Anda di halaman 1dari 12

Tongkonan layuk

talonge

Kabupaten tana toraja

Penulis : wily elvista payung

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Toraja yang terletak di Sulawesi Selatan
merupakan daerah yang kaya akan

budayanya. Salah satunya bisa dilihat melalui karya


seninya yang sangat

menonjol yakni arsitektur berupa rumah adat


Tongkonan. Rumah adat Tongkonan

merupakan warisan dan hak milik turun temurun dari


manusia pertama yang

membangun Tongkonan. Rumah adat Tongkonan


berbentuk perahu, karena

berdasarkan asal usulnya, nenek moyang orang Toraja


berimigrasi dari Hindia

Belakang (Siam) ke daerah Selatan untuk mencari


daerah baru. Mereka

menggunakan perahu yang menyerupai rumah adat


orang Toraja.

Sebagian besar Budaya Toraja bersifat spiritual yang


disimbolkan ke dalam

2
berbagai bentuk seninya termasuk di dalam rumah
adat Tongkonan. Semua ritual

yang berhubungan dengan rumah adat ini sangatlah


penting dalam kehidupan

spiritual suku Toraja. Semua anggota keluarga


diharuskan ikut serta karena

melambangkan hubungan mereka dengan leluhur


mereka dan harus berpatokan

pada nilai tradisi yang terkandung dalam kepercayaan


asli Toraja, Aluk Todolo

(menyembah roh-roh). Oleh karena itu, dahulu fungsi


rumah adat Tongkonan

selalu berpatokan pada kepercayaan Aluk Todolo.


Bagi masyarakat Toraja,

Tongkonan dengan ukirannya bukan hanya sekedar


rumah saja, tetapi Tongkonan

mengandung makna yang sangat mendalam, dan


unsur-unsur visualnya

merupakan ungkapan simbolik yang tertanam dalam


kehidupan masyarakat.

Saat ini pandangan hidup masyarakat Toraja semakin


mengalami perubahan

3
terhadap nilai-nilai tradisionalnya. Terutama
dipengaruhi oleh adanya sikap

masyarakat yang memandang kepercayaan Aluk


Todolo penuh dengan mitos dan

hal-hal gaib yang tidak lagi relevan dengan


perkembangan zaman. Masyarakat

lebih cenderung memilih agama Kristen atau Islam


yang lebih relevan dengan

zamannya. Perubahan-perubahan di atas membawa


pengaruh yang besar terhadap rumah adat
Tongkonan.

Dari segi fungsi, rumah adat ini asalnya hanya


diperuntukkan bagi ketua adat

saja. Di rumah Tongkonan inilah segala urusan


pemerintahan diatur dan dibuat.

Contohnya untuk melihat status kepemilikan dari


bangunan dapat diidentifikasi

dari jumlah tanduk dan kepala kerbau yang ada di


depan bangunan tersebut.

Semakin banyak tanduk dan kepala kerbau yang ada


pada bangunan tersebut,

maka semakin tinggi derajat seseorang tersebut.


Dahulu Tongkonan juga dianggap sebagai tempat

4
musyawarah ataupun tempat tinggal bagi penguasa.
Tetapi sekarang fungsi Tongkonan beralih menjadi
sekedar fungsi sosial untuk

kebutuhan praktis masa kini yaitu menjadi tempat


tinggal masyarakat, baik itu

kaum bangsawan ataupun rakyat biasa. Tetapi karena


zaman yang semakin

berkembang, akhirnya rumah adat ini menyebar ke


masyarakat, sehingga hampir

seluruh masyarakat Toraja memilikinya dan fungsinya


yaitu sebagai rumah

tempat tinggal bagi mereka. Masyarakat Toraja tidak


lagi menganggap

Tongkonan sebagai rumah yang bersifat sakral,


sebagai tempat pelaksanaan

upacara religius dan bermakna simbolik menurut


kepercayaan Aluk Todolo.

Tidak hanya fungsi, tetapi bentuk rumah adat


Tongkonan pun mengalami

perubahan. Rumah adat Tongkonan yang dahulu


hanya terdiri dari satu ruangan

saja, tapi rumah adat Tongkonan yang sekarang terdiri


dari beberapa ruangan

5
yang diberi sekat dan dipisah berdasarkan
kegunaanya. Perubahan yang terjadi

pada rumah adat Tongkonan ini dianggap mengurangi


nilai karakteristik pada

Tongkonan yang sudah ditetapkan oleh leluhur Toraja.


Perubahan pada material

bangunan Tongkonan pun berpengaruh pada


kekuatan struktur bangunan.

Tongkonan saat ini dengan materialnya yang modern


dianggap lebih ringan dan

tidak tahan dalam menerima gaya hisap angin


dibandingkan dengan materialmaterial yang
digunakan pada zaman dulu.

Perubahan yang terjadi pada rumah adat Tongkonan


ini sangatlah

disayangkan, karena rumah adat Tongkonan


merupakan identitas kebudayaan

masyarakat Toraja yang sudah ditetapkan oleh


leluhur. Jika terjadi perubahan

pada fungsi dan maknanya maka identitas masyarakat


Toraja akan berubah.

Masyarakat Toraja seharusnya dapat menyadari arti


penting rumah adat

6
Tongkonan yang bersifat sakral dan merupakan
peninggalan leluhur yang harus

dijaga dan dipertahankan nilainya karena rumah adat


Tongkonan merupakan

identitas budaya Toraja yang begitu berharga.

Sesuai dengan fenomena yang diangkat, penulis


tertarik merancang features

televisi yang berkonsep edukasi terhadap anak-anak


mengenai pentingnya

identitas pada suatu budaya Toraja, dan agar mereka


memperoleh pengetahuan

untuk dapat melestarikan budaya Toraja khususnya


pada rumah adat Tongkonan.

Features televisi adalah liputan mengenai kejadian


yang dapat menyentuh

perasaan ataupun menambah pengetahuan audiens


atau pemirsa melalui

penjelasan rinci, lengkap, serta mendalam, tidak


terikat aktulitas nilai utamanya

unsur manusiawi atau informasi yang dapat


menambah pengetahuan (Fachruddin,2012:227).
Features juga merupakan reportase yang dikemas
lebih mendalam dan luas disertai sedikit sentuhan

7
aspek human interest agar memiliki
dramatika.Berkonsep edukasi terhadap anak-anak
karena diharapkan features televisi yang dirancang
nanti dapat memberikan pendidikan atau
pengetahuan terhadap anakanak yang ingin
mengetahui lebih banyak tentang budaya di
Indonesia.Oleh sebab itu, melalui media features
televisi penulis tertarik untuk

menginformasikan kembali tentang pentingnya


bentuk, fungsi dan makna pada

rumah adat Tongkonan yang sudah ditetapkan oleh


leluhur dan merupakan

identitas budaya masyarakat Toraja. Sehingga


masyarakat Toraja dapat menyadari

dan tidak melakukan perubahan terhadap budaya


Toraja secara berlebihan. Dalam

perancangan features televisi ini, penulis bertindak


sebagai sutradara. Diharapkan

perancangan features televisi ini dapat menyadarkan


masyarakat Toraja agar tidak

melakukan perubahan terhadap identitas Toraja


secara berlebihan.

Dalam perancangan program features televisi ini,


peran sutradara sangatlah

8
penting. Sutradara televisi merupakan sebutan bagi
orang yang berprofesi

menyutradarai sebuah Program Acara Televisi baik itu


drama ataupun nondrama,

dalam produksi single atau multi camera (Naratama,


2014:4) . Sutradara harus

mampu menjelaskan mengenai ide awal, bagaimana


cara penyampaian informasi,

bagaimana cara menyampaikan pesan secara logis,


dan mampu mengatur

dramatik yang ada didalam features televisi. Ada


empat konsentrasi sutradara

yaitu, pendekatan, gaya, bentuk dan struktur


(Ayawaila, 2008:101).

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk


merancang program features

televisi yang bertema Identitas Budaya pada Rumah


Adat Tongkonan di Toraja.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat
permasalahan yang dapat

diidentifikasikan sebagai berikut:

9
1. Rumah adat Tongkonan adalah salah satu karya
seni daerah Toraja

yang merupakan warisan dari manusia pertama


yang membangun

Tongkonan.

2. Dulu ritual-ritual yang dilaksakanakan di rumah


adat Tongkonan

harus berpatokan pada kepercayaan Aluk Todolo


(menyembah rohroh) .

3. Masyarakat Toraja kini menganggap kepercayaan


Aluk Todolo tidak

lagi relevan dengan perkembangan zaman, dan


lebih memilih

agama Kristen atau Islam yang lebih relevan


dengan zamannya.

4. Rumah adat Tongkonan kini telah berubah fungsi


dari yang dulunya

bersifat sakral dan merupakan tempat tinggal


bangsawan dan ritual

Aluk Todolo kini jadi berfungsi umum dan


digunakan untuk tempat

tinggal masyarakat.

10
5. Rumah adat Tongkonan mengalami perubahan
bentuk, dulu terdiri

dari satu ruangan sekarang menjadi beberapa


ruangan yang dipisah

berdasarkan kegunaannya.

6. Perubahan yang terjadi pada rumah adat


Tongkonan bisa jadi

merubah identitas Toraja yang sudah ditetapkan


oleh leluhur.

7. Features televisi merupakan reportase mengenai


rumah adat

Tongkonan yang dikemas lebih mendalam dan


luas disertai sedikit

sentuhan aspek human interest agar memiliki


dramatika.

8. Melalui media features televisi, penulis sebagai


sutradara

mengharapkan dapat menyadarkan masyarakat


Toraja agar tidak

melakukan perubahan terhadap identitas Toraja


secara berlebihan.

11
9. Sutradara harus mampu menjelaskan mengenai ide
awal, bagaimana

cara penyampaian informasi, bagaimana cara


menyampaikan pesan secara logis, dan mampu
mengatur dramatik yang ada didalam features
televisi.

12

Anda mungkin juga menyukai