17.04.2771 Bab1 PDF
17.04.2771 Bab1 PDF
PENDAHULUAN
Film bisa dikatakan sebagai perwujudan dari seluruh realitas kehidupan yang
begitu luas dalam masyarakat, dan film juga mampu menumbuhkan imajinasi,
ketegangan, ketakutan dan benturan emosi pada khalayak penonton, seolah
mereka ikut merasakan dan menjadi bagian dari cerita pada film tersebut. Selain
itu, isi pesan didalam film juga dapat menimbulkan aspek kritik sosial, ilmu
pengetahuan, norma kehidupan dan juga hiburan bagi penonton. Makna film
sebagai representasi dari realitas masyarakat, bagi Turner (Irawanto dalam Sobur,
2013:127), “berbeda dengan film sekedar sebagai refleksi dari realitas. Sebagai
refleksi dari realitas, film hanya memindahkan realitas ke layar kaca tanpa
mengubah realitas tersebut. Dan jika sebagai representasi dari realitas, film dapat
membentuk dan menghadirkan kembali realitas yang ada berdasarkan kode-kode,
dan kajian ideologi dari kebudayaan”.
Secara umum, keberadaan film mencerminkan kondisi sosial dan budaya pada
setiap negara. Melalui film, kita bisa belajar mengenai budaya-budaya yang ada.
Baik itu budaya masyarakat atau bahkan budaya yang asing untuk kita. Dan kita
menjadi mengetahui bagaimana kebudayaan tersebut ditampilkan, terutama
melalui sebuah film. Menurut Siagan (2010:1), film dapat dikatakan paling
banyak mempengaruhi kehidupan manusia. Seorang kritikus film pernah
1
berpendapat bahwa film dapat membawa kita kearah surga atau neraka. Yang
dimaksud dengan surga bahwa film yang bagus dapat memberikan sebuah
manfaat bagi yang menikmatinya seperti dalam dunia pendidikan ataupun dalam
lingkup seni.
Saat ini banyak film Indonesia yang berlatar belakang kebudayaan masing-
masing yang ada di Indonesia. Seperti contohnya film Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijck dan Merantau. Kedua film tersebut mengangkat budaya Minangkabau
(Sumatera Barat). Tidak hanya mengangkat budaya Minangkabau secara umum,
film-film tersebut menyisipkan tentang kebudayaan-kebudayaan yang lebih
spesifik, seperti silek (pencak silat) dan merantau.
Film merantau merupakan film bergenre action karya Gareth Evans. Film ini
mengambil latar tradisi Minangkabau yakni merantau. Merantau sangatlah lekat
dalam kebudayaan Minangkabau. Bahkan hingga sekarang, tradisi ini masih
dilakukan oleh pemuda bahkan pemudi di Minangkabau. Latar tradisi tersebut
yang ingin ditampilkan didalam film ini. Tetapi, Gareth Evans masih kurang
menampilkan bagaimana merantau tersebut seharusnya. Hal ini berakibat terhadap
penonton yang tidak memiliki pengetahuan tentang hal tersebut yang pada
akhirnya berujung mengartikan bahwa merantau itu hanya pergi dari desa untuk
2
menempatkan diri di kota. Sehingga melupakan seperti apa motif-motif merantau
yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabau.
Terlepas dari genre action pada film Merantau, budaya Minangkabau yang
ditampilkan pada film ini terbilang sedikit dan hanya terfokus kepada kesenian
silek (pencak silat) saja sehingga konsep merantau tersebut ditampilkan secara
umumnya saja. Bagi laki-laki Minang, merantau erat kaitannya dengan pesan
nenek moyang. Budaya merantau di ranah Minangkabau mempunyai arti sebagai
proses interaksi masyarakat Minangkabau dengan masyarakat luar. Merantau bagi
pemuda-pemudi Minang dilakukan sebagai ajang eksistensi diri. Dan juga untuk
melakukan tradisi tersebut, tidak hanya dibekali oleh keterampilan bela diri saja,
tetapi juga pengetahuan umum lainnya. Hal inilah yang tidak dideskripsikan
secara visual dalam film Merantau ini.
3
6. Motif merantau dalam film tidak terlihat dengan jelas.
7. Konteks budaya merantau dalam film berbeda dengan konteks budaya
merantau saat ini.
8. Dalam mise en scene, film Merantau kurang menampilkan realitas yang
ada dalam kebudayaan Minangkabau secara umumnya.
4
- Menjadi landasan penelitian kepada penulis selanjutnya yang akan
meneliti tentang budaya merantau sebagai identitas budaya
Minangkabau dalam film Merantau.
2. Manfaat Praktis
1. Studi Visual
5
film yang akan di analisis. Film Merantau ini rilis pada tahun 2009 dan
berdurasi 134 menit. Film ini terdiri dari 57 scene. Dari keseluruhan akan
dipilih 6 adegan yang menampilkan kebudayaan yang dipilih melalui
teknik purposive sampling. Menurut Ratna (2010:214), teknik purposive
merupakan cara mengumpulkan data berdasarkan subjek yang relevan
dengan masalah penelitian.
2. Studi Pustaka
3. Wawancara
6
yang baru (Ratna, 2016:303). Metode analisis semiotika Roland Barthes
untuk melihat pesan-pesan yang tersembunyi dalam sebuah film. Penelitian
ini menganalisis kebudayaan Minangkabau dan juga menganalisis identitas
budaya melalui mise en scene. Analisis kebudayaan dilakukan dengan
menggunakan teori kebudayaan untuk menemukan seperti apa kebudayaan
Minangkabau yang ditampilkan dalam film Merantau. Analisis dimulai dari
data yang telah dipilih berdasarkan purposive sampling. Setelah ditemukan
kebudayaan Minangkabau dalam film, selanjutnya mencari identitas budaya
Minangkabau yang dianalisis melalui mise en scene dengan menggunakan
metode analisis Roland Barthes.
7
1.8 Kerangka Penelitian
1.9 Pembabakan
1. BAB I PEDAHULUAN
8
2. BAB II KAJIAN PUSTAKA
Penyajian analisis data dan hasil analisis berdasarkan metode dan teori
yang digunakan. Dalam analisis data terdiri dari representasi kebudayaan
Minangkabau dalam film dan konsep merantau dalam kebudayaan
Minangkabau pada film Merantau.