Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

GASTROTENSTINAL

Disusun Oleh :
MUH. JUMADIL
14420201024

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(.....................................) (.....................................)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2020
1. KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare
adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau
lendir dalam tinja.
Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare
merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu
keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara
berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau
lebih dengan bentuk encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak
normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer
dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari
terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk
cairan atau setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja
lebih banyak dari keadaan normal yakni 100-200 ml/sekali defekasi
(Hendarwanto, 1999).
Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair
lebih dari tiga kali sehari. Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak
dan berlangsung singkat dalam beberapa jam atau beberapa hari
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah yinja yang
lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja
berbentuk cair /setengan padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat.
Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x
sehari. Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare akut
dan kronis (Mansjoer,A.1999,501).
B. ETIOLOGI
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau
dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua
golongan yaitu:
1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
a) Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella,
salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings,
stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan
bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan
yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup),
gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
b) Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang
mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan
jamur terutama canalida.
2. Diare osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh:
a) malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan
mineral.
b) Kurang kalori protein.
c) Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
Sedangkan menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi
dalam beberapa faktor yaitu:
1. Faktor infeksi
a) Infeksi enteral
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi:
infeksi bakteri, infeksi virus (enteovirus, polimyelitis, virus echo
coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll) dan infeksi parasit :
cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba
histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur (canida
albicous).
b) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti
otitis media akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia,
ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi
dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.
2. Faktor malaborsi
Malaborsi karbohidrat, lemak dan protein.
3. Faktor makanan
4. Faktor psikologis
Diare akut karena infeksi (gastroenteritis) dapat ditimbulkan oleh:
1. Bakteri : Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella para typhi
A/B/C, Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Vivrio cholera,
Vibrio eltor, Vibrio parahemolyticus, Clostridium perfrigens,
Campilobacter (Helicobacter) jejuni, Staphylococcus sp,
Streptococcus sp, Yersinia intestinalis, Coccidiosis.
2. Parasit : Protozoa (Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia,
Trichomonas hominis, Isospora sp) dan Cacing ( A.
lumbricodes, A. duodenale, N. americanus, T. trichiura, O.
velmicularis, S. stercoralis, T. saginata dan T. solium)
3. Virus : Rotavirus, Adenovirus dan Norwalk.
Penelitian di RS Persahabatan Jakarta Timur (1993-1994) pada 123
pasien dewasa yang dirawat di bangsal diare akut didapatkan hasil isolasi
penyebab diare akut terbanyak adalah E. coli (38 %), V. cholera Ogawa (18
%) dan Aeromonas sp. 14 %).
C. PATOFISIOLOGI
Sebanyak kira-kira 9-10 liter cairan memasuki saluran cerna setiap
hari yang berasal dari luar (asupan diet) dan dari dalam tubuh sendiri
(sekresi cairan lambung, empedu dan sebagainya). Sebagian besar jumlah
tersebt diresorbsi di usus halus dan sisanya sebanyak 1500 ml memasuki
usus besar. Sejumlah 90% dari cairan usus besar akan diresorbsi sehingga
tersisa sejumlah 150-250 ml cairan ikut membentuk tinja.
Faktor-faktor fisiologis yang menyebabkan diare sangat erat
hubungannya satu sama lain. Misalnya, cairan dalam lumen usus yang
mengkat akan menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis karena
meningkatnya volume sehingga motilitas usus meningkat. Sebaliknya bila
waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan gangguan
waktu penyentuhan makanan dengan mukosa usus sehingga penyerapan
elektrolit, air dan zat-zat lain terganggu.
Dua hal umum yang patut diperhatikan pada keadaan diare akut
karena infeksi adalah faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host).
Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri
terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut yang terdiri atas
faktor-faktordaya tahan tubuh atau lingkungan intern traktus intestinalis
seperti keasaman lambung, motilitas usus dan juga mencakup flora normal
usus.
Penurunan keasaman lambung pada infeksi shigella telah terbukti
dapat menyebabkan serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan
kepekaan lebih tinggi terhadap infeksi V.cholera. Hipomotilitas usus pada
infeksi usus memperlama waktu diare dan gejala penyakit serta
mengurangi kecepatan eliminasi agen sumber penyakit. Peran imunitas
tubuh dibuktikan dengan didapatkannya frekuensi Giardiasis yang lebih
tinggi pada mereka yang kekurangan Ig-A. Percobaan lain membuktikan
bahwa bila lumen usus dirangsang suatu toksoid berulangkali akan terjadi
sekresi antibodi. Percobaan pada binatang menunjukkan berkurangnya
perkembangan S. typhi murium pada mikroflora usus yang normal.
Faktor kausal yang mempengaruhi patogenitas antara lain daya
penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi
toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat
kuman pada lumen usus. Kuman dapat membentuk koloni-koloni yang
dapat menginduksi diare.
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama
gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat
diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi,
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi
rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding
usus akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga
usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga
usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya
mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan
asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian
mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang
selanjutnya akan menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai
berikut:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada
diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun
dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya
anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat
karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan
terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan
intraseluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih
sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini
terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen
dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia
akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada
bayi dan 50% pada anak-anak.
4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini
disebabkan oleh:
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau
muntah yang bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran
dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,
akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis
bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
D. PATHWAY

faktor infeksi F malabsorbsi F makanan F. Psikologi


KH,Lemak,Protein

Masuk dan ber meningk. Tek osmo toksin tak dapat cemas
kembang dlm tik diserap
usus
Hipersekresi air pergeseran air dan hiperperistaltik
dan elektrolit elektrolit ke rongga
( isi rongga usus) usus menurunya kesempatan usus
menyerap makanan

DIARE

Frek. BAB meningkat distensi abdomen

Kehilangan cairan & elekt integritas kulit


berlebihan perianal

gg. kes. cairan & elekt As. Metabl mual, muntah

Resiko hipovolemi syok sesak nafsu makan

Gang. Oksigensi BB menurun

Gangg. Tumbang
Faktor infeksi Faktor malabsorbsi Gangguan peristaltik

Endotoksin Tekanan osmotik ↑ Hiperperistaltik Hipoperistaltik


merusak mukosa
usus Pergeseran cairan Makanan tidak Pertumbuhan bakteri
dan elektrolit ke sempat diserap
lumen usus Endotoksin berlebih

Hipersekresi cairan
dan elektrolit
Isi lumen usus ↑

Rangsangan pengeluaran

Hiperperistaltik

Diare

Gangguan keseimbangan cairan Gangguan keseimbangan elektrolit

Kurang volume cairan (dehidrasi) Hiponatremia


Hipokalemia
Pusing, lemah, letih, sinkope, anoreksia, Penurunan klorida serum
mual, muntah, haus, oliguri, turgor kulit
kurang, mukosa mulut kering, mata dan Hipotensi postural, kulit dingin,
ubun-ubun cekung, peningkatan suhu tremor
tubuh, penurunan berat badan kejang, peka rangsang, denyut
jantung cepat dan lemah

(Horne & Swearingen, 2001; Smeltzer & Bare, 2002


E. MANIFESTASI KLINIS
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam,
tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling
fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah
kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau
gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseoran
yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata
cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit
menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan
oleh deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya
dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah
yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan
meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul)
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat
berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit),
tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka
pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan
kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal
menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera
diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu
keadaan gagal ginjal akut.
1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin
meningkat, nafsu makan berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang
disertai wial dan wiata.
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur
empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi
lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan
disertai penurunan berat badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun,
denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis,
samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan
cepat dan dalam. (Kusmaul).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan tinja
a) Makroskopis dan mikroskopis
b) PH dan kadar gula dalam tinja
c) Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan
menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.

G. KOMPLIKASI
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah,
bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase
karena kerusakan vili mukosa, usus halus.
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita
juga mengalami kelaparan.
H. DERAJAT DEHIDRASI
Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi
berdasarkan:
a. Kehilangan berat badan
1) Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%.
2) Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%.
3) Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%
b. Skor Mavrice King
Bagian tubuh Nilai untuk gejala yang ditemukan
0 1 2
Yang diperiksa
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng Mengigau, koma,
Apatis, ngantuk atau syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering & sianosis
Denyut nadi/mata Kuat <120 Sedang (120-140) Lemas >40
Keterangan
- Jika mendapat nilai 0-2 dehidrasi ringan
- Jika mendapat nilai 3-6 dehidrasi sedang
- Jika mendapat nilai 7-12 dehidrasi berat
c. Gejala klinis
Gejala klinis
Gejala klinis
Ringan Sedang Berat
Keadaan umum
Kesadaran Baik (CM) Gelisah Apatis-koma
Rasa haus + ++ +++
Sirkulasi
Nadi N (120) Cepat Cepat sekali
Respirasi
Pernapasan Biasa Agak cepat Kusz maull
Kulit
Uub Agak cekung Cekung Cekung sekali
Agak cekung Cekung Cekung sekali
Biasa Agak kurang Kurang sekali
Normal Oliguri Anuri
Normal Agak kering Kering/asidosis

I. KEBUTUHAN CAIRAN ANAK


Tubuh dalam keadaan normal terdiri dari 60 % air dan 40 % zat padat
seperti protein, lemak dan mineral. Pada anak pemasukan dan pengeluaran
harus seimbang, bila terganmggu harus dilakukan koreksi mungkin dengan
cairan parentral, secara matematis keseimbangan cairan pada anak dapat di
gambarkan sebagai berikut :
Kebutuhan
Umur Berat Badan Total/24 jam Cairan/Kg BB/24
jam
3 hari 3.0 250-300 80-100
10 hari 3.2 400-500 125-150
3 bulan 5.4 750-850 140-160
6bulan 7.3 950-1100 130-155
9 bulan 8.6 1100-1250 125-165
1 tahun 9.5 1150-1300 120-135
2 tahun 11.8 1350-1500 115-125
4 tahun 16.2 1600-1800 100-1100
6 tahun 20.0 1800-2000 90-100
10 tahun 28.7 2000-2500 70-85
14 tahun 45.0 2000-2700 50-60
18 tahun 54.0 2200-2700 40-50

Whaley and Wong (1997), Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil 1998),
Suharyono, Aswitha, Halimun (1998) dan Bagian Ilmu Kesehatan anak FK UI
(1988), menyatakan bahwa jumlah cairan yang hilang menurut derajat
dehidrasi pada anak di bawah 2 tahun adalah sebagai berikut :
Derajat Dehidrasi PWL NWL CWL Jumlah
Ringan 50 100 25 175
Sedang 75 100 25 200
Berat 125 100 25 250
Keterangan :
PWL : Previous Water loss (ml/kg BB)
NWL : Normal Water losses (ml/kg BB)
CWL : Concomitant Water losses (ml/kg BB)

J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:
a. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.
b. Tata kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi.
c. Memberikan terapi simtomatik
d. Memberikan terapi definitif.
1. Medis
Dasar pengobatan diare adalah:
a. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah
pemberiannya.
1) Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan
peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan
glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan
kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan
dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula
lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin
disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung
NaCl dan sukrosa.
2) Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat,
dengan rincian sebagai berikut:
- Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus
set berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus
1 ml=20 tetes).
 7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt
(infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set
infus 1 ml=20 tetes).
 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
- Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15
tts atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
- Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
 1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15
tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
 7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1
ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
 16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
- Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
 Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250
ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1
bagian NaHCO3 1½ %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6
tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
 Untuk bayi berat badan lahir rendah
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4
bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).
b. Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan
berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:
- Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan
lemak tak jenuh
- Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)
- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak
yang berantai sedang atau tak jenuh.
c. Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan
cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.
2. KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan.
Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini
membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang
lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.
Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric
menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi
juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari
(diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari
(diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit
menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang
dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan
susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara
pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi
makanan, kebiasan cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
o Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5
kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
o Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm
ditahun kedua dan seterusnya.
o Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama
dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
o Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
o Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai
menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal
dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan,
perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata
sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
o Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak
toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario
kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan
orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua
terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka
anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan
tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
o Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan,
bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun 2
hitungan (GK)
2. Meniru membuat garis lurus (GH)
3. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
4. Melepasa pakaian sendiri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran
menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup
pada anak umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,
peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah,
minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus,
minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena
asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi
menurun pada diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt,
suhu meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-
400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa
mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain,
terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes,
putus asa, dan kemudian menerima.
10. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
 feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
 Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
 AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat,
pcO2 meningkat, HCO3 menurun )
 Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
diare atau output berlebihan dan intake yang kurang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
skunder terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
frekwensi diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB
menurun terus menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnose Tujuan Intervensi Rasional
1. 1 Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tanda dan gejala 1. Penurunan sisrkulasi volume
keperawatan selama 3 x 24 kekurangan cairan dan elektrolit cairan menyebabkan kekeringan
jam keseimbangan dan mukosa dan pemekataj urin.
elektrolit dipertahankan Deteksi dini memungkinkan terapi
secara maksimal, kriteria pergantian cairan segera untuk
hasil: memperbaiki defisit
1. Tanda vital 2. Pantau intake dan output 2. Dehidrasi dapat meningkatkan
dalam batas normal (N: laju filtrasi glomerulus membuat
120-60 x/mnt, S; 36- keluaran tak aadekuat untuk
37,50 c, RR : < 40 x/mnt membersihkan sisa metabolisme.
) 3. Timbang berat badan setiap 3. Mendeteksi kehilangan cairan ,
2. Turgor hari penurunan 1 kg BB sama dengan
elastik , membran kehilangan cairan 1 lt
mukosa bibir basah, 4. Mengganti cairan dan elektrolit
mata tidak cowong, 4. Anjurkan keluarga untuk yang hilang secara oral
UUB tidak cekung. memberi minum banyak pada
3. Konsistensi kien, 2-3 lt/hr
BAB lembek, frekwensi
1 kali perhari
2. 2 Setelah dilakukan tindakan 1. Diskusikan dan jelaskan tentang 1. Serat tinggi, lemak,air terlalu
perawatan selama dirumah pembatasan diet (makanan panas / dingin dapat merangsang
di RS kebutuhan nutrisi berserat tinggi, berlemak dan air mengiritasi lambung dan sluran
terpenuhi, kriteria hasil: terlalu panas atau dingin) usus.
1. Nafsu makan meningkat 2. Ciptakan lingkungan yang bersih, 2. situasi yang nyaman, rileks akan
2. BB meningkat atau
jauh dari bau yang tak sedap atau merangsang nafsu makan.
normal sesuai umur
sampah, sajikan makanan dalam
keadaan hangat
3. Berikan jam istirahat (tidur) serta 3. Mengurangi pemakaian energi
kurangi kegiatan yang berlebihan yang berlebihan
4. Monitor intake dan out put 4. Mengetahui jumlah output dapat
dalam 24 jam merencenakan jumlah makanan.
5. Kolaborasi dengan tim kesehtaan 5. Mengandung zat yang diperlukan
lain : , untuk proses pertumbuhan
a. terapi gizi : Diet TKTP
rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
3. 3 Stelah dilakukan tindakan 1. Monitor suhu tubuh setiap 2 jam 1. Deteksi dini terjadinya perubahan
perawatan selama 3x 24 abnormal fungsi tubuh ( adanya
jam tidak terjadi infeksi)
peningkatan suhu tubuh, 2. Berikan kompres hangat 2. merangsang pusat pengatur panas
kriteria hasil : untuk menurunkan produksi
1. suhu tubuh dalam batas panas tubuh
normal ( 36-37,5 C) 3. Kolaborasi pemberian antipirektik 3. Merangsang pusat pengatur panas
2. Tidak terdapat tanda di otak
infeksi (rubur, dolor,
kalor, tumor, fungtio
leasa)
4. 4 Setelah dilakukan tindaka 1. Diskusikan dan jelaskan 1. Kebersihan mencegah
keperawtan selama di pentingnya menjaga tempat tidur perkembang biakan kuman
rumah sakit integritas kulit 2. Demontrasikan serta 2. Mencegah terjadinya iritassi kulit
tidak terganggu, kriteria libatkan keluarga dalam merawat yang tak diharapkan oleh karena
hasil: perianal (bila basah dan kelebaban dan keasaman feces
1. Tidak terjadi iritasi : mengganti pakaian bawah serta
kemerahan, lecet, alasnya) 3. Melancarkan vaskulerisasi,
kebersihan terjaga 3. Atur posisi tidur atau duduk mengurangi penekanan yang lama
2. Keluarga mampu dengan selang waktu 2-3 jam sehingga tak terjadi iskemi dan
mendemontrasikan irirtasi.
perawatan perianal
dengan baik dan benar
5. 5 Setelah dilakukan tindakan 1. Libatkan keluarga dalam 1. Pendekatan awal pada anak
perawatan selama 3 x 24 melakukan tindakan perawatan melalui ibu atau keluarga
jam, klien mampu 2. Hindari persepsi yang salah 2. mengurangi rasa takut anak
beradaptasi, kriteria hasil : pada perawat dan RS terhadap perawat dan lingkungan
1. Mau menerima RS
tindakan perawatan, 3. Berikan pujian jika klien mau 3. menambah rasa percaya diri anak
klien tampak tenang diberikan tindakan perawatan dan akan keberanian dan
dan tidak rewel pengobatan kemampuannya
4. Lakukan kontak sesering 4. Kasih saying serta pengenalan
mungkin dan lakukan diri perawat akan menunbuhkan
komunikasi baik verbal maupun rasa aman pada klien.
non verbal (sentuhan, belaian dll)
5. Berikan mainan sebagai
rangsang sensori anak
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo T. 2001. Keadaan Gawat yang mengancam jiwa, Jakarta gaya baru
Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta
Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatik, Jakarta,
EGC
Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6.
EGC. Jakarta.
Doengoes,2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. EGC. Jakarta
Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi . RSUD Dr. Soetomo.
Surabaya.
Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku
1, Ed.4, EGC, Jakarta
Sachasin Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatik. Alih bahasa : Manulang
R.F. Jakarta, EGC
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Ed. Ke-3, BP FKUI,
Jakarta.
Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta
Suryanah,2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai