial (pelaksanaan), Dalam hal ini pendidikan berkewajiban mengelola


kehidupan lembaganya (kelas atau sekolah yang diasuhnya bagi guru).

d. Mendorong dinamika dalam pergaulan kearah yang lebih positif.

e. Mengorganisir pergaulan dengan baik sehingga menjadi satu situasi dan tata hubungan
antar individu yang memungkinkan komunikasi timbal bailik antara anak didik dan
peserta didik.

Menyurh anak bertanggung jawab dan menyuruh berperan aktif dalam situasi pergaulan.7

F. Syarat dan kriteria yang harus dimiliki sebagai peserta didik dalam pendidikan
islam

Karakteristik Peserta Didik, peserta didik bukan miniatur orang dewasa, ia mempunyai dunia
tersendiri. Sehingga metode belajar mengajarnya tidak boleh disamakan dengan orang dewasa.
peserta didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk pemenuhan

syarat-syarat pendidik berhubungan dengan dirinya sendiri, yaitu:

1. Pendidik hendaknya senantiasa insyaf akan pengawasan Allah terhadapnya dalam segala
perkataan dan perbuatan bahwa ia memegang amanat ilmiah yang diberikan Allah
kepadanya. Karenanya ia tidak mengkhianati amanat itu, malah ia tunduk dan
merendahkan diri kepada Allah SWT.

2. Pendidik hendaknya memelihara kemuliaan ilmu. Salah satu bentuk pemeliharaannya


ialah tidak mengajarkannya kepada orang yang tidak berhak menerimanya, yaitu orang-
orang yang menuntut ilmu untuk kepentingan dunia semata.

3. Pendidik hendaknya bersifat zuhud.

4. Pendidik hendaknya tidak berorientasi duniawi dengan menjadikan ilmunya sebagai alat
untuk mencapai kedudukan, harta, prestise atau kebanggaan atas orang lain.

5. Pendidik hendaknya menjauhi mata pencaharian yang hina dalam pandangan syara’ dan
menjauhi situasi yang bisa mendatangkan fitnah dan tidak melakukan sesuatu yang dapat
menjatuhkan hara dirinya di mata orang banyak.

6. Pendidik hendaknya rajin melakukan hal-hal yang disunahkan oleh agama, baik dengan
lisan maupun perbuatan, seperti membaca al-Qur’an, berzikir dan shalat tengah malam.
7
A. Muri Yusuf, Pengantar Ilmu Pendidikan…… Hal.58
7. Pendidik hendaknya memelihara akhlak yang mulia dalam pergaulannya dengan orang
banyak dan menghindarkan diri dari akhlak buruk.

8. Pendidik hendaknya selalu mengisi waktu-waktu luangnya dengan hala-hal yang


bermanfaat, seperti beribadah, membaca, mengarang, dsb.

9. Pendidik hendaknya selalu belajar dan tidak merasa malu untuk menerima ilmu dari
orang yang lebih rendah dari padanya, baik dari segi kedudukan maupun usianya.

10. Pendidik hendaknya rajin meneliti, menyusun dan mengarang dengan memperhatikan
keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan untuk itu.

DAFTAR PUSTAKA

Tim Departemen Agama RI, Islam untuk Disiplin Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PPPAI-PTU,
1984), hal. 149

Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Seruan Kepada Pendidik dan Orang Tua, (Solo: Pustaka
Barokah, 2005), hal. 27.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Remaja Rosdakarya, 2012.

Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991)

Armai Arief, Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,( Jakarta: Ciputat Pres, 2002)

Uzer Usman, Moh, Menjadi Guru Profesional (Bandung : Remaja,2001),

Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Press. 2002),

Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil ’Qu’ran, Gema Insani Press, jilid 11,.

Yusuf, A. Muri., Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta: GHALIA INDONESIA, 1982

Anda mungkin juga menyukai