Dosen :
Desak Made Sukarnasih, S.E.,M.M.
Puhantania Putuhena
119211216
DENPASAR
2020
UANG DAN PEREKONOMIAN
Dalam perekonomian dengan memakai uang, banyak sedikitnya jumlah uang dalam
peredaran menentukan lancar tidaknya aktivitas ekonomi. Kalau jumlah uang beredar terlalu
sedikit, misalnya, aktivitas ekonomi akan dirasakan seret oleh masyarakat dan harga barang dan
jasa secara umum akan mengalami penurunan (deflasi). Keadaan harga yang terus menerus
mengalami penurunan akan berujung pada depresi. Sebaliknya kalau jumlah uang yang beredar
terlalu banyak, maka masyarakat merasakan bahwa aktivitas ekonomi berlebihan, dan dalam
keadaan jumlah uang yang beredar dianggap terlalu banyak dan tidak diimbangi dengan aktivitas
ekonomi riil, maka akan terjadi kenaikan harga-harga secara umum (inflasi). Uang yang beredar
adalah likuiditas perekonomian. Semua negara berusaha mengatur likuiditas ekonominya melalui
berbagai kebijaksanaan nonmeter. Hal ini menunjukkan bahwa uang memegang peran yang
sangat penting dalam satu perekonomian.
Teori Kuantitas
Hubungan antara jumlah uang yang beredar dengan kegiatan ekonomi dikenal sebagai
teori Kuantitas, seperti berikut:
MV = Y (1)
di mana :
M = jumlah uang yang ada dalam peredaran,
V = jumlah berapa kali satu mata uang berpindah tangan dari seorang ke
orang lain dalam setahun, dan
Y = pendapatan nasional.
Jumlah uang yang beredar di masyarakat terdiri dari uang kartal dan uang giral dan dikenal
dengan istilah M1. Dewasa ini, pada sistem perekonomian modern, uang kuasi, yang sering juga
disebut uang dekat (near Money) berkembang dengan pesat. Uang kuasi ini berupa tabungan,
deposito, kartu kredit, dan ATM. Pada saat ini jumlah uang yang beredar dikenal dengan M2,
yang merupakan M1 ditambah dengan uang kuasi. Jumlah uang beredar M1 dan M2 serta jumlah
pendapatan nasional yang didekati dengan jumlah GDP (Gross Domestik Product) untuk tahun
1999-2007 ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel GDP dan Jumlah Uang yang Beredar, 1999-2007, (Rp. miliar)
Catatan: M1 = Uang Kartal ditambah Uang Giral ,M2 = M1 ditambah Uang Kuasi
Tabel berikut menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi yang ditunjukkan oleh GDP total
sejak 1999, yakni setelah krisis ekonomi pada tahun 1998, selalu mengalami kenaikan dengan
pesat. Dalam kurun waktu sembilan tahun GDP telah menjadi lebih dari tiga kali lipat. Kenaikan
GDP ini dibarengi dengan kenaikan yang relatif sedikit lebih cepat pada jumlah M1 (uang kartal
dan uang giral), sehingga hasil bagi antara GDP dengan M1, yang tidak lain dari perpindahan
uang M1 dari satu tangan ke tangan lain (V) sedikit mengalami penurunan. Tabel juga
menunjukkan bahwa jumlah M2 jauh lebih besar dari jumlah M1. Ini berarti bahwa di Indonesia
jumlah uang dekat jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah M1 (uang kartal dan uang
giral). Perkembangan M2 selama sembilan tahun dari sekitar 650 triliun rupiah pada 1999
menjadi lebih dari seribu enam ratus triliun (atau sekitar 2,5 kali lipat dari jumlah pada tahun
1999) pada tahun 2007. Kalau GDP dibandingkan dengan M2 untuk menunjukkan V, maka
terjadi sedikit kenaikan dari 1,72 pada tahun 1999 dan telah menjadi 2,40 pada tahun 2007. Nilai
V dengan menggunakan M1, yakni sekitar 9, sangat berbeda dengan nilai V dengan
menggunakan M2, yakni sekitar 2. Oleh karena itu timbul pertanyaan mana di antara keduanya
yang benar
Velocity Of Circulation (V)
Untuk menghitung V melalui rumus (1) di atas dengan memakai M2 berarti kita
mengumpamakan bahwa semua jenis uang (kartal, giral, dan kuasi) mempunyai kecepatan
perputaran yang sama. Kalau seorang ingin menggunakan uang tabungannya dalam transaksi
ekonomi, maka ia harus menarik tabungannya menjadi uang kartal. Dalam hal ini, uang kuasinya
diubah menjadi uang kartal, sehingga uang kartalnyalah yang mempunyai perpindahan tangan,
sedangkan uang kuasinya gugur (nilai Vnya satu).
Namun uang kuasi dapat juga langsung dipergunakan dalam transaksi ekonomi tanpa
mengubahnya menjadi uang kartal terlebih dahulu, yakni dengan memakai kartu kredit atau
ATM dalam transaksi jual beli. Dalam hal ini jumlah uang kuasi adalah tetap sebesar jumlah
tabungan, deposito berjangka, dan batas kredit yang diperkenankan dalam kartu kredit. Atau,
dengan kata lain, nilai V untuk uang kuasi adalah satu (V=1) kali. Seperti halnya pada uang kuasi
yang mempunyai V =1, demikian juga keadaannya pada uang giral. Setelah cek atau bilyet giro
ini masuk dalam transaksi jual beli, kemudian cek atau bilyet giro itu di pindah bukukan
sebagian atau seluruhnya dan sebagian lagi diubah menjadi uang tunai (uang kartal).
Dengan ditariknya rekening nasabah dengan memakai cek atau bilyet giro bukan berarti
bahwa jumlah uang yang ada dalam peredaran berubah sesuai dengan berapa kali nasabah
menarik cek atau bilyet giro, melainkan jumlah uang giralnya tetap sebesar jumlah rekeningnya
atau batas kredit yang diperkenankan oleh bank. Jadi dengan demikian nilai V untuk uang giral
sama dengan nilai V untuk uang kuasi, yakni satu. Uang kartal terdiri dari uang logam dan uang
kertas. Biasanya, jenis uang macam ini dianggap mempunyai kecepatan perputaran yang sama.
Dalam literatur uang kartal ini sering diberi notasi M0 (M nol), dan disebut sebagai based Money
atau high powered Money. Kalau uang kartal ini kita tulis dengan M0 yang mempunyai
perputaran sebesar V0, sedangkan uang giral diberi notasi Gr dengan kecepatan perputaran satu,
dan uang kuasi ditulis Ku dengan percepatan perputaran sebesar satu
maka persamaan (1) di atas dapat ditulis:
Tabel PDB pada Harga Berlaku, Uang Giral, Uang Kuasi, Uang Kartal serta nilai V di Indonesia,
1999-2007 (Rp. miliar)
Dari Tabel tersebut besar percepatan perputaran uang beredar di Indonesia berkisar antara
10 dan 15, dan angka ini selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jadi dengan jumlah
uang beredar (kartal, giral, dan kuasi) atau likuiditas perekonomian Indonesia, yang dibarengi
dengan kenaikan percepatan perputaran uang yang beredar jumlah PDB pada harga berlaku
selalu mengalami kenaikan.
KEBIJAKSANAAN MONETER
Yang dimaksud dengan kebijaksanaan moneter adalah setiap kebijaksanaan yang diambil
oleh pemerintah atau oleh Bank Indonesia atau bersama-sama di dalam bidang keuangan atau
bidang moneter dengan harapan mempengaruhi sektor riil.
Tujuan Kebijaksanaan Moneter
Tujuan kebijaksanaan moneter mestinya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui
pembangunan ekonomi. Tujuan akhir ini mungkin dapat dicapai dengan berbagai kebijaksanaan,
baik di sektor moneter maupun kebijaksanaan di sektor riil. Kebijaksanaan di sektor moneter itu
sendiri mungkin berupa mengendalikan jumlah uang yang beredar (likuiditas perekonomian),
atau menjaga stabilitas nilai rupiah, menstabilkan tingkat bunga, melaksanakan kebijaksanaan
untuk mengurangi atau menghapus pencucian uang (Money Laundering), laju pertumbuhan
pendapatan nasional, stabilitas kurs valuta asing, dan sebagainya, di mana Bank Indonesia
memiliki kewenangan untuk menetapkan sasaran-sasaran moneter tersebut berdasarkan undang -
undang
Masih ada lagi alat kebijaksanaan yang dapat dan pernah dilaksanakan oleh Indonesia.
Alat kebijaksanaan tersebut antara lain: Bujukan moral (moral suasion), Sanerin, Pergantian
uang, Devaluasi