Oleh:
Kelompok VII
Puji serta syukur kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan kasih dan
sayangnya kepada kita semua khususnya kepada penulis serta selalu memberikan
hidayah dan inayahnya sehingga saya dapat membuat makalah ini dengan penuh
suka cita dan dapat mengumpulkan makalah ini tepat pada waktunya. Sholawat
dan salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada nabi besar kita, nabi
Muhammad SAW.
Makalah yang kami buat ini memaparkan mengenai Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Tn. M Dengan Diagnosa Medis Perforasi Gaster + Illeus Paralitik
Dengan Pneumoperitonitis Di Ruang Intensif Care Unit Rumah Sakit
Muhammadiyah Bandung. Di dalamnya akan dijelaskan mengenai mekanisme
terjadinya perforasi gaster, peran perawat pada pasien perforasi gaster, monitoring
hemodinamik pasien mulai dari organ jantung, paru-paru serta sirkulasi peredaran
darah, dan asuhan keperawatan yang diberikan.
Kami sebagai penulis mengakui bahwa ada banyak kekurangan pada
makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari
seluruh pihak senantiasa kami harapkan sehingga di kemudian hari penulis dapat
membuat makalah jauh lebih baik dari makalah ini. Kami berharap dengan
dibuatnya makalah ini dapat menambah pengetahuan serta pemahanan pembaca
serta menjadi inspirasi bagi pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................4
C. Tujuan...........................................................................................................4
1. Tujuan Umum............................................................................................4
2. Tujuan Khusus...........................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................6
A. Mekanisme Perforasi Gaster Dapat Menyebabkan Peritonitis.....................6
1. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan......................................................6
2. Perforasi Gaster.......................................................................................10
B. Mekanisme Peritonitis Dapat Menyebabkan Ileus Paralitik.......................17
1. Peritonitis.................................................................................................17
2. Ileus Paralitik...........................................................................................28
C. Pengaruh Perforasi Gaster, Peritonitis, Dan Ileus Paralitik Terhadap
Gangguan Hemodinamik....................................................................................52
D. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Perforasi Gaster + Illeus Paralitik
Dengan Pneumoperitonitis Di Ruang Intensif Care Unit...................................57
BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN......................................60
A. Tinjauan Kasus............................................................................................60
PENGKAJIAN...............................................................................................60
DIAGNOSA KEPERAWATAN....................................................................76
INTERVENSI KEPERAWATAN.................................................................77
IMPLEMENTASI, CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
DAN EVALUASI (MENGGUNAKAN CLINICAL PATHWAY)..............81
B. Pembahasan.................................................................................................86
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN............................................................94
A. KESIMPULAN...........................................................................................94
B. SARAN.......................................................................................................98
DAFTAR PUSTAKA
ii
DAFTAR GAMBAR
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan acuan yang akan menjadi bahasan. Adapun
beberapa rumusan maslah pada makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana terjadinya mekanisme perforasi gaster?
2. Bagaimana mekanism peritonitis dapat menyebabkan ileus paralitik?
3. Bagimana pengaruh perforasi gaster, peritonitis, dan ileus paralitik
terhadap gangguan hemodinamik?
4. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada perforasi gaster +
illeus paralitik dengan pneumoperitonitis di ruang intensif care unit.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan
asuhan keperawatan pada pasien Tn. m dengan diagnosa medis perforasi
gaster + illeus paralitik dengan pneumoperitonitis di ruang intensif care
unit.
5
2. Tujuan Khusus
Tujuan dari pembentukan makalah ini merupakan suatu pembahasan untuk
menjawab pertanyaan yang ada di rumusan masalah. Adapun tujuan dalam
makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui bagaimana terjadinya mekanisme perforasi gaster.
2. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme peritonitis dapat
menyebabkan ileus paralitik.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh perforasi gaster, peritonitis,
dan ileus paralitik terhadap gangguan hemodinamik.
4. Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada
perforasi gaster + illeus paralitik dengan pneumoperitonitis di ruang
intensif care unit.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
juga usus kecil. Selain memiliki panjang sekitar 395cm, usus kecil dan
usus besar memiliki diameter sekitar 1-3 inci yang melingkar dalam perut
mulai dari pusar sampai ke bagian bawah.
Perlu diketahui bahwa pencernaan yang sehat merupakan bagian
yang penting dalam kehidupan karena dengan proses pencernaan ini akan
mengubah nutrisi dan zat-zat pada makanan menjadi tenaga atau bahan
baku dalam tubuh yang membangun dan menjadi bahan bakar sel tubuh.
Jika dijelaskan secara khusus alur proses pencernaan makanan diawali
dengan pengelompokan menjadi molekul nutrisi, penyerapan molekul
yang telah dikelompokan kedalam aliran darah, dan akan dibuang oleh
tubuh kita sisa dari pencernaan makanan tersebut.
Pencernaan merupakan proses pemecahan makanan yang dilakukan
secara mekanik dan kimiawi yang merupakan bentuk sederhana sehingga
dapat diserap oleh sel tubuh kita. Organ gastrointestinal (saluran
pencernaan) membentang dari mulut sampai ke anus. Organ utama pada
saluran pencernaan ini meluputi mulut, faring, esofagus (kerongkongan),
lambung, usus kecil, usus besar, dan lubang anus. Sedangkan untuk organ
aksesorinya adalah gigi, lidah, kelenjar saliva, hati, kantung empedu, dan
pankreas.
Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan dengan meliputi
satu tabung yang memanjang dari mulut sampai ke anus dan juga organ
aksesori yang saling berhubungan, terutama pada bagian kelenjar yang
terletak di bagian saluran luar pencernaan yang melakukan proses ekresi
pada cairan yang ada di dalamnya. Ketika makanan sudah melalui proses
pemecahan sampai menjadi molekul-molekul yang nantinya akan diserap
dan bagian sisa pencernaan akan dibuang oleh tubuh. Saluran pencernaan
memiliki nama lain yang disebut dengan alimentary tract atau alimentary
canal (saluran gastrointestinal) yang meliputi tabung panjang yang
membentang dari mulut sampai ke bagian anus. Ada juga struktur akesori
yang terdapat di mulut meliputi lidah dan gigi.
beberapa organ dalam tubuh yang memiliki peran dalam proses
pencernaan tetapi bukan bagian dari saluran pencernaan, beberapa organ
8
tersebut meliputi kelenjar ludah, hati, kantung empedu, dan pankreas. Jika
dilihat secara teknis, saluran gastrointestinal atau saluran pencernaan ini
hanya mengacu pada organ lambung dan juga usus.
a. Fungsi Sistem Pencernaan
Sistem pencernaaan memiliki fungsi untuk menyediakan makanan,
air, dan juga elektrolit untuk tubuh yang berasal dari nutrien dengan
melalui proses pencernaan sampai siap untuk dicerna. Proses
pencernaan terjadi secara mekanik dan juga kimiawi yang meliputi
beberapa proses berikut ini:
1) Ingesti adalah masuknya makanan ke dalam mulut.
2) Pemotongan dan penggilingan makanan dilakukan secara mekanik
oleh gigi. Makanan kemudian bercampur dengan saliva ditelan
(menelan).
3) Peristalsis adalah gelombang konstraksi otot polos involunter yang
menggerakkan makanan tertelan melalui saluran pencernaan.
4) Digesti adalah hidrolisis kimia (penguraian) molekul besar menjadi
molekul kecil sehingga absorpsi dapat berlangsung.
5) Absopsi adalah pergerakan produk akhir pencernaan dari lumen
daluran pencernaan ke dalam sirkulasi darah dan limfatik sehingga
dapat digunakan oleh sel tubuh.
6) Egesti (defekasi) adalah proses eliminasi zat-zat sisa yang tidak
tercerna, juga bakteri, dalam bentuk feses dari saluran pencernaan.
b. Garis besar saluran pencernaan
Ada 4 lapisan atau tunika yang melapisi dinding saluran pencernaan
meliputi:
1) Mukosa adalah lapisan terdalam dari dinding dan seabagian besar
terbuat dari dinding dan sebagian besar terbuat dari jaringan epitel
yang mensekresi enzim dan mukus ke dalam dari kanal. Lapisan
ini sangat aktif dalam menyerap nutrisi
2) Submukosa adalah lapisan dalam dari mukosa. Mengandung
jaringan ikat longgar, pembuluh darah, kelenjar, dan saraf.
Pembuluh darah di lapisan ini mengangkut nutrisi yang diserap.
9
2. Perforasi Gaster
a. Definisi Perforasi Gaster
Perforasi gaster adalah luka yang terjadi pada lapisan lambung
sehingga terbentuknya lubang pada lambung. Perforasi gaster ini
disebabkan oleh komplikasi serius dari penyakit tukak lambung.
Akibat lapisan dinding lambung yang berlubang maka isi lambung
11
keluar dan masuk kedalam rongga perut. Pada pasien perforasi gaster
sering ditandai dengan acute abdomen mendadak dan dari nyeri ini
menyebabkan takikardi pada pasien. Gejala yang dirasakan pada
pasien tidak pernah benar – benar hilang walaupun sudah dilakukan
penanganan umum, sehingga memaksa pasien untuk segera
mendapatkan penanganan pembedahan (Chung & Shelat, 2017).
b. Etiologi
Menurut (Stern et al., 2020), penyebab dari perforasi gaster dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Perforasi Non-Trauma:
a) Spontan pada bayi baru lahir yang terimplikasi syok dan stress
b) Komplikasi akut dari ulkus gaster yang bisa disebabkan oleh
infeksi H Pylori, obat-obatan (OAINS, kortikosteroid).
c) Gaya hidup
d) Stress psikologis
e) Ingesti aspirin, anti inflamasi non steroid, dan steroid: terutama
pada pasien lanjut usia.
2) Perforasi Trauma (Tajam atauTumpul),
a) Trauma iatrogenic setelah pemasangan pipa nasogastric saat
endoskopi
b) Luka penetrasike dada bagian bawah atau abdomen
c) Trauma tumpul pada gaster: trauma seperti ini lebih umum
pada anak dari pada dewasa dan termasuk trauma yang
berhubungan dengan pemasangan alat, cedera gagang kemudi
sepeda dan sindrom sabuk pengaman.
c. Manifestasiklinis
Menurut (Chung & Shelat, 2017), tanda dan gejala perforasi gaster
adalah
1) Kesakitanhebatpadaperut dank ram diperut
2) Nyeri di daerah epigastrium
3) Hipertermi
4) Takikardi
12
5) Hipotensi
6) Biasanya tampak letargi kkarna syok toksik
d. Patofisiologi Perforasi Gaster
Penyebab dari perforasi gaster yaitu Infeksi (H. pylori) dan
konsumsi obat NSAIDs sehingga menyebabkan respon inflamasi yang
lokal ataupun sistemik. Mekanisme awal dari infeksi H. Pylori adalah
sel mast disertai pelepasan mediator histamin, kinin, leukotrienes,
prostacyclines, dan radikal bebas menyebabkan vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas kapiler di peritoneum sehingga
menyebabkan masuknya sistem komplemen dan faktor pembekuan
darah dari sistem koagulasi. Setelah opsonisasi bakteri lewat C3b yang
terjadi karena membran dari kapsul bakteri gram negatif (liposakarida,
lipid A, endotoksin) dan kapsul bakteri gram positif (asam lipoteikoik,
peptidoglikan) berikatan dengan reseptor CD14 di sel-sel monosit,
bakteri kemudian dibawa masuk ke sirkulasi sistem limfa yang
kemudian ditransport ke organ retikuloendotelia untuk dihancurkan.
Komplemen juga menarik netrofil ke lokasi cedera lewat sistem
kemotaktik faktor c3a dan c5a. Netrofil akhirnya memfagositosis
bakteri. Akhirnya sistem tissue factor mengaktifasi faktor pembekuan
darah yang menghasilkan fibrin yang akan membungkus bakteri
sehingga terjadi pembentukan abses.
Proses ini semua dapat mempunyai efek sistemik karena
degranulasi sel Mast yang dapat masuk ke sirkulasi. Mediator-
mediator ini juga menyebabkan peningkatan permeabilitas dan relaksai
dari otot polos. Sel-sel granulosit dan makrofag juga ditarik ke tempat
cedera yang akhirnya menghasilkan pelepasan sitokin-sitokin IL-1, IL-
6, TNF-a, IFN-y yang masuk ke sistem sirkulasi dan secara klinis
menimbulkan gejala klinis demam, leukositosis, pelepasan kortisol dan
sintesis protein fase akut. Resultan dari semua status fisiologis ini yang
dinamakan SIRS (Systemic Inflammatory Response SyndromeI) yang
kemudian berujung ke suatu keadaan sepsis. (Leeman et al., 2013)
13
negative. Oleh karena itu, CT-scan sangat efisien untuk deteksi dini
perforasi gaster (Chung & Shelat, 2017).
d) Komplikasi
Menurut (Chung & Shelat, 2017), komplikasi pada perforasi gaster,
sebagai berikut:
a) Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan
bakteri pada Gaster.
e) Kegagalan luka operasi Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial
atau total pada setiap lapisan luka operasi) dapat terjadi segera atau
lambat. Faktor-faktor berikut ini dihubungkan dengan kegagalan
luka operasi antara lain malnutrisi, sepsis, uremia, diabetes melitus,
terapi kortikosteroid, obesitas, batuk yang berat, hematoma (dengan
atau tanpa infeksi)
1) Abses abdominal terlokalisasi
2) Kegagalan multi organ dan syok septic :
- Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang
menimbulkan manifestasi sistemik, seperti kekakuan,
demam, hipotermi (pada septicemia gram negatif dengan
endotoksemia), leukositosis atau leukopenia (pada
septikemia berat), takikardi, dan kolaps sirkuler.
- Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal
berikut, sepert hilangnya tonus vasomotor, peningkatan
permeabilitas kapiler, depresi myocardial, pemakaian
leukosit dan trombosit, penyebaran substansi vasoaktifkuat,
seperti histamin, serotonin dan prostaglandin, menyebabkan
peningkatan permeabilitas kapiler, aktivasi komplemen dan
kerusakan endotel kapiler.
- Infeksi gram-negatif dihubungkan dengan prognosis yang
lebih buruk dari gram-positif, mungkin karena hubungan
dengan endotoksemia.
3) Gagal ginjal danketidak seimbangan cairan, elektrolit, dan pH
a. Perdarahan mukosa gaster.
16
h. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen cedera fisiologis
b. Hipertermia b.d proses infeksi
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
peningkatan kebutuhan metabolik
d. Kekurangan volume cairan b.d kegagalan dalam mekanisme
pengaturan, kehilangan caiaran sekunder akibat mual dan muntah
e. Kontipasi b.d penurunan peristaltic usus
i. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Schwartz et al., 2000) terdapat pemeriksaan diagnostik
penyakit peritonitis yaitu sebagai berikut.
a. Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang
untukpertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen
akut. Padaperitonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu:
1) Tidur telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan
proyeksian teroposterior (AP)
2) Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan,
dengan sinar horizontal proyeksi AP
3) Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus=LLD), dengan
sinar horizontal,proyeksi AP
Gambaran radiologis pada peritonitis yaitu: terlihat kekaburan pada
cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan
adanya udara bebas subdiafragma atau intra peritoneal
25
2. Etiologi
Menurut (Beach & De Jesus, 2020) penyebab ileus belum dapat
ditentukan dengan jelas namun, ada beberapa faktor resiko yang telah
terbukti meningkatkan kemungkinan ileus diantaranya sebagai berikut.
a. Operasi perut atau panggul yang berkepanjangan
b. Operasi saluran pencernaan bagian bawah
c. Operasi terbuka
d. Operasi tulang belakang retroperitoneal
e. Penggunaan opioid
f. Peradangan intraabdominal (sepsis/peritonitis)
g. Komplikasi perioperatif (pneumonia,abses)
h. Pendarahan (intra operatif/pasca operatif)
i. Hipokalemia
j. Penempatan selang nutrisi enternal atau nasogastrik yang tertunda
Resiko ileus dipengaruhi oleh berbagai faktor, masing-masing
memengaruhi sebagian kecil sistem neuroimun yang kompleks. Faktor
tersbut meliputi agen farmakologis seperti opioid, antihipertensi, serta
kondisi medis termasuk pneumonia,stroke dan kelainan elektrolit.
3. Manifestasi Klinis
Menurut (Weledji, 2020) manifestasi klinis dari ileus paralitik
diantaranya sebagai berikut.
a. Nyeri ringan sampai sedang, tidak terlokalisasi dengan baik, dan
stabil, berbeda dengan nyeri kram parah yang berhubungan dengan
obstruksi mekanis. Hal ini disebabkan peristaltik yang meningkat
terhadap lesi obstruktif atau paralitik dan adanya tumpang tindih
karena obstruksi mekanis.
b. Takipnea karena diafragma didorong ke atas dan takikardia akibat
hipovolemia.
c. Obstruksi usus menyebabkan distensi abdomen, peningkatan
tekanan intraluminal yang berkepanjangan merusak viabilitas
dinding usus dengan difusi produk bakteri beracun ke dalam
30
5. Pathway
33
34
35
6. Pemeriksaan Diagnostik
Berdasarkan jurnal [ CITATION Vil17 \l 1033 ] pemeriksaan diagnostik
dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1) Pemeriksaan fisik
Menurut Sarr et al dalam [ CITATION Vil17 \l 1033 ] Pemeriksaan
fisik sangat penting dilakukan karena dapat menghasilkan bukti
terjadinya ileus mekanis. Pada pemeriksaan fisik biasanya harus
mencakup tanda-tanda vital, pemeriksaan abdomen secara
menyeluruh biasanya pasien akan mengalami takikardia, takipnea,
demam dan nyeri perut menyeluruh dan biasanya saat dilakukan
pemeriksaan juga saat bising usus dilakukan palpasi Dengan
stetoskop, bising usus mungkin terdengar sangat keras dan
bernada tinggi, atau tidak terdengar sama sekali.
2) Tes laboratorium
Menurut Niko et al, Maulana et al & Sari et al dalam [ CITATION
Ind151 \l 1033 ] Nilai laboratorium pada awalnya normal,
kemudian akan terjadi hemokonsentrasi,leukositosis, dan
gangguan elektrolit. Pada pemeriksaan radiologis, dengan posisi
tegak,terlentang dan lateral dekubitus menunjukkan 15 gambaran
anak tangga dari usus kecil yang mengalami dilatasi dengan air
fluid level. Pemberian kontras akan menunjukkan adanya
obstruksi mekanis dan letaknya. Pada ileus obstruktif letak rendah
jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan rektosigmoidoskopi
dan kolon (dengan colok dubur dan barium inloop) untuk mencari
penyebabnya. Periksa pula kemungkinan terjadi hernia.
3) Gambaran tanda dan gejala
Menurut [ CITATION Sig201 \l 1033 ] Tanda dan gejala pada ileus
juga dapat menjadi acuan terhadap pemeriksaan diagnostik dan hal
ini dilihat dari tanda dan gejala ileus dan derajat keparahannya
bergantung pada lokasi sumbatan. Tanda dan gejala dapat berupa
penolakan makan, muntah, dan penurunan aktivitas. Manifestasi
36
yang paling umum adalah distensi dan nyeri abdomen yang tiba-
tiba; Gejala yang kurang umum adalah ileus, gangguan
pernapasan, demam, muntah, hematemesis, atau hematochezia.
Pasien dengan perforasi selalu mengeluhkan onset akut nyeri perut
yang parah atau nyeri dada; pasien sering mencatat waktu onset
nyeri yang tepat. Nyeri dada atau perut yang parah setelah
instrumentasi harus dilihat dengan tingkat kecurigaan yang tinggi
untuk perforasi lambung. Pasien yang menggunakan agen
imunosupresif atau anti-inflamasi mungkin memiliki respons
inflamasi yang terganggu dan beberapa mungkin memiliki lebih
sedikit rasa sakit dan nyeri tekan. Banyak dari mereka akan
mencari pertolongan medis dengan timbulnya rasa sakit tetapi
beberapa akan hadir dengan cara yang tertunda (mungkin muncul
dengan sepsis). Iritasi diafragma dapat terjadi yang menyebabkan
nyeri menjalar ke bahu. Sepsis bisa menjadi presentasi awal
perforasi. Kemampuan permukaan peritoneal untuk menutup
perforasi dapat terganggu pada pasien dengan komorbiditas medis
yang parah terutama pasien yang lemah, lanjut usia, dan
imunosupresi, yang mengakibatkan sepsis.
Tes berikut harus dilakukan untuk evaluasi lebih lanjut:
a) Parameter infeksi sistemik
b) Elektrolit (hipokalemia mungkin menunjukkan ileus
fungsional)
c) Tes fungsi ginjal (ini mungkin menunjukkan gagal ginjal
karena perpindahan cairan)
d)Parameter kolestasis, transaminase, dan lipase (pankreatitis
adalah penyebab potensial ileus fungsional).
Pemeriksaannya juga harus mencakup hal-hal berikut:
a) Pengujian koagulasi (kelainan pembekuan bisa menjadi tanda
gagal hati)
37
Menghambat Sintesis
Konsumsi obat
MAAG kerja cox 2 leukotrien
warung
Eksresi molekul adhesi
Minum jamu Pengaruh anti platelet
NSAID intraceluller molecule 1
yang minimal
Efek toksis Menghambat kerja cox 1
Tromboksan A2 Menyebabkan aktivasi
merusak mukosa
tetap aktif neutrophil endotheal
lambung
Mengganggu sintesis prostaglandin
Agresi
trombosit
Mengalami penurunan pada Merusak
Terganngunya
Sekresi mucus, Sekresi HCO3-, integritas
poliferasi epitel Mikrotrombus
dan Aliran darah ke lambung lambung
Perlengketan
neutrofil
Pelepasan mediator nyeri Lesi akut Aliran darah ke
(histamin, bradykinin, mukosa lambung menurun
prostaglandin, serotonin, lambung dan radikal bebas
ion kalium dll oksigenasi meningkat
Nosiseptor
Pembentukan erosi gastrointestinal Menembus semua Perforasi gaster
dan ulkus peptikum (lambung & lapisan mukosa
Dihantar serabut tipe
usus)
AD dan serabut tipe C
Peritonitis / infeksi
rongga abdomen
Medulla spinalis Pembentukan jaringan parut Perdarahaan
Penurunan pembentukan
ATP dan peningkatan asam
laktat jaringan
Tekanan intra
Mendesak lambung
abdominal
Intoleransi aktivitas /
keletihan HCL meningkat
Menekan
diagfragma
Merangsang pusat
muntah
dihipotalamus Penurunan ekspansi
paru
Mual /muntah
Sesak nafas
Nausea
Pola nafas tidak
efektif
58
A. Tinjauan Kasus
PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
2. Anamnesa
a. Keluhan Utama
Keluhan nyeri √ Ya Tidak
Area/lokasi : abdomen Skala nyeri : 7 (1-10)
62
cateter urine, dan pemeriksaan foto thoraks dan BNO 3 sisi, hasil ;
perforasi gaster, dan dijadwalkan untuk melakukan oprasi cito tapi pasien
harus masuk ICU dulu.
3) Riwayat pembedahan dan anestesi (bila dari OK)
Belum dilakukan pembedahan.
4) Riwayat PQRST saat dilakukan pengkajian
Pada saat dikaji di ICU pasien compos mentis, masih mengeluh nyeri
abdomen di semua kuadran, skala 7 (1-10), nyeri dirasakan terutama saat
merubah posisi tidur dan disentuh pada permukaan abdomen. Nyeri juga
dirasakan seperti panas di dalam, terasa terbakar sehingga merasa
mulutnya menjadi kering dan tidak nafsu makan. Pada perabaan teraba
distensi abdomen.
c. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Pasien sering mengalami nyeri ulu hati atau terasa perih lambung apabila
terlambat makan atau makan pedas dan asam. Tapi biasanya rasa perih
tersebut akan hilang dengan menggunakan obat dari warung. Untuk menjaga
agar tidak kambuh pasien biasanya rutin minum jamu kemasan atau godogan.
Tapi lebih enak jamu kemasan karena nyerinya cepat hilang. Bekerja di pabrik
sering lembur, sehingga sering terlewat waktu makan karena pekerjaan. Pasien
perokok berat dan minum kopi sehingga lebih tahan tidak makan daripada
tidak merokok dan minum kopi.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga mengatakan bahwa tidak ada anggota yang memiliki penyakit seperti
klien dan juga penyakit menular atau tidak menular lainnya.
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran √ Sadar Letargi Obtundasi
Stupor Koma DPO
Bila DPO, jenis obat ……………………….. Dosis obat……………………………
64
b. Persarafan
FOUR Score E4 M4 B4 R4 =16 GCS Score : E4 M6 V5 =15
Riwayat sincope Ya √ Tidak
Bila (ya) berapa kali…………………….. Berapa lama sincope…………………….
Diameter pupil √ Simetris Asimetris Ki/ka….…/.….cm
Refleks cahaya Dilatasi Midriasis
65
c. Cardiovaskuler
Gambaran jantung Sinus Rithm Bradikardi √ takhikardi
Aritmia, bila (ya) tuliskan gambaran aritmia
…………………
Rentang Tekanan Darah 85/62mmHg 69/48mmHg
Rentang Mean Arterial Pressure (MAP) 69,6 55
Rentang Cardiac Output (CO) 8,4 6,3
Rentang Stroke Volume 8 6
Rentang Frekwensi Nadi 115 x/menit 98 x/menit
Amplitudo nadi √ Lemah Kuat
Amplitudo kiri & kanan √ sama Tidak sama
Bila amplitude nadi tidak sama, jelaskan ………………………………………………..
Irama nadi Tidak teratur √ Teratur
Akral √ Dingin Hangat
Warna kulit Sianosis √ Pucat Kemerahan
Jaundice
Konjungtiva √ Anemis Kemerahan
Diaporesis Ya Tidak Keringat dingin
CapillaryRefillTime > 2 detik √ ≤ 2 detik
Peningkatan JVP Ya √ Tidak
Bunyi Jantung S1 S2 S3/Murmur
Gallop Suara redup/menjauh
Ictus Cordis terlihat pada ICS 5 midklav kiri Ya √ Tidak
Teraba getaran melebihi midklav ICS 5 kiri Ya √ Tidak
Perdarahan Ya √ Tidak
Bila (ya), di area tubuh mana…………… Derajat kehilangan cairan……………....cc
Sindrome kompartemen Ya √ Tidak
Area syndrome kompartemen Tangan………. Kaki…………
Penyebab syndrome kompartemen Trombosis Cedera
Pembebatan ………………
d. Pencernaan
Ascites √ Tidak Ya, Lingkar perut………....cm
Distensi abdomen Tidak √ Ya Bising usus……x/m
66
e. Perkemihan
Pola berkemih Normal √ Melalui kateter urine
Terapi diuretic Tidak Ya, jenis obat………..dosis…………
Jumlah urine 400 cc/24 jam
Warna urine kuning
Konsistensi urine ……………………….. Bau …………………………………….
Intake cairan 24 jam terakhir 1816 cc
Infus 63 cc/jam
Makan/minum PUASA
Cairan oplos obat 1380 cc
Balancing 24 jam terakhir .1628 cc
Penggunaan kateter urine lama (> 5 hari) Ya √ Tidak
Bila (ya) sudah berapa lama menggunakan kateter urine ………………………………..
Ganti kateter setiap 5 hari nomor kateter 18
Jenis bahan kateter √ Nelaton Silikon …………………
Retensi Urine √ Tidak Ya
Bila (ya) sejak kapan tidak keluar urine ……………………………………………….
Hidroneprosis √ Tidak Ya Kanan Kiri
Edema Anasarka Ekstre atas Ekstre bawah
Turgor kulit √ Baik Jelek
Irigasi kandung kemih √ Tidak Ya, hari ke….… warna…………
f. Muskuloskeletal
Kekuatan Otot ( 0 – 5) Atrofi Otot (+ / -)
67
Kontraktur sendi (+ / -)
g. Integumen
Luka Ya √ Tidak
Jenis luka /lesi Luka bakar Dekubitus Luka tusuk
Vulnus Gangren Abses
Kanker ……………………
Area luka/lesi decubitus/gangrene/vulnus/kanker, dll.…………………….…..……………
Luas / diameter……… Derajat ……………. Bau : ya / tidak
Warna Merah….% Kuning…....% Hitam …….%
Eksudat (+) / (-), warna ………….……...... Jumlah eksudat : banyak/sedang /sedikit
h. Kebutuhan Edukasi
Hambatan edukasi Ya √ Tidak
Faktor hambatan Kesadaran Pendengaran Penglihatan
Kognitif Status mental Bahasa
Budaya ……………………………………
No Parameter Skor
Apakah pasien mengalami penurunan berat badan yang tidak diinginkan dalam 6
1.
bulan terakhir ?
a. Tidak penurunan berat badan 0
b. Tidak yakin / tidak tahu / terasa baju lebih longgar 2
6-10 kg 2
11-15 kg 3
> 15 kg 4
Tidak yakin penurunannya 2
2. Apakah asupan makan berkurang karena berkurangnya nafsu makan ?
a. Tidak 0
b. Ya 1
Total skor
Kanker
b. Pemeriksaan diagnostic
HARI / JENIS
KESAN KET
TANGGAL PEMERIKSAAN
10/08/2019 Foto rontgen Pneumoperitonitis Sebuah USG abdomen
menunjukkan area echogenic
yang berbentuk bola dan
berbatas tegas yang terletak
di peritoneum.
c. Pengobatan
N Nama obat Dosis Jalur Indikasi
o
1 Raivas 0.05 mg/jam Drip IV Raivas diindikasikan untuk pengobatan
infeksi paru – paru dan sebagai terapi
tambahan henti jantung dan hipotensi
berat
2 Dobutamin 5 mcg/jam Drip IV obat yang digunakan oleh penderita
gagal jantung untuk membantu jantung
memompa darah ke seluruh tubuh.
Dobutamin diberikan ketika gagal
73
3. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS : Faktor resiko : Rokok, Nyeri akut
Klien mengeluh nyeri pada Kopi, NSAID
bagian abdomen di ↓
semua kuadran Kerusakan mukosa
DO : lambung
Skala nyeri 7 (0-10) ↓
N : 105 x/menit Merangsang
RR : 39 x/menit pengeluaran histamin
wajah tampak meringis ↓
kesakitan Pengeluaran HCl dan
Nyeri dirasakan terutama peningkatan produksi
saat merubah posisi tidur pepsinogen
dan disentuh pada ↓
permukaan abdomen Peningkatan HCl
↓
Nyeri dirasakan seperti
Degradari mukus
panas di dalam, terasa
↓
terbakar
Iritasi mukosa lambung
↓
Penghancuran kapiler
dan vena kecil
↓
Perdarahan
↓
Perforasi
↓
Invasi bakteri ke
peritonium
↓
Peritonitis
↓
Proses Inflamasi:
Hiperemia Dan
Pembengkakan
↓
Peningkatan Jaringan
Ikat Pada Tulang
↓
Iskemia Tulang
↓
Ketidakseimbangan
Kebutuhan Oksigen
↓
Metabolisme anaerob
↓
Asam Laktat
75
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia pada pasien ini adalah berikut.
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisiologis inflamasi
2. Nausea b.d distensi lambung dan peningkatan tekanan abdominal
3. Resiko syok b.d hipotensi; kekurangan volume cairan; sepsis berat
77
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Masalah Keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan Rasional
1 Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
dengan agen cedera keperawatan selama 3 x 24 Observasi Observasi
fisiologis jam masalah nyeri akut dapat 1) Memonitor tanda-tanda vital 1) Untuk mengetahui keadaan umum pasien.
teratasi dengan kriteria hasil : 2) Identifikasi lokasi, 2) Untuk mengetahui ketidaknyaman pasien
a. Pasien menunjukan karakteristik, durasi, frekuensi, yang dipengaruhi karena nyeri
wajah tampak rileks kualitas, intensitas nyeri, skala 3) Untuk mengetahui faktor apa saja yang
b. Pasien nyaman untuk nyeri. memperberat dan memperingan nyeri
istirahat 3) Identifikasi faktor yang Terapeutik
c. Pasien mengatakan nyeri memperberat dan 4) Untuk mengalihkan rasa nyeri dan
berkurang memperingan nyeri. meningkatkan relaksasi dapat mengurangi
d. Skala nyeri menurun dari Terapeutik rasa nyeri
7 menjadi 5 (1-10) 4) Berikan teknik 5) Agar pasien dapat merasa nyaman.
e. Pasien tidak meringis nonfarmakologis (teknik 6) Istirahat dan tidur dapat mengurangi rasa
f. Pasien tampak rileks relaksasi lavender) nyeri dan pasien dapat sedikitnya merasa
g. TTV dalam rentang 5) Kontrol lingkungan yang nyaman.
normal memperberat rasa nyeri. Edukasi
TD : 120/70mmHg 6) Fasilitasi istirahat dan tidur. 7) Agar pasien dapat mengendalikan nyeri secara
HR : 60-100x/mnt Edukasi mandiri.
RR : 16-20x/mnt 7) Jelaskan strategi meredakan 8) Agar pasien dapat melakukan teknik relaksasi
S : 36,5 – 37,5C nyeri. secara mandiri.
h. Pasien dapat melakukan 8) Ajarkan teknik nonfarmaklogis Kolaborasi
terapi relaksasi secara untuk mengurangi nyeri. 9) Karena teknik relaksasi tidak cukup untuk
mandiri Kolaborasi mengurangi nyeri dan hanya untuk
9) Kolaborasi dengan dokter mengalihkan nyerinya maka dilakukan
dalam pemberian analgetik. pemberian analgetik
78
Terapeutik Terapeutik
6) Berikan jumlah makan dalam
6) Untuk menjaga nutrisi tetap terpenuhi dan
jumlah kecil dan menarik
mencegah terjadinya mual dan muntah
7) Berikan makanan dingin,
berlanjut
cairan bening, tidak berbau
7) Untuk mengurangi rangsangan mual dan
dan tidak berwarna
muntah pada lambung
Edukasi
Edukasi
8) Anjurkan istirahat dan tidur
yang cukup 8) Agar klien menjadi lebih baik dan melupakan
9) Anjurkan sering mual
membersihkan mulut, kecuali 9) Untuk mengurangi rangsangan mual dan
jika merangsang mual muntah akibat mulut yang kotor dan bau
10) Anjurkan makan makanan 10) Untuk menjaga asupan nutrisi tetap terpenuhi
tinggi kabrohidrat dan rendah dan mencegah terjadinya mual dan muntah
79
NO INDIKATOR
TANGGAL
A. Nyeri Akut
B. Nausea
C. Resiko Syok
2. NURSING OUTCOME Cantumkan skor hasil
Cantumkan skoring yang pengkajian
relevan dgn Dx Kep : GCS : 15 (compos mentis)
Skala nyeri 7 (1-10)
A. Nyeri Akut
B. Nausea
C. Resiko Syok
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ureum 8-20 55 69
Dx 2
1) Mengidentifikasi
pengalaman mual
83
2) Mengidentifikasi dampak
mual terhadap kualitas
hidup (nafsu makan,
aktivitas, kinerja, tidur)
3) Mengdentifikasi faktor
penyebab mual
4) Memonitor mual
(frekuensi, durasi, tingkat
keparahan)
5) Memonitor asupan nutrisi
dan kalori
Dx 3
1) Monitor status
kardiopulmonal (frekuensi
dan kekuatan nadi,
frekuensi nafas, tekanan
darah, MAP)
2) Monitor status cairan
(masuk dan keluaran,
turgor kulit, CRT)
3) Monitor nilai HB dan HT
sebelum dan setelah
kehilangan darah
4) Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
5) Pasang kateter urine untuk
menilai produksi urine
84
Dx 1
1) Pemberian analgetik.
PENGOBATAN Dx 2
1) Memberikan antiemetik
Dx 3
1) Kolaborasi pemberian IV
2) Kolaborasi pemberian
antiinflamasi
LAB & PROSEDUR
DIAGNOSTIK
Dx 2
1) Menganjurkan makan
DIET makanan tinggi
karbohidrat dan rendah
lemak
2) Menganjurkan makanan
dalam jumlah kecil dan
menarik
3) Berikan makanan dingin,
cairan bening, tidak
berbau dan tidak berwarna
AKTIVITAS Dx 1
1) Berikan teknik
nonfarmakologis (teknik
relaksasi lavender)
2) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri.
85
Dx 2
1) Menganjurkan istirahat
dan tidur yang cukup
2) Menganjurkan sering
membersihkan mulut,
kecuali jika merangsang
mual
Dx 1
1) Jelaskan strategi meredakan
nyeri.
EDUKASI 2) Ajarkan teknik
nonfarmaklogis untuk
mengurangi nyeri.
Dx 2
1) Mengajarkan teknik
nonfarmakologi akupresur
untuk mengatasi mual
86
B. Pembahasan
Penyebab pasien mengalami perforasi gaster dikarenakan pasien
memiliki riwayat mengkonsumsi obat warung, perokok berat, minum kopi dan
sering telat makan karena pekerjaan. Konsumi obat warung atau obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS)/ nonsteroidal anti-inflammatory drugs
(NSAIDs) dapat menyebabkan terjadinya kerusakan mukosa lambung melalui
dua mekanisme yaitu topikal dan sistemik. Di system topical, NSAID bersifat
asam dan lipofilik sehingga memicu ion hydrogen masuk ke dalam mukosa
lambung dan menimbulkan kerusakan. Sedangkan di sistem sistemik, NSAID
akan menghambat produksi prostaglandin sehingga kerusakan mukosa terjadi
karena produksi prostaglandin menurun. Terdapat 4 tahap terjadinya
kerusakan mukosa lambung yaitu:
1. Penurunan sekresi mukus dan bikarbonat, sekresi asam dan proliferasi
sel-sel mukosa terganggu, penurunan aliran darah mukosa dan kerusakan
mikrovaskuler yang diperberat oleh platelet dan mekanisme koagulasi.
2. Endotel vaskuler secara terus menerus menghasilkan vasodilator
prostaglandin E dan I yang apabila terjadi gangguan atau hambatan cox-1
maka akan timbul vasokontriksi yang menyebabkan aliran darah
menurun dan terjadi nekrosis epitel.
3. Hambatan cox-2 menyebabkan peningkatan perlengketan leukosit PMN
pada endotel vaskuler gastroduodenal dan mesentrik, dimulai dengan
pelepasan protease, radikal bebas oksigen, sehingga memperberat
kerusakan epitel dan endotel.
4. Perlengketan leukosit PMN menimbulkan statis aliran mikrovaskuler,
iskemia dan berakhir dengan kerusakan mukosa lambung/tukak lambung.
(Simanjuntak & Siahaan, 2018)
Rokok dapat merusak sistem pencernaan seseorang. Dari seluruh organ
pencernaan, lambung adalah organ yang paling sensitif. Gangguan ini terjadi
secara terus-menerus terhadap sistem pencernaan dapat mengarah pada
penyakit tukak lambung atau gastritis. Ketika seseorang merokok, nikotin
yang terkandung di dalam rokok akan mengerutkan dan melukai pembuluh
87
sistemik disebabkan oleh karena sekresi TNF, IL-1, PAF, dan nitric oxide,
yang semuanya memiliki efek vasodilator dan dapat menurunkan resistensi
sistemik vascular.(Warsinggih, 2016)
Menurut Shiddiq, M. (2013). Suhu tubuh pasien meningkat dengan nilai
S : 38,9°c disebabkan oleh infeksi dan atau proses peradangan yang akan
menghasilkan sitokin-sitokin pirogenik seperti IL-1, IL-6, TNF, dan IFN yang
akan memasuki sirkulasi sitemik dan selanjutnya mencapai endothelium
hipotalamus. Pyrogen terdiri atas pyrogen eksogen dan endogen. Pyrogen
eksogen meliputi produk atau pun toksin bakteri, dapat menginduksi sel tubuh
menghasilkan pyrogen endogen. Ketika bakteri lisis, produk bakteri akan
dilepaskan ke jaringan atau aliran darah yang selanjutnya akan difagositosis
oleh sel-sel fagosit. Sel-sel inilah yang akan memicu sitokin. Sitokin pirogenik
selanjutnya memicu peningkatan produksi PGE2 yang akan menghasilkan c-
AMP sehingga terjadi peningkatan set point termoregulator dihipotalamus dan
bermanifestasi pada peningkatan suhu inti tubuh. Mannana, Takikardia
disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia
intravaskuler yang disebabkan karena mual dan muntah, demam, kehilangan
cairan yang banyak dari rongga abdomen (Mannana, A., Tangel, S. J. C., &
Prasetyo, E)
Menurut (Warsinggih, 2016) pada pasien peritonitis terdapat cairan
dalam abdomen, yang dapat mendorong diafragma mengakibatkan kesulitan
bernafas sehingga frekuensi nafas meningkat ditandai dengan nilai respirasi
pasien yaitu 39x/menit.
Posisi kaki menekuk untuk mengurangi nyeri, menurut Mannana, A.,
Tangel, S. J. C., & Prasetyo, E. Nyeri abdomen merupakan gejala yang paling
sering ditemukan. Nyeri dirasakan bertambah berat dengan gerakan sehingga
kebanyakan pasien akan berbaring diam dengan posisi menekuk lutut untuk
mengurangi rasa sakit dan ketegangan pada dinding perut.
Pasien terpasang kateter, menurut Mieny & Mennen, 2013 Pemasangan
kateter perlu dilakukan untuk dapat mengukur output urine, yang merupakan
pengukuran sederhana dan sensitive terhadap pegisian intravaskular dan
91
fungsi organ, dan juga untuk memonitor apakah cairan yang diberikan sudah
mencukupi dan memantau perfusi jaringan. Produksi urine dianggap cukup
bila mencapai 1 cc/KgBB/jam.
Sesak walaupun sudah diberika terapi okigen pada passion merupakan
dampak dari distensi abdomen yang dialami pasien sehingga menekan
diafragma mengakibatkan penurunan ekspansi paru pasien. Itu sebabnya pada
saat pasien bernapa ekpansi paru asimetris. Tujuan dari terapi oksigen itu
sendiri adalah untuk mengatasi atau mencegah hipoksemia sehingga
mencegah hipoksia jaringan yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan
ataupun kematian sel. Hipoksemia terjadi jika adanya penurunan PaO2 pada
darah di bawah nilai normal. PaO2 <60 atau SaO2 <90% pada pasien (R.A.C
Semieniuk, et al).
Dekompresi gastrointestinal, menurut Mieny & Mennen, 2013
Dilakukan pemasangan pipa lambung (nasogastric tube) yang bertujuan untuk
dekompresi, mencegah terjadinya muntah, dan perkembangan distensi usus
lebih lanjut. Nasogastric tube (NGT) dimasukkan sampai ke lambung dan
diaspirasi.. Pemasangan pipa lambung ini penting untuk pengosongan
lambung. Aspirasi yang intermiten adalah untuk menjaga sampai ileus
paralitik hilang. Mengukur volume air lewat oral diperbolehkan jika hanya
sejumlah kecil yang teraspirasi. Jika abdomen tidak kaku dan sudah terdengar
bising usus, maka pemberian nutrisi lewat oral dapat segera dilakukan.
Penting untuk tidak memperpanjang ileus dengan melewati pemberian nutrisi
secara oral.
Resusitasi cairan, menurut Mieny & Mennen, 2013 Dilakukan resusitasi
dengan pemberian sejumlah cairan yang adekuat untuk mengembalikan
volume intravaskular, sehingga dapat mengoptimalkan pengiriman oksigen ke
jaringan.
Pada pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium ditemukan beberapa
indicator yang nilainya kurang dari nilai normal yaitu Hb 10,1 g/dL,
Hematokrit 42.6 g/dL. Leukosit 4.000 g/dL, Natrium 132, Kalsium 10.7, dan
satu nilainya lebih dari normal yaitu ureum 1.09. Nilai yang abnormal
92
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan asuhan keperawatan pada
pasien dengan diagnosa perforasi gaster + peritonitis + ileus paralitik
kelompok memperoleh kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan
diatas bahwa Perforasi gaster adalah luka yang terjadi pada lapisan lambung
sehingga terbentuknya lubang pada lambung yang ditandai dengan nyeri pada
bagian abdomen dalam.
Penyebab pasien mengalami perforasi gaster dikarenakan pasien
memiliki riwayat mengkonsumsi obat warung, perokok berat, minum kopi dan
sering telat makan karena pekerjaan. Konsumi obat warung atau obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS)/ nonsteroidal anti-inflammatory drugs
(NSAIDs) dapat menyebabkan terjadinya kerusakan mukosa lambung melalui
dua mekanisme yaitu topikal dan sistemik. Di system topical, NSAID bersifat
asam dan lipofilik sehingga memicu ion hydrogen masuk ke dalam mukosa
lambung dan menimbulkan kerusakan. Sedangkan di sistem sistemik, NSAID
akan menghambat produksi prostaglandin sehingga kerusakan mukosa terjadi
karena produksi prostaglandin menurun. Terdapat 4 tahap terjadinya
kerusakan mukosa lambung yaitu:
1. Penurunan sekresi mukus dan bikarbonat, sekresi asam dan
proliferasi sel-sel mukosa terganggu, penurunan aliran darah mukosa dan
kerusakan mikrovaskuler yang diperberat oleh platelet dan mekanisme
koagulasi.
2. Endotel vaskuler secara terus menerus menghasilkan vasodilator
prostaglandin E dan I yang apabila terjadi gangguan atau hambatan cox-1
maka akan timbul vasokontriksi yang menyebabkan aliran darah menurun dan
terjadi nekrosis epitel.
94
95
terjadi lebih lanjut oleh adanya demam, muntah, dan diare. Dengan
berlanjutnya proses, penurunan aliran balik vena ke sisi kanan jantung
menyebabkan penurunan curah jantung, sehingga terjadi hipotensi. Hipotensi
sistemik disebabkan oleh karena sekresi TNF, IL-1, PAF, dan nitric oxide,
yang semuanya memiliki efek vasodilator dan dapat menurunkan resistensi
sistemik vascular.(Warsinggih, 2016)
Pada pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium ditemukan beberapa
indicator yang nilainya kurang dari nilai normal yaitu Hb 10,1 g/dL,
Hematokrit 42.6 g/dL. Leukosit 4.000 g/dL, Natrium 132, Kalsium 10.7, dan
satu nilainya lebih dari normal yaitu ureum 1.09. Nilai yang abnormal
disebabkan oleh perilaku yang pasien yang berlebihan dalam mengkonsumsi
obat-obatan Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) dalam bentuk
obat warung dan jamu sehingga menjadi masalah yang kompleks mengganggu
hemodinamik, dan fungsi organ lain.
Untuk mengetahuinya maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang,
seperti: Foto polos abdomen pada posisi berdiri, pemeriksaan foto polos
abdomen posisi tegak menunjukkan pneumoperitoneum pada 80% kasus,
ultrasonografi merupakan pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan
bebas dengan berbagai densitas, CT scan abdomen adalah metode yang jauh
lebih sensitif untuk mendeteksi udara setelah perforasi, bahkan jika udara
tampak seperti gelembung dan saat pada foto rontgen murni dinyatakan
negative. Oleh karena itu, CT-scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi
gaster.
Peran perawat dalam menangani pasien Perforasi Gaster harus
memperhatikan berupa Dekompresi gastrointestinal, menurut Mieny &
Mennen, 2013 Dilakukan pemasangan pipa lambung (nasogastric tube) yang
bertujuan untuk dekompresi, mencegah terjadinya muntah, dan perkembangan
distensi usus lebih lanjut. Nasogastric tube (NGT) dimasukkan sampai ke
lambung dan diaspirasi.. Pemasangan pipa lambung ini penting untuk
pengosongan lambung. Aspirasi yang intermiten adalah untuk menjaga sampai
ileus paralitik hilang. Mengukur volume air lewat oral diperbolehkan jika
98
hanya sejumlah kecil yang teraspirasi. Jika abdomen tidak kaku dan sudah
terdengar bising usus, maka pemberian nutrisi lewat oral dapat segera
dilakukan. Penting untuk tidak memperpanjang ileus dengan melewati
pemberian nutrisi secara oral.
Resusitasi cairan, menurut Mieny & Mennen, 2013 Dilakukan resusitasi
dengan pemberian sejumlah cairan yang adekuat untuk mengembalikan
volume intravaskular, sehingga dapat mengoptimalkan pengiriman oksigen ke
jaringan.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis menyampaikan beberapa
saran, yaitu sebagai berikut.:
1. Bagi rumah sakit
Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien lebih optimal
untuk meningkatkan pelayanan mutu rumah sakit.
2. Bagi pasien dan keluarga
Diharapkan keluarga mengetahui tentang Perforasi Gaster.
3. Bagi institusi pendidikan
Sebagai tempat menempuh ilmu keperawatan diharapkan hasil
pembahasan ini dijadikan sebagai acuan dalam pemberian asuhan
keperawatan yang selanjutnya terkait dengan masalah Perforasi Gaster.
4. Bagi penulis selanjutnya
Diharapkan penulis selanjutnya dapat menggunakan atau memanfaatkan
waktu seefektif mungkin, sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan kepada klien secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Aap, A., Marliany, H., & Nandang, A. (2017). Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan, Volume13, No. 1February 2017. Penatalaksanaan
Persiapan Pasien Preoperatif Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Ciamis, 13(1), 2–7.
Agustini, R. (2017). Asuhan Keperawatan Pada An. Dengan Gangguan Sistem
Pencernaan: Peritonitis Di Instalasi Bedah Post 4 Ruang G Rumah Sakit
Bhayangkara Palembang. Repository. http://repository.stik-
sitikhadijah.ac.id/328/1/41606031.pdf
Amrulloh, F. M., & Utami, N. (2016). Hubungan Konsumsi OAINS terhadap
Gastritis. Majority, 5, 18–21.
Amrulloh, F. M., & Utami, N. (2016). Hubungan Konsumsi OAINS Terhadap
Gastritis. Jurnal Majority, 5(5), 18–21.
Andriani, A., & Hartono, R. (2013). Saturasi Oksigen Dengan Pulse Oximetry
Dalam 24 Jam Pada Pasien Dewasa Terpasang Ventilator Di Ruang Icu
Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang. In Jendela Nursing
Journal (Vol. 2, Issue 1, pp. 257–263).
https://doi.org/10.31983/jnj.v2i1.199
Astuti, D. A. O. P., & Wulandari, D. (2020). Stres Dan Perilaku Merokok
Berhubungan Dengan Kejadian Gastritis. Jurnal Ilmiah STIKES
Kendal, 10(2), 213–222.
Beach, E. C., & De Jesus, O. (2020). Ileus. StatPearls [Internet].
Chalik, R. (2016). Anatomi Fisiologi Manusia : Sistem Pencernaan. 183–206.
Chung, K. T. and Shelat, V. G. (2017) ‘Perforated peptic ulcer - an update’,
World Journal of Gastrointestinal Surgery, 9(1).
Chung, K. T., & Shelat, V. G. (2017). Perforated peptic ulcer-an update. World
Journal of Gastrointestinal Surgery, 9(1), 1.
Dewi, E., & Rahayu, S. (2009). Kegawatdaruratan Syok Hipovolemik.
Fergusson, D. (2008). Clinical Assessment and Monitoring in Children. Wiley.
https://www.wiley.com/en-
us/Clinical+Assessment+and+Monitoring+in+Children-p-
9781405133388
Irvan, I., Febyan, F., & Suparto, S. (2016). Sepsis Dan Tata Laksana Berdasar
Guideline Terbaru. JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia), 10(1), 62–73.
Japanesa, A., Zahari, A., & Renita Rusjdi, S. (2016). Pola Kasus dan
Penatalaksanaan Peritonitis Akut di Bangsal Bedah RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 5(1), 209–214.
https://doi.org/10.25077/jka.v5i1.470
Leeman, M. F., Skouras, C. and Paterson-Brown, S. (2013) ‘The management
of perforated gastric ulcers’, International Journal of Surgery. Elsevier,
11(4)
Leeman, M. F., Skouras, C., & Paterson-Brown, S. (2013). The management of
perforated gastric ulcers. International Journal of Surgery, 11(4), 322–
324.
Mannana, A., Tangel, S. J. C., & Prasetyo, E. Diagnosis Akut Abdomen Akibat
Peritonitis. E-Clinic, 9(1).
Mariam, S. (2016). EVALUASI KEJADIAN INTERAKSI OBAT PADA
PASIEN RAWAT INAP GERIATRI PENDERITA GAGAL
JANTUNG. Jurnal Farmamedika, 1(1), 28–33.
Mieny, C. J. & Mennen, U., 2013. Principles Of Surgical Patient Care. Volume
II, Pp. 1-96
Muhammad Ishak Ilham, Haniarti, & Usman. (2019). Hubungan Pola
Konsumsi Kopi Terhadap Kejadian Gastristis Pada Mahasiswa
Muhammadiyah Parepare. Jurnal Ilmiah Manusia Dan Kesehatan, 2(3),
433–446. Https://Doi.Org/10.31850/Makes.V2i3.189
Prajawanti1, K. N., & M.P, D. A. A. (2019). HUBUNGAN KADAR
HEMOGLOBIN DAN NILAI HEMATOKRIT PADA PEROKOK
AKTIF. Jurnal Media Analis Kesehatan, 10(2), 99–105.
R.A.C Semieniuk, D.K Chu, L.H.Y Kim, W. Alhazzani, et al, Oxygen therapy
for acutely ill medical patients: a clinical practice guideline, 2018, 363 :
k4169
Ruben, P. (2018). Peritonitis. Medscape
Ruben, P. (2018). Peritonitis. Medscape.
https://www.jasajurnal.com/peritonitis/
Ruben, P. (2018). Peritonitis. Medscape.
Https://Www.Jasajurnal.Com/Peritonitis/
Said, I., & Angriani, H. (n.d.). Peran Kadar Kalsium Pada Penderita Kejang
Pada Anak. Ilmu Kesehatan Anak, Faklutas Kedokteran, Universitas
Hasanuddin, Makassar, 0813410385, 10.
Salomo, G. and Jekson, M. (2018). Patofisiologi Gastropati NSAID. Majalah
Ilmiah Methoda, 8, 2.
Salomo, G. and Jekson, M. (2018). Patofisiologi Gastropati Nsaid. Majalah
Ilmiah Methoda, 8(2).
Sayuti, M. (2020). KARAKTERISTIK PERITONITIS PERFORASI ORGAN
BERONGGA DI RSUD CUT MEUTIA ACEH UTARA. 6(2), 68–76.
Schwartz, Shires, & Spencer. (2000). Peritonitis dan Abses Intraabdomen
dalam Intisari Prinsip – Prinsip Ilmu Bedah (6th ed.). EGC.
Shiddiq, M. (2013). Suhu Tubuh Dan Nilai Granulosit Praoperasi Pasien
Apendisitis Akut Berkomplikasi Di Rsud Dokter Soedarso Pontianak
Tahun 2012 (Doctoral Dissertation, Tanjungpura University).
Sholikhah, W. A. (2015). Woc Peritonitis. Scribd.
https://www.scribd.com/doc/259932523/Woc-Peritonitis-PDF
Simanjuntak, S. G. U., & Siahaan, J. M. (2018). Patofisiologi Gastrohepati
NSAID. Majalah Ilmiah Methoda, 8(2), 72–82.
http:ojs.lpmmethodistmedan.net
Simanjuntak, S. G. U., & Siahaan, J. M. (2018). Patofisiologi Gastrohepati
NSAID. Majalah Ilmiah Methoda, 8(2), 72–82.
Http:Ojs.Lpmmethodistmedan.Net
Søreide, K. et al. (2015) ‘Perforated peptic ulcer’, Emergency surgery, 286
Soreide, K. et al. (2019). Perforated peptic ulcer. Emergency Surgery, 286.
Stern, E. and Journey, J. D. (2019) Peptic Ulcer Perforated, Stat Pearls. Stat
Pearls Publishing. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/30855910
Stern, E., Sugumar, K., & Journey, J. D. (2020). Peptic ulcer perforated. In
StatPearls [Internet]. StatPearls Publishing.
Suprihatin. (2015). MANAGEMEN STRES KERJA PADA PERAWAT ICU.
JURNAL KEPERAWATAN. 103–110. http://journal.poltekkesdepkes-
sby.ac.id/index.php/KEP/article/view/457
Warsinggih. (2016). PERITONITIS DAN ILLEUS.
https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-
content/uploads/2016/10/PERITONITIS-DAN-ILUES.pdf
Warsinggih. (2016). PERITONITIS DAN ILLEUS.
Https://Med.Unhas.Ac.Id/Kedokteran/Wp-
Content/Uploads/2016/10/PERIT ONITIS-DAN-ILUES.Pdf
Weledji, E. P. (2020). Perspectives on paralytic ileus. Acute Medicine &
Surgery, 7(1), e573.
Woodfork, K. (2017). Paralytic Ileus. Journals & Books.