Anda di halaman 1dari 8

REMAJA

A. Pengertian Remaja
Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang
pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Menurut WHO, remaja adalah
penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 2005 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan
menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja
adalah 10-24 tahun dan belum menikah (Kemenkes RI, 2014).
Pada masa remaja seorang anak mengalami kematangan biologis, dan sifat khas
remaja yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang begitu besar, menyukai petualangan dan
tantangan serta cenderung berani menanggung resiko tanpa didahului pemikiran yang
matang. Kondisi ini dapat menempatkan remaja pada kondisi yang rawan apabila remaja
tidak dibekali dengan informasi yang benar mengenai proses perkembangan mental dan
kesehatan remaja. Berbagai masalah kesehatan remaja banyak terjadi seperti kekerasan,
malnutrisi, obesitas, napza, trauma, penyalahgunaan alkohol, merokok, dan perilaku
seksual pranikah (Sarwono, 2007).

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi Remaja


Perilaku seksual remaja merupakan tindakan yang dilakukan berhubungan dengan
keinginan/ dorongan seksual yang berasal dari diri sendiri maupun dari luar dirinya/
lingkungan sekitar. Menurut ICPD, kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat
jasmani, rohani, dan bukan hanya terlepas dari bebas segala penyakit atau kecacatan yang
dialami semata. Faktor yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi terbagi
menjadi empat golongan yaitu :
1. Faktor sosial, ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang
rendah, dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta
lokasi, tempat tinggal yang terpencil).
2. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk
pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki dan ada tidaknya
fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu mengatasi gangguan jasmani dan rohani).
3. Faktor psikologis (keretakan hubungan orang tua ,rasa tidak berharganya wanita yang
bisa dibeli kehormatannya oleh pria dengan materi).
4. Faktor biologis (cacat sejak lahir,dsb).

C. Perubahan yang Terjadi pada Remaja


Pada masa remaja itu, terjadilah suatu pertumbuhan fisik yang cepat disertai banyak
perubahan, termasuk di dalamnya pertumbuhan organ-organ reproduksi (organ seksual)
sehingga tercapai kematangan yang ditunjukkan dengan kemampuan melaksanakan fungsi
reproduksi. Perubahan yang terjadi pada pertumbuhan tersebut diikuti munculnya tanda-
tanda sebagai berikut:
1. Perubahan pada pertumbuhan dengan munculnya tanda-tanda seks
a. Tanda-tanda seks primer
Semua organ reproduksi wanita tumbuh selama masa puber. Namun tingkat
kecepatan antara organ satu dan lainnya berbeda. Berat uterus pada anak usia 11
atau 12 tahun kira-kira 5,3 gram, pada usia 16 tahun rata-rata beratnya 43 gram.
Sebagai tanda kematangan organ reproduksi pada perempuan adalah datangnya
haid. Ini adalah permulaan dari serangkaian pengeluaran darah, lendir dan jaringan
sel yang hancur dari uterus secara berkala, yang akan terjadi kira-kira setiap 28 hari.
Hal ini berlangsung terus sampai menjelang masa menopause. Menopause bisa
terjadi pada usia sekitar lima puluhan (Widyastuti dkk, 2009).
b. Tanda-tanda seks sekunder
Menurut Widyastuti dkk (2009) tanda-tanda seks sekunder pada wanita antara lain :
1) Rambut, muncul rambut kemaluan pada wanita juga tumbuh seperti halnya
remaja laki-laki. Tumbuhnya rambut kemaluan ini terjadi setelah pinggul dan
payudara mulai berkembang. Bulu ketiak dan bulu pada kulit wajah tampak
setelah haid.
2) Pinggul pun menjadi berkembang, membesar dan membulat. Hal ini sebagai
akibat membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya lemak di bawah kulit.
3) Payudara, seiring pinggul membesar, maka payudara juga membesar dan puting
susu menonjol. Hal ini terjadi secara harmonis sesuai pula dengan berkembang
dan makin besarnya kelenjar susu sehingga payudara menjadi lebih besar dan
lebih bulat.
4) Kulit, seperti halnya laki-laki juga menjadi lebih kasar, lebih tebal, pori-pori
membesar. Akan tetapi berbeda dengan laki-laki kulit pada wanita tetap lebih
lembut.
5) Kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif. Sumbatan kelenjar
lemak dapat menyebabkan jerawat. Kelenjar keringat dan baunya menusuk
sebelum dan selama masa haid.
6) Otot, menjelang akhir masa puber otot semakin membesar dan kuat. Akibatnya
akan membentuk bahu, lengan dan tungkai kaki.
7) Suara berubah semakin merdu. Suara serak jarang terjadi pada wanita.

2. Perubahan Hormonal pada pubertas


Perubahan Hormonal terjadi sebagai akibat peningkatan sekresi gonadotropin
releasing hormone (GnRH) dari hipotalamus, diikuti oleh sekuens perubahan sistem
endokrin yang kompleks yang melibatkan sistem umpan balik negatif dan positif.
Selanjutnya, konsekuensi ini akan diikuti dengan timbulnya tanda-tanda seks sekunder,
pacu tumbuh, dan kesiapan untuk reproduksi. Pada periode pubertas, selain terjadi
perubahan pada aksis hipotalamus-hipofisis-gonad, ternyata terdapat hormon lain yang
juga memiliki peran yang cukup besar selama pubertas yaitu hormon pertumbuhan
(growth hormone/GH). Pada periode pubertas, GH dikeluarkan dalam jumlah lebih besar
dan berhubungan dengan proses pacu tumbuh selama masa pubertas.

3. Perubahan fisik pada pubertas


Pada fase pubertas terjadi perubahan fisik sehingga pada akhirnya seorang anak
akan memiliki kemampuan bereproduksi. Terdapat lima perubahan khusus yang terjadi
pada pubertas, yaitu, pertambahan tinggi badan yang cepat (pacu tumbuh),
perkembangan seks sekunder, perkembangan organ-organ reproduksi, perubahan
komposisi tubuh serta perubahan sistem sirkulasi dan sistem respirasi yang
berhubungan dengan kekuatan dan stamina tubuh.
Perubahan fisik yang terjadi pada periode pubertas berlangsung dengan sangat
cepat dalam sekuens yang teratur dan berkelanjutan.

4. Perubahan psikososial selama pubertas


Perubahan fisik yang cepat dan terjadi secara berkelanjutan pada remaja
menyebabkan para remaja sadar dan lebih sensitif terhadap bentuk tubuhnya dan
mencoba membandingkan dengan teman-teman sebaya. Jika perubahan tidak
berlangsung secara lancar maka berpengaruh terhadap perkembangan psikis dan
emosi anak, bahkan terkadang timbul ansietas, terutama pada anak perempuan bila
tidak dipersiapkan untuk menghadapinya.
a. Remaja Dini (usia 10-13 tahun)
Karakteristik:
1) Awitan pubertas, menjadi terlalu memperhatikan tubuh yang sedang
berkembang.
2) Mulai memperluas radius sosial keluar dari keluarga dan berkonsentrasi pada
hubungan dengan teman.
3) Kognisi biasanya konkret.
Dampak:
1) Remaja mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang normalitas kematangan
fisik, sering terlalu memikirkan tahapan-tahapan perkembangan seksual dan
bagaimana proses tersebut berkaitan dengan teman-teman sejenis kelamin.
2) Kadang-kadang masturbasi
3) Mulai membangkitkan rasa tanggung jawab dalam konsultasi dengan orang tua,
kunjungan pada orang tua, kunjungan pada dokter, kontak dengan konselor
sekolah.
4) Pikiran yang konkret mengharuskan berhubungan dengan situasi-situasi
kesehatan secara simple dan eksplisit dengan menggunakan alat bantu visual
maupun verbal.

b. Remaja Pertengahan (usia 14-16 tahun)


Karakteristik:
1) Perkembangan pubertas sudah lengkap dan dorongan-dorongan seksual
muncul.
2) Kelompok sejawat akan mengakibatkan tumbuhnya standar-standar perilaku,
meskipun nilai-nilai keluarga masih tetap bertahan.
3) Konflik/pertentangan dalam hal kebebasan.
4) Kognisi mulai abstrak.
Dampak:
1) Mencari kemampuan untuk menarik lawan jenis. Perilaku seksual dan
eksperimentasi (dengan lawan jenis maupun sejenis) mulai muncul, masturbasi
meningkat.
2) Kelompok sejawat sering membantu/mendukung dalam kegiatan seperti
kunjungan ke dokter.
3) Pikiran tentang kebebasan mulai bertambah, sementara masih mengharapkan
dukungan dan bimbingan orang tua dapat mendiskusikan dan bernegosiasi
tentang perubahan-perubahan peraturan.
4) Saat diskusi dan negosiasi remaja sering ambivalen.
5) Mulai mempertimbangkan berbagai tanggung jawab dalam banyak hal, tetapi
kemampuannya untuk berintegrasi dengan kehidupan sehar-hari agak jelek
karena identitas egonya belum terbentuk sepenuhnya dan pertumbuhan
kognitifnya belum lengkap.
c. Remaja akhir (usia 17-21 tahun)
Karakteristik:
1) Kematangan fisik sudah lengkap, body image dan penentuan peran jenis
kelamin sudah mapan.
2) Hubungan-hubungan sudah tidak lagi narsistik dan terdapat proses memberi dan
berbagi.
3) Idealistis.
4) Emansipasi hampir menetap.
5) Perkembangan kognitif lengkap.
6) Peran fungsional mulai terlihat nyata.
Dampak:
1) Remaja mulai merasa nyaman dengan hubungan-hubungan dan keputusan
tentang seksualitas dan preteransi. Hubungan individual mulai lebih menonjol
dibanding dengan hubungan dengan kelompok.
2) Remaja lebih terbuka terhadap pertanyaan spesifik tentang perilaku.
3) Idealisme dapat mengakibatkan terjadinya konflik dengan keluarga.
4) Dengan mulainya emansipasi, anak muda tersebut mulai lebih memahami
akibat-akibat dari tindakannya.
5) Sering tertarik dalam diskusi tentang tujuantujuan hidup karena inilah fungsi
utama mereka pada tahapan ini.
6) Sebagian besar mampu memahami persoalanpersoalan kesehatan.

D. Permasalahan Kesehatan Reproduksi Remaja


1. Pelecehan Seksual
a. Definisi Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak di mana
orang dewasa atau remaja yang lebih tua menggunakan anak untuk rangsangan
seksual. Bentuk pelecehan seksual anak termasuk meminta atau menekan seorang
anak untuk melakukan aktivitas seksual (terlepas dari hasilnya), memberikan
paparan yang tidak senonoh dari alat kelamin untuk anak, menampilkan pornografi
untuk anak, melakukan hubungan seksual terhadap anak-anak, kontak fisik dengan
alat kelamin anak (kecuali dalam konteks non-seksual tertentu seperti pemeriksaan
medis), melihat alat kelamin anak tanpa kontak fisik (kecuali dalam konteks non-
seksual seperti pemeriksaan medis), atau menggunakan anak untuk memproduksi
pornografi anak.

b. Efek Pelecehan Seksual


1) Kerusakan psikologi
Pelecehan seksual anak dapat mengakibatkan kerugian baik jangka pendek dan
jangka panjang, termasuk psikopatologi di kemudian hari. Dampak psikologis,
emosional, fisik dan sosialnya meliputi depresi, gangguan stres pasca trauma,
kegelisahan, gangguan makan, rasa rendah diri yang buruk, gangguan identitas
pribadi dan kegelisahan; gangguan psikologis yang umum seperti somatisasi,
sakit saraf, sakit kronis, perubahan perilaku seksual, masalah sekolah/belajar;
dan masalah perilaku termasuk penyalahgunaan obat terlarang, perilaku
menyakiti diri sendiri, kekejaman terhadap hewan, kriminalitas ketika dewasa
dan bunuh diri.
2) Pemisahan dan gangguan stres pasca trauma
Kekerasan terhadap anak, termasuk pelecehan seksual, pelecehan terutama
yang kronis mulai dari usia dini telah ditemukan berhubungan dengan
perkembangan tingkat gejala disosiatif yang meliputi amnesia untuk kenangan
terhadap tindak kekerasan. Tingkat disosiasi telah ditemukan berhubungan
dengan laporan pelecehan seksual dan fisik yang luar biasa. Ketika pelecehan
seksual yang berat (penetrasi, beberapa pelaku, berlangsung lebih dari satu
tahun) telah terjadi, gejala disosiatif bahkan lebih menonjol.
3) Kerusakan fisik
Kerusakan fisik seperti cedera, infeksi pada organ reproduksi, dan gangguan
neurologis.

c. Pencegahan Pelecehan Seksual


1) Lewat pendidikan, dengan pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi yang
diberikan di sekolah merupakan pencegahan masalah dari akar masalahnya
kekerasan seksual tersebut.
2) Pemahaman hak-hak, pemahaman dengan mengetahui informasi kesehatan
reproduksi yang komprehensif bisa memahami dan menghargai hak-hak
kesehatan reproduksi remaja yang lain.
3) Masuk kurikulum, pendidikan seksualitas dan kesehatan reprodukasi masuk
dalam kurikulum agar menjadi standar untuk diajarkan disekolah-sekolah
4) Adanya terobosan,
5) Perawatan, bertujuan untuk mengobati masalah-masalah kesehatan mental saat
ini dan juga mencegah agar tidak terjadi dikemudian hari.

d. Upaya mencegah pelecehan seksual bagi keluarga


1) Tumbuhkan keberanian pada anak
2) Memberikan pakaian yang tidak terlalu terbuka
3) Memperkenalkan fungsi rgan intim
4) Mengajarkan nilai-nilai agama
5) Jalin komunikasi yang baik

2. Perilaku Seksual Remaja Berupa Seks Pranikah


Seks pranikah merupakan sebuah kegiatan seksual yang dilakukan oleh seseorang
sebelum mereka menikah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi seks pranikah:
a. Kurang terbukanya orang tua mengenai masalah seksual
b. Lemahnya keimanan
c. Lemahnya pengawasan orang tua,
d. Adanya kesempatan untuk melakukan hubungan seksual pranikah
e. Sumber informasi yang salah mengenai seksualitas dari medua massa
f. Rasa ingin tahu yang tinggi
g. Kebutuhan biologis
h. Rangsangan seksual
i. Pengaruh lingkungan pertemanan atau sekitar yang kurang baik
Menurut Paikoff, remaja melakukan hubungan seks pranikah akibat situasi atau
kesempatan remaja bersama-sama di dalam ruangan yang pribadi dan kondisi ini
disebut “situations of sexual possibility”. Alasan remaja melakukan hubungan seks
pranikah karena hasrat atau dorongan seksual, namun alasan lebih banyak tidak
diketahui. Seks dianggap mencerminkan kebebasan, memelihara hubungan, kedekatan,
keintiman, atau cinta. Rasa ingin tahu serta tekanan dari teman sebaya dan pasangan
dapat meningkatkan kejadian hubungan seks pranikah.
Dampak yang dapat ditimbulkan dari seksual pranikah dalam kesehatan reproduksi:
a. Hamil diluar nikah adalah akibat dari perilaku seksual remaja. Ada dua pilihan yakni
aborsi atau mempertahankan kehamilannya. Melakukan aborsi merupakan pilihan
yang biasa pilih. Banyak remaja putri yang terus melanjutkan kehamilannya dengan
konsekuensi melahirkan anak yang dikandungnya dalam usia yang relatif muda.
b. Penyakit menular seksual merupakan dampak dari perilaku seksual karena
kebiasaan berganti-ganti pasangan yang menyebabkan remaja semakin rentan
untuk tertular seperti PMS/HIV, sifilis, gonore, herpes, klamidia dan AIDS.
c. Psikologis, berupa timbul perasaan bingung, cemas, malu, dan bersalah kareana
menjadi aib keluarga. Membuat depresi dan pesimis terhadap masa depan ketika
mengetahui adanya kehamilan serta merasa terasingkan dalam lingkungannya.
Referensi
Ayu, Gita Febi. (2020). Kesehatan Reproduksi Remaja dalam Menyiapkan Generasi Emas
Bimbingan dan Konseling. Edu Consilium, Vol. 1:1 (13-22)
Rahyani, Komang Yuni, dkk. (2012). Perilaku Seks Pranikah Remaja. Kesmas,Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7:4 (180-185)
Seroso, Santoso. (2001). Masalah Kesehan Remaja. Sari Pediatri, Vol 3: 3 (190-198)
Wahyuni, Sri. (2016). Perilaku Pelecehan Seksual dan Pencegahan Secara Dini Terhadap
Anak. Raudah, Vol.2: 2.

Anda mungkin juga menyukai