Disusun Oleh:
Dokter Pendamping:
dr. Suri Fatma
KABUPATEN KONAWE
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1. Definisi 1
2. Etiologi 1
3. Klasifikasi Hipertensi 1
Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingginya tekanan
darah dan etiologinya. Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori,
dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik (TDS) < 120 mmHg
dengan tekanan darah diastolik (TDD) < 80 mmHg. Prehipertensi tidak
dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasi pasien-pasien
yang tekanan darahnya cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi
dimasa yang akan datang. Berdasarkan The Seventh Report of the Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment
of High Blood Pressure (JNC 7) hipertensi diklasifikasikan sebagai
berikut:
4.
5.
6.
7.
8. Algoritma Terapi
Algoritma terapi hipertensi menurut JNC8 dapat dilihat pada
Gambar 1 :
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
9.
Penatalaksanaan Terapi
a. Terapi Farmakologi
1) ACE-Inhibitor (ACE-I)
ACE-Inhibitor juga mengeblok degradasi bradikinin dan
menstimulasi sintesis agen vasodilatasi seperti prostaglandin E2 dan
prostasiklin. Hal ini menyebabkan meningkatnya efek penurunan tekanan
darah, tetapi juga menyebabkan efek samping ACE-Inhibitor yaitu batuk
kering. Terdapat 10 macam obat yang termasuk golongan ini, yaitu
benozepril, captopril, enalapril, fosinopril, lisinopril, moexipril,
perindopril, quinopril, ramipri dan trandolopril2.
Calcium Channel Blocker (CCB) CCB bukan lini pertama
pengobatan hipertensi. CCB efektif menurunkan tekanan darah terutama
pada pasien lanjut usia dan ras African-American. CCB tidak mengubah
kadar lipid glukosa, asam urat dan elektrolit dalam serum. CCB dibagi
dalam 2 subklas yaitu Dihidropiridin, contoh obat: amlodipin, felodipin,
nifedipin dan nisoldipin. Non Dihidropiridin antara lain diltiazem dan
verapamil.
CCB menurunkan kekuatan kontradiksi miokardium sehingga
mengurangi kebutuhan oksigen pada miokardium. Hambatan masuknya
kalsium ke dalam otot polos arteri menurunkan tonus arteriol dan tekanan
vaskuler sistemik, yang menimbulkan penurunan tekanan arteri dan
intraventrikuler.
Diuretik Diuretik terutama tiazid adalah lini pertama dalam
pengobatan hipertensi. Efek antihipertensi dari diuretik berawal dari efek
diuresis sehingga mengurangi volume plasma dan cairan ekstra sel. Pada
awal terapi, tekanan darah turun akibat berkurangnya curah jantung.
Sedangkan pada pemberian kronik, volume plasma mendekati normal,
tetapi resistensi perifer turun sehingga tekanan darah tetap terjaga.
Menurut JNC 7, ada 4 subklas diuretik yaitu:
a) Tiazid 8 Merupakan lini pertama pengobatan pasien hipertensi
yang mempunyai fungsi ginjal normal. Obat ini efektif pada pasien dengan
kadar rennin rendah, misalnya pada pasien lanjut usia. Efek samping
diuretik jenis ini antara lain hipokalemia, hiponatremia, hipimagnesia,
hiperurisemia, hiperkalsemia, hiperglikemia, hiperkolesterolemia dan
hipertrigliserida. Contoh: hidroklorotiazid.
b) Loop Diuretik Merupakan diuretik kuat yang lebih efektif
dibandingkan tiazid pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau gagal
jantung. Efek sampingnya sama seperti tiazid, tetapi tidak menyebabkan
hiperkalsemia. Misalnya Furosemid.
c) Diuretik Hemat Kalium Merupakan diuretik lemah yang biasa
digunakan sebagai kombinasi dengan diuretik lainnya untuk mengurangi
terjadinya hipokalemia. Efek sampingnya berupa hiperkalsemia, terutama
pada pasien dengan gangguan gagal ginjal atau jika dikombinasikan
dengan ACE-Inhibitor, suplemen kalsium atau NSAID. Misalnya
amiloride dan triamteren.
d) Antagonis Aldosteron Merupakan bagian dari diuretik hemat
kalium, tetapi lebih poten karena onsetnya lambat.
BAB III
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Y
Tanggal Lahir/ Usia : 19 November 1994/ 25 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Unaaha
BB : 50 kg
PB : 160 cm
Tanggal masuk : 16 September 2020
Tanggal Pemeriksaan : 16 September 2020
B. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu kandung pada tanggal 3 Juni 2019
Keluhan Utama
Tegang pada leher sejak 6 jam SMRS
4. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), palpebra edema (-/-), cekung (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (+3 mm/+3mm), reflek cahaya (+/+)
5. Hidung
Napas cuping hidung (-/-), sekret (+/+), darah (-/-)
6. Mulut
Bibir sianosis (-), mukosa basah (+), lidah kotor dan hiperemis (-)
7. Telinga
Sekret (-/-)
8. Tenggorok
Uvula di tengah, tonsil T1-T1 hiperemis(-), faring hiperemis (-), pseudomembran (-)
9. Leher
Bentuk : normal
Trakea : di tengah
Kelenjar tiroid : tidak membesar
JVP : tidak meningkat
Kaku kuduk : tidak ada
10. Limfonodi
Retroaurikuler : tidak membesar
Submandibuler : tidak membesar
11. Toraks
Bentuk : normochest, simetris kanan=kiri, retraksi (+) subkostal
Pulmo : Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi : redup / redup
Auskultasi : suara dasar: vesikuler (+/+), ronki kasar (-/-) seluruh
lapang paru, wheezing (-/-)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat, teraba di SIC IV LMCS
Perkusi : tidak ada pelebaran batas jantung
Auskultasi : bunyi jantung I-II tunggal, regular, bising (-), gallop
(-)
12. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak alih (-), undulasi (-)
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba.
13. Urogenital : dalam batas normal
14. Anorektal : dalam batas normal
15. Ekstremitas
Akral hangat + + edema - -
+ + - -
Spastik - - klonus - -
- - - -
Arteri dorsalis pedis kuat angkat
CRT < 3 detik
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah Tanggal 3 Juli 2019
E. DIAGNOSIS BANDING
1. Tension Headache
F. DIAGNOSIS KERJA
1. Hipetrensi grade 1
G. PENATALAKSANAAN
1. Rawat inap bangsal penyakit dalam
2. IVFD RL 20 tpm
3. Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam/iv
4. O2 nasal kanul 4 Lpm
H. PLAN
1. Observasi cairan
2. Cek DR ulang
I. EDUKASI
1. KIE mengenai penyakit pasien, bahwa penyakit pasien saat ini membutuhkan
perawatan inap dan penanganan ahli.
2. KIE mengenai kesembuhan pasien dan kemungkinan adanya komplikasi.
J. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam
Ad fungsionam : bonam
I. FOLLOW UP
Tanggal 30 Oktober 2020
S : Sesak napas (-), demam (-), batuk (-), pilek (-), mual (-) muntah (-), lemas (+) nafsu
makan baik, minum baik, BAK (+) BAB (+) normal, sakit kepala (-)
O : Keadaan umum : compos mentis, tampak lemah
Tanda Vital
TD : 120/80
Nadi : 90 x/menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 36,6C per aksiler
SiO2 : 99%
Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), mudah rontok (-), mudah
dicabut (-), UUB datar
Mata
Konjungtiva hiperemis (+/+), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor (3
mm/ 3 mm), oedem palpebra (-/-), sekret (-/-).
Hidung
Nafas cuping hidung (-), darah (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-).
Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah tremor (-), tonsil T1-T1,
faring hiperemis (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi
(-).
Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak membesar, nyeri tekan
(-), benjolan (-), kaku (-).
Thoraks
Simetris, retraksi (-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat, teraba di SIC 4 LMCS, thrill(-) Perkusi : batas
jantung kesan tidak melebar
Auskultasi: bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo
Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor/sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas
Oedem Akral hangat
+ +
+ +