Anda di halaman 1dari 8

Nama : Faisal Maulana Irfan

NIM : 1183050046

Kelas : Ilmu Hukum A/5

Dosen : Neng Yani Nurhayani S.H., M.H.

Latihan Soal UTS Waris BW 2019

1.

a. Hazairin berpendapat bahwa UU ini merupakan unifikasi yang unik yang


menghormati secara penuh adanya variasi berdasarkan agama dan kepercayaan
yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Unifikasi tersebut bertujuan hendak
melengkapi segala apa yang tidak diatur hukumnya dalam agama atau
kepercayaannya, karena dalam hal tersebut negara berhak mengaturnya sendiri
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan tuntut an zamannya.

b. Perbedaan Perkawinan menurut BW dan UU No. 1 Tahun 1974

KUHPerdata memandang perkawinan hanya dalam hubungan keperdataan


saja, jadi hanya menyangkut hubungan pribadi antara seorang pria dan seorang
wanita. Sedangkan Undang-undang No 1 Tahun 1974 memandang perkawinan lebih
luas, tidak hanya dalam hubungan keperdataan saja namun juga hubungan antara
manusia dan Tuhan. Tujuan perkawinan tidak disebutkan dalam KUHPerdata
sedangkan dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa tujuan dari
perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Persamaan Perkawinan menurut BW dan UU No. 1 Tahun 1974

Ketentuan yang termuat dalam KUHPerdata maupun Undang-undang No 1


Tahun 1974 menganut prinsip persetujuan diantara kedua calon mempelai maupun
dari pihak keluarga yang tercerminkan dengan adanya permohonan untuk izin
melangsungkan pernikahan apabila kedua calon mempelai ingin melangsungkan
pernikahan.

c. Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974


1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu.
2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Menurut Pasal 2 UU No. 1 tahun 1974, apabila seorang pengantar Agama


mencatat perkawinan antara mereka yang menganut suatu Agama, berfungsilah ia
sebagai soerang pejabat negara dan selaku pencatat perkawinan, yang menyatakan
perkawinan tersebut sah menurut hukum.
Dengan demikian, maka perkawinan menurut Adat diakui, tetapi perlu
diadakan pensyaratan untuk sahnya perkawinan suatu pencatatan. Sebelum adanya
suatu peraturan perundang-undangan, maka yang diperlukan adalah peraturan yang
ada.

Pasal 3 UU No. 1 Tahun 1974

1) Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai
seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
2) Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih
dari seorang apabila dikehendaki oleh fihak-fihak yang bersangkutan.

Undang-undang ini menganut asas monogami. Pengadilan dalam memberi


putusan selain memeriksa apakah syarat yang tersebut Pasal 4 dan 5 telah dipenuhi
harus mengingat pula apakah ketentuan-ketentuan hukum perkawinan dari calon
suami mengizinkan adanya poligami.

2.

a. Dalam Pasal 584 KUHPerdata dinyatakan bahwa “Hak milik atas suatu
benda tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan pemilikan, karena
perlekatan, karena kadaluarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang
maupun menurut surat wasiat, Pasal 830 KUHPerdata secara garis besar
menentukan, bahwa pewarisan hanya terjadi karena kematian. Dengan demikian,
sejak detik kematian tersebut, maka segala hak dan kewajiban pewaris beralih pada
para ahli warisnya. Hubungan antara pasal 584 dan 830 terletak pada perolehan hak
milik atas suatu benda dengan cara pewarisan.

b. Dalam hukum waris perdata berlaku asas-asas yaitu :

1. Hanyalah hak-hak dan kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta benda
yang dapat diwariskan.

2. Adanya saisine bagi ahli waris, yaitu sekalian ahli waris dengan sendirinya secara
otomatis karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, dan segala hak
serta segala kewajiban dari seorang yang meninggal.
3. Asas kematian, yaitu pewarisan hanya bisa terjadi karenya meninggalnya
pewaris.

4. Asas individual, yaitu ahli waris perorangan, secar pribadi menjadi ahli waris
bukan kelompok ahli waris.

5. Asas bilateral, yaitu seseorang bisa mewarisi harta warisaan dari pihak ayah
maupun pihak ibu.

6. Asas penderajaatan, yaitu ahli waris yang derajatnya lebih dekat maka akan
menutup ahli waris yang derajatnya lebih jauh dari pewaris.

c. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata ada dua cara untuk


mendapatkan warisan, yaitu:
1) Sebagai ahli waris menurut Undang-undang. (ab intestato), yaitu suatu
bentuk pewarisan dimana hubungan darah merupakan faktor penentu dalam
hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris.
2) Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament), Ahli waris yaitu orang yang
masih hidup yang oleh hukum diberi hak untuk menerima hak dan
kewajiban yang ditinggal oleh pewaris, Ahli waris ini didasarkan atas
hubungan darah dengan si pewaris atau para keluarga sedarah.

3.

a. Ada dua sikap yang dapat dilakukan ahli waris sebelum pembukaan warisan yaitu :

1) Menerima secara penuh (zuivere aanvaarding), yaitu dapat dilakukan secara


tegas atau secara lain.
2) Menerima dengan reserve (hak untuk menukar) Voorrecht van boedel
beschriyving atau beneffeciare aanvaarding.

b. Pasal 1024 berbicara tentang tentang tenggang waktu berpikir bagi ahli
waris dalam menentukan sikap yaitu apakah akan bersikap menerima warisan atau
menolak. Jika ia menentukan sikap menerima maka menurut Pasal 1044 KUH
Perdata seluruh harta peninggalan harus dicatat pada balai harta peninggalan. Jika ia
menolak maka ahli waris tersebut menurut Pasal 1057 KUH Perdata harus
mendaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri.

c. Golongan Ahli Waris menurut BW

A. Golongan I
Dalam golongan ini, suami atau istri dan atau anak keturunan pewaris yang
berhak menerima warisan. Dalam bagan di atas yang mendapatkan warisan adalah
istri/suami dan ketiga anaknya. Masing-masing mendapat ¼ bagian. Ayah Ibu
Pewaris Saudara Saudara

B. Golongan II
Golongan ini adalah mereka yang mendapatkan warisan bila pewaris belum
mempunyai suami atau istri, dan anak. Dengan demikian yang berhak adalah kedua
orangtua, saudara, dan atau keturunan saudara pewaris. Dalam contoh bagan di atas
yang mendapat warisan adalah ayah, ibu, dan kedua saudara kandung pewaris.
Masing-masing mendapat ¼ bagian. Pada prinsipnya bagian orangtua tidak boleh
kurang dari ¼ bagian

C. Golongan III
Dalam golongan ini pewaris tidak mempunyai saudara kandung sehingga
yang mendapatkan waris adalah keluarga dalam garis lurus ke atas, baik dari garis
ibu maupun ayah. yang mendapat warisan adalah kakek atau nenek baik dari ayah
dan ibu. Pembagiannya dipecah menjadi ½ bagian untuk garis ayah dan ½ bagian
untuk garis ibu.

D. Golongan IV
Pada golongan ini yang berhak menerima warisan adalah keluarga sedarah
dalam garis atas yang masih hidup. Mereka ini mendapat ½ bagian. Sedangkan ahli
waris dalam garis yang lain dan derajatnya paling dekat dengan pewaris
mendapatkan ½ bagian sisanya.

4.

a. Dari pasal 831 BWdapat diketahui jika terjadi dua orang atau lebih yang
sama atau lebih yang saling mewaris itu meninggal dalam waktu yang sama atau
dalam waktu yang hampir bersamaan namun tidak dapat dibuktikan siapa yang
meninggal terlebih dahulu maka diantara keduanya tidak saling mewaris.

b. Selain yang sudah ditentukan dalam pasal 831 BW ada pendapat umum
yang mengatakan bahwa :

1. Apabila yang meninggal salah satu berumur 15 tahun dan yang satu lagi di bawah
15 tahun, maka yang dianggap meninggal lebih dulu adalah yang kurang dari 15
tahun.

2. Apabila yang meninggal salah satu berumur kurang dari 60 tahun, yang lainnya
lebih dari 60 tahun maka yang dianggap meninggal lebih dulu adalah yang berumur
lebih dari 60 tahun.

c. Sifat Hukum Waris Perdata Barat (BW)

 Sistem Pribadi ahli waris adalah perseorangan bukan kelompok ahli waris.
 Sistem Billateral mewaris dari pihak bapak/ ibu (sistem kekerabatan parental)
 Sistem Perderajatan ahli waris yang lebih dekat dengan pewaris menutup ahli waris,
untuk sistem perderajatan dikenal 4 golongan.

5.

a. Dalam hukum waris berlaku suatu asas, bahwa hanyalah hak-hak dan
kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat
diwariskan. Dengan kata lain hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang
dapat dinilai dengan uang saja (Subekti, 1993: 95).
Bila orang yang meninggal dunia tidak membuat testamen, maka dalam
Undang-undang Hukum Perdata ditetapkan pembagian warisan sebagai berikut:

1. Yang pertama berhak mendapat warisan yaitu suami atau isteri dan anak-anak,
masing – masing berhak mendapat bagian yang sama jumlahnya (pasal 852
BW).
2. Apabila tidak ada orang sebagaimana tersebut di atas, maka yang kemudian
berhak mendapat warisan adalah orang tua dan saudara dari orang tua yang
meninggal dunia, dengan ketentuan bahwa orang tua masing-masing sekurang-
kurangnya mendapat seperempat dari warisan (pasal 854 BW).
3. Apabila tidak ada orang sebagaimana tersebut di atas, maka warisan dibagi
dua, separuh untuk keluarga pihak ibu dan separuh lagi untuk pihak keluarga
ayah dari yang meninggal dunia, keluarga yang paling dekat berhak mendapat
warisan. Jika anak-anak atau saudara-saudara dari pewaris meninggal dunia
sebelum pewaris, maka tempat mereka diganti oleh keturunan yang sah (pasal
853 BW).

b. Golongan ahli waris dalam bw dibagi untuk menunjukkan siapa ahli waris
yang lebih didahulukan berdasarkan urutannya. Artinya, ahli waris golongan II tidak
bisa mewarisi harta peninggalan pewaris dalam hal ahli waris golongan I masih ada.

c. Contoh soal : P pada tahun 1975 kawin dengan S dari perkawinan ini
lahirlah B dan C, tahun 1985 S meninggal dunia dan kemudian pada tahun 1986 P
kawin lagi dengan Q, dari perkawinan tersebut lahirlah D, E dan F. Q meninggal
dunia pada waktu melahirkan D, E, dan F. Pada tahun 2000 P meninggal dunia.
6.

a. P meninggal dunia meninggalkan dua orang saudara kandung yaitu C dan D.


tiga orang saudara se ayah yaitu E, F dan G, harta warisan yang ditinggalkan
berjumlah Rp. 20.000.000
b. Yang menjadi ahli waris dari P yaitu, saudara kandung dan saudara seayah P

c. C dan D sebagai saudara kandung dari P masing masing mendapatkan bagian 7/20
jadi jumlah harta warisan yang didapatkan oleh C dan D yaitu Rp. 20.000.000 X
7/20 = Rp.7.000.000 per kepala.

Sedangkan E,F dan G sebagai saudara se-ayah dari P mendapatkan bagian


1/10, jadi jumlah harta warisan yang didapatkan oleh E,F, dan G yaitu : Rp.
20.000.000 X 1/10 = Rp. 2.000.000 per kepala.

d. Dasar hukum dari perhitungan ini adalah pasal 857 BW yaitu “Pembagian
dan apa yang menurut pasal-pasal tersebut di atas menjadi bagian saudara
perempuan dan laki-laki, dilakukan antara mereka menurut bagian-bagian yang
sama, bila mereka berasal dan perkawinan yang sama; bila mereka dilahirkan dan
berbagai perkawinan, maka apa yang mereka warisi harus dibagi menjadi dua
bagian yang sama, antara garis bapak dengan garis ibu dan orang dan orang yang
meninggal itu; saudara-saudara sebapak seibu memperoleh bagian mereka dan
kedua garis, dan yang sebapak saja atau yang seibu saja hanya dan garis di mana
mereka termasuk. Bila hanya ada saudara tiri laki-laki atau perempuan dan salah
satu garis saja, mereka mendapat seluruh harta peninggalan, dengan
mengesampingkan semua keluarga sedarah lainnya dan garis yang lain.”

7.

a.

X
A P Q R S B C

b. Ahli waris P adalah saudara kandungnya, yaitu Q, R dan S, lalu saudara seayah, A
dan saudara seibu, B dan C

c. Bagian A,Q,R, dan S = 1/2 x 1/4 = 1/8


Bagian Q,R,S,B, dan C = 1/2 x 1/5 = 1/10
Bagian Q,R dan S Sebagai saudara kandung menjadi = 1/8 + 1/10 = 9/40
Jadi bagian Q,R dan S = 100.000.000 x 9/40 = 22.500.000 Per kepala
Kemudian bagian A = 100.000.000 x 1/8 = 12.500.000
Lalu bagian B dan C = 100.000.000 x 1/10 = 10.000.000 Per kepala

8.

a. Asas monogami tidak mutlak diartikan bahwa seorang suami dapat mempunyai
lebih dari seorang istri, bila dikehendaki dan sesuai dengan hukum agama si suami.

b. Perjanjian perkawinan adalah perjanjian yang dibuat oleh dua orang suami isteri
untuk mengatur akibat-akibat perkawinan mengenai harta kekayaan. Pengertian
diatas menjelaskan bahwa perjanjian perkawinan mengatur mengenai dua orang
yang melakukan perjanjian perkawinan, dimana perjanjian tersebut mengenai
pengaturan harta kekayaan serta akibat-akibatnya

c. Menurut Pasal 913 KUHPerdata yang dimaksud dengan Legitime Portie adalah
sesuatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada waris, garis
lurus menurut ketentuan undang-undang, terhadap mana si yang meninggal tak
diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang masih hidup,
maupun selaku wasiat. Jadi, pewaris boleh saja membuat suatu wasiat atau
memberikan hibah kepada seseorang, namun demikian pemberian tersebut tidak
boleh melanggar hak mutlak (yang harus dimiliki) dari ahli waris berdasarkan
Undang-Undang tersebut.

d. Pasal 838 BW : Orang yang dianggap tidak pantas untuk menjadi ahli waris, dan
dengan demikian tidak mungkin mendapat warisan, ialah:
1. Dia yang telah dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh
orang yang meninggal itu;
2. Dia yang dengan putusan Hakim pernah dipersalahkan karena dengan fitnah telah
mengajukan tuduhan terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu
kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang
lebih berat lagi;
3. Dia yang telah menghalangi orang yang telah meninggal itu dengan kekerasan
atau perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya;
4. Dia yang telah menggelapkan. memusnahkan atau memalsukan wasiat orang
yang meninggal itu.

e. Mewaris Langsung “uit eigen hoofde” yaitu memperoleh waris karena keduduknya
secara langsung sebagai ahli waris. dan Mewaris dengan cara mengganti atau ahli
waris “bij plaatsvervulling” adalah mewaris dengan cara mengganti atau ahli waris
“bij plaatsvervulling” dimungkinkan adanya penggantian kedudukan seseorang
sebagai waris oleh orang tertentu.

Anda mungkin juga menyukai