Kelompok 11:
IKOM-2/SEMESTER III
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatnya sehingga kami masih diberikan kesempatan untuk dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “STUDI ISLAM TERAPAN DI
INDONESIA: METODOLOGI NU”. Makalah ini kami buat guna memenuhi
penyelesaian tugas pada mata kuliah metodologi studi islam ini semoga makalah
ini dapat menambah wawasan dan pengatahuan bagi para pembaca.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami dengan segala kerendahan hati
meminta maaf dan mengharapkan kritik serta saran yang membangun perbaikan
dan penyempurnaan kedepannya.
Akhir kata kami mengucapkan selamat membaca dan semoga materi yang ada
dalam makalah yang berbentuk makalah ini dapat bermanfaat sebagaimana
mestinya bagi para pembaca.
Kelompok 11
BAB I
PENDAHULUAN
K.H. Hasyim Asy’arie, Rais Akbar (ketua) pertama NU. Berangkan komite dan
berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa
perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis,
untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan
berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang
bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31
Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy’ari sebagai Rais
Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy’ari
merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab
I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan
dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam
berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari Latar Belakang yang dipaparkan di atas maka bisa ditarik rumusan masalah
sebagai berikut :
C. TUJUAN
Dari Rumusan Masalah yang dijelaskan diatas maka dapat ditarik tujuan sebagai
berikut :
PEMBAHASAN
Pada saat yang sama, tantangan pembaruan yang dibawah oleh Muhammad
Abduh di Mesir mempengaruhi ulama Indonesia dalam bentuk Muhammadiyah,
yakni organisasi Islam terbesar kedua pada abad ke-20 di Indonesia. Penghapusan
kekhalifahan di Turki dan kejatuhan Hijaz ke tangan Ibn Sa’ud yang menganut
Wahabiyah pada tahun 1924 memicu konflik terbuka dalam masyarakat Muslim
Indonesia. Perubahan-perubahan ini mengganggu sebagian besar ulama Jawa,
termasuk Hasbullah. Dia dan ulama sefaham menyadari serta melakukan usaha-
usaha untuk melawan ancaman bid’ah tersebut serta merupakan kebutuhan yang
mendesak. Hasyim As’ari (1871-1947) Kiai dari pesantren Tebuireng, Jombang,
Jawa Timur, yang merupakan ulama Jawa paling disegani-menyetujui permintaan
mereka untuk membentuk NU pada tahun 1926 dan dia menjadi ketua pertamanya
atau ro’is akbar.
Hasil ijtihad atau madzhab seorang mujtahid biasanya diterima dan diikuti oleh
orang lain. Sementara orang lain yang tidak berkemampuan berijtihad sendiri
yang menerima dan mengikuti hasil ijtihad disebut bermadzhab kepada mujtahid
tersebut. Ibaratnya yang berijtihad adalah produsen dan yang bermadzhab adalah
konsumen.
Ijtihad tidak boleh dilakukan sembarangan. Prinsip ahlus sunnah wal jamaah ini
menegaskan bahwa ijtihad atau penggunaan ra'yu dalam menyimpulkan hukum
agama harus disertai persyaratan yang ketat agar hasilnya tidak menyalahi
assunnah wal jamaah. Persyaratan ijtihad cukup banyak, tetapi pada pokoknya
adalah:
1. Kemampuan ilmu agama dengan al-Quran dan al-Hadits dan segala
kelengkapannya seperti bahasa Arab, tafsir, dan lain-lain.
2. Kemampuan menganalisis, menghayati, dan menggunakan metoda kaidah yang
dapat dipertanggungjawabkan.
3. Semuanya dilakukan atas dasar akhlak atau mental yaitu keikhlasan mengabdi
kepada Allah dalam mencari kebenaran, bukan sekedar mencaricari argumentasi
untuk membenar-benarkan kecenderungan selera dan nafsu atau kepentingan lain.
Menurut pandangan NU, bermadzhab adalah upaya untuk menempuh jalan yang
lebih selamat dari kekeliruan di bidang agama yang membawa konsekuensi
ukhrawi dan hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan serta dibenarkan berdasar
al-Quran dan al-Hadits. Sedangkan taqlid buta, atau taqlid kepada sembarang
orang tentu dilarang oleh agama. Bagi mereka yang ada kesempatan dan
kemampuan tentu wajib mengetahui seluk beluk dalil yang dipergunakan oleh
para fuqaha'. Namun, untuk mencapai derajat mujtahid barangkali sulit, walaupun
kemungkinan itu selalu ada.
4. PAHAM KEAGAMAAN
Nahdlatul Ulama (NU) menganut paham Ahlussunah Wal Jama’ah, sebuah
pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan
kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak
hanya Al-Qur’an, Sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah
dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu,
seperti Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi.
Kemudian dalam bidang fikih mengikuti empat madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi’i,
dan Hanbali. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-
Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan
syariat.
Gagasan kembali ke khittah pada tahun 1984, merupakan momentum
penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah, serta
merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial.
Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut
berhasil membangkitkan kembali gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam
NU.
5. BASIS PENDUKUNG
Jumlah warga Nahdlatul Ulama (NU) atau basis pendukungnya diperkirakan
mencapai lebih dari 40 juta orang, dari beragam profesi. Sebagian besar dari
mereka adalah rakyat jelata, baik di kota maupun di desa. Mereka memiliki
kohesifitas yang tinggi karena secara sosial-ekonomi memiliki masalah yang
sama, selain itu mereka juga sangat menjiwai ajaran Ahlusunnah Wal Jamaah.
Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang
merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.
6. DINAMIKA
Prinsip-prinsip dasar yang dicanangkan Nahdlatul Ulama (NU) telah
diterjemahkan dalam perilaku kongkrit. NU banyak mengambil kepeloporan
dalam sejarah bangsa Indonesia. Hal itu menunjukkan bahwa organisasi ini hidup
secara dinamis dan responsif terhadap perkembangan zaman. Prestasi NU antara
lain:
7. Tujuan Organisasi
Dari materi-materi yang sudah disampaikan di atas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) Didirikan pada 16 Rajab 1344 H
(31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari sebagi Rais
Akbar, Nahdlatul Ulama menganut paham Ahlussunah Wal Jama’ah, sebuah pola
pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum
ekstrim naqli (skripturalis), Jumlah warga Nahdlatul Ulama atau basis
pendukungnya diperkirakan mencapai lebih dari 40 juta orang, dari beragam
profesi. Sebagian besar dari mereka adalah rakyat jelata, baik di kota maupun di
desa. Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi karena secara sosial-ekonomi
memiliki masalah yang sama, selain itu mereka juga sangat menjiwai ajaran
Ahlusunnah Wal Jamaah dan pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat
dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar
budaya NU.
B. SARAN
Makalah yang penulis masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis sangat
berharap agar pembaca sekalian bisa memberi kritik dan saran yang membangun
agar penulis dapat menulis makalah dengan lebih baik lagi selanjutnya dan penulis
juga berharap agar yang penulis sampaikan dapat kita pahami dengan seksama
DAFTAR PUSTAKA
http//id.wikipedia.org/wiki/nahdatul ulama
http://www.nu.or.id/page/id/home.html