Sepsis Neonatorum
Oleh:
Mariska Nada Debora
112017238
Tutor :
dr. Martaviani B, M.Kes, Sp.A
Moderator :
dr. Erita Ilyas, Sp. A
Identitas Pasien
- Nama Pasien : An. A.K
- Jenis Kelamin : Perempuan
- Usia / Tanggal Lahir : 27 hari / 20 Juli 2018
- No. Rekam Medis : 89 – 97 – XX
- Agama : Islam
- Pekerjaan : Dibawah umur
- Alamat : Jl. Mangga Besar
- Tanggal Masuk Rumah Sakit : 20 Juli 2018 pukul 22.14 WIB
Anamnesis : dilakukan secara alloanamnesis dan dari hasil data rekam medik
Dua puluh enam hari masa perawatan bayi diberi tambahan obat prokinetik erisanbe
3x0,5 cc per oral dan untuk mencegah AOP injeksi aminofilin distop, dan ganti caffeine
sitrat 22 mg (loading dose) 24 jam kemudian caffeine sitrat 5,5 mg.
Riwayat kelahiran
Pada 20 Juli 2018, bayi lahir secara spontan dengan section caesaria di RSPAD Gatot
Soebroto Jakarta dari perempuan usia 29 tahun G4P3A0 dengan usia kehamilan 28 minggu,
atas indikasi ketuban pecah dini 5 jam, janin presentasi kaki-kepala dan gamelli. Air ketuban
berwarna putih keruh, banyak dan berbau amis. APGAR score 5/6, Skor downes 1/1/1/1/2 =
6 (gawat napas). Jenis kelamin perempuan, berat badan lahir 930 gram, panjang badan 36 cm,
lingkar kepala 25 cm, lingkar dada 20 cm, lingkar perut 19 cm, lingkar bahu 23 cm. Setelah
lahir, tanda-tanda vital bayi adalah nadi 250x/menit, pernafasan 68x/menit, suhu 35°C. Saat
lahir, bayi merintih, bayi tidak langsung menangis, menangis tidak adekuat, gerak tidak aktif,
mukosa mulut sianosis dan kemerahan, pada thorax tampak retraksi, sesak, sianosis dan
terdapat napas cuping hidung. Kulit turgor baik, tidak pucat, tidak kuning dan tidak ada
kejang. Capillary refill > 3 detik.
Riwayat Makanan
Riwayat Keluarga
No. Tanggal Lahir (Usia) Jenis Kelamin Kondisi saat ini Keterangan
(sehat/lahir
mati/abortus/meninggal)
1. 31 Desember 2018 Laki-laki Sehat
(9 tahun)
2. 5 Februari (4,5 tahun) Laki-laki Sehat
3. 21 Mei 2017 Laki-laki Sehat
(1,4 tahun)
4 20 Juli 2018 (27 hari) Perempuan Sakit
5 20 Juli 2018 (24 hari) Perempuan Meninggal Syok septik
Riwayat Sosial Ekonomi : tempat tinggal keluarga pasien adalah rumah milik sendiri
dengan kondisi rumah bersih, ventilasi ada dan baik, terdiri dari 4 kamar, 3 kamar mandi,
ruang tamu, ruang tengah, dapur dan ruang makan. Lingkungan rumah juga bersih.
B. Pemeriksaan Fisik
Refleks neonatus:
Paru-paru
Inspeksi : kanan : simetris, retraksi tidak ada, tidak terlihat adanya massa
: kiri : simetris, retraksi tidak ada, tidak terlihat adanya massa
Palpasi : kanan : tidak ada retraksi, tidak ada massa
: kiri : tidak ada retraksi, tidak ada massa
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : kanan : suara napas vesikular, tidak ada wheezing, tidak ada ronkhi
: kiri : suara napas vesikular, tidak ada wheezing, tidak ada ronkhi
Jantung
Inspeksi : pulsasi iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : teraba iktus cordis pada sela iga V linea midclavicula kiri, tidak kuat
angkat, tidak ada thrill
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I-II murni regular, tidak ada gallop, tidak ada murmur
Abdomen:
Inspeksi : tampak cembung, tidak tampak kemerahan, tidak ada lesi
Auskultasi : bising usus positif (normoperistaltik)
Palpasi : dinding perut supel, turgor kulit baik, tidak teraba pembesaran organ
………..lien dan hepar
Perkusi : tidak dilakukan
4. CRP positif
5. kultur : kultur diambil sebelum
antibiotoka diberikan.
(25/07/2018)
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Hasil pemeriksaan :
Kesan :
Kesan :
- Udara usus minimal dengan distribusi asimetris disertai dilatasi usus dan penebalan dinding-
dinding usus, sesuai gambaran NEC
(28/07/2018)
(02/08/2018)
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Hasil pemeriksaan : telah dilakukan pemeriksaan USG kepala, dengan hasil sbb :
(07/08/2018)
PEMERIKSAAN ECHOCARDIOGRAPHY
Hasil pemeriksaan : situs solitus, AV VA concordance, balance 4 chambers, all PV drains to LA, no
ASD/VSD/PDA seen, left aortic arch, no CoA, good biventricular function
(13/08/2018)
Bayi lahir dengan tindakan section caesaria dari perempuan 29 tahun G4P3A0 atas
indikasi ketuban pecah dini 5 jam, janin presentasi kaki-kepala gameli, dengan usia
kehamilan 28 minggu dengan berat badan lahir 930 gram. Ketuban berwarna putih keruh dan
berbau amis. APGAR score 5/6, hasil skor downes menunjukkan bayi mengalami gawat
napas. Setelah lahir tanda-tanda vital bayi adalah nadi 250x/menit, pernafasan 48x/menit,
suhu 35°C, bayi merintih, tidak langsung menangis, gerak tidak aktif, mukosa mulut sianosis
dan kemerahan, pada thorax tampak retraksi, sesak, sianosis dan terdapat napas cuping
hidung. Dari hasil pemeriksaan kultur darah didapatkan hasil biakan bakteri Acinetobacter
baumannii.
V. Diagnosis banding
Non medikamentosa :
Medikamentosa :
IX. Prognosis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Sepsis pada neonatus masih merupakan masalah yang belum terpecahkan dalam
pelayanan dan perawatan neonatus. Di negara berkembang hampir sebagian besar neonatus
yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis dan di negara berkembangpun sepsis
tetap merupakan sebuah masalah. Selain itu sepsis memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas
yang tinggi. Dalam laporan WHO yang dikutip Child Health Research Project Special
Report : Reducing Perinatal and Neonatal Mortality ( 1999 ), dikemukakan bahwa 42%
kematian neonatus terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran pernafasan,
tetanus neonatorum, sepsis, dan infeksi gastrointestinal. 1
Sepsis merupakan respon inflamasi tubuh terhadap suatu infeksi. Infeksi tersebut bisa
berupa infeksi lokal maupun sistemik dan dapat disebabkan oleh bakteri, virus, parasit,
ataupun jamur. Respon inflamasi yang ditimbulkan dapat menyebabkan terjadinya kegagalan
organ yang merupakan penyebab kematian dari sepsis. 2
Definisi
Sepsis neonatorum adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti
dengan bakteremia pada bulan pertama kehidupan. Salah satunya menurut The International
Sepsis Definition Conferences (ISDC,2001), sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. 1
Definisi SIRS pada neonatus ditegakkan bila ditemukan 2 dari 4 kriteria dalam tabel.
Salah satu di antaranya adanya kelainan suhu atau leukosit.
Kriteria Definisi
Infeksi Terbukti infeksi (proven infection) bila ditemukan kuman
penyebab, atau tersangka infeksi (suspected infection) bila
terdapat sindrom klinis (gejala klinis dan penunjang lain)
Sepsis SIRS disertai infeksi yang terbukti atau tersangka
Syok Sepsis Sepsis dan disfungsi organ kardiovaskular
Klasifikasi
Dari sisi waktu terjadinya, sepsis dibagi menjadi sepsis awitan dini dan lanjut.4,5
Awitan Dini
usia bayi < 72 jam, didapat saat persalinan, penularan vertikal dari ibu ke bayi dan jenis
bakteri: basil gram negatif, E.coli, klebsiella, Enterococcus, group B streptococcus dan
coagulase negative staphylococci
Awitan Lambat
usia bayi > 72 jam, didapat dari lingkungan, didapatkan secara nosokomial atau dari rumah
sakit dan jenis bakteri: basil gram negative, pseudomonas, klebsiella, MRSA, coagulase
negative staphylococci, Acinetobacter sp. dan coagulase negative
Epidemiologi
Angka kejadian/insidens sepsis di negara berkembang cukup tinggi yaitu 1,818 per
1000 kelahiran hidup dengan angka kematian sebesar 12-68%, sedangkan di negara maju
angka kejadian sepsis berkisar antara 3 per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian
10,3%. Di Indonesia, angka tersebut belum terdata. Data yang diperoleh dari Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo Jakarta, dalam periode Januari - September 2005, angka kejadian
sepsis neonatorum sebesar 13,68% dengan angka kematian sebesar 14,18%. 6
Faktor Resiko7
Terjadinya sepsis neonatorum dipengaruhi oleh faktor risiko pada ibu dan bayi.
Etiologi
Pola kuman penyebab sepsis pun berbeda-beda antar negara dan selalu berubah dari
waktu ke waktu. Bahkan di negara berkembang sendiri ditemukan perbedaan pola kuman,
walaupun bakteri Gram negatif rata-rata menjadi penyebab utama dari sepsis neonatorum.
Oleh karena itu pemeriksaan pola kuman secara berkala pada masing-masing klinik dan
rumah sakit memegang peranan yang sangat penting.1,10
Di RSCM telah terjadi 3 kali perubahan pola kuman dalam 30 tahun terakhir. Di
Divisi Neonatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM pada tahun 2003, kuman
terbanyak yang ditemukan berturut-turut adalah Acinetobacter sp, Enterobacter sp,
Pseudomonas sp. Data terakhir bulan Juli 2004-Mei 2005 menunjukkan Acinetobacter
calcoacetius paling sering (35,67%), diikuti Enterobacter sp (7,01%), dan Staphylococcus sp
(6,81%). 9
Tabel perubahan pola kuman penyebab sepsis neonatorum berdasarkan kurun waktu :
Patofisiologi
Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena
terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion, dan beberapa
faktor anti infeksi pada cairan amnion. Walaupun demikian kemungkinan kontaminasi kuman
dapat timbul melalui berbagai jalan yaitu :1,8,9
Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin melalui
aliran darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin. Keadaan ini
ditemukan pada infeksi TORCH, Triponema pallidum atau Listeria dll.
Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor a/antisepsis misalnya saat
pengambilan contoh darah janin, bahan villi khorion atau amniosentesis. Paparan
kuman pada cairan amnion saat prosedur dilakukan akan menimbulkan amnionitis dan
pada akhirnya terjadi kontaminasi kuman pada janin.
Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih berperan
dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam rongga uterus
dan bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernafasan ataupun saluran
cerna. Kejadian kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan meningkat
apabila ketuban telah pecah lebih dari 18-24 jam.
Setelah lahir, kontaminasi kuman terjadi dari lingkungan bayi baik karena infeksi
silang ataupun karena alat-alat yang digunakan bayi, bayi yang mendapat prosedur
neonatal invasif seperti kateterisasi umbilikus, bayi dalam ventilator, kurang
memperhatikan tindakan a/anti sepsis, rawat inap yang terlalu lama dan hunian terlalu
padat, dll.
Bila paparan kuman pada kedua kelompok ini berlanjut dan memasuki aliran darah,
akan terjadi respons tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai
reaksi tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada
pasien. Tergantung dari perjalanan penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan berbeda.
Patofisiologi sepsis terdiri dari aktivasi inflamasi, aktivasi koagulasi, dan gangguan
fibrinolisis. Hal ini mengganggu homeostasis antara mekanisme prokoagulasi dan
antikoagulasi.
1. Respon inflamasi
Respon sepsis terhadap bakteri Gram negatif dimulai dengan pelepasan
lipopolisakarida (LPS), yaitu endotoksin dari dinding sel bakteri. Lipopolisakarida
merupakan komponen penting pada membran luar bakteri Gram negatif dan memiliki
peranan penting dalam menginduksi sepsis. Lipopolisakarida mengikat protein spesifik dalam
plasma yaitu lipoprotein binding protein (LPB). Selanjutnya kompleks LPS-LPB ini
berikatan dengan CD14, yaitu reseptor pada membran makrofag. CD14 akan
mempresentasikan LPS kepada Toll-like receptor 4 (TLR4) yaitu reseptor untuk transduksi
sinyal sehingga terjadi aktivasi makrofag.
Organisme diatas, memicu kaskade sepsis yang dimulai dengan pelepasan mediator
inflamasi sepsis. Mediator inflamasi primer dilepaskan dari sel-sel akibat aktivasi makrofag.
Kerusakan utama akibat aktivasi makrofag terjadi pada endotel dan selanjutnya akan
menimbulkan migrasi leukosit serta pembentukan mikrotrombi sehingga menyebabkan
kerusakan organ. Aktivasi endotel akan meningkatkan jumlah reseptor trombin pada
permukaan sel untuk melokalisasi koagulasi pada tempat yang mengalami cedera. Cedera
pada endotel ini juga berkaitan dengan gangguan fibrinolisis. Hal ini disebabkan oleh
penurunan jumlah reseptor pada permukaan sel untuk sintesis dan ekspresi molekul
antitrombik. Selain itu, inflamasi pada sel endotel akan menyebabkan vasodilatasi pada otot
polos pembuluh darah.
Pada sepsis terlihat hubungan erat antara inflamasi dan koagulasi. Mediator inflamasi
menyebabkan ekspresi faktor jaringan atau Tissue Factor (TF). Ekspresi TF secara langsung
akan mengaktivasi jalur koagulasi ekstrinsik dan melalui lengkung umpan balik secara tidak
langsung juga akan mengaktifkan jalur instrinsik.
Terdapat kaitan antara jalur ekstrinsik dan intrinsik dan hasil akhir aktivasi kedua
jalur tersebut adalah pembentukan fibrin.
Gambaran Klinis
Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan asfiksia dan
memerlukan resusitasi karena nilai Apgar rendah. Setelah lahir, bayi tampak lemah dan
tampak gambaran klinis sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang
hiperglikemia. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh.
Selain itu, terdapat kelainan susunan saraf pusat (letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah
kadang-kadang terdengar high pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat disertai kejang),
kelainan kardiovaskular (hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan clummy skin). Bayi dapat pula
memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan respirasi
(perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu
pengosongan lambung yang memanjang, takipnea, apnea, merintih dan retraksi).11
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Kuman
A. Kultur Darah
Sampai saat ini pemeriksaan biakan darah merupakan baku emas dalam menentukan
diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hasil biakan baru akan
diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari. Hasil kultur perlu dipertimbangkan secara hati-hati
apalagi bila ditemukan kuman yang berlainan dari jenis kuman yang biasa ditemukan di
masing-masing klinik. Kultur darah dapat dilakukan baik pada kasus sepsis neonatorum
awitan dini maupun lanjut. 10
Pemberian antibiotik pada sebagian besar ibu hamil untuk mencegah persalinan
prematur diduga sebagai penyebab tidak tumbuhnya bakteri pada media kultur. Selain itu
hasil kultur juga dipengaruhi oleh kemungkinan pemberian antibiotik sebelumnya pada bayi
yang dapat menekan pertumbuhan kuman. Hasil kultur negatif palsu juga dapat disebabkan
akibat sedikitnya jumlah sampel darah yang diperiksa. Penghitungan jumlah koloni bakteri
pada bakteremia membutuhkan minimal 1mL darah. Hasil kultur positif palsu dapat terjadi
akibat kontaminasi saat pengambilan sampel.10
B. Pewarnaan Gram
2. Pemeriksaan Hematologi
A. Hitung trombosit
Pada bayi baru lahir jumlah trombosit yang kurang dari 150.000/μL jarang ditemukan
pada 10 hari pertama kehidupannya. Pada penderita sepsis neonatorum dapat terjadi
trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari 150.000/μL)14
D-dimer merupakan hasil pemecahan cross-linked fibrin oleh plasmin. Oleh karena
itu, D-dimer dipakai sebagai petanda aktivasi sistem koagulasi dan sistem fibrinolisis. Pada
sepsis, kadar D-dimer meningkat tetapi pemeriksaan ini tidak spesifik untuk sepsis karena
peningkatannya juga dijumpai pada DIC oleh penyebab lain seperti trombosis, keganasan dan
terapi trombolitik.15
C-reactive protein (CRP) merupakan protein yang disintesis di hepatosit dan muncul
pada fase akut bila terdapat kerusakan jaringan. Sekresi CRP dimulai 4-6 jam setelah
stimulasi dan mencapai puncak dalam waktu 36-48 jam dan terus meningkat sampai proses
inflamasinya teratasi. Cut-off yang biasa dipakai adalah 10 mg/L. Pemeriksaan kadar CRP
tidak direkomendasikan sebagai indikator tunggal pada diagnosis sepsis neonatorum, tetapi
dapat digunakan sebagai bagian dari septic work-up atau sebagai suatu pemeriksaan serial
selama proses infeksi untuk mengetahui respon antibiotik, lama pengobatan, dan/atau
relapsnya infeksi. 16
Pada pemeriksaan AGD pada kasus sepsis, nilai serum laktat dapat menjadi indikator
hipoperfusi jaringan. Peningkatan serum laktat menunjukkan adanya hipoperfusi jaringan
yang signifikan akibat perubahan metabolisme tubuh dari aerob menjadi anaerob.12
Fungsi hati dinilai dengan mengukur kadar bilirubin, alkali fosfatase, SGOT dan juga
SGPT dalam darah. Fungsi ginjal dinilai dengan mengukur kadar kretinin dan BUN dalam
serum. Kedua-dua pemeriksaan in bertujuan untuk deteksi dini kemungkinan kegagalan
organ akibat dari sepsis yang dapat menyebabkan komplikasi yang serius seperti MDOS.12
d. Status koagulasi
Test PT dan PTT dilakukan pada kasus sepsis untuk mengukur ada tidaknya DIC.
DIC adalah salah satu komplikasi yang terjadi akibat dari sepsis yang menggangu sisptem
koagulasi tubuh.18
3. Pencitraan
Pemeriksaan CT Scan diperlukan pada kasus meningitis neonatal kompleks untuk melihat
hidrosefalus obstruktif, lokasi obstruksi dan melihat infark ataupun abses. 5
USG kepala pada neonatus dengan meningitis dapat menunjukkan ventrikulitis, kelainan
ekogenesitas parenkim, cairan ekstraselular dan perubahan kronis. Secara serial, USG kepala
dapat menunjukkan progresivitas komplikasi.16
Diagnosis
Faktor Resiko
Gambaran Klinik
Pemeriksaan Penunjang
Ketiga faktor ini perlu dipertimbangkan saat menghadapi pasien karena salah satu
faktor saja tidak mungkin dipakai sebagai pegangan dalam menegakkan diagnosis pasien.
Faktor resiko sepsis dapat bervariasi tergantung awitan sepsis yang diderita pasien. Pada
awitan dini berbagai faktor yang terjadi selama kehamilan, persalinan ataupun kelahiran
dapat dipakai sebagai indikator untuk melakukan elaborasi lebih lanjut sepsis neonatal.
Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi karena sumber
infeksi yang terdapat dalam lingkungan pasien.
Seorang bayi memiliki risiko sepsis bila memenuhi dua kriteria mayor atau satu kriteria
mayor ditambah dua kriteria minor. Kriteria tersebut yaitu:1
Untuk mengenal kelompok kuman penyebab infeksi secara lebih cepat dapat
dilakukan pewarnaan gram. Tetapi cara ini tidak mampu menetapkan jenis kuman secara
lebih spesifik.
Sel darah putih dianggap lebih sensitif dalam menunjang diagnosis ketimbang hitung
trombosit. Enam puluh pasien sepsis biasnya disertai perubahan hitung neutrofil. Rasio antara
neutrofil imatur dan neutrofil total ( rasio I/T ) sering dipakai sebagai penunjang diagnosis
sepsis neonatal. Sensitivitas rasio I/T ini 60 – 90 %, karenanya untuk diagnosis perlu disertai
kombinasi dengan gambaran klinik dan pemeriksaan penunjang yang lain.
Penatalaksanaan
1. Terapi Antibiotika
Pemberian antibiotika segera setelah satu jam ditegakkan diagnosis sepsis dan
pengambilan kultur darah. Terapi antibiotika empiris spectrum luas dosis inisial penuh, satu
atau beberapa obat berdasarkan dugaan kuman penyebab dan dapat berpenetrasi ke dalam
sumber infeksi. Pada keadaan dimana fokus infeksi tidak jelas, maka antibiotika harus
diberikan pada keadaan penderita mengalami perburukan, status imunologik yang buruk,
adanya kateter intravena berdasarkan dugaan kuman penyebab dan tes kepekaan.5
Evaluasi pemberian antibiotika dilakukan sesudah 48-72 jam berdasarkan data klinis
dan mikrobiologi dengan mempergunakan antibiotika spectrum sempit untuk mengurangi
resistensi bakteri, menurunkan toksisitas dan biaya. Lama pemberian antibiotika 7-10 hari
dipandu oleh respon manifestasi klinis. Antibiotik diberikan sebelum kuman penyebab
diketahui. Terapi dilakukan selama 10-14 hari. Bila terjadi meningitis antibiotik diberikan
selama 14-21 hari dengan dosis sesuai untuk meningitis. 18
Terapi yang diberikan untuk sepsis neonatal yaitu dengan memberikan antibiotik
spektrum luas sambil menungggu biakan darah dan uji resitensi.18
1. Lini pertama :
- Amoxyclav (dosis IV, IM : 50 mg/Kg/dosis)
Usia Gestasi < 37 ≤28 hari tiap 12 jam
>28 hari tiap 8 jam
Usia Gestasi ≤ 7 hari tiap 12 jam
> 7 hari tiap 8 jam
- Gentamisin (dosis iv, IM 5 mg/Kg/dosis)
Berat ≥ 1200 g
2. Lini Kedua
- Piperacilin tazobactam (dosis 50 mg/KgBB/dosis dapat ditingkatkan menjadi 75
mg/KgBB/dosis
≤ 7 hari tiap 12 jam
> 7 hari tiap 6-8 jam
Amikasin (dosis : 7,5 mg/KgBB/dosis)
Usia gestasi < 28 minggu 36 jam
Usia gestasi 28 sd 29 minggu 24 jam
Usia gestasi 30 sd 35 minggu 18 jam
Usia gestasi ≥ 36 minggu 12 jam
3. Lini Ketiga
- Meropenem (dosis 20 sampai 40 mg per KgBB/dosis)
Usia ≤7 hari tiap 12 jam
Usia > 7 hari tiap 8 jam
Pemberian Fresh Frozen Plasma (FFP)
Pada bayi dengan sepsis, pemberian FFP biasanya diberikan apabila ditemukan
gangguan koagulasi. Gangguan koagulasi yang sering dihadapi pasien adalah Koagulasi
Diseminasi Intravaskular/KID (Disseminated Intravascular Coaagulation/DIC). Di samping
faktor koagulasi, FFP juga mengandung antibodi, komplemen, dan protein lain seperti C-
reactive protein dan fibronectin. Walaupun FFP mengandung antibodi protektif tertentu,
namun dalam dosis 10 mL/kg, jumlah antibodi tidak adekuat untuk mencapai kadar proteksi
pada tubuh bayi. Pada pemberian secara kontinyu (seperti 10 mL/kg setiap 12 jam), kadar
proteksi baru dapat dicapai. 20
Selain itu, dapat pula diberikan terapi tambahan untuk mengatasi berbagai defisiensi dan
belum matangnya fungsi pertahanan tubuh bayi baru lahir, serta mengatasi perubahan yang
terjadi dalam perjalanan penyakit, dan cascade inflamasi pada pasien sepsis neonatal. Terapi
tersebut antara lain20 :
Komplikasi
Prognosis
Dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik, tetapi bila tanda
dan gejala awal serta faktor risiko sepsis neonatorum terlewat, akan meningkatkan angka
kematian. Rasio kematian pada sepsis neonatorum 2–4 kali lebih tinggi pada bayi kurang
bulan dan bayi cukup bulan. Rasio kematian pada sepsis awitan dini adalah 15 – 40 % (pada
infeksi SBG pada SAD adalah 2 – 30 %) dan pada sepsis awitan lambat adalah 10 – 20 %
(pada infeksi SGB pada SAL kira – kira 2 %). 8
Pencegahan
a. Pada masa antenatal
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi,
pengobatan terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu, asupan gizi yang memadai,
penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin,
rujukan segera ketempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.24,25,26
b. Pada saat persalinan
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, yang artinya dalam
melakukan pertolongan persalinan harus dilakukan tindakan aseptik. Tindakan intervensi
pada ibu dan bayi seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan).
Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan, melakukan
rujukan secepatnya bila diperlukan dan menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.
24,25,26
c. Sesudah persalinan
Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal,
pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih, setiap
bayi menggunakan peralatan tersendiri, perawatan luka umbilikus secara steril. Tindakan
invasif harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip aseptik. Menghindari
perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan menggunakan larutan
desinfektan sebelum dan sesudah memegang setiap bayi. Pemantauan bayi secara teliti
disertai pendokumentasian data-data yang benar dan baik. Semua personel yang
menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit menular di
isolasi, pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin melalui pemantauan
mikrobiologi dan tes resistensi. 24,25,26
Kesimpulan
Sepsis pada neonatus masih merupakan masalah yang belum dapat dipecahkan yang
karena bersifat multifaktorial, mulai dari faktor ibu, janin, maupun dari pelayanan rumah
sakit. Sepsis neonatorum juga merupakan masalah yang sulit didiagnosa karena pada
neonatus, respon sistem imun tubuhnya tidak selalu menimbulkan gejala seperti sepsis pada
anak yang lebih besar. Tanda dan gejala klasik sepsis pada neonatus mencakup takikardi,
takipneu, leukositosis atau leukopeni, dan hipertermi atau hipotermi. Selain itu bila
didapatkan sepsis berat dapat ditemukan disfungsi organ-organ tertentu, seperti jantung, hati,
paru-paru, ginjal, dan sebagainya. Ketika kegagalan organ sudah mencapai derajat tertentu,
akan menyebabkan terjadinya septik syok yang dapat segera menyebabkan sindrom disfungsi
multiorgan yang berakhir pada kematian bila tidak mendapatkan penatalaksanaan yang tepat.
Penatalaksanaan sepsis pada umumnya mencakup eradikasi infeksi dengan antibiotika
selektif, terapi adjuvant untuk mendukung status organ neonatus.
BAB III
ANALISIS KASUS
Bayi A, putri keempat Ny. I.S yang dilahirkan pada tanggal 20 Juli 2018 di RSPAD
Gatot Soebroto. Bayi lahir dengan berat badan 930 gram dan usia gestasi adalah 28 minggu.
Hal ini menunjukkan bahwa pasien merupakan bayi prematur dan BBLASR.
Pada bayi ini didiagnosa sepsis, berdasarkan kriteria mayor adalah denyut jantung janin
menetap >160x/menit, ketuban berbau dan kriteria minor nilai apgar rendah 4/6, BBLSR
<1500 gram, usia gestasi < 38 minggu dan kehamilan ganda. Didapatkan 2 mayor dan 4
minor sehingga pasien memiliki resiko sepsis. Berdasarkan faktor risiko dari ibu didapatkan
KPD 5 jam dengan ketuban berwarna putih keruh dan berbau amis, kehamilan multiple,
persalinan dan kehamilan kurang bulan dan faktor risiko dari bayi adalah prematuritas dan
berat lahir rendah, dirawat di rumah sakit, penggunaan alat seperti pemakaian ventilator,
kateter dan infus, terdapat asfiksia neonatorum, dan pemberian nutrisi parenteral.
Selain itu dari hasil pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir, pada perjalanan awal penyakit
didapatkan TTV HR 250x/menit, RR 68x/menit, suhu 35°C. Bayi A mengalami hipotermi
yaitu suhu 35 derajat celcius pada usia 1 hari dan gambaran klinis lain yang terdapat pada
Bayi A yang terkait dengan gejalan non spesifik sepsis adalah manifestasi gangguan
pernafasan yang ditunjukkan dengan adanya retraksi. Hal ini menunjukkan adanya gangguan
fungsi sistem organ pernapasan dari perjalanan sepsis yang terjadinya <72 jam sehingga bayi
dicurigai menderita sepsis awitan dini. Dan dilakukan pemeriksaan septic workup didapatkan
beberapa hal yang memenuhi kriteria diagnosis sepsis neonatorum yaitu leukosit : 3910/uL ;
1660/uL ; 2720/uL, trombosit: 650.000/uL ; 969.000/uL; 612.000/uL dan CRP : 1.8 mg/dL
dan dari hasil pemeriksaan kultur darah didapatkan bakteri Acinetobacter baumanii.
Acinetobacter baumanii adalah basil gram negatif aerob pleomorfik (mirip dengan
tampilan Haemophilus influenzae pada pewarnaan gram) umumnya terisolasi dari lingkungan
rumah sakit dan pasien yang dirawat di rumah sakit. Infeksi akibat bakteri ini sering terlibat
dalam berbagai infeksi nosokomial pada saluran kemih, infeksi luka operasi, infeksi
pembuluh darah, ventilator associated pneumonia (VAP) dan meningitis khususnya pasien
dengan sistem imun rendah yang berada di intensive care unit (ICU), dimana bakteri ini
sering ditemukan pada infeksi nosocomial dan penyebab infeksi sistemik di ruang perawatan
intensif yang paling sering ditemukan, terutawa pada sepsis awitan lama.
Terdapat ketidaksesuaian antara gejala klinis dengan temuan hasil kultur darah pada
Bayi A. Berdasarkan awitan instabilitas suhu yang terjadi di hari pertama dan gejala klinis
lainnya, keadaan Bayi A dapat diklasifikasikan ke dalam sepsis awitan dini. Namun,
berdasarkan hasil kultur darah, ditemukan jenis bakteri yang sering menjadi etiologi pada
sepsis awitan lama. Padahal, klasifikasi sepsis neonatal tergantung dari dua hal yaitu waktu
paparan kuman dan macam kuman penyebab infeksi. Sehingga tidak dapat dipastikan
klasifikasi sepsis pada Bayi T tergolong awitan dini atau awitan lambat.
Sebelum didapatkan hasil kultur darah, Bayi A mendapatkan terapi antibiotik lini
pertama berupa ampisilin dan gentamisin. Setelah dipastikan jenis bakteri penyebab sepsis
yaitu Acinetobacter baumanii yang merupakan golongan bakteri gram negative dan hasil
pemeriksaan resistensi antibiotik, maka antibiotik diganti menjadi meropenem yang
merupakan first choice untuk infeksi Acinetobacter baumanii, diberikan dengan dosis 10-40
mg/kgBB/hari setiap 8 jam.
Daftar Pustaka
4. The Merck Manuals Online Medical Library. Neonatal Sepsis (Sepsis Neonatorum);
2009
11. Sumarmo,Gama Herry, Hadinegoro Sri Rezeki. Sepsis dan syok septic. Buku ajar
ilmu kesehatan anak . infeksi dan penyakit tropic. Ikatan dokter anak Indonesia,
Jakarta 2002 : 391-398
13. Powell KR. Sepsis dan Syok. Dalam: Nelson, Behrman, Kliegman, Arvin (editor).
Ilmu Kesehatan Anak. Vol 2.ed 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000.
Hal 869 – 870
14. Sankar MJ, Ramesh A, dkk. Sepsis In The Newborn. Division of Neonatologi
Department of Pediatrics. Accessed August 2018. Available from URL
http://www.newbornwhocc.org/pdf/sepsis_innewborn.pdf
15. Family Practice Notebook. Neonatal Sepsis. August 2018. Available from URL
http://www.fpnotebook.com/Nicu/ID/NntlSps.htm
16. Harianto A. Sepsis Neonatorum. SMF Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran
UNAIR Surabaya. Accessed August 2018. Available from URL
http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-
tsyz266.htm
17. Hassan, Rusepno, et al (ed). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UI. Jakarta. 1985
18. Hegar, badriul. Tribowo, partini., Irfan, evita bermansah. Update in Neonatal
Infections. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM ; Jakarta : 1- 127
20. Nelson. Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak, Ed.
15, Vol. 1, Jakarta: EGC, 1996; 562-72
21. Sepsis Neonatal. Diakses pada Agustus 2018. Diunduh dari http://www.idai.or.id