Karsinoma Nasofaring
Karsinoma Nasofaring
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Nasofaring
belakang rongga hidung atau koana, tepat di bawah dasar tengkorak yang
rongga hidung melalui koana, bagian superior berbatasan dengan dasar tengkorak,
bagian posterior berbatasan dengan fasia prevertebralis dari atlas dan axis,
sedangkan bagian inferior berbatasan dengan palatum mole dan orofaring setinggi
ismus faring. Pada kedua dinding lateral nasofaring terdapat ostium tuba
torus tubarius. Di bagian posterior torus tubarius ini terdapat lekukan kecil yang
agak datar disebut resesus faringeal lateralis atau fosa Rosenmuller, merupakan
tempat tersering awal mula kanker nasofaring. Tepi atas dari torus tubarius adalah
tempat melekatnya muskulus levator veli palatini. Perluasan tumor pada KNF
akan mengganggu fungsi dari muskulus ini untuk membuka ostium tuba (William,
2006).
5
6
Dinding nasofaring diliputi oleh mukosa dengan banyak lipatan atau kripta.
Secara histologis mukosa nasofaring dibentuk oleh epitel berlapis silindris bersilia
Fosa Rosenmuller terletak di apeks dari ruang parafaring ini merupakan tempat
yang demikian dan sifat KNF yang invasif, menyebabkan mudahnya terjadi
gambaran klinis.
pertama adalah kelompok nodul pada daerah retrofaringeal yang terdapat pada
fasia prevertebra. Pada dinding lateral di daerah tuba Eustachius paling kaya akan
sisi rantai kelenjar spinal dan jugularis interna, rantai kelenjar ini terletak di
kompleks dan membentuk pleksus yang saling menyilang melewati garis tengah.
Aliran getah bening menuju arah posterior, selanjutnya ke kelenjar getah bening
Rouviere di ruang retrofaring bagian lateral dan retro parotis kemudian menuju ke
rangkaian kelenjar getah bening di sekitar vena jugularis interna bagian superior,
2.2 Epidemiologi
yakni 25-50 per 100.000 orang per tahun (Lu X dkk. 2013). Di Asia Tenggara
(Thailand, Vietnam, Indonesia, Malaysia dan Singapura) insiden KNF 5-9 kasus
per 100.000 orang per tahun (Chen M dkk. 2013) sedangkan Eropa dan Amerika
Utara memiliki insiden yang rendah yaitu 1-2 kasus per 100.000 orang per tahun.
2009). Globocan (2012) menemukan di Indonesia insiden KNF sebesar 6,5 per
100.000 penduduk dan insiden KNF dari seluruh kanker sebesar 4,4% (Anonim,
RSUP Sanglah Denpasar sepanjang tahun 2014 ditemukan 97 kasus KNF baru.
Umur rata-rata penderita KNF terbanyak yaitu 41-50 tahun (Lutan, 2003; Delfitri
dkk. 2007). KNF lebih sering dijumpai pada pria dibanding wanita yaitu 2-3:1
adanya infeksi VEB, genetik dan lingkungan. Faktor-faktor lain yang juga
merupakan penyebab KNF ialah keadaan sosial ekonomi yang rendah, ras/suku,
menggunakan asap dupa dan zat yang bersifat karsinogenik seperti nitrosamin
yang banyak terdapat pada makanan yang diasinkan (William, 2006; Averdi,
2007).
limfoma Burrkitt dan KNF. Pada KNF terbentuk antibodi khusus yang tidak
Imunoglobulin (Ig) G dan IgA terhadap viral capsid antigen (VCA) dan terhadap
early antigen (EA), antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC) dan VEB-
DNA (Deoxyribosa Nucleic Acid). Antibodi ini ternyata hanya meninggi pada
pasien KNF tipe non keratinizing dan undifferentiated, sedangkan pada tipe
keratinizing antibodi tidak ditemukan atau titernya sangat rendah (William, 2006).
Gejala klinis KNF tidak spesifik, mirip dengan infeksi hidung lainnya dan
KNF datang berobat sudah dalam stadium lanjut dan dengan gejala pertama
berupa benjolan di leher. Gejala dini ketika tumor masih terbatas di nasofaring
adalah rasa penuh di telinga, rasa berdenging atau krebek-krebek dan kadang
9
disertai dengan penurunan pendengaran. Gejala ini disebabkan oleh oklusi muara
tuba Eustachius akibat pendesakan tumor. Bila oklusi berlangsung lama dapat
terjadi otitis media serosa sampai otitis media supuratif kronis. Gejala hidung
dapat berupa pilek-pilek lama, hidung buntu, epistaksis dan ingus bercampur
Tumor dapat meluas ke arah superior menuju ke intra kranial dan menjalar
sepanjang fosa kranii media. Tumor dapat masuk ke rongga tengkorak melalui
foramen laserum, menimbulkan kerusakan atau lesi pada kelompok saraf kranialis
anterior yaitu N. III, IV, V dan VI. Perluasan tumor ke arah anterior menuju
menyebabkan lesi pada saraf kranialis I dan II. Tumor yang besar dapat mendesak
palatum mole, menimbulkan gejala obstruksi jalan napas atas dan jalan makanan.
kelompok saraf kranialis posterior yaitu N. IX, X, XI dan XII serta nervus
simpatikus servikalis yang berjalan menuju fisura orbitalis. Dua jenis sindrom
yang melibatkan gangguan saraf kranial IX, X, XI dan XII dan petrosphenoid
syndrome dengan gangguan saraf kranial III, IV, V dan VI. Lesi saraf kranial II
juga bisa terjadi melalui foramen laserum (William, 2006; Wolden, 2006).
Metastasis tumor ke kelenjar getah bening regional sering terjadi yaitu sekitar
mengadakan metastasis jauh mengenai organ tubuh yang lain seperti tulang, hati
2.5 Diagnosis
Diagnosis KNF ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
gejala yaitu 3 dari 4 gejala ( gejala hidung, telinga, intrakranial dan tumor leher).
Pada stadium dini seringkali sulit menengakkan diagnosis oleh karena gejalanya
tidak khas dan tumor primernya sulit dilihat. Pemeriksaan nasofaring harus
sekitarnya, destruksi pada tulang dasar tengkorak serta metastasis jauh. Untuk
yang dapat ditentukan besar dan perluasan tumor nasofaring dengan lebih akurat
nasofaring sampai saat ini merupakan standar baku emas untuk menegakkan
2.6 Histopatologis
(WHO) tahun 2005 dibagi atas 3 tipe yaitu: a) Keratinizing squamous cell
dan differentiated. c) Basaloid squamous cell carcinoma. Dari ketiga jenis ini
11
karsinoma sel skuamosa dengan keratin tidak begitu radiosensitif dan tidak
Thompson, 2006).
Metastasis (TNM) oleh American Joint Committee on Cancer (AJCC) tahun 2012
T = Tumor primer
T2a : tumor meluas ke orofaring dan atau rongga hidung, tanpa perluasan ke
parafaring
M = Metastase jauh
Stadium klinis
Stadium 0 : Tis N0 M0
Stadium I : T1 N0 M0
Stadium IIB : T1 N1 M0
T2a N1 M0
T2b N0,N1 M0
Stadium III : T1 N2 M0
T2a,T2b N2 M0
T3 N0,N1,N2 M0
kemoterapi. Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam
kesintasan pasien terlepas dari terapi yang telah dijalani. Faktor prediktif adalah
faktor yang bisa memperkirakan tingkat kesembuhan yang terkait dengan jenis
40-60%. 5 ysr KNF stadium I sekitar 85-95%, stadium II sekitar 70-80%, stadium
yang lebih baik karena tingkat radiosensitifitasnya sedangkan KNF tipe sel
tahapan fenotip dan genotip. Kanker ganas memiliki beberapa macam fenotip
penyebab kanker baik internal dan eksternal. Faktor internal berhubungan dengan
gen yang berperan pada siklus sel dalam proses pertumbuhan tumor. Ada 2
golongan gen, yaitu kelompok pemicu terjadinya tumor disebut tumor onkogen
terjadinya tumor disebut tumor supresor gen contohnya gen p53. Banyak peneliti
Gambar 2.9
Skema Dasar Sederhana Molekuler Kanker (Kumar dkk. 2010)
15
protein supresor gen. Gen p53 adalah gen resesif terdapat pada lengan pendek
kromosom nomer 17, region 1 dan pada band 1 sampai 3, dikode sebagai 53
kilodalton fosfoprotein. Titik mutasi gen p53 dijumpai pada ekson 5-8 yang
terakumulasi pada inti sel kanker dan sifat onkogenik p53 merupakan hasil dari
Protein p53 mengatur aktivasi transkripsi gen yang berperan dalam respon sel
terhadap stres lingkungan, efek genotoksik (seperti alterasi DNA yang disebabkan
oleh sinar ulraviolet, radiasi, karsinogen, obat sitotoksik), maupun efek non
mengontrol dan menghentikan siklus sel, berperan dalam perbaikan DNA dan
banyaknya mitra interaksi, penyimpangan pada p53 sangat sering ditemukan pada
semua jenis sel kanker. Protein p53 ini dalam keadaan normal disebut sebagai
16
guardian of the genome yang dapat melindungi proliferasi sel dari kerusakan
kegagalan atau inaktivasi dari gen p53. Inaktivasi ini bisa menyebabkan hilangnya
fungsi penekan tumor. Jika terjadi inaktivasi gen p53 yang disebabkan oleh faktor
genetik dan lingkungan maka fungsi p53 menjadi tidak stabil dan tidak
Akibatnya sel-sel yang rusak terus berdiferensiasi dan timbul proses keganasan,
seperti yang terjadi juga pada kasus keganasan nasofaring (Cottrill, 2003; Kumar
dkk. 2010).
tempat pertama infeksinya yaitu sel-sel epitel orofaring akan memasuki sel, dapat
bersifat menetap (persisten), tersembunyi (laten) dan sepanjang masa (long life).
Hal ini membuat sel yang terinfeksi menjadi immortal melalui induksi
Protein yang dihasilkan oleh gen p53 dalam keadaan aktif dan normal disebut
dengan p53 tipe wild, merupakan faktor transkripsi multifungsional yang meliputi
paruh yang pendek, kadarnya dalam inti sangat kecil dan cepat menghilang pada
sel normal sehingga tidak terdeteksi dengan teknik pemeriksaan IHK. Jika terjadi
mutasi yaitu suatu virus DNA seperti VEB dapat mengikat p53 tipe wild akan
proliferasi dan transformasi sel (Decker, 2004). Ekspresi p53 ini banyak
ditemukan dengan kadar yang tinggi di dalam sel atau jaringan yang mengalami
Pada sel normal, akumulasi p53 tipe wild akan menghentikan siklus sel pada
fase periode antara pembelahan inti sel sebelumnya dengan permulaan sintesis
DNA/gap1 (fase G1) dan menginduksi apoptosis, sehingga tidak terbentuk sel-sel
baru dengan DNA yang rusak. Pada sel-sel yang mengalami mutasi akan
menyebabkan fungsi p53 menjadi tidak aktif dan tidak dapat berfungsi untuk
pembelahan sel akan terus berlangsung tanpa kontrol dan akibatnya akan
terbentuk sel-sel baru dengan DNA yang rusak. Sel-sel baru inilah yang
mekanisme inhibisi supresor tumor ini unik pada KNF. Pada kebanyakan kanker
kepala leher, kadar p53 yang rendah disebabkan oleh mutasi. Namun ekspresi p53
pada KNF tidak mengikuti pola klasik ini. Pada KNF tidak terjadi mutasi pada
gen p53, tetapi inaktivasi p53 disebabkan karena suatu protein virus DNA seperti
VEB yang mengikat protein p53 normal (p53 tipe wild) dan menghilangkan
fungsi protektifnya sehingga mengganggu fungsi kerja dari p53. (Chou, 2008;
Hal ini menunjukkan mengapa proses inaktivasi p53 umumnya terjadi pada
fase lanjut dari progresivitas suatu sel tumor. Pada keadaan dimana kejadian ini
berlangsung terus menerus maka akan makin banyak sel-sel yang rusak sehingga
derajat differensiasi makin buruk dan stadium akan makin tinggi sehingga
prognosis akan makin buruk pula (Kumar dkk. 2010). Pada KNF, umumnya
yang buruk (Ho, 2001). Masih diperdebatkan bahwa akumulasi p53 yang
Amplied (B-SA) dengan antibodi primer tipe monoclonal p53 Dako yang berasal
dari mouse IgG1 (Ab No.240M). Karakteristik IHK yang digunakan adalah
terdapatnya granul halus berwarna coklat pada inti sel yang menunjukkan adanya
ekspresi p53 dalam sel atau jaringan tersebut (Cottrill, 2003). Penilaian ekspresi
p53 berdasarkan penjumlahan presentase sel tumor yang positif menurut skor
intensitas pengecatan dengan skor 0-4+. Pembacaan hasil dengan menghitung inti
sel yang menunjukkan reaksi positif untuk protein p53 dengan skor 0-4+ dimana:
skor 0 = tidak ada sel tumor yang tercat; 1+ = <10% sel tumor yang tercat; 2+ =
10-25% sel tumor yang tercat; 3+ = 26-50% sel tumor yang tercat; dan 4+ jika
>50% dari sel tumor yang tercat, dimana skor 0 sampai 1+ dikategorikan sebagai