Anda di halaman 1dari 22

PRAKTIKUM FITOFARMAKA

TUGAS 2
Penentuan Parameter Mutu Ekstrak Rimpang Kaempferia
galanga L.
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitofarmaka

KELOMPOK: 3
KELAS: B

1. Mutiara Yunan Almadani (201710410311068)


2. Dina Rosida Syarif (201710410311067)
3. Dhiky Ari Prasetya (201710410311069)
4. Latifah Wahyu Safitri (201710410311070)
5. Nindya Valya Diwayanti (201710410311071)
6. Mutia Elyani ( 201710410311072)

DOSEN PEMBIMBING:
Siti Rofida, M.Farm., Apt.
Amaliyah Dina A., M.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara tropis dengan keanekaragaman hayati di bidang hasil
pertanian, khususnya rempah-rempah. Bahan alam memiliki keanekaragaman struktur kimia
dan tidak menimbulkan efek samping yang merugikan tubuh, salah satunya adalah kencur.
Kencur menunjukkan aktivitas antioksidan. Penelitian tentang pengolahan kencur
menunjukkan ekstrak kencur mampu menghambat oksidasi, karena ekstrak kencur
mengandung kurkuminoid dan polifenol (Pujimulyani et al, 2010).
Kencur mempunyai kandungan kimia antara lain minyak atsiri 2,4-2,9% yang terjadi
atas etil parametoksi sinamat (30%), kamfer, borneol, sineol, penta dekana, cinnamal,
aldehide, asam motilp-cumarik, paraeumarin, asam anisic, gom, pati dan mineral. Adanya
kandungan etil para metoksi sinamat dalam kencur yang merupakan senyawa turunan sinamat
(Inayatullah, 1997). Kandungan kimia tersebut sangat berguna bagi obat-obatan, terutama
obat batuk, sakit perut dan obat pengeluaran keringat (Muhlisah 1999).
Persyaratan mutu suatu simplisia dikatakan memenuhi syarat apabila tertera dalam
monografi simplisia. Persyaratan mutu yang tertera dalam monografi simplisia antara lain
susut pengeringan, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar abu total, kadar abu
tidak larut asam, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, dan kandungan kimia simplisia
meliputi kadar minyak atsiri dan kadar kurkuminoid. Persyaratan mutu ini berlaku bagi
simplisia yang digunakan dengan tujuan pengobatan dan pemeliharaan kesehatan (Depkes,
2008).
Ekstrak sebagai bahan dan produk kefarmasian yang berasal dari simplisia harus
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan untuk dapat menjadi obat herbal terstandar atau
obat fitofarmaka. Salah satu parameter mutu ekstrak secara kimia adalah kandungan senyawa
aktif simplisia tersebut.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu menentukan parameter
spesifik yang terdapat didalam ekstrak rimpang kencur.
1.3 Manfaat
Mahasiswa mengetahui dan memahami cara menentukan parameter mutu spesifik
yang terdapat didalam ekstrak rimpang kencur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Kencur (Kaempferia galanga L.)


Merupakan bahan alamiah kering berupa rimpang (rhizoma) dari tanaman kencur
(  Kaempferia galanga L.) yang digunakan untuk obat dan belum mengalami pengolahan
apapun. Tanaman ini sudah berkembang di Pulau Jawa dan diluar Jawa seperti Sumatra
Barat, Sumatra Utara dan Kalimantan Selatan. Sampai saat ini karakteristik utama yang dapat
dijadikan sebagai pembeda kencur adalah daun dan rimpang. Berdasarkan ukuran daun
dan rimpangnya, dikenal dua tipe kencur, yaitu kencur dengan bentuk daun lebar yang
berukuran rimpang besar dan kencur dengan bentuk daun sempit yang berukuran rimpang
lebih kecil (Syukur dan Hernani, 2001).
2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan
Tanaman   Kaempferia galanga mempunyai klasifikasi dalam sistematika tumbuhan
taksonomi sebagai berikut :

(Gambar 1. Tanaman Kaempferia galanga L.)


Kingdom : Plantae
Sub kingdom  : Tracheobionta
Super divisi  : Spermatophyta
Divisi  : Magnoliophyta
Kelas  : Liliopsida
Sub kelas  : Commelinidae
Ordo  : Zingiberales
Family  : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia
Spesies : Kaempferia galanga L.
2.1.2 Makroskopik
Kencur termaksud jenis herba atau terna berbatang semu pendek, bahkan tidak
berbatang. Memiliki jumlah daun antara 2-3 helai dan letaknya saling berlawanan.
Rimpangnya kokoh, bercabang banyak, rapat seperti umbi, tidak berserat dan diameter
sampai 1,5cm. apabila rimpang dipotong melintang akan terlihat bagian tengahnya berwarna
putih, berempulur dan transparan. Kulit rimpangnya berwarna coklat mengkilap, licin dan
tipis sekali. Kencur termasuk tanaman yang memiliki akar yang banyak, berdaging dan pada
bagian ujungnya sering kali mengembung berbentuk lonjong seperti telur atau bulat. Daunnya
berdaging agak tebal, mudah patah, berbentuk elips, melenar atau bundar. Daun kencur
tumbuh mendatar dan bertangkai sangat pendek sehingga terlihat hampir rata sejajar dengan
permukaan tanah. Ukuran daun beragam antara 6-15 cm x (2-3 cm) 5-10 cm. Sering kali
dijumpai daun-daun yang tepinya berwarna merah kecoklatan (Afriastini, 2002).
2.1.3 Pemerian Simplisia
Irisan pipih; bau khas; rasa pedas; bentuk hampir bundar sampai jorong atau tidak
beraturan; tebal 1-4mm; Panjang 1-5cm, lebar 0,5-3 cm; bagian tepi berombak dan
berkeriput, warna coklat sampai coklat kemerahan, bagian tengah berwarna putih sampai
putih kecoklatan. Korteks sempit, lebar lebih kurang 2mm; warna putih (Farmakope Herbal
Indonesia, 2008).
2.1.4 Kegunaan Rimpang Kencur
Zingebraceae telah ditemukan sebagai sumber yang diperlukan sekali untuk agen
pencegah kanker sejak tumbuhan dari famili Zingeberaceae didemonstrasikan kemungkinan
efek hambatnya pada pertumbuhan kanker payudara (MCF-7), kanker kolon (HT- 29 dan
Col2),kanker paru- paru (A549), kanker perut (SNU- 638), dan kanker servic (CaSki).
Dilaporkan juga pada skrining ekstrak atau minyak esensial dari sejumlah anggota famili
Zingiberaceae yaitu dapat melawan strain bakteri, jamur, dan ragi (Tang et al., 2014).
Ekstrak dari Kaempfreia galanga L. memiliki aktivitas antiinflamasi, analgesik,
nematasida, penolak nyamuk, larvisida, vasorelaksan, sedatif, antineoplastik, antimikroba,
antioksidan,antialergi dan penyembuh luka (Umar et al., 2011). Etil p- metoksisinamat dan
etil sinamat ditemukan sebagai senyawa vital yang berperan dalam kebanyakan sifat
farmakologi. Efek aktinosiseptik dari ekstrak Kaempferia galanga L. sebanding dengan
aspirin, mengingat efek nematisida Kaempferia galanga L. bahkan lebih poten dari pada
Carbofuran dan Nametan (Umar et al., 2011). Rimpang kencur berkhasiat untuk obat batuk,
pengompresan bengkak, penambah nafsu makan dan juga sebagai minuman segar (Rukmana,
1994).

2.2 Standarisasi
Standardisasi dalam kefarmasian tidak lain adalah serangkaian parameter, prosedur
dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur- unsur terkait pradigma mutu
kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi syarat standar (kimia, biologi dan farmasi),
termasuk jaminan (batas- batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya. Dengan
kata lain, pengertian standardisasi juga berarti proses menjamin bahwa produk akhir obat
(obat, ekstrak atau produk ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan
ditetapkan terlebih dahulu. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak yaitu faktor
biologi dari bahan asal tumbuhan obat dan faktor kandungan kimia bahan obat tersebut.
Standardisasi ekstrak terdiri dari parameter standar spesifik dan parameter standar non
spesifik (Depkes RI, 2000).
2.2.1 Parameter Spesifik
Penentuan parameter spesifik adalah aspek kandungan kimia kualitatif dan aspek
kuantitatif kadar senyawa kimia yang bertanggung jawab langsung terhadap aktivitas
farmakologis tertentu.Parameter spesifik ekstrak meliputi :
2.2.1.1 Identitas
Parameter identitas ekstrak meliputi deskripsi tata nama meliputi nama ekstrak
(generik, dagang, paten), nama latin tumbuhan (sisitematika botani), bagian tumbuhan yang
digunakan (rimpang, daun, dan sebagainya) dan nama Indonesia tumbuhan. Penentuan
parameter ini dilakukan untuk memeberikan identitas obyektif dari nama dan spesifik dari
senyawa identitas, yaitu senyawa tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan metode
tertentu (Dekes RI, 2000).
2.2.1.2 Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak merupakan pendeskripsian bentuk, warna, bau, rasa
dengan menggunakan pancaindera. Penentuan parameter ini dilakukan untuk memberikan
pengenalan awal yang sederhana dan seobyektif ini (Depkes RI, 2000).
a. Bentuk: padat, serbuk-kering, kental, cair.
b. Warna: kuning, cokelat, hitam dll.
c. Bau: aromatik, tidak berbau, dll.
d. Rasa: pahit, manis, kelat, pedas, dll.
2.2.1.3 Senyawa Terlarut dalam Pelarut Tertentu
Parameter senyawa terlarut dalam pelarut ditentukan dengan cara melarutkan ekstrak
dengan pelarut (alkohol atau air) untuk ditentukan jumlah solut yang identik dengan jumlah
senyawa yang terlarut dalam pelarut lain, misalnya heksana, diklorometan, metanol.
Penentuan parameter ini dilakukan untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa
kandungan (Depkes RI, 2000).
Prinsip: Melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol atau air) untuk ditentukan jumlah
solut yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetri. Dalam hal tertentu
dapat diukur senyawa terlarut dalam pelarut lain misalnya heksana, diklorometan atau
metanol.
2.2.1.4 Kadar Senyawa Kimia Tertentu
Dengan tersedianya suatu kandungan kimia yang berupa identitas atau senyawa
kimia utama ataupun kandungan kimia lainnya, maka secara kromtaografi instrumental
dapat dilakukan penetapan kadar kandungan kimia tersebut. Instrumen yang dapat
digunakan adalah Densitometer, Kromatografi Gas, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau
instrumen lain yang sesuai. Metode penetapan kadar harus diuji dulu validasinya, yaitu batas
deteksi, selektivitas, linieritas, ketelitian, ketepatan dan lain-lain. Penentuan kadar senyawa
identitas ini dapat memberikan data kadar kandungan kimia tertentu sebagai senyawa
identitas atau senyawayang diduga betanggung jawab pada efek farmakologi (Depkes RI,
2000).
Prinsip: Ekstrak ditimbang, dikestraksi dengan pelarut dan cara tertentu, kemudian
dilakukan analisis kromatografi sehingga memberikan pola kromatogram yang khas.
2.2.1.5 Kadar total golongan kandungan kimia
Setiap tanaman pasti memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder yang berbeda
dan dengan jumlah yang berbeda pula. Prinsip: Dengan penerapan metode spektrofotometri,
titrimetri, volumetri, gravimetri atau lainnya, dapat ditetapkan kadar golongan kandungan
kimia. Metode harus sudah teruji validitasnya, terutama selektivitas dan batas liniaritas
2.2.2 Parameter Non-Spesifik
Parameter non spesifik merupakan tolak ukur baku yang dapat berlaku untuk semua
jenis simplisia maupun ekstrak, tidak khusus untuk jenis simplisia atau ekstrak dari tanaman
tertentu, ataupun jenis proses yang telah dilalui (Depkes RI, 2000).
2.2.2.1 Susut Pengeringan
Pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105 °C selama 30 menit
atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai prosen. Dalam hal khusus (bahan
tidak mengandung minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut menguap) identik denggan kadar
air, yaitu kandungan air karena kandungan air berada di atmosfer/lingkungan udara terbuka.
Penentuan parameter ini dilakukan untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang
besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan (Depkes RI, 2000).

2.2.2.2 Kadar Air


Pengukuran kandungan air yang berada dalam bahan, dilakukan dengan cara yang
tepat diantara cra titrasi, destilasi atau gravimetri. Penentuan parameter ini dilakukan untuk
memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan
(Depkes RI, 2000).
2.2.2.3 Kadar Abu
Dilakukan dengan memanaskan bahan pada temperatur dimana senyawa organik dan
turunannya terdestruksi dan menguap, sehingga tinggal usur mineral dan anorganik.
Penentuan parameter ini dilakukan untuk memeberikan gambaran kandungan mineral internal
dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (Depkes RI, 2000).
2.2.2.4 Cemaran Logam Berat
Penentuan kandungan logam berat secara spektroskopi serapan atau lainnya yang
lebih valid. Penentuan parameter ini dilakukan untuk memeberikan jaminan bahwa ekstrak
tidak mengandung logam berat tertentu (Hg, Pb, Cd dan lain-lain) melebihi nilai yang
ditetapkan karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan (Depkes RI, 2000).
2.2.2.5 Cemaran Mikroba
a) Parameter Cemaran Mikroba
Penentuan/ identifikasi adanya mikroba yang patogen secara analisis mikrobiologi.
Penentuan parameter ini untuk meberikan jaminan bahwa ekstrak tidak boleh mengandung
mikroba nonpatogen melebihi batas yang ditetapkan karena berpengaruh pada stabilitas
ekstrak ekstrak dan berbahaya (toksik) bagi kesehatan.
b) Parameter Cemaran Kapang, Khamir dan Aflatoksin
Penentuan adanya jamur secara mikrobiologis dan adanya aflatosin denga KLT.
Penentuan parameter ini untuk memebrikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung
cemaran jamur melebihi batas yang ditetapkan karena berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan
aflatoksin yang berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2000).
2.3 Kandungan Kimia Kencur (Kaempferia galanga L.)
Rimpang kencur diketahui mengandung senyawa aktif. Hasil penelitian Gholib (2011)
menyatakan bahwa hasil skrining fitokimia ekstrak etanol rimpang kencur mengandung
senyawa flavonoid, polifenol, tanin, kuinon, dan monoterpen/sekuiterpen. Kencur dapat
dimanfaatkan sebagai antioksidan, antialergi, antiinflamasi, dan antihipertensi. Suatu tanaman
dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan apabila mempunyai senyawa penangkal
radikal bebas seperti senyawa flavonoid dan fenol (Nur, 2018).
Kandungan metabolit sekunder yang terdapat di dalam ekstrak rimpang kencur
diantaranya asam propionat sebanyak 4,7%, pentadekan sebanyak 2,08%, 1, 81% asam
tridekanoat, 1,21-decosadiene sebanyak 1,47%, betasitosterol sebanyak 9,88%, dan
komponen terbesar adalah etil para metoksi sinamat (EPMS) dengan persentase sebanyak
80,05%.
2.4 Senyawa Etil P-Metoksisinamat
Kandungan senyawa yang terdapat didalam rimpang kencur salah satunya adalah Etil
parametoksisinamat (EPMS) senyawa ini merupakan senyawa yang paling besar atau yang
paling banyak jumlahnya yang ada didalam rimpang kencur, Senyawa Etil parametoksinamat
sering dipakai sebagai bahan penelitian karena memiliki manfaat sebagai salah satu bahan
dasar sediaan kosmetik yaitu tabir surya (pelindung kulit dari sengatan sinar matahari) selain
itu juga terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa kencur memiliki aktivitas
sebagai obat asma, anti jamur dan antibakteri (Soleh, 2019).

EPMS termasuk turunan asam sinamat, dimana asam sinamat adalah turunan senyawa phenil
propanoad. Senyawa-senyawa yang termasuk turunan sinamat adalah sebagai berikut para hidroksi
sinamat (7), 3,4-dihidroksisinamat (8), dan 3,4,5 trimetoksisinamat (9):

Gambar 3. Senyawa turunan asam sinamat: para hidroksi sinamat (7), 3,4-
dihidroksisinamat (8), dan 3,4,5 trimetoksisinamat (9).

EPMS termasuk kedalam senyawa ester yang mengandung cincin benzene dan gugus metoksi
yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar
sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran
yaitu etanol, etil asetat, metanol, air dan heksana. Dalam ekstraksi suatu senyawa yang harus
diperhatikan adalah kepolaran antara lain pelarut dengan senyawa yang diekstrak, keduanya harus
memiliki kepolaran yang sama atau mendekati sama (Taufikhurohmah, 2008).

BAB III
PROSEDUR KERJA

3.1 Parameter Spesifik


1. Identifikasi
a. Deskripsi tata nama:
 N 5.0 g ekstrak dimaserasi dengan 100 ml air kloroform LP
 ama ekstrak (generik, dagang, paten)
 Nama latin tumbuhan (sistematika botani)
 Bagian yang digunakan (rimpang, daun, dsb)
 Nama Indonesia tumbuhan
b. Senyawa Identitas, senyawa tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan
metode tertentu.
2. Organoleptis
Penggunaan pancaindra mendeskripsikan bentuk, warna, bau dan rasa:
 Bentuk : padat, serbuk- kering, kental, cair.
 Warna : kuning, coklat, dll.
 Bau : aromatik, tidak berbau, dll.
 Rasa : pahit, manis, kelat, dll.
3. Senyawa Pelarut dalam Pelarut Tertentu
a. Kadar senyawa larut Air

5.0 g ekstrak dimaserasi dengan 100 ml air kloroform LP

Saring, uapkan 20 ml filtrat hingga kering

Panaskan residu pada suhu 105oC hingga bobot tetap

Hitung kadar dalam persen


Ulangi sebanyak 3 kali

b. Kadar Senyawa Larut Etanol


5.0 g ekstrak dimaserasi dengan 100 ml etanol
(95%)

Saring cepat, uapkan 20 ml filtrat hingga


kering

Panaskan residu pada suhu 105oC hingga bobot tetap

Hitung kadar dalam persen

Ulangi sebanyak 3 kali

4. Uji Kandungan Kimia Ekstrak

Ekstrak ditimbang dan diekstraksi berturut-turut


dengan pelarut hexane, etilasetat, etanol, air

Cara ekstraksi dapat dilakukan dnegan pengocokan selama 15


menit atau dengan getaran ultrasonik atau dengan pemanasan
kemudian disaring

5. Kadar Total Golongan Kandungan Kimia


a. Penetapan Kadar Minyak Atsiri

Timbang ekstrak, masukkan ke dalam labu

Rangkai kesuluran alat destilasi

Didihkan isi labu dengan pemanasan yang


sesuai

Catat volume minyak atsiri yang


dihasilkan

Hitung perbandingan volume minyak atsiri


b. Penetapan Kadar Steroid

Larutan baku: Timbang 1 mg sitosterol larutkan dalam etanol


P hingga diperoleh kadar 5, 10 dan 20 μg/mL.

Larutan uji: 1 g ekstrak larutkan dalam 20 ml etanol, ulangi 3 kali

Labu 1: larutan baku


Labu 2: larutan uji
Labu 3: Blanko

Tambahkan 2.0 mL larutan yang dibuat dari 50 mg tetrazolium biru P + 10


mL etanol P. Kemudian ke dalam tetrametil ammonium hidroksida LP (9:1),
campur dan biarkan dalam gelap selama 90 menit.

Ukur serapan lpada panjang gelombang lebih kurang 525 nm.

c. Penetapan Kadar Tanin

2 g ekstrak + 50 mL ir mendidih dipanaskan selama 30 menit sambil diaduk

Diamkan beberapa menit lalu disaring

Ulangi penyarian beberapa kali hingga bila direaksikan dengan besi (III)
ammonium sulfat tidak menunjukkan adanya tanin.

Pipet 25 mL larutan + 750 mL air + 25 mL asam indigo sulfonate LP

Titrasi dengan kalium permanganates 0,1 N setara dengan 0.004157 g tanin


d. Penetapan Kadar Flavonoid

Timbang ekstrak yang setara dengan 200 mg simplisia

Tambahkan 1.0 mL larutan 0.5% b/v heksametilentetramina + 20.0 mL aseton +


2.0 mL larutan 25% HCl dalam air.

Lakukan hidrolisis dengan pemanasan selama 30 menit

Campuran hasil hidrolisis ditambah 20 mL aseton lakukan 2x dan filtrat


dikumpulkan semua ke dalam labu ukur.

Setelah labu ukur dingin, maka volume diteteapkan sampai tepat 100.0 mL

20 mL filtrat hidrolisa + 20 ml H2O lakukan ekstraksi kocok, pertama dengan


15 mL etilasetat dan kumpulkan fraksi etilasetat. Ad kan dengan etilasetat
sampai tepat 50.0 mL.

Untuk replikasi spektrofotometri lakukan prosedur ini 3 – 4 kali.

e. Penetapan Kadar Alkaloid

1 g ekstak + 20 mL larutam asam sulfat P masukkan corong pisah 1 kocok kuat


selama 5 menit.

Tambahkan 20 mL eter P kocok hati-hati lalu saring lapisan asam masukkan


corong pisah 2

Kocok lapisan eter dua kali dengan 10 mL larutan asam sulfat P dan saring tiap
lapisan asam masukkan corong pisah 2

Pada ekstrak + 10 mL natrium hidroksida LP + 50 mL eter P, kocok hati-hati,


pindahkan lapisan air ke dalam corong pisah 3 yang berisi 50 mL eter P
f. Penetapan Antrakinon
0.1 g ekstrak kocok dengan 10 mL air panas selama 5 menit,
saring dalam keadaan panas

Ekstraksi dengan 10 mL benzena

Pisahkan lapisan benzena, tambahkan pada lapisan air 10 mL larutan ferri


klorida 5% dan 5 mL asam klorida

Panaskan campuran pada penangas air selama 10 menit dalam tabung refluks.

Dinginkan dan ekstraksi dengan 10 mL benzena

Uapkan cairan hingga habis pada cawan porselen

Larutkan residu dalam 5 mL larutan kalium hidroksida 5% dalam methanol.

Ukur serapan pada 515 nm, hitung kadar total antrakinon glikosida
3.2 Deskripsi Prosedur Kerja Parameter Spesifik
1. Identitas
a. Deskripsi tata nama:
 Nama latin tumbuhan (sistematika botani) :
 Bagian yang digunakan (rimpang, daun, dsb) :
 Nama Indonesia tumbuhan :
b. Senyawa Identitas, senyawa tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan
metode tertentu.
2. Organoleptik
a. Bentuk: padat, serbuk-kering, kental, cair.
b. Warna: kuning, cokelat, dll.
c. Bau: aromatik, tidak berbau, dll.
d. Rasa: pahit, manis, kelat, dll.
3. Senyawa Terlarut dalam Pelarut Tertentu
Prosedur:

Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 ml air
kloroform LP menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam
pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam.Saring, uapkan 20 ml filtrat hingga
kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan residu pada
suhu 105C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen, dihitung terhadap ekstrak
awal. Percobaan dilakukan 3 kali.
Catatan : Air-kloroform LP adalah air suling 997,5 ml dicampur dg 2,5 ml kloroform.
a. Kadar senyawa larut etanol
Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 ml etanol
(95%) menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam
pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat dengan menghindarkan
penguapan etanol, uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar
rata yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 105C hingga bobot tetap. Hitung
kadar dalam persen, dihitung terhadap ekstrak awal. Percobaan dilakukan 3 kali.
4. Uji Kandungan Kimia Ekstrak

Prosedur:

Larutan uji: ekstrak ditimbang dan diekstraksi berturut-turut dengan pelarut


hexane, etilasetat, etanol, air. Cara ekstraksi dapat dilakukan dengan pengocokan
selama 15 menit atau dengan getaran ultraonik atau dengan pemanasan kemudian
disaring untuk mendapatkan larutan uji. Kromatografi lapis tipis (KLT): umumnya
dibuat kromatogram pada lempeng silika gel dengan berbagai jenis fase gerak sesuai
dengan golongan kandungan kimia sebagai sasaran analisis. Evaluasi dapat dilakukan
dengan dokumentasi foto hasil pewarnaan lempeng kromatografi dengan pereaksi
yang sesuai atau dengan melihat kromatogram hasil perekaman menggunakan
instrumen densitometer (TLC-Scanner). Perekaman dapat dilakukan secara absoribsi-
refleksi pada panjang gelombang 254 nm, 365 nm dan 415 nm atau pada panjang
gelombang lain yang spesifik untuk suatu komponen yang telah diketahui.

5. Kadar Total Golongan Kandungan Kimia

Prosedur:

a) Penetapan kadar minyak atsiri Timbang secukupnya sejumlah ekstrak hingga


diperkirakan dapat menghasilkan 1 mL – 3 mL minyak atsiri. Masukkan ekstrak yang
telah ditimbang kedalam labu. Hubungkan dengan bagian pendingin dan penampung
berskala (rangkai kesuluran alat destilasi). Didihkan isi labu dengan pemanasan yang
sesuai untuk menjaga agar pendidihan berlangsung tidak terlalu kuat atau sampai
minyak atsiri terdestilasi sempurna dan tidak bertambah lagi dalam bagian penampung
berskala. Catat volume minyak atsiri yang dihasilkan dan hitung perbandingan
volume minyak atsiri yang tertampung dengan jumlah ekstak yang ditimbang.
b) Penetapan kadar steroid
Larutan baku: timbang seksama 1 mg sitosterol, larutkan dalam etanol P
secara bertingkat sehingga diperoleh kadar 5, 10 dan 20 µg/mL. Larutan uji: timbang
seksama 1 g ekstrak, larutkan dalam 20 ml etanol dalam labu takar. Ulangi sampai 3
kali denan cara yang sama. Kedalam dua labu yang masing-masing berisi larutan uji
dan larutan baku dan ke dalam labu ketiga berisi 20.0 mL etanol P sebagai blanko,
tambahkan 2.0 mL larutan yang dibuat dengan melarutkan 50 mg tetrazolium biru P
dalam 10 mL metanol P dan campur. Kemudian ke dalam tiap labu tambahkan 2.0 mL
campuran etanol P dan tetrametil amonium hidrosida LP (9:1), campur dan biarkan
dalam gelap selama 90 menit. Ukur segera serapan larutan yang diperoleh dari larutan
uji dan larutan baku pada panjang gelombang lebih kurang 525 nm.
c) Penetapan kadar tanin
Lebih kurang 2 g ekstrak yang ditimbang seksama dipanaskan dengan 50 mL
air mendidih di atas penangas air selama 30 menit sambil diaduk. Diamkan selama
beberapa menit, endapkan, saring (bisa dengan kapas) ke dalam labu takar 250 mL.
Larutkan kembali residu dengan air mendidih, kemudian saring kembali ke tempat
yang sama. Ulangi penyarian beberapa kali hingga bila direaksikan dengan besi (III)
amonium sulfat tidak menunjukkan adanya tanin. Dinginkan cairan dan tambahkan air
secukupnya hingga 250 mL. Pipet 25 mL larutan ke dalam labu 1000 mL, tambahkan
750 mL air dan 25 mL asam indigo sulfonat LP, titrasi dengan kalium permanganat
0.1 N hingga larutan berwarna kuning emas. 1 mL kalium permanganat 0.1 N setara
dengan 0.004157 g tanin. Asam indigo sulfonat LP: larutkan 1 g indigo karmin P
dalam 25 mL asam sulfat P, tambahkan 25 mL asam sulfat lagi dan encerkan dengan
air secukupnya hingga 1000 mL.
d) Penetapan kadar flavanoid Hidrolisis:
Timbang ekstrak yang setara dengan 200 mg simplisia dan masukkan ke dala
labu alas bulat. Tambahkan sistem hidrolisis, yaitu 1.0 mL larutan 0.5% b/v
heksametilentetramina, 20.0 mL aseton dan 2.0 mL larutan 25% HCl dalam air.
Lakukan hidrolisis dengan pemanasan sampai mendidih (gunakan pendingin
air/reflux) selama 30 menit. Campuran hasil hidrolisis ditambah 20 mL aseton untuk
dididihkan kembali sebentar, lakukan 2x dan filtrat dikumpulkan semua ke dalam labu
ukur. Setelah labu ukur dingin, maka volume ditetapkan sampai tepa 100.0 mL.
Kocok ad homogen. 20 mL filtrat hidrolisa dimasukkan corong pisah dan tambahkan
20 ml H2O, selanjutnya lakukan ekstraksi kocok, pertama dengan 15 mL etilasetat.
Kemudian 2x dengan 10 mL etilasetat dan kumpulkan fraksi etilasetat kedalam labu
ukur 50.0 mL, akhirnya tambahkan etilasetat sampai tepat 50.0 mL. Untuk replikasi
spektrofotometri lakukan prosedur ini 3 – 4 kali. 9 24 Uji spektrofotometri :
masukkan 10 mL larutan fraksi etilasetat (hidrolisa) ke dalam labu ukur 25.0 mL,
tambahkan 1 mL larutan 2 g AgCl3 dalam 100 ml larutan asam asetat glacial 5% v/v
(dalam metanol) secukupnya sampai tepat 25.0 mL. Hasil reaksi siap diukur pada
spektrofotometer setelah 30 menit berikutnya pada panjang gelombang maksimum.
Perhitungan kadae menggunakan bahan standar glikosida flavanoid (hiperoksida,
rutin, hesperidin), gunakan kurva baku dan nilai kadar terhitung sebagai bahan standar
tersebut. Kalau menggunakan hiperoksida dapat langsunh diukur dengan rumus:
Kadar total flavanoid = [(Ao x 1.25) berat sampel] %
e) Penetapan kadar alkaloid
Timbang seksama 1 g ekstrak, masukkan dalam corong pisah 125 ml pertama,
kemudian tambahkan 20 mL larutan asam sulfat P (1 dalam 350) dan kocok kuat
selama 5 menit. Tambahkan 20 mL eter P, kocok hati-hat, saring lapisan asam ke
dalam corong pisah kedua. Kocok lapisan eter dua kali, tiap kali dengan 10 mL
larutan asam sulfat P (1 dalam 350), saring tiap lapisan asam ke dalam corong pisah
125 mL kedua dan buang lapisan eter. Pada ekstrak tambahkan 10 mL natrium
hidroksida LP dan 50 mL eter P, kocok hati-hati, pindahkan lapisan air ke dalam
corong pisah 125 mL ketiga berisi 50 mL eter P. Kocok corong pisah ketiga hati-hati,
buang lapisan air, cuci dengan 20 mL air, buang lapisan air. Ekstraksi kedua lapisan
eter masing-masing dengan 20, 20 dan 5 mL larutan asam sulfat P (1 dalam 70).
Lakukan ekstraksi dengan corong pisah ketiga lebih dahulu, setelah itu corong pisah
kedua. Campurkan ekstrak asam dalam labu ukur 50.0 mL, encerkan dengan asam
sampai tanda. Lakukan hal sama terhadap 25 mg alkaloid pembanding yang tersedia.
Encerkan masingmasing 5.0 mL larutan uji dan larutan pembanding dengan larutan
asam sulfat P (1 dalam 70) hingga 100.0 mL dan tetapkan serapan tiap larutan pada
panjang gelombang tertentu menggunakan larutan asam sulfat P (1 dalam 70) sebagai
blanko.
f) Penetapan antrakinon
Timbang 0.1 g ekstrak, kocok dengan 10 mL air panas selama 5 menit, saring
dalam keadaan panas, dinginkan filtrat dan ekstraksi dengan 10 mL benzena.
Pisahkan lapisan benzena. Tambahkan pada lapisan air 10 mL larutan ferri klorida 5%
dan 5 mL asam klorida. Panaskan campuran pada penangas air selama 10 menit dalam
tabung refluks. Dinginkan dan ekstraksi dengan 10 mL benzena. Uapkan cairan
hingga habis pada cawan poselen dengan pemanasan lemah. Larutka residu dalam 5
mL larutan kalium hidroksida 5% dalam metanol. Ukur serapan pada 515 nm. Hitung
kadar total antrakinon glikosida berdasarkan kurva baku antrakinon pembanding.
BAB V
PEMBAHASAN

Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui dan menerapkan mutu spesifik ekstrak
rimpang kencur sesuai standar parameter yang telah ditetapkan. Parameter spesifik adalah
aspek kandungan kimia kualitatif dan aspek kuantitatif kadar senyawa kimia yang
bertanggung jawab langsung terhadap aktivitas farmakologis tertentu (Depkes RI, 2000).
Sediaan obat tradisional agar terjamin keamanan dan mutu perlu memenuhi persyaratan
standarisasi. Salah satu persyaratan Obat Herbal Terstandar ialah harus menggunakan bahan
baku yang terstandart, yaitu bahan baku yang sudah ditetapkan ketentuannya secara konsisten
sehingga aman dan layak untuk dikonsumsi. Obat Herbal Terstandar juga dilakukan uji
praklinik untuk menjamin keseragaman khasiat, menjamin aspek keamanan dan stabilitas
ekstrak atau dalam bentuk sediaannya.

Parameter spesifik dalam pengujian mutu terdiri atas identitas ekstrak, organoleptis,
dan senyawa terlarut dalam pelarut air dan etanol. Parameter identitas bertujuan memberikan
identitas objektif dari nama dan spesifik dari ekstrak yang digunakan seperti mendeskripsikan
dari tata nama ekstrak, nama latin tumbuhan, bagian yang digunakan, nama Indonesia
tumbuhan. Identitas tanaman pada praktikum ini ialah kencur, dimana nama lain dari kencur
adalah Kaempferia galanga L. Bagian tanaman yang digunakan yaitu bagian rimpang yang
kemudian akan diekstrak untuk mendapatkan ekstrak kental rimpang kencur. Senyawa
identitas yang terkandung adalah etil p-metoksisinamat.

Parameter organoleptis adalah uji yang menggunakan panca indra dalam mengamati
bentuk, bau, rasa, dan warna dari ekstrak yang diamati. Parameter ini bertujuan sebagai
pengenalan awal yang sederhana dengan seobjektif mungkin. Hasil pengujian organoleptis
dari ekstrak rimpang kencur menunjukkan bahwa bentuk ekstrak cairan kental dengan warna
coklat tua, bau khas, dan menghasilkan rasa pedas dan tebal di lidah.

Parameter spesifik selanjutnya ialah senyawa terlarut dalam pelarut air dan etanol. Uji
kelarutan penting untuk dilakukan karena dapat mengetahui sediaan yang digunakan apakah
mudah larut dalam pelarutnya. Parameter spesifik senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
memiliki prosedur yang perlu dipahami dengan baik, senyawa terlarut dalam air dan etanol
memiliki perbedaan hanya pada pelarut yang akan digunakan. Pertama, dilakukan maserasi
5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 ml air-kloroform LP untuk uji larut air atau
menggunakan 100 ml etanol 95% untuk uji larut alcohol/etanol. Pelarutan dilakukan di
corong pisah sambal berkali-kali dikocok konstan selama 6 jam pertama. Penambahan pelarut
bertujuan untuk melarutkan senyawa yang larut dalam air (atau senyawa larut etanol untuk uji
larut etanol) dan menarik senyawa tersebut. Kemudian, dibiarkan selama 18 jam lalu
disaring. Hasil filtrate diambil 20 ml dan diuapkan hingga kering. Setelah itu, dilakukan
proses gravimetri dengan memasukkannya ke dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah
ditara, panaskan residu pada suhu 105°C hingga bobot konstan (selisih penimbangan 0,0002
gram). Hitung kadar dalam persen, dihitung terhadap ekstrak awal. Percobaan dilakukan 3
kali (Depkes, 2000). Hasil persen kadar yang didapat dibandingkan dengan nilai standart
persen kadar pada monografi masing-masing ekstrak yang dapat dilihat di sumber Farmakope
Herbal Indonesia. Adapun hasil penimbangan ialah sebagai berikut :

 Air

Setelah dilakukan penimbangan sebanyak 13 kali pada pelarut air didapatkan bobot ekstrak
yang relatif konstan. Selanjutnya dilakukan perhitungan masing-masing kadar senyawa
terlarut dari tiap-tiap pelarut menggunakan hasil penimbangan ke-13, yaitu :
( ( 42,225 5 )− ( 42,0018 ) ) X 100 ml
Kadar senyawa larut air X 100 % = 22,37%
5 g X 20 ml
Interpretasi : ekstrak pada pelarut air 22,37 memenuhi persyaratan di Farmakope Herbal
Indonesia yaitu tidak kurang dari 10,6%.
 Etanol

Setelah dilakukan penimbangan sebanyak 13 kali pada pelarut etanol didapatkan bobot
ekstrak yang relatif konstan. Selanjutnya dilakukan perhitungan masing-masing kadar
senyawa terlarut dari tiap-tiap pelarut menggunakan hasil penimbangan ke-13, yaitu :
( ( 36,2535 )−( 35,9310 ) ) X 100 ml
Kadar senyawa larut etanol X 100 % = 32,25%
5 g X 20 ml
Interpretasi : ekstrak pada pelarut etanol 32,25% memenuhi persyaratan di Farmakope
Herbal Indonesia yaitu tidak kurang dari 4,6%.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Parameter spesifik:

a. Identitas
Nama ekstrak : Extractum galangae rhizoma
Nama lain : Kaempferia galangal L.
Bagian tumbuhan yang digunakan : rimpang
Nama Indonesia : kencur
Senyawa identitas : Etil p-Metoksisinamat
b. Organoleptis
Bentuk : ekstrak kering
Warna : putih kekuningan
Rasa : agak pedas
Bau : aromatic
c. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Senyawa terlarut dalam air
o Ekstrak : 22,37% →memenuhi persyaratan dari Farmakope Herbal Indonesia.
d. Senyawa terlarut dalam etanol
o Ekstrak : 32,25% →memenuhi persyaratan dari Farmakope Herbal Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Afriastini.J.J. 1990. Bertanam Kencur. Jakarta : Jakarta Penebar Swadaya.

Departemen Kesehatan RI, 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,
Cetakan Pertama, Dikjen POM. Direktorat Pengawasan Obat Tradisional.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Farmakope Herbal Indonesia, Edisi I.


Jakarta: Derektorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.

Nur, R. huda et. a. (2018) ‘ekstraksi oleoresin kencur (kaempferia galanga L.) pada berbagai
lama microwave assisted extraction’, Universitas Semarang, pp. 1–7.

Soleh, S. M. (2019) ‘Karakteristik Morfologi Tanaman Kencur (Kaempferia Galanga L.) dan
Aktivitas Farmakologi’, Farmaka, 17(2), pp. 256–262.

Syukur, C. 2001. Budidaya Tanaman Obat. Jakarta : Jakarta Penebar Swadaya.

Taufikkurohmah, T. 2008. Synthesis Of ρ-Methoxy-Cynnamil ρ-Metoxycinamate From Ethyl


ρ-Methoxycinamat Was Isolated From Died Rhizoma Kaempferia galanga L. As
Sunscreen Compound. Indo. J. Chem. Vol 5 (3): 193-197.

Tim Dosen . (2020). Pembuatan Ekstrak Rimpang Kaempferia galanga. In Buku Panduan
Skill Laboratorium Fitofarmaka (p. 15). Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang, Fakultas Ilmu Kesehatan

Umar, M. I., Mohammad Z. B. A., Amirin S., Rabia A., &Muhammad A. I. (2011).
Phytochemistry and medicinal properties of Kaempferia Galanga L. (zingiberaceae)
extracts. African Journal of Pharmacy and Pharmacology, 5(14): 1638-1647.

Anda mungkin juga menyukai