Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PERBEDAAN PRINSIP POKOK DALAM ALIRAN


Sejarah dan Filsafat olahraga
Dosen Pengampu : Hasanul Fitrah Alba, M.Pd

Di susun Oleh:
1. Avin Sapta Azhari 410697420052
2. Wahyu Alam 410697420037
3. Adam Malik 410697420074

Prodi Pendidikan Kepelatihan Olaraga


Fakultas Pendidikan

Universitas Mitra Karya


2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Salam serta shalawat tak lupa pula kita haturkan kepada junjungan alam nabi besar
muhammad SAW, seorang nabi yang telah membawa kita dari jaman kegelapan menuju
jaman yang terang benerang seperti yang kita rasakan sepertti saat-saat sekarang ini.
Ucapan terimakasih juga kami haturkan kepada dosen pengampu yang telah ikut serta dalam
pembuatan makalah menjelaskan megenai” PERBEDAAN PRINSIP POKOK
BERBAGAI ALIRAN ” makalah ini kami buat untuk memperdalam ilmu dan
Kami menyadari dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, hal ini
disebabkan terbatasnya kemampuan pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki,
namun demikian banyak pula pihak yang telah membantu kami dengan menyediakan
sumber informasi, memberikan masukan pemikiran, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini diwaktu yang
akan datang, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan orang banyak supaya
mengetahui apa-apa yang ada dalam pelajaran “SEJARAH DAN FILSAFAT
OLAHRAGA”
 
 
 
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR……………………………..……………………………………...…ii

DAFTARISI……...…………………………………………………………………………iii

BAB I

PENDAHULUAN……………………...…………………………………………………….1
A.  LatarBelakang………………………………...………………………………..…………1
B.  RumusanMasalah……………….……………….………………………………………..1
C. Tujuan……………………….……………………………………………………………2

BAB II
PEMBAHASAN ……………………...………...……………………………………………3
A.    Aliran Pragmatisme ………………………...……………….…………………………..3

B.    Aliran Fenomenologis……..…………………...…………..…………………………….3


C.    Aliran animism…………………………………………………………………………

D. naturalisme……………………………………………………………………………….

E. Idealisme…………………………………………………………………………………
F. Pragmatism………………………………………………………………………………..
G. eksistensialisme……………………………………………………………………………
H. dan pendekatan……………………………………………………………………………

BAB III PENUTUP ……………………………………….…………………………………10

A.Kesimpulan…………………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSAKA……………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Karena pada hakekatnya aktivitas bermain dengan konsep penjas sangat
memperhatikan adanya perbedaan dalam kemampuan fisik, psikis maupun sosial dan
emosional peserta didik, sehingga dalam implementasi pembelajaran apapun di lapangan,
harus mempertimbangkan adanya perbedaan-perbedaan tersebut.  
Filsafat pada dasarnya merupakan pedoman dan prinsip-prinsip tertinggi yang
menentukan pemikiran seseorang. Sistem nilai yang kita anut dan kita pertahankan menjadi
sarana bagi kita untuk menafsirkan kejadian-kejadian dan mengendalikanh hidup kita.
Pemikiran filosofis muncul karena orang tidak puas melihat suatu realita sehingga orang
berpikir secara mendalam sampai ke akar-akarnya (radikal) guna mencari hakekat dan makna
suatu fenomena. Makalah ini membahas tentang perbedaan prinsip pokok berbagai Aliran–
aliran sejarah dan Filsafat, Olahraga.

B.Rumusan Masalah

1. Apa saja perbedaan prinsip pokok aliran dan pengaruh terhadap pemikiran pendidik
Indonesia?

C.Tujuan Pembuatan

1.    Untuk mengetahui perbedaan prinsip berbagai aliran pengaruhnya terhadap pemikiran


pendidikan di indonesia
2.    Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah dan filsafat Olahraga
BAB II
PEMBAHASAN

Aliran – Aliran Filsafat


Terdapat banyak aliran dalam filsafat tetapi semuanya dapt dipulangkan kepada empat aliran
pokok yaitu: naturalisme, idealisme, realisme dan pragmatisme, rasionalisme, empirisme,
positivisme.

A. Pragmatisme
Paham pragmatisme mempertanyakan efektifnya suatu ide dalam praktek. Sesuatu ide
disebut baik kalau hasilnya dalam praktek adalah baik, demikian pula sebaliknya. Bagi kaum
pragmatisme kebenaraan ditafsirkan menurut keadaannya dalam praktek. Yang terpenting
dalam pragmatisme adalah tindakan (action) kerena itu kaum pragmatis sangat menekankan
sesuatu yang praktis, efisien dan memuaskan.

B. Fenomenologis
Fenomenologi (Inggris: Phenomenology) berasal dari bahasa
Yunani phainomenondan logos. Phainomenon berarti tampak dan phainen berarti
memperlihatkan. Sedangkan logos berarti kata, ucapan, rasio, pertimbangan. Dengan
demikian, fenomenologi secara umum dapat diartikan sebagai kajian terhadap fenomena atau
apa-apa yang nampak. Lorens Bagus memberikan dua pengertian terhadap fenomenologi.
Dalam arti luas, fenomenologi berarti ilmu tentang gejala-gejala atau apa saja yang tampak.
Dalam arti sempit, ilmu tentang gejala-gejala yang menampakkan diri pada kesadaran kita.
Fenomenologi (Inggris: Phenomenology) berasal dari bahasa Yunani phainomenondan logos.
Phainomenon berarti tampak dan phainen berarti memperlihatkan. Sedangkan logos berarti
kata, ucapan, rasio, pertimbangan. Dengan demikian, fenomenologi secara umum dapat
diartikan sebagai kajian terhadap fenomena atau apa-apa yang nampak. Lorens Bagus
memberikan dua pengertian terhadap fenomenologi. Dalam arti luas, fenomenologi berarti
ilmu tentang gejala-gejala atau apa saja yang tampak. Dalam arti sempit, ilmu tentang gejala-
gejala yang menampakkan diri pada kesadaran kita.

C. Animisme
Animisme (dari bahasa Latin anima atau "roh") adalah kepercayaan kepada makhluk
halus dan roh merupakan asas kepercayaan agama yang mula-mula muncul di
kalangan manusia primitif (purba). Kepercayaan animisme mempercayai bahwa setiap benda
di Bumi ini (seperti kawasan tertentu, gua, pohon atau batu besar), mempunyai jiwa yang
mesti dihormati agar roh tersebut tidak mengganggu manusia, malah membantu mereka dari
roh jahat dalam kehidupan seharian mereka.
Diperkirakan bahwa di provinsi Kalimantan Barat masih terdapat 7,5 juta orang Dayak yang
tergolong pemeluk animisme, dan tergolong banyak untuk pemeluk animisme di Indonesia.
Selain daripada jiwa dan roh yang mendiami di tempat-tempat yang dinyatakan di atas,
kepercayaan animisme juga mempercayai bahwa roh orang yang telah mati bisa masuk ke
dalam tubuh hewan. Roh-roh orang yang telah mati juga bisa memasuki
tubuh babi atau harimau dan dipercayai akan membalas dendam orang yang menjadi musuh
bebuyutan pada masa hidupnya. Bahkan hal tersebut dipercayai sampai turun temurun.
Kepercayaan ini berbeda dengan kepercayaan reinkarnasi seperti yang terdapat pada
agama Hindu dan Buddha, di mana dalam reinkarnasi, jiwa tidak pindah langsung ke tubuh
hewan lain yang hidup, melainkan melalui proses kelahiran kembali kedunia dalam bentuk
kehidupan baru. Pada agama Hindu dan Buddha juga terdapat konsep Hukum karma yang
berbeda dengan kepercayaan animisme ini.
D. Naturalisme
Paham naturalisme menganggap alam sebagai satu-satunya hal yang nyata. Ajaran ini
berasal dari Democritus, yang lahir kira-kira 460 SM. Ia menyatakan bahwa apabila atom-
atom terkombinasi akan terbentuklah tubuh yang alami dan orang akan mati ketika atom-
atom yang menyusun tubuhnya terpisah.
Paham naturalisme menolak setiap alasan yang mengklaim adanya alam gaib atau
supranatural dan juga menolak wahyu sebagai wahana memperoleh kebenaran. Menurut
paham ini alam fisik adalah pusat dari alam semesta. Manusia dikendalikan oleh alam dan
tindakan manusia adalah hasil dari hukum alam dalam sistem sebab akibat.
Pandangan aliran naturalisme terhadap pendidikan dikemukakan oleh Rousseau yang
menyatakan bahwa manusia harus di didik sesuai dengan hukum–hukum alam dan bahwa
kebaikan alamiah dari manusia harus dipertahankan. Dan tujuan pendidikan menurut
Rousseau adalah kehendak alam tanpa campur tangan dari pengaruh lainnya.
Menurut paham Naturalisme pendidikan harus merupakan alat bagi proses pertumbuhan fisik
dan perkembangan metal, harus dijalani dengan gembira dan harus melibatkan aktifitas yang
spontan dari si anak. Pendidikan jasmani dan pendidikan mental sangatlah penting.

E. Idealisme
Bagi filsafat idealisme pikiran dan penalaran (reason) adalah hal-hal penting dalam
realita. Penganut paham ini merasa bahwa diatas dunia fisik terdapat dunia pikiran dan roh.
Menurut kaum idealis manusia bukanlah ukuran bagi semua hal. Ada suatu sistem yang lebih
besar diatas keberadaan manusia. Manusia hidup di bawah aspek hukum yang terdapat bukan
pada aspek fisik tetapi pada moral dan spritual. Berbeda dengan hewan manusia mempunyai
keyakinan dan ia mempunyai roh yang tidak hanya digerakkan oleh kehidupan duniawinya
tetapi juga kehidupan spritualnya. Dalam alam spritualnya manusia menemui derajat diri
yang lebih tinggi.

F. Pragmatisme
Paham pragmatisme mempertanyakan efektifnya suatu ide dalam praktek. Sesuatu ide
disebut baik kalau hasilnya dalam praktek adalah baik, demikian pula sebaliknya. Bagi kaum
pragmatisme kebenaraan ditafsirkan menurut keadaannya dalam praktek. Yang terpenting
dalam pragmatisme adalah tindakan (action) kerena itu kaum pragmatis sangat menekankan
sesuatu yang praktis, efisien dan memuaskan.
Pragmatisme adalah suatu bentuk dari empirisme karena ia berpendapat bahwa pengetahuan
tentang alam didasarkan atas pengalaman dan percobaan (eksperimen) atau atas obserbasi
dan innduksi. Ia menolak pencarian kebenaran melalui spekulasi ineliktualsitik, justru
menurutnya kebenaran atau validitas dari suatu prinsip atau keyakinan bergantung kepada
effeknya dalam  praktek.
G. Eksistensialisme 
Eksistensialisme adalah tradisi pemikiran filsafat yang terutama diasosiasikan dengan
beberapa filsuf Eropa abad ke-19 dan ke-20 yang sepaham (meskipun banyak perbedaan
doktrinal yang mendalam bahwa pemikiran filsafat bermula dengan subyek manusia bukan
hanya subyek manusia yang berpikir, tetapi juga individu manusia yang melakukan, yang
merasa, dan yang hidup. Nilai utama pemikiran eksistensialis biasanya dianggap sebagai
kebebasan, tetapi sebenarnya nilai tertingginya adalah otentisitas (keaslian) Dalam
pemahaman seorang eksistensialis, seorang individu bermula pada apa yang disebut sebagai
"sikap eksistensial", yaitu semacam perasaan disorientasi, bingung, atau ketakutan di hadapan
sebuah dunia yang tampaknya tidak berarti atau absurd. Ada pula beberapa filsuf
eksistensialis yang menganggap bahwa konten filsafat sistematis atau akademis tradisional
terlalu abstrak atau jauh dari pengalaman konkret manusia.
Soren Kierkegaard secara umum dianggap sebagai filsuf eksistensialis pertama, meskipun ia
tidak menggunakan istilah eksistensialisme. Ia berargumen bahwa setiap individu bukan
masyarakat atau agama bertanggung jawab untuk memberikan makna bagi hidup dan
kehidupan, dan menghidupi makna tersebut secara jujur dan bergairah (secara
"otentik"). Eksistensialisme menjadi populer setelah Perang Dunia II dan amat memengaruhi
bidang-bidang di luar filsafat, termasuk teologi, drama, seni, sastra, dan psikologi
H. Pendekatan
Pendekatan adalah cara pandang. Dalam konteks pembelajaran, pendekatan merupakan
cara memandang suatu proses pembelajaran. Semua pendekatan yang ada dan berkembang
pada saat ini berakar dari empat pendekatan berikut, yakni: nativisme, behavioristik,
pragmatik, dan interaksionis.
Pada dasarnya aliran nativisme menekankan pada kemampuan dalam diri seorang anak
yang telah dibawa sejak lahir, sehingga faktor lingkungan termasuk faktor yang kurang
berpengaruh. Maka, guru menganggap bahwa siswa sudah memiliki modal untuk selanjutnya
dikembangkan dan dioptimalkan.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Perkembangan filsafat dari zaman ke zaman akan terus berubah. Filsafat pada zaman sekarang ini
sudah mengalami proses yang sangat panjang yaitu mulai dari zaman Zaman Purba, Zaman mulainya
penalaran yang selalu menyelidiki, Zaman pertengahan, serta Zaman modern hingga zaman
kontemporer.

Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan mengenai segala hal yang
menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dan kehidupan manusia
sehingga manusia berpikir semakin baik.

Landasan epistemologis filsafat, artinya titik tolak penelaahan didasarkan atas cara dan prosedur
dalam memperoleh kebenaran, sedangkan ontologis filsafat sangat tergantung pada cara pandang
terhadap realitas. Dan aksiologis merupakan sikap etis yang harus dikembangkan oleh seorang
ilmuwan, terutama dalam kaitannya dengan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya.

Filsafat olahraga seperti filsafat pada umumnya, berusaha untuk memahami hakikat,
mempersoalkan sesuatu isu- isu olahraga secara kritis, guna memperoleh pengetahuan yang paling
hakiki dalam bidang keolahragaan. Dengan belajar filsafat olahraga diharapkan dapat didapatkan
solusi-solusi pemecahan masalah-masalah keolahraan pada masa kini sehingga olahraga pada masa
yang akan datang semakin diterima di dalam hati setiap insan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu, Jakarta ; PT Raja Grafindo Persada, 2009
Endro Dwi Hatmanto, Aliran Aliran Filsafat Ilmu: (http://endro.staff.umy.ac.id) diakses Jumat 23
September 2011
H. Harsuki. Perkembangan Olahraga Terkini: Kajian Para Pakar, Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
2003
H.J.S. Husdarta. Sejarah dan Filsafat Olahraga, Bandung : Alfabeta, 2010
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/08/pengertian-filsafat/
Konrad Kebug. Filsafat Ilmu Pengetahuan : Prestasi Pustaka Publisher. 2011
Louis O. Kattsoff.  Pengantar Filsafat :Tiara Wacana Yogya. 2007
Yuyun Suriasumantri, Filsafat Ilmu : Sebagai Pengantar Populer, Jakarta : Sinar Harapan. 1990

Anda mungkin juga menyukai