Anda di halaman 1dari 17

Laporan Kasus

SEORANG LAKI-LAKI 25 TAHUN DENGAN


HIPERTENSI GRADE I

Disusun Oleh:

Nama : dr. Mohamad Fadli


Wahana : BLUD RS Konawe
Periode : Agustus 2020 – Mei 2020

Dokter Pendamping:
dr. Suri Fatma

RUMAH SAKIT UMUM BLUD RS KONAWE

KABUPATEN KONAWE

2020
BAB I
PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan salah satu faktor utama resiko kematian


karena gangguan kardiovaskuler yang mengakibatkan 20-50% dari
seluruh kematian. Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam
kelompok hipertensi primer. Penyebab hipertensi ini multifaktor, terdiri
dari faktor genetik dan lingkungan. Dari sekian banyak penderita
hipertensi, hanya sekitar 48% yang melakukan long life control terhadap
penyakit ini. Hal ini tergantung pada bermacam-macam faktor, antara lain
pengertian dan kesediaan penderita untuk berobat, faktor-faktor
sosioekonomik, dan sebagainya. 1
Indonesia merupakan contoh negara berkembang dengan
prevalensi penderita hipertensi yang tinggi. Rata-rata prevalensi penderita
hipertensi di seluruh Indonesia sebesar 31,7%. Diperkirakan di tahun
2025 persentase penderita hipertensi meningkat sebesar 24% pada negara
maju dan 80% pada negara berkembang (Nurmainah dkk.,
2013).Seseorang dikatakan hipertensi ditandai dengan tekanan darah
>140/90 mmHg pada berbagai kondisi pasien. Pengobatan hipertensi juga
bertujuan mendapatkan tekanan darah dalam rentang yang normal, yaitu
≤140/90 mmHg pada berbagai kondisi pasien. Khusus pasien hipertensi
dengan diabetes melitus dan penyakit ginjal, tekanan yang dicapai adalah
≤130/80 mmHg2.
Pembiayaan kesehatan di Indonesia semakin meningkat, hal ini
terjadi akibat penerapan teknologi, banyaknya pasien yang tidak
diimbangi jumlah tenaga kesehatan, pembayaran tunai langsung pada
tenaga kesehatan, semakin banyaknya penyakit kronis dan degeneratif
serta adanya inflasi. Peningkatan biaya tersebut dapat mengancam akses
dan mutu pelayanan kesehatan oleh karena itu perlu dicari solusi untuk
mengatasi masalah pembiayaan kesehatan3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi 1

Batasan hipertensi adalah tekanan darah sistolik lebih dari 140


mmHg atau tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg. Klasifikasi ini
didasarkan atas ratarata dua kali pengukuran tekanan darah dalam posisi
duduk. Pasien yang memiliki tekanan darah dalam golongan prehipertensi
memiliki resiko dua kali lebih besar untuk mengalami hipertensi.

2. Etiologi 1

Lebih dari 90% pasien hipertensi merupakan hipertensi essensial


(hipertensi primer), pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologinya
tidak diketahui (essensial atau primer). Hipertensi primer ini tidak dapat
disembuhkan tetapi dapat hanya bisa dikontrol. Penyebabnya
multifaktorial meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik
mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress,
reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriktor, resistensi insulin
dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain
diet, kebiasaan merokok, stress, emosi, dan obesitas

3. Klasifikasi Hipertensi 1
Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingginya tekanan
darah dan etiologinya. Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori,
dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik (TDS) < 120 mmHg
dengan tekanan darah diastolik (TDD) < 80 mmHg. Prehipertensi tidak
dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasi pasien-pasien
yang tekanan darahnya cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi
dimasa yang akan datang. Berdasarkan The Seventh Report of the Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment
of High Blood Pressure (JNC 7) hipertensi diklasifikasikan sebagai
berikut:

4.
5.
6.
7.
8. Algoritma Terapi
Algoritma terapi hipertensi menurut JNC8 dapat dilihat pada
Gambar 1 :
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
Penatalaksanaan Terapi
a. Terapi Farmakologi
1) ACE-Inhibitor (ACE-I)
ACE-Inhibitor juga mengeblok degradasi bradikinin dan
menstimulasi sintesis agen vasodilatasi seperti prostaglandin E2 dan
prostasiklin. Hal ini menyebabkan meningkatnya efek penurunan tekanan
darah, tetapi juga menyebabkan efek samping ACE-Inhibitor yaitu batuk
kering. Terdapat 10 macam obat yang termasuk golongan ini, yaitu
benozepril, captopril, enalapril, fosinopril, lisinopril, moexipril,
perindopril, quinopril, ramipri dan trandolopril2.
Calcium Channel Blocker (CCB) CCB bukan lini pertama
pengobatan hipertensi. CCB efektif menurunkan tekanan darah terutama
pada pasien lanjut usia dan ras African-American. CCB tidak mengubah
kadar lipid glukosa, asam urat dan elektrolit dalam serum. CCB dibagi
dalam 2 subklas yaitu Dihidropiridin, contoh obat: amlodipin, felodipin,
nifedipin dan nisoldipin. Non Dihidropiridin antara lain diltiazem dan
verapamil.
CCB menurunkan kekuatan kontradiksi miokardium sehingga
mengurangi kebutuhan oksigen pada miokardium. Hambatan masuknya
kalsium ke dalam otot polos arteri menurunkan tonus arteriol dan tekanan
vaskuler sistemik, yang menimbulkan penurunan tekanan arteri dan
intraventrikuler.
Diuretik Diuretik terutama tiazid adalah lini pertama dalam
pengobatan hipertensi. Efek antihipertensi dari diuretik berawal dari efek
diuresis sehingga mengurangi volume plasma dan cairan ekstra sel. Pada
awal terapi, tekanan darah turun akibat berkurangnya curah jantung.
Sedangkan pada pemberian kronik, volume plasma mendekati normal,
tetapi resistensi perifer turun sehingga tekanan darah tetap terjaga.
Menurut JNC 7, ada 4 subklas diuretik yaitu:
a) Tiazid 8 Merupakan lini pertama pengobatan pasien hipertensi
yang mempunyai fungsi ginjal normal. Obat ini efektif pada pasien dengan
kadar rennin rendah, misalnya pada pasien lanjut usia. Efek samping
diuretik jenis ini antara lain hipokalemia, hiponatremia, hipimagnesia,
hiperurisemia, hiperkalsemia, hiperglikemia, hiperkolesterolemia dan
hipertrigliserida. Contoh: hidroklorotiazid.
b) Loop Diuretik Merupakan diuretik kuat yang lebih efektif
dibandingkan tiazid pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau gagal
jantung. Efek sampingnya sama seperti tiazid, tetapi tidak menyebabkan
hiperkalsemia. Misalnya Furosemid.
c) Diuretik Hemat Kalium Merupakan diuretik lemah yang biasa
digunakan sebagai kombinasi dengan diuretik lainnya untuk mengurangi
terjadinya hipokalemia. Efek sampingnya berupa hiperkalsemia, terutama
pada pasien dengan gangguan gagal ginjal atau jika dikombinasikan
dengan ACE-Inhibitor, suplemen kalsium atau NSAID. Misalnya
amiloride dan triamteren.
d) Antagonis Aldosteron Merupakan bagian dari diuretik hemat
kalium, tetapi lebih poten karena onsetnya lambat.

4) Angiotensin Reseptor Blocker (ARB) Angiotensin Reseptor Blocker


bekerja dengan menduduki reseptor angiotensin II yang terdapat di dalam
tubuh, antara lain otot jantung dinding pembuluh darah, ginjal dan hati.
Obat golongan ini lebih efektif daripada ACEInhibitor, golongan ini tidak
menyebabkan batuk dan hanya beberapa yang disertai dengan ruam kulit.
Contoh obat : Losartan, Ibesartan, valsartan.
5) Beta Blocker (BB) BB direkomendasikan sebagai lini pertama
pengobatan bersama dengan diuretik. Tetapi pada beberapa percobaan,
diuretik tetap lini pertama dan BB sebagai tambahan. BB digunakan
sebagai lini pertama pada pasien yang beresiko jantung koroner dan
penderita infark miokard. BB dapat digunakan sebagai tambahan pada
pasien gagal jantung yang sedang menggunakan ACE-Inhibitor dan
diuretik. Mekanisme aksi dari BB ditujukan untuk mengeblok β-
adrenoreseptor. BB mempunyai efek kronotropi dan inotropi negatif pada
jantung sehingga terjadi penurunan curah jantung.
a) Kardioselektif BB kardioselektif mempunyai afinitas β1 yang lebih
besar dibandingkan β2 sehingga efek bronkospasme dan vasokonstriksi
kecil. Biasanya digunakan untuk pasien asma, penyakit paru obstruksi
kronis (PPOK), diabetes, dan gangguan arteri perifer. Misalnya atenolol,
betaxolol, bisoprolol, dan metoprolol.
b) Non-kardioselektif BB non-kardioselektif berpotensial menyebabkan
hipoglikemia pada pasien diabetes tipe 1. Golongan ini lebih sering
digunakan untuk mengobati migren dan tremor. Misalnya nadolol,
propanolol,dan timolol.
c) ISA (Intrinsic Simpathetic Activity) ISA mempunyai efek agonis
reseptor β parsial. Biasa digunakan pada pasien dengan gangguan jantung
dan sinus bradikardi. Misalnya acebutolol, carteolol, dan pindolol.
d) α-Blocker α1 blocker merupakan alternatif terapi yang digunakan dalam
kombinasi. Efek samping α1-bloker terjadi saat pemberian awal atau saat
dilakukan peningkatan dosis yaitu palpitasi, dizziness, pingsan, hipotensi
ortostatik, depresi, lesu, priapism, dan vivid dream. Retensi air dan natrium
terjadi pada pemberian dosis tinggi atau penggunaan dalam jangka wktu
yang lama. Agen ini paling efektif jika digunakan dengan diuretik untuk
meminimalkan terjadinya edema.

BAB III

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Y
Tanggal Lahir/ Usia : 19 November 1994/ 25 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Unaaha
BB : 50 kg
PB : 160 cm
Tanggal masuk : 16 September 2020
Tanggal Pemeriksaan : 16 September 2020

B. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu kandung pada tanggal 3 Juni 2019
Keluhan Utama
Tegang pada leher sejak 6 jam SMRS

1. Riwayat Penyakit Sekarang


Nyeri kepala dikeluhakan ± 1 minggu yang lalu, ketika nyeri kepala muncul
keringat dan Os merasa sesak. Keluhan ini diakui berlangsung terus menerus dan
semakin memberat ketika os sedang stress. Selain itu os juga mengeluhkan nyeri
pada bagian belakang leher dan rasa pegal-pegal pada punggung serta kaki. Os juga
merasa pusing berputar dan merasa kelelahan, kesemutan ditangan dan kaki, namun
os mengaku tidak merasa mual atau sampai muntah. Jantung berdebar-debar (-),
gangguan penglihatan (-), BAB dan BAK normal..

2. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat penyakit serupa : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal
 Riwayat dirawat di RS : disangkal
3. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat penyakit serupa : disangkal
 Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
 Riwayat asma : disangkal
 Riwayat penyakit jantung : disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang, dan lemah
Derajat kesadaran : compos mentis
Kesan gizi : tampak baik
2. Tanda vital
SiO2 : 98%
Tekanan darah : 160/90
Nadi : 96 x/menit, isian cukup, irama teratur
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,6º C
3. Kepala
Normocephal

4. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), palpebra edema (-/-), cekung (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (+3 mm/+3mm), reflek cahaya (+/+)

5. Hidung
Napas cuping hidung (-/-), sekret (+/+), darah (-/-)

6. Mulut
Bibir sianosis (-), mukosa basah (+), lidah kotor dan hiperemis (-)

7. Telinga
Sekret (-/-)

8. Tenggorok
Uvula di tengah, tonsil T1-T1 hiperemis(-), faring hiperemis (-), pseudomembran (-)

9. Leher
Bentuk : normal
Trakea : di tengah
Kelenjar tiroid : tidak membesar
JVP : tidak meningkat
Kaku kuduk : tidak ada
10. Limfonodi
Retroaurikuler : tidak membesar
Submandibuler : tidak membesar
11. Toraks
Bentuk : normochest, simetris kanan=kiri, retraksi (+) subkostal
Pulmo : Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi : redup / redup
Auskultasi : suara dasar: vesikuler (+/+), ronki kasar (-/-) seluruh
lapang paru, wheezing (-/-)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat, teraba di SIC IV LMCS
Perkusi : tidak ada pelebaran batas jantung
Auskultasi : bunyi jantung I-II tunggal, regular, bising (-), gallop
(-)
12. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak alih (-), undulasi (-)
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba.
13. Urogenital : dalam batas normal
14. Anorektal : dalam batas normal
15. Ekstremitas
Akral hangat + + edema - -
+ + - -
Spastik - - klonus - -

- - - -
Arteri dorsalis pedis kuat angkat
CRT < 3 detik

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah Tanggal 3 Juli 2019

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan


WBC 10,52 103/uL 3.80 – 10,60
RBC 5,3 106/uL 4,50 – 6,50
HGB 14,5 g/dl 13,0 – 18,0
HCT 41.1 % 40,0 – 52,0
MCV 78,1 fL 80,0 – 100
MCH 27,6 Pg 26,0 – 34,0
MCHC 35,3 g/dl 32,0 – 36,0
PLT 200 .103/uL 150 – 450
RDW-SD 34,3 fL 37,0 – 54,0
RDW-CV 11,9 % 11,5 – 14,5
PDW 17,3 fL 9,0 – 13,0
IG# 0,67K 103/uL 0,00 – 7,00
NEUT% 74,7 % 50,0 – 70,0
LYMPH% 20,5 % 30,0 – 45,0
MONO% 3,8 % 2,0 – 8,0
EO% 0,4 % 1,0 – 6,0
BASO% 0,6 % 0,0 – 1,0
IG% 8,2 % 0,0 – 72,0

E. DIAGNOSIS BANDING
1. Tension Headache

F. DIAGNOSIS KERJA
1. Hipetrensi grade 1

G. PENATALAKSANAAN
1. Rawat inap bangsal penyakit dalam
2. IVFD RL 20 tpm
3. Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam/iv
4. O2 nasal kanul 4 Lpm

H. PLAN
1. Observasi cairan
2. Cek DR ulang

I. EDUKASI
1. KIE mengenai penyakit pasien, bahwa penyakit pasien saat ini membutuhkan
perawatan inap dan penanganan ahli.
2. KIE mengenai kesembuhan pasien dan kemungkinan adanya komplikasi.

J. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam
Ad fungsionam : bonam
I. FOLLOW UP
Tanggal 30 Oktober 2020

S : Sesak napas (-), demam (-), batuk (-), pilek (-), mual (-) muntah (-), lemas (+) nafsu
makan baik, minum baik, BAK (+) BAB (+) normal, sakit kepala (-)
O : Keadaan umum : compos mentis, tampak lemah
Tanda Vital
TD : 120/80
Nadi : 90 x/menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 36,6C per aksiler
SiO2 : 99%
Kepala

Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), mudah rontok (-), mudah
dicabut (-), UUB datar
Mata
Konjungtiva hiperemis (+/+), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor (3
mm/ 3 mm), oedem palpebra (-/-), sekret (-/-).
Hidung
Nafas cuping hidung (-), darah (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-).
Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah tremor (-), tonsil T1-T1,
faring hiperemis (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi
(-).
Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak membesar, nyeri tekan
(-), benjolan (-), kaku (-).
Thoraks
Simetris, retraksi (-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat, teraba di SIC 4 LMCS, thrill(-) Perkusi : batas
jantung kesan tidak melebar
Auskultasi: bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)

Pulmo
Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor/sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas
Oedem Akral hangat

+ +
+ +

Arteri dorsalis pedis kuat angkat


Capilary Refill Time < 2”
A : HT GRADE I
P:
1. Rawat inap bangsal penyakit dalam
2. IVFD RL 20 tpm
3. Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam/iv
4. O2 nasal kanul 4 Lpm
DAFTAR PUSTAKA

1. Organization WH. A global brief on Hypertension: silent killer, global public


health crises (World Health Day 2013). Geneva: WHO. 2013.
2. Rahajeng E, Tum S. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia.
Majalah Kedokteran Indonesia. 2009;59.
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi
Kesehatan Penyakit Tidak Menular. Jakarta2012.
4. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Pedoman Teknis Penemuan
dan Tata Laksana Penyakit Hipertensi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2006.
5. World Health Organization. A global brief on hypertension: silent killer, global
public health crisis. 2015.
6. Aritonang EY. Pengaruh Sosial Budaya dan Pola Makan terhadap Kejadian
Hipertensi Pada Masyarakat Suku Alas di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan
Kutambaru Kabupaten Aceh Tenggara. 2015.
7. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2013.
8. Dinas Kesehatan Kota Padang. Profil kesehatan kota Padang tahun 2011.
Padang2012. p. 15-6.
9. Padang DKK. Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kota Padang Tahun 2015.
Padang: Dinas Kesehatan Kota Padang; 2015.
10. Puskesmas Andalas. Laporan Kunjungan Balai Pengobatan Puskesmas Andalas
Januari - Oktober 2015. Padang; 2015.
11. Kementerian Kesehatan RI. Infodatin Situasi dan Analisis Keluarga Berencana.
Jakarta: Kementrian Kesehatan; 2014.
12. Puslitbang Keluarga Berencana Dan Keluarga Sejahtera. Pemantauan Pasangan
Usia Subur Melalui Mini Survei Indonesia. Jakarta: Badan Kependudukan Dan
Keluarga Berencana Nasional; 2013.
13. Dinas Kesehatan Kota Padang. Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kota
Padang Tahun 2014. 2015.
14. Manuaba IAC, Manuaba IBGF, Muaba IBG. Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan dan KB. Jakarta: EGC; 2002.
15. Saifudin AB. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2003.

Anda mungkin juga menyukai