Anda di halaman 1dari 11

JOURNAL READING

Increased risk of borderline ovarian tumors in women with a history of pelvic


inflammatory disease: A nationwide population-based cohort study

Pembimbing: dr. Hesty Duhita Permata, Sp.OG

Disusun oleh:
Bianca Pinky
2017 060 10115

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU KEBIDANAN


DAN PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK ATMAJAYA
RSUD R. SYAMSUDIN SH
2019
Peningkatan Risiko Borderline Ovaran Tumor (BOT) pada Wanita dengan Riwayat
Penyakit Radang Panggul: Sebuah Studi Kohort Berbasis Populasi Nasional
Christina B. Rasmussen, Allan Jensen, Vanna Albieri, Klaus K. Andersen, Susanne K. Kjaer

ABSTRAK

Tujuan

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penyakit radang panggul merupakan sebuah faktor
risiko potensial terjadinya kanker ovarium. Namun, penelitian mengenai hubungan antara radang
panggul dengan Borderline Ovarian Tumor (BOT) masih sedikit. Oleh karena itu, para penulis
melakukan studi kohort berbasis populasi, untuk meneliti mengenai hubungan antara radang
panggul dengan BOT.

Metode

Penelitian ini menggunakan data dari daftar populasi nasional Denmark selama 1978 – 2012,
yaitu wanita yang lahir pada 1940 – 1970. Pada periode tersebut, didapatkan 81.263 wanita
terdiagnosis dengan radang panggul dan 2736 wanita mempunyai BOT (1290 serosa dan 1344
musinosa). Hazard ratio (HR) dan confidence interval 95% (CI) mengenai hubungan antara
radang panggul dengan BOT diestimasikan dengan model regresi Cox dan disesuaikan terhadap
kemungkinan perancu. Riwayat radang panggul dikaitkan dengan peningkatan risiko terjadinya
BOT (HR = 1,39; CI 95% : 1,19 – 1,61).

Hasil

Riwayat radang panggul dikaitkan dengan risiko terjadinya BOT, namun analisis histotype-
spesific mengungkapkan risiko yang signifikan hanya dikaitkan dengan peningkatan risiko BOT
serosa (HR = 1,85; 95% CI: 1,52-2,24).

Kesimpulan

Radang panggul dikaitkan dengan peningkatan risiko BOT serosa. Diperlukan penelitian lebih
lanjut mengenai potensi mekanisme biologis yang mendasari dan identifikasi kelompok wanita
dengan radang panggul yang memiliki risiko menderita BOT serosa.
PENDAHULUAN

Borderline Ovarian Tumor (BOT) adalah bagian dari tumor ovarium, yang terdiri dari 10
– 30% tumor non-benign. BOT mempunyai karakteristik gambaran intermediate yaitu morfologis
antara jinak dan ganas, tetapi tidak terdapat invasi stroma. Namun tumor ini memiliki potensi
untuk menyebar ke luar ovarium dan dapat terjadi berulang. Jika dibandingkan dengan kanker
ovarium, BOT lebih sering terjadi pada wanita dengan usia yang lebih muda dan memiliki
prognosis yang lebih baik, serta diimplementasikan secara terpisaj dalam klasifikasi FIGO
mengenai tumor ovarium pada tahun 1975. Terdapat perdebatan lanjutan mengenai
pengelompokkan BOT dalam penyakit terpisah yang tidak berhubungan dengan kanker ovarium
atau merupakan prekursor kanker ovarium. Oleh karena itu, terdapat studi yang menggabungkan
BOT dengan kanker ovarium dan studi yang memisahkan BOT dari kanker ovarium. Namun
dalam penelitian mengenai BOT, ditemukan banyak persamaan faktor risiko antara BOT dan
kanker ovarium.

Inflamasi dianggap menjadi dasar patogenesis kanker ovarium, oleh karena itu, riwayat
radang panggul dianggap sebagai risiko kanker ovarium. Radang panggul didefinisikan sebagai
inflamasi pada traktus genital bagian atas dan disebabkan oleh infeksi ascending dari traktus
genital bawah. Penelitian mengenai hubungan antara radang panggul dengan risiko BOT masih
sedikit, banyak penelitian yang mengeksklusikan BOT atau menggabungkan BOT dengan kanker
ovarium. Saat ini, hanya terdapat dua studi kasus kontrol dan satu kumpulan analisis mengenai
BOT, semua studi tersebut menunjukkan adanya hubungan antara radang panggul dengan BOT.
Tetapi, pada studi-studi tersebut, informasi mengenai radang panggul merupakan self-report,
sehingga memiliki terjadinya bias dan kesalahan klasifikasi.

Sedikitnya bukti dan jumlah penelitian mengenai potensi hubungan antara radang panggul
dengan risiko BOT, maka diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap topik ini. Oleh karena itu,
para peneliti melakukan studi kohort berbasis populasi nasional, dengan melakukan tindak follow
up selama 35 tahun, tentang asosiasi antara radang panggul dengan risiko BOT menggunakan data
yang bukan self-reported. Para peneliti juga melakukan analisis terhadap BOT secara umum dan
berdasarkan histotype. Para peneliti juga melakukan analisis terhadap efek kapan terjadinya PID
dan jumlah episode PID.
MATERI DAN METODE

Studi populasi

Sejak tahun 1968, semua penduduk Denmark diregistrasikan dengan nomor identifikasi
dan digunakan dalam catatan kesehatan Denmark. Pemberian nomor identifikasi tersebut
dilakukan oleh sistem pencatatan pemerintah dan memiliki pembaharuan informasi secara terus
menerus. Untuk penelitian tersebut, sejumlah wanita yang hidup dan tinggal di Denmark,
diidentifikasi selama 1 Januari 1978 sampai 31 Desember 2012 melalui sistem pencatatan
pemerintah Denmark. Para peneliti membatasi kelompok wanita yang lahir pada tahun 1940 –
1970, dimana pembatasan usia tersebut mengurangi kesalahan klasifikasi paparan radang panggul
diantara wanita usia tua. Kemudian, wanita yang lahir di atas tahun 1970, memiliki follow up yang
inadekuat untuk terjadinya BOT.

Penilaian terhadap paparan radang panggul

Informasi mengenai radang panggul diambil dari pencatatan pasien nasional yang
ditetapkan pada tahun 1977. Catatan tersebut memiliki informasi semua rumah sakit di Denmark.
Diagnosis penyakit dalam catatan pasien nasional, dikodekan dengan International Classification
of Disease (ICD), ICD-8 pada 1977 – 1993 dan ICD-10 pada tahun-tahun selanjutnya. Nomor
indentifikasi personal ditautkan dengan pencatatan pasien nasional, sehingga wanita yang
terdiagnosis radang panggul dari 1 Januari 1978 sampai 31 Desember 2011 dapat teridentifikasi.
Radang panggul diartikan sebagai infeksi traktus genital atas, termasuk endometritis, salpingitis,
ooforitis, peritonitis pelvis, dan abses tubo-ovarian.

Follow up untuk BOT

Penelitian ini dihubungkan dengan bank data patologi untuk mendapatkan informasi
mengenai wanita yang terdiagnosis dengan BOT. Diagnosis patologi dikodekan menurut
Systematized Nomenclature of Medicine (SNOMED). Pengkodean ini untuk membagi BOT ke
dalam histotype-nya. Semua wanita dalam penelitian ini diikuti untuk melihat perkembangan BOT
hingga kematiannya, ooforektomi bilateral, kanker ovarium, emigrasi, atau akhir penelitian,
tergantung apa yang akan terjadi pertama kali. Wanita yang telah memiliki kanker ovarium
(n=220), BOT (n=4) atau ooforektomi bilateral (n=6) dieksklusikan dari studi ini, menyisakan
1.318.925 wanita untuk dianalisis.
Informasi tambahan dan sumber data

Para peneliti mengumpulakn data mengenai kanker ovarium dan ooforektomi bilateral
untuk eksklusi. Data kanker ovarium diambil dari pencatatan kanker Denmark dan riwayat
ooforektomi bilateral diambil dari pencatatan pasien nasional mengenai klasifikasi prosedur
operasi. Hal-hal yang dianggap sebagai perancu potensial yaitu, status paritas, endometriosis,
ligasi tuba dan histerektomi. Informasi jumlah paritas diambil dari Fertility Database. Sedangkan
endometriosis, ligasi tuba, penggunaan kontrasepsi oral dan histerektomi, diambil dari pencatatan
pasien nasional.

Analisis statistik

Penelitian ini menggunakan regresi Cox untuk menentukan hazard ratio (HR) dan 95%
confidence interval (CI) dalam asosiasi radang banggul dengan BOT. Analisis dilakukan secara
keseluruhan dan analisis histotype dilakukan secara terpisah. BOT secara garis besar dibagi
menjadi serosa dan musinosa, maka analisis historype hanya dilakukan pada kedua tipe tersebut.
Semua variable radang panggul dan kovariat lainnya dimasukkan sebagai variabel time-varying.
Dalam penelitian ini, Diberikan jeda waktu 1 tahun sejak diagnosis radang panggul dimasukkan,
untuk menghindari kesalahan interpretasi gejala BOT sebagai salah episode radang panggul. Usia
digunakan sebagai skala waktu. Semua analisis disesuaikan dengan status paritas (0, 1, 2 dan ≥3
anak) karena variabel ini dianggap sebagai perancu potensial.

Selanjutnya, para peneliti melakukan analisis terhadap hubungan potensi dose-response


antara episode radang panggul (1 dan ≥2) dan BOT. Diperlulan jarak minimal dua bulan dari
episode radang panggul pertama untuk menegakkan diagnosis episode yang kedua. Para peneliti
juga menelusuri timing radang panggul dengan melakukan analisis berdasarkan usia dan waktu
sejak radang panggul pertama. Semua analisis juga dilakukan dengan penyesuaian terhadap ligasi
tuba (ya/tidak), histerektomi (ya/tidak), dan endometriosis (ya/tidak). Semua data penelitian
dianalisis dengan software package R, version 3.0.2, dengan nilai p bermakna <0,05.
HASIL

Dari hasil pengambilan data, didapatkan 81.263 wanita dengan radang panggul dan
1.318.925 wanita yang tidak memiliki riwayat radang panggul. Wanita dalam penelitian ini
memiliki median usia 35 tahun saat dimasukkan dalam data penelitian ini dan median usia 54,6
tahun pada akhir follow up. Dari 81.263 wanita dengan radang panggul, 2736 diantaranya
menderita BOT ketika dilakukan follow up (1290 serosa, 1344 musinosa, dan 102 jenis lainnya).
Karakteristik wanita dalam penelitian ini dijabarkan dalam Tabel 1.
Dalam Tabel 2, didapatkan adanya hazard ratio (HR) antara hubungan radang panggul
dengan BOT. Wanita dengan randang panggul secara signifikan memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk menderita BOT secara umum (HR = 1,39; 95% CI: 1,19-1,61). Namun, berdasarkan analisis
histotype, 85% wanita dengan riwayat radang panggul memiliki asosiasi terhadap BOT serosa (HR
= 1,85; 95% CI: 1,52-2,24), sedangkan riwayat radang panggul tidak memiliki asosiasi dengan
BOT musinosa (HR = 1,06; 95% CI: 0,83-1,35).
Berdasarkan analisis menurut jumlah episode radang panggul, para peneliti
mendapatkan peningkatan risiko secara signifikan BOT terutama serosa pada radang panggul
dengan episode dua kali atau lebih. Para peneliti mendapatkan bahwa risiko semakin meningkat
seiring dengan banyaknya jumlah episode radang panggul. Sebaliknya, tidak ditemukan adanya
hubungan antara jumlah episode radang panggul dengan BOT musinosa. Mengenai risiko BOT
menurut waktu sejak episode radang panggul pertama pertama, tidak ditemukan adanya pola yang
meyakinkan, meskipun risiko terjadinya BOT menurun setelah 20 tahun atau lebih sejak episode
radang panggul pertama. Untuk BOT serosa, ditemukan peningkatan risiko yang signifikan secara
statistik di semua kategori waktu sejak PID pertama, meskipun perkiraan risiko sedikit lebih
rendah untuk wanita dengan PID pertama 20 tahun atau lebih yang lalu. Untuk BOT musinosa,
tidak didapatkan hubungan antara waktu sejak pertama kali terjadinya radang panggul. Selain itu,
tidak terdapat perbedaan besar risiko BOT berdasarkan usia saat terjadinya radang panggul
pertama kali, baik untuk BOT secara keseluruhan (p = 0,39) maupun untuk serosa (p = 0,37) atau
musinosa (p = 0,77).

DISKUSI

Penelitian ini merupakan penelitian paling besar yang menginvestigasi hubungan antara
radang panggul dengan risiko BOT. Radang panggul diasosiasikan dengan risiko terjadinya BOT
yang lebih tinggi secara signifikan, tetapi terdapat perbedaan risiko antara BOT serosa dengan
musinosa, yaitu hanya didapatkan peningkatan risiko pada tipe serosa.

Penelitian mengenai asosiasi radang panggul dengan risiko BOT masih sedikit. Para
peneliti mendapat kumpulan analisis yang terdiri dari 13 kasus kontrol dari Ovarian Cancer
Association Consortium (OCAC), yang melaporkan 32% risiko BOT ditingkatkan oleh riwayat
radang panggul. Terdapat dua studi kasus kontrol yang juga melaporkan adanya asosiasi riwayat
radang dengan BOT, tetapi studi tersebut sudang termasuk dalam kumpulan analisis OCAC
sehingga tidak akan dibahas lebih lanjut.

Mengenai asosiasi antara radang panggul dan histotype BOT, para peneliti hanya
mendapatkan peningkatan risiko tipe serosa. Beberapa studi menunjukkan adanya profil faktor
risiko yang berbeda antara tumor musinosa dan non-musinosa, perbedaan tersebut mungkin
diakibatkan oleh perbeddaan patogenesisnya. Seperti pada kanker ovarium serosa, BOT serosa
juga dilaporkan berasal dari tuba falopi dan melibatkan ovarium secara sekunder. Kurman et al.
menyatakan bahwa tipe lesi tuba falopi ditandai dengan papillary tubal hyperplasia (PTH), sering
ditemukan pada BOT serosa, dimana hal ini menunjukkan bahwa sel PTH dapat berimplantasi
pada ovarium dan meningkatkan risiko terjadinya BOT serosa. Kurman et al. juga menemukan
bahwa PTH seringkali diasosiasikan dengan salpingitis kronis atau riwayat penyakit radang
panggul sebelumnya, oleh karena itu dikatakan bahwa inflamasi kronis pada tuba falopi dapat
menginduksi proliferasi epitel dan PTH. Sesuai dengan hal ini, terdapat studi lainnya yang juga
menunjukkan tingginya frekuensi salpingitis kronis memiliki asosiasi dengan BOT serosa.

Patogenesis BOT musinosa belum sepenuhnya dimengerti, tetapi beberapa penelitian


menunjukkan bahwa terjadiya BOT musinosa berasal dari kumpulan sel paraovarium transisional.
Oleh karena itu, berdasarkan histotype ini, dapat diperkirakan bahwa salpingitis/radang panggul
secara spesifik meningkatkan risiko BOT subtipe serosa, hal tersebut sesuai dengan penelitian ini.
Dengan demikian, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi hubungan potensial
radang panggul dengan histotype BOT. Meskipun hasil penelitian ini kompatibel dengan tubal
origin pada subtipe serosa, tetapi penelitian ini tidak membuktikan asalnya.
Tuba fallopi juga dapat berfungsi sebagai saluran untuk agen proinflamasi yang naik dari saluran
genital yang lebih rendah dan mengakibatkan peradangan pada tubo-ovarium junction, hal ini
berpotensi meningkatkan risiko kerusakan secara genotoksik pada epitel permukaan ovarium atau
pembentukan/penutupan kista inklusi di ovarium.

Para peneliti menemukan adanya pola peningkatan risiko BOT berdasarkan jumlah episode
radang panggul. Hal ini sejalan dengan OCAC yang menyatakan bahwa adanya peningkatan risiko
BOT pada radang panggul dengan jumlah episode dua kali atau lebih. Indikasi peningkatan risiko
BOT dengan bertambahnya jumlah episode radang panggul mencerminkan peradangan kronis
semakin besar pada wanita dengan lebih dari satu episode radang panggul.

Meskipun penelitian ini dan penelitian sebelumnya telah menemukan hubungan antara
radang panggul dan risiko BOT serosa, sebagian besar wanita dengan radang panggul tidak akan
menderita BOT. Diperlukan studi lebih lanjut yang mengidentifikasi subkelompok wanita dengan
radang panggul yang berisiko terkena BOT, seperti studi tentang potensi mekanisme biologis yang
mendasari hubungan antara radang panggul dan BOT serosa. Menunda pengobatan untuk radang
panggul berkaitan dengan peningkatan risiko gangguan kesuburan, sehingg threshold yang rendah
direkomendasikan untuk mengobati dugaan radang panggul. Mempertimbangkan hasil penelitian
ini, tingkat kecurigaan yang tinggi terhadap kejadian radang panggul, diperlukan agar pengobatan
infeksi dapat dilakukan dengan cepat dan mengurangi risiko BOT yang diakibatkan oleh
peradangan kronis yang bersifat genotoksik.

Penelitian ini memiliki kelebihan, yaitu menggunakan data yang tidak ambigu dan berasal
dari pencatatan nasional yang berkualitas tinggi dengan tingkat loss to follow up yang rendah,
penelitian kohort yang berukuran besar, jumlah BOT yang banyak, dan waktu follow up yang
panjang. Penelitian ini menggunakan data pencatatan, sehingga tidak ada data self reported, yang
dapat mengakibatkan bias. Selanjutnya, penelitian ini juga mampu melaksanakan analisis
berdasarkan histotype dan menelusuri efek dari waktu terjadinya radang oanggul dan jumlah
episode radang panggul. Kemudian, penelitian ini juga mampu mengontrol perancu potensial,
seperti status paritas, penggunaan kontrasepsi oral, endometriosis, ligase tuba, dan histerektomi.

Penelitian ini juga memiliki beberapa kekurangan. Pertama, kemungkinan kesalahan


klasifikasi riwayat radang panggul, karena pencatatan radang panggul baru dilakukan sejak 1978.
Selanjutnya, penelitian ini tidak memiliki pencatatan diagnosis radang panggul pada pasien yang
berobat dengan rawat jalan sebelum tahun 1955, atau wanita dengan radang panggul subklinis.
Kedua, informasi mengenai BOT pada bank data patologi belum selesai sepenuhnya pada tahun
1997. Ketiga, gejala dari BOT yang tidak spesifik dapat menyebabkan kesalahan diagnosis sebagai
salah satu episode radang panggul. Tetapi, hal ini bukan masalah yang besar, karena setiap wanita
dengan radang panggul dilakukan pemeriksaan ginekologi dan USG, yang dapat mendeteksi
adanya tumor ovarium. Diberikan jeda waktu 1 tahun sejak diagnosis radang panggul dimasukkan,
untuk menghindari kesalahan interpretasi gejala BOT sebagai salah episode radang panggul.
Namun, para peneliti tidak dapat mengeksklusikan kemungkinan bias surveilens pada wanita yang
memiliki gejala sekuele radang panggul (infertilitas faktor tuba atau nyeri panggul kronis), wanita
dengan sekuele radang panggul lebih sering untuk berobat ke dokter dan BOT yang asimptomatik
sering kali ditemukan secara tidak sengaja. Kemudian, walaupun dengan ukuran populasi studi
yang besar, prevalensi radang panggul dan BOT masih rendah pada dua rumah sakit yang menjadi
sumber data, sehingga menyebabkan hambatan terhadap analisis statistic yang presisi.

Sebagai kesimpulan, penelitian ini menunjukan peningkatan risiko secara signifikan pada
BOT terkait dengan radang panggul. Akan tetapi, dari analisis histotype, radang panggul hanya
berkaitan dengan BOT tipe serosa. Hasil ini kompatibel dengan tubal origin pada subtipe serosa,
meskipun penelitian ini tidak membuktikan asalnya, namun sesuai dengan literatur tentang
hubungan antara radang panggul dan risiko BOT yang masih sedikit. Oleh karena itu, studi lebih
lanjut diperlukan, khususnya studi yang berfokus pada identifikasi kelompok wanita dengan
radang panggul yang berisiko tinggi dan studi yang mengeksplorasi potensi mekanisme biologis
yang mendasarinya.

Anda mungkin juga menyukai