Anda di halaman 1dari 60

SEMINAR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS


CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUANG A2 RSPAL
Dr. RAMELAN SURABAYA

OLEH:
KELOMPOK A2

1. Alya Fatimatus Zahro 2030010


2. Cindy Aprilia Puspita Sari 2030019
3. Desika Putri Damayanti 2030022
4. Difta Nadila Septia Putri 2030026
5. Dina Dwi Pusvita 2030027
6. Dodi Sugiyanto Putra 2030028
7. Eka Dian Pratiwi 2030030
8. Finna Ashifa Nilamsari 2030037
9. Grita Nova Adiyanti 2030041
10. I Made Devin S. P 2030047
11. Satria Windhi Abdillah 2030098
12. Siti Nur Jannah 2030104
13. Tommy Hardiyanto 2030108

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
TA. 2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini ketua kelompok 2 dari kelompok A2:
Nama : Cindy Aprilia Puspita Sari 2030019
Anggota Kelompok :
1. Alya Fatimatus 2030010 7. Finna Ashifa 2030037
2. Desika Putri 2030022 8. Grita Nova 2030041
3. Difta Nadila 2030026 9. I Made Devin 2030047
4. Dina Dwi 2030027 10. Satria Windhi 2030098
5. Dodi Sugiyanto 2030028 11. Siti Nur Jannah 2030104
6. Eka Dian 2030030 12. Tommy H 2030108
Program Studi : Profesi Ners
Judul Seminar : Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Diagnosa Medis
Chronic Kidney Disease (CKD) Di Ruang A2 RSPAL Dr.
Ramelan Surabaya.
Menyatakan bahwa makalah seminar ini yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Ny. S Dengan Diagnosa Medis Chronic Kidney Disease (CKD)
Di Ruang A2 RSPAL Dr. Ramelan Surabaya” telah disusun sesuai dengan buku
panduan evaluasi praktik klinik keperawatan medikal bedah yang berlaku di
STIKes Hang Tuah Surabaya.

Surabaya, 24 November 2020

Ketua Kelompok

Cindy Aprilia Puspita Sari S.Kep


NIM. 2030019

CI Pendidikan CI Lahan Praktik

Ninik Ambar Sari, S.Kep., Ns., M.Kep Ns. Ida Dwiningsih, M. Kep
NIP. 03039 Letkol Laut (K/W) 12440/P

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Diagnosa Medis Chronic Kidney
Disease (CKD) Di Ruang A2 RSPAL Dr. Ramelan Surabaya” dengan selesai sesuai
waktu yang telah ditentukan.

Makalah seminar ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
praktek klinik keperawatan medikal bedah di RSPAL Dr. Ramelan Surabaya.
Makalah seminar ini disusun dengan memanfaatkan berbagai literatur serta
mendapatkan banyak pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak, penulis
menyadari tentang segala keterbatasan kemampuan dan pemanfaatan literatur,
sehingga makalah seminar ini dibuat dengan sangat sederhana baik dari segi
sistematika maupun isinya jauh dari sempurna.

Dalam kesempatan ini, perkenankanlah kelompok menyampaikan rasa


terima kasih, rasa hormat dan penghargaan kepada:

1. Ibu Dr. AV Sri Suhardiningsih, S, Kp., M. Kes selaku Ketua STIKES Hang
Tuah Surabaya yang telah memberikan kesempatan untuk praktek dengan
memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar dan memperoleh
ilmu.
2. Karumkit RSPAL Dr. Ramelan karena telah memberikan lahan praktek dan
memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar dan menyusun
makalah seminar.
3. Ibu Ceria Nurhayati, M.Kep.,Ns selaku penanggung jawab mata kuliah
keperawatan medikal bedah yang penuh kesabaran dan perhatian
memberikan pengarahan dan dorongan moril dalam penyusunan makalah
seminar ini.
4. Ibu Ninik Ambar Sari, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku CI Institusi pendidikan
yang penuh kesabaran dan perhatian memberikan saran, masukan, kritik,
dan bimbingan demi kesempurnaan penyusunan makalah seminar ini.

iii
5. Ibu Kasiati, S.Kep selaku Karu lahan praktek yang penuh kesabaran dan
perhatian memberikan saran, masukan, kritik, dan bimbingan demi
kesempurnaan penyusunan makalah seminar ini.
6. Ibu Ida Dwiningsih, S.Kep.,.Ns., M.Kep selaku CI lahan praktek yang
penuh kesabaran dan perhatian memberikan saran, masukan, kritik, dan
bimbingan demi kesempurnaan penyusunan makalah seminar ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada


laporan kasus ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan
saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Surabaya, 24 November 2020

Kelompok A2

iv
DAFTAR ISI
COVER ........................................................................................................ i
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................ vi
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan .................................................................................................. 2
1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................................ 3
1.4.1 Manfaat Teoritis ................................................................................... 3
1.4.2 Manfaat Praktis .................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 4
2.1 Anotomi dan Fisiologi Ginjal .............................................................. 4
2.2 Definisi Chronic Kidney Disease (CKD) ........................................... 5
2.3 Etiologi Chronic Kidney Disease (CKD) ........................................... 6
2.4 Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) ......................................... 7
2.5 Manifestasi Klinis Chronic Kidney Disease (CKD) ............................ 8
2.6 Komplikasi Chronic Kidney Disease (CKD) ....................................... 9
2.7 Pemeriksaan Penunjang Chronic Kidney Disease (CKD) .................. 10
2.8 Penatalaksanaan Chronic Kidney Disease (CKD) .............................. 11
2.9 Discharge Planning Chronic Kidney Disease (CKD) ......................... 12
2.10 WOC Chronic Kidney Disease (CKD) ............................................... 13
2.11 Konsep Asuhan Keperawatan .............................................................. 15
BAB 3 TINJAUAN KASUS ........................................................................ 28
3.1 Pengkajian ............................................................................................ 28
3.2 Diagnosa Keperawatan ........................................................................ 36
3.3 Tabel Prioritas Masalah ....................................................................... 37
3.4 Intervensi Keperawatan ....................................................................... 39
3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan ............................................ 42
BAB 4 PENUTUP ........................................................................................ 53
4.1 Kesimpulan .......................................................................................... 53
4.2 Saran .................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 54

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit ginjal merupakan salah satu isu kesehatan dunia dengan beban
pembiayaan yang tinggi. Chronic kidney disease (CKD) merupakan kegagalan
dalam fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan
elektrolit akibat kerusakan struktur ginjal yang progresif (Anggeria & Marsia,
2019). Penyakit ginjal kronis adalah proses patofiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progesif dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis
yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat
yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transpalasi
ginjal (Wiliyanarti & Muhith, 2019).
Data World Health Organization (WHO) pada tahun 2015 mengemukakan
bahwa angka kejadian gagal ginjal kronik diseluruh dunia mencapai 10% dari
populasi, sementara itu pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa
mencapai 1,5 juta orang diseluruh dunia (Anggeria & Marsia, 2019). Hasil Riset
Kesehatan dasar (2013) menuliskan bahwa angka kejadian penduduk Indonesia
yang menderita gagal ginjal sebanyak 2 per 1000 penduduk, angka kejadian
penderita batu ginjal 0,6%, dan pravalensi CKD berdasarkan diagnosis dokter di
Indonesia sebesar 0,2%. Tertinggi di Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh,
Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4%. Sementara Nusa Tenggara
Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan
Jawa Timur masing-masing 0,3% (Wiliyanarti & Muhith, 2019).
Keseimbangan cairan dalam tubuh pasien chronic kidney disease (CKD)
akan terganggu, sehingga intervensi yang dapat dilakukan adalah pembatasan
asupan cairan. Jika pasien tidak melakukan pembatasan asupan cairan, maka akan
mengakibatkan penumpukan cairan pada tubuh. Kepatuhan terhadap pembatasan
cairan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan tingkat kesehatan
dan kesejahteraan pasien dengan hemodialisa. Pembatasan cairan menjadi hal
sangat sulit untuk dilakukan dan membuat pasien stres serta depresi, terutama jika

1
mereka mengkonsumsi obat-obatan yang dapat membuat membran mukosa
kering seperti diuretik, sehingga menyebabkan rasa haus dan pasien berusaha untuk
minum. Efe dan Kocaoz (2015) dalam penelitiannya menyebutkan 95% pasien
tidak patuh dalam menjalani pembatasan cairan (Saraswati, Antari & Suwartini,
2019).
Penderita CKD tahap akhir memerlukan terapi untuk dapat menggantikan
fungsi ginjal sehingga kehidupan dapat dipertahankan, adapun salah satu terapinya
adalah hemodialisa (HD), hemodialisa merupakan tindakan untuk membersihkan
darah dari bahan beracun yang tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal dari dalam tubuh
atau pengobatan (replacement treatment) pada penderita gagal ginjal kronik
stadium terminal, jadi fungsi ginjal digantikan oleh alat yang disebut dyalizer
(artifical kidney), pada dialyzer ini terjadi proses pemindahan zat-zat terlarut dalam
darah kedalam cairan dialisa atau sebaliknya (Anggeria & Marsia, 2019).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan pada Ny. S dengan diagnosa medis Chronic
Kidney Disease (CKD) di ruang A2 RSPAL Dr. Ramelan Surabaya?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada Ny. S dengan diagnosa medis
Chronic Kidney Disease (CKD) di ruang A2 RSPAL Dr. Ramelan Surabaya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada Ny. S diagnosa medis Chronic Kidney Disease
(CKD) di ruang A2 RSPAL Dr. Ramelan Surabaya.
2. Menganalisis data pada Ny. S diagnosa medis Chronic Kidney Disease
(CKD) di ruang A2 RSPAL Dr. Ramelan Surabaya.
3. Menegakkan diagnosa keperawatan prioritas terhadap asuhan keperawatan
pada Ny. S dengan diagnosa medis Chronic Kidney Disease (CKD) di
ruang A2 RSPAL Surabaya.

2
4. Memberikan intervensi terhadap asuhan keperawatan pada Ny. S dengan
diagnosa medis Chronic Kidney Disease (CKD) di ruang A2 RSPAL
Surabaya.
5. Memberikan implementasi dan evaluasi terhadap asuhan keperawatan pada
Ny. S dengan diagnosa medis Chronic Kidney Disease (CKD) di ruang A2
RSPAL Surabaya.

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Dari segi akademis, agar perawat lebih memperhatikan dan meningkatkan
upaya keselamatan pasien dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan untuk
perawatan yang lebih bermutu dan professional dengan melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi pemberi pelayanan di Rumah Sakit
Hasil studi kasus ini, dapat menjadi masukan bagi pemberi pelayanan di
rumah sakit agar dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis Chronic Kidney Disease (CKD).
2. Bagi Penulis
Hasil studi kasus ini, dapat menjadi salah satu rujukan bagi penulis
berikutnya, yang akan melakukan studi kasus asuhan keperawatan pada
pasien dengan diagnosa medis Chronic Kidney Disease (CKD).
3. Bagi Keluarga dan Pasien
Hasil studi kasus ini, dapat menjadi acuan keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang terdiagnosa Chronic Kidney Disease (CKD).

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Ginjal


Menurut Terry & Weaver (2013) ginjal merupakan dua buah berbentuk
seperti buah pir yang letaknya di superior, posterior abdomen atau di rongga
retroperitroneal. Kedua ginjal ini dibungkus oleh lapisan pelindung yang terbuat
dari lemah, yang juga dilapisi oleh kelenjar adrenal yang letaknya berada tepat
diatas kedua ginjal tersebut. Ginjal terdiri dari 2 – 3 juta unit fungsional yang
disebut nefron.

Gambar 2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal

Secara mikroskopis satu buah nefron terdiri dari sebuah arteriol aferen yang
membawa darah arteri menuju glomerulus. Glomerulus ini merupakan jaringan
kerja yang keras yang dibungkus oleh kapsula bowman. Tugas dari glomerulus ini
adalah untuk menyaring produk sisa yang berukuran sangat kecil. Laju filtrasi
glomerulus (LFG) dijadikan indikator kualitas fungsi ginjal. LFG dipengaruhi oleh
filtrasi glomerulus tekanan pada kapsula Bowman dan tekanan onkontik plasma
(tekanan protein plasma). Tekanan arteri rata – rata harus dipertahankan 80 – 100
mmHg untuk mempertahankan aliran darah ke ginjal. Karena darah dan protein
merupakan partikel yang besar untuk di filtrasi, maka darah dan protein tetap berada
di ruang intravaskuler dan tidak difiltrasi. Proses filtrasi di glomerulus merupakan

4
awal dari produksi urine. Pada saat filtrat menuju ke tubulus kontortus proksimal,
filtrat mengumpulkan lebih banyak natrium dan air. Selanjutnya filtrat akan menuju
lengkung Henle yang lebih tipis dan mereabsorbsi air tambahan. Lengkung Henle
merupakan tempat dimana diuretik loop bekerja lebih keras dalam mengekresikan
air (Terry & Weaver, 2013).

Filtrat kemudian berjalan menuju tubulus konttortus distal dimana natrium


terus direabsorbsi melalui proses transport aktif. Hydrogen, kalium, asam urat
kemudian ditambahkan ke produk urine oleh sekresi tubular. Diuretic tiazid bekerja
pada tubulus distal dan ion H+ juga diekresikan sebagai kompensasi selama terjadi
asidosis. Sistem hormone mempengaruhi ginjal pada hormone antidiuretic (ADH)
dan sistem renin-angiotensin-aldosteron (SRAA). Control hormonal ginjal diatur
oleh ADH yang dieksresikan kelenjar pituitary posterior. Ketika terdapat kenaikan
pada osmolaritas serum, seperti dehidrasi, tubulus pengumpul pada ginjal
meningkatkan permeabilitisnya terhadap air, yang meningkatnya konsentrasi filtrat,
sehingga menyebabkan ginjal merestraksi pengeluaran air. Pada saat volume
meningkat, proses ini akan berhenti (Terry & Weaver, 2013).

2.2 Definisi Chronic Kidney Disease (CKD)


Gagal ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan
ketidakmampuan fungsi ginjal mempertahankan metabolisme, keseimbangan
cairan dan elektrolit yang mengakibatkan destruksi strukur ginjal yang progresif
adanya manifestasi penumpukan bahan sisa metabolisme seperti toksik uremic di
dalam darah (Rumyati, 2019).
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai
dengan abnormalitas struktur ataupun fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3
bulan. PGK ditandai dengan satu atau lebih tanda kerusakan ginjal yaitu
albuminuria, abnormalitas sedimen urin, elektrolit, histologi, struktur ginjal,
ataupun adanya riwayat transplantasi ginjal, juga disertai penurunan laju filtrasi
glomerulus (Aisara, Azmi & Yanni, 2018).
Gagal ginjal yaitu kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume
dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal
biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut. Gagal ginjal kronik
merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat pada setiap

5
nefron (biasanya berlangsung beberapa tahun dan tidak reversible), gagal ginjal
akut seringkali berkaitan dengan penyakit kritis, berkembang cepat dalam hitungan
beberapa hari hingga minggu, dan biasanya reversible bila pasien dapat bertahan
dengan penyakit kritisnya (Nurarif & Kusuma, 2015).

2.3 Etiologi Chronic Kidney Disease (CKD)


Menurut Terry & Weaver (2013) etiologi dari Chronic Kidney Disease,
sebagai berikut:
1. Gangguan pembuluh darah ginjal: berbagai jenis lesi vaskuler dapat
menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling
sering adalah aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan kontraksi
skleratik progresif pada pembuluh darah. Hiperpiasia fibromuskular pada satu
atau lebih arteri besar yang juga menimbulkan sumbatan pada pembuluh
darah. Nefrosklerosis oleh penebalan, hilangnya elastisitas sistem, peubahan
darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.
2. Gangguan imunologis: seperti glomerulonefritis & SLE.
3. Infeksi: dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E. Coli yang
berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini
mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara ascenden
dari tractus urinarius pagi.
4. Gangguan metabolik: seperti Diabetes Mellitus yang menyebabkan
mobilisasi lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membran kapiler dan
di ginjal dan berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati
aniloidosis yang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada
dinding pembuluh darah secara serius merusak membran glomerulus.
5. Gangguan tubulus primer: terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam
berat.
6. Obstruksi traktus primer: oleh batu ginjal. Hipertrofi prostat, dan Konstriksi
uretra.
7. Kelainan konginital dan herediter: penyakit polikistik kondisi keturunan yang
di karakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan didalam ginjal

6
dan organ lain, serta tidak adanya jar. Ginjal yang bersifat kongenital
(hipoolasia renalis) serta adanya asidosis.

2.4 Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD)


Menurut Terry & Weaver (2013) klasifikasi penyakit ginjal kronik
didasarkan atas dua hal yaitu dasar derajat (stage) dan atas dasar diagnosis etiologi.
Klasifikasi atas dasar penyakit yang dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan
memperagakan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut:
(140−𝑢𝑚𝑢𝑟) 𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛
LFG (ml/mnt/1.73m2 =
72 x kreatinin plasma (mg dl)
Catatan: Pada perempuan dikalikan 0,85
Tabel 2.1 Tabel Derajat Chronic Kidney Disease (CKD)
Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1.73 m2)
1 Kerusakan pada ginjal dengan LFG normal ≥ 90
atau
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ringan 60 – 90
3 Kerusakan ginjal dengan LFG sedang 30 – 59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG berat 15 – 29
5 Gagal Ginjal ≤ 15 atau dialysis

Penyakit ginjal kronik terdiri dari beberapa stadium, yaitu:


1. Stadium 1, yang ditandai dengan kerusakan ginjal (kelainan atau gejala dari
patologi kerusakan, mencakup kelainan dalam pemeriksaan darah atau urin
atau dalam pemeriksaan pencitraan) denga laju filtrasi glomerulus (GFR)
normal atau hamper normal, tepat atau diatas 90 ml/ menit (≥ 75% dari nilai
normal)/
2. Stadium 2, yang ditandai dengan GFR antara 60 – 89ml/ mnt (kira – kira 50%
dari nilai normal) ditandai dengan tanda – tanda kerusakan ginjal. Stadium ini
dianggap sebagai salah satu tanda penurunan cadangan ginjal. Nefron yang
tersisa dengan sendirinya sangat rentan mengalami kegagalan fungsi saat
terjadi kelebihan beban. Gangguan ginjal lainnya mempercepat penurunan
ginjal.

7
3. Stadium 3, yang ditandi dengan GFR antar 30 – 59ml/ mnt (25 – 50%) dari
nilai normal. Insufisuensi ginjal dianggap terjadi pada stadium ini. Nefron
terus – menurus mengalami kematian.
4. Stadium 4, yang ditandai dengan GFR antara 15 – 29ml/ mnt (12 – 24% dari
nilai normal. Dengan adanya sedikit nefron yang tersisa.
5. Stadium 5, yang ditandai dengan gagal ginjal stadium lanjut GFR kurang dari
14ml/ mnt (12% dari nilai normal). Nefron yang masih berfungsi tinggal
beberapa. Terbentuk jaringan parut dan atrofi tubulus ginjal.
Gagal ginjal dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Rumyati, 2019):
1. Stadium 1: penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum
normal dan penderita asimptomatik.
2. Stadium 2: insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan telah rusak,
Blood urea Nitrogen (BUN) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
3. Stadium 3: gagal ginjal stadium akhir atau uremia.

2.5 Manifestasi Klinis Chronic Kidney Disease (CKD)


1. Gagal Ginjal Akut
Perjalan klinis gagal ginjal akut biasanya dibagi menjadi 3 stadium: oliguria,
diuresis, dan pemulihan. Pembagian ini dipakai pada penjelasan dibawah
ini, tetapi harus diingat bahwa gagal ginjal akut azotemia dapat saja terjadi
saat keluaran urine lebih dari 400ml/24 jam.
a. Stadium Oliguria
Oliguri timbul dalam waktu 24 – 48 jam sesudah trauma dan disertai
azotemia.
b. Stadium Deuresis
1) Stadium GGA dimulai bila keluaran urine lebih dari 400ml/hari
2) Berlangsung 2 – 3 minggu
3) Pengeluaran urine harian jarang melebihi 4 liter, asalkan pasien tidak
mengalami hidrasi yang berlebih.
4) Tingginya kadar urea darah.
5) Kemungkinan menderita kekurangan kalium, natrium, dan air.
6) Selama stadium dini dieresis kadar BUN mungkin meningkat terus.

8
c. Stadium Penyembuhan
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama itu
anemia dan kemampuan pemekatan ginjal demi sedikit membaik.
2. Gagal Ginjal Kronik
a. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat
menurun hingga 25% dari normal.
b. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan
nocturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan
BUN sedikit meningkat diatas normal.
c. Penyakit ginjal stadiuem akhir (ESRD) atau sindrom uremic (lemah, letargi,
anoreksia, mual, muntah, nocturia, kelebihan volume cairan (volume
overload) yang ditandai dengan GFR kurang dari 5 – 10 ml/menit kadar
serum kreatinin dan BUN meningkat tajam dan terjadi perubahan biokimia
dan gejala yang komplek.
Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium, dan klorida).

2.6 Komplikasi Chronic Kidney Disease (CKD)


Menurut Karinda, Sugeng & Moeis (2019) komplikasi dari gagal ginjal
kronik yaitu sebagai berikut:
1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis, metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
2. Pericarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremic dan dilaisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin –
angiotensin – aldesteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dan kehilangan darah
selama hemodialisa.
5. Penyakit tulang beserta klasifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D yang abnormal.

9
6. Asidosis metabolik
7. Osteodistropi ginjal
8. Sepsis
9. Neuropati perifer
10. Hiperuremia
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronik atau
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah (Rumyati, 2019):
1. Penyakit tulang
2. Penyakit kardiovaskuler
3. Anemia
4. Disfungsi seksual

2.7 Pemeriksaan Penunjang Chronic Kidney Disease (CKD)


Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka
perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun
kolaborasi antara lain:
1. Pemeriksaan laboratorium darah
a. Hematologi: Hb, Ht, eritrosit, leukosit, dan trombosit
b. RFT (Renal Fungsi Test): Ureum dan kreatinin
c. LFT (Liver fungsi test)
d. Elektrolit: Klorida, kalium dan kalsium.
e. Koagulasi studi: PTT dan PTTK
f. BGA
2. Urine: Urine rutin dan urine khusus (benda keton, analisa kristal batu)
3. Pemeriksaan kardiovaskuler: ECG dan ECO
4. Radidiagnostik: USG abdominal, CT scan abdominal, BNO/IVP, FPA,
renogram, RPG (retio pielografi).

10
2.8 Penatalaksanaan Chronic Kidney Disease (CKD)
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) pengkajian klinik menentukan jenis
penyakit ginjal, adanya penyakit penyerta, derajat penurunan fungsi ginjal,
komplikasi akibat penurunan fungsi ginjal, faktor resiko untuk penurunan fungsi
ginjal, dan faktor resiko untuk penyakit kardiovaskuler. Pengelolaan dapat meliputi:
1. Terapi penyakit ginjal
2. Pengobatan penyakit penyerta
3. Penghambatan penurunan fungsi ginjal
4. Pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskuler
5. Pencegahan dan pengobatan komplikasi akibbat penurunan fungsi ginjal
6. Terapi pengganti ginjal dengan dialysis atau transplantasi jika timbul gejala
dan tanda uremia.
Menurut Rumyati (2019) penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan
CKD dibagi tiga, yaitu:
1. Konservatif:
a. Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah dan urin
b. Observasi balance cairan
c. Observasi adanya oedema
d. Batasi cairan yang masuk
2. Dialysis
a. Peritoneal dialysis: biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat
akut adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial Dialysis).
b. Hemodialiasis
Yaitu dialysis yang dilakukan melakukan tindakan invasive di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodialisis dilakukan
melalui darah fermoralis namun untuk mempermudah.
c. AV fistule: Menggabungkan vena dan arteri.
d. Double lumen: Langsung pada daerah jantung (vaaskularisasi ke
jantung).
e. Operasi: Pengambilan batu dan transpalantasi ginjal.

11
2.9 Discharge Planning Chronic Kidney Disease (CKD)
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) rencana tindak lanjut dengan diagnosa
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah:
1. Diet tinggi kalori dan rendah protein
2. Batasi kesimbangan cairan dan garam.
3. Kontrol hipertensi
4. Deteksi dini dan terapi infeksi
5. Dialysis (cuci darah)
6. Obat – obatan antihipertensi, suplemen besi, agen penyakit fosfat, suplemen
kalsium, furosemide (membantu berkemih).
7. Transpalantasi ginjal.

12
2.10 WOC Chronic Kidney Disease (CKD)

Zat toksik Vaskular Infeksi Obstruksi Saluran Kemih

Reaksi antigen antibodi Aterio sklerosis Tertimbun ginjal


Retensi urine Batu besar dan kasar
Suplai darah ginjal

Menekan syaraf perifer Infeksi / cidera jaringan

GFR turun Nyeri Akut Hematuria

GGK Anemia

Sekresi protein terganggu Retensi Na Sekresi eritropoitis turun

Sindrom uremia Total CES naik Produksi Hb turun

Tekanan kapiler naik Suplai nutrisi dalam darah


Gangguan kesimbangan Perpospatemia turun
asam basa Volume interstitisal naik
Pruritis Gangguan nutrisi
Edema (kelebihan
PH menurun Produksi asam basa naik
Gangguan Integritas volume cairan) Oksihemoglobin menurun
Kulit / Jaringan
HCO3 menurun Iritasi lambung Pre load naik Suplai O2 kasar turun
13
Gangguan Pertukaran Gastritis Beban jantung naik Intoleransi Aktivitas
Gas
Beban jantung naik

Hipertrovi ventrikel kiri Perfusi Perifer Tidak


Efektif
Nausea, vomitus
Payah jantung kiri
Defisit Nutrisi

COP turun Bendungan atrium kiri


naik

Tekanan vena
pulmunalis

Kapiler paru naik

Aliran darah ginjal turun Suplai O2 jaringan turun Suplai O2 ke otak turun
Edema paru

RAA turun Metabolisme anaerob Syncope (kehilangan


Gangguan pertukaran
kesadaran)
Gas
Retensi Na dan H2O Asam laktat naik

Hipervolemia Nyeri sendi

Nyeri Kronis

Keterbatasan Aktivitas
Menurut Nurarif & Kusuma (2015)
Gangguan Mobilitas
Fisik
14
2.11 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian merupakan tahapan awal dari proses keperawatan. Disini, semua
data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan saat ini.
Pengkajian harus dilakukan secara komperehensif terkait dengan aspek biologis,
psikologis, sosial maupun spiritual klien. Pengkajian keperawatan pada Gagal
Ginjal Kronik menurut (Hidayat, 2014), sebagai berikut:
a. Identitas
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50 – 70 tahun), usia
muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada laki - laki. Laki-
laki sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan ginjal mengalami
kegagalan filtrasi. pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal ginjal kronis
merupakan periode lanjut dari insidensi gagal ginjal akut, sehingga tidak berdiri
sendiri (Hidayat, 2014).
b. Keluhan Utama
Keluhan utama sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder
yang menyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang menurun (oliguria)
sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem
sirkulasi-ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, dialoresis, fatigue, napas berbau
urea, dan pruritus. Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukkan (akumulasi) zat
sisa metabolisme/toksin dalam tubuh (Hidayat, 2014).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan urine
output, penurunan kesadaran, perubahan pola napas karena komplikasi dari
gangguan sistem ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea pada
napas. Selain itu, karena berdampak pada proses (sekunder karena intoksikasi),
maka akan terjadi anoreksi, nausea dan vomit sehingga beresiko untuk terjadinya
gangguan nutrisi (Hidayat, 2014).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Gagal ginjal kronik dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan
berbagai penyebab (multikausa). Oleh karena itu, informasi penyakit terdahulu
akan menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji riwayat ISK, payah jantung,

15
penggunaan obat berlebihan (overdosis) khsuusnya obat yang bersifat
nefrotoksik, BPH, dan lain sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja ginjal.
Selain itu, ada beberapa penyakit yang berlangsung mempengaruhi atau
menyebabkan gagal ginjal yaitu diabetes mellitus, hipertensi, batu saluran kemih
(urolithiasis) (Hidayat, 2014).
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga sisilah
keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun, pencetus sekunder
seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal
ginjal kronis, karena penyakit tersebut bersifat herediter. Kaji pola kesehatan
keluarga yang diterapkan jika ada anggota keluarga yang sakit, misalnya minum
jamu saat sakit (Hidayat, 2014).
f. Riwayat Psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki koping adaptif
yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahhan psikososial
terjadi pada waktu klien mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan
menjalani proses dialisa. Klien akan mengurung diri dan lebih banyak berdiam
diri (murung). Selain itu, kondisi ini juga dipicu oleh biaya yang dikeluarkan
selama proses pengobatan, sehingga klien mengalami kecemasan (Hidayat,
2014).
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum klien dengan gagal ginjal kronik biasanya lemah. (fatigue),
tingkat kesadaran bergantung pada tingkat toksisitas.
2) Tanda vital
Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat
(tachypneu), dyspnea.
3) Pemeriksaan body systems
a) Sistem Pernapasan (B1: Breathing)
Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi pada asidosis
atau alakdosis respiratorik maka kondisi pernapasan akan mengalami

16
patologis gangguan. Pada napas akan semakin cepat dan dalam sebagi
bentuk kompensasi tubuh mempertahankan ventilasi (kussmaul).
b) Sistem kardiovaskular (B2: Bleeding)
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kejadian gagal ginjal
kronis salah satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi di atas
ambang kewajaran akan mempengaruhi volume vaskuler. Stagnasi ini
akan memicu retensi natrium dan air sehingga akan meningkatkan beban
jantung (Hidayat, 2014).
c) Sistem Neuromuskuler (B3: Brain)
Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbic dan sirkulasi
cerebral terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif dan terjadinya
disorienntasi akan dialami klien gagal ginjal kronis (Hidayat, 2014).
d) Sistem Perkemihan
Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi, sekresi,
reabsorbsi dan ekskresi), maka manifestasi yang paling menonjol adalah
penurunan urine <400 ml/hari bahkan sampai pada anuria (tidak adanya
urine output) (Hidayat, 2014).
e) Sistem Hematologi
Ditemukan adanya friction pada kondisi uremia berat. Selain itu, biasanya
terjadi TD meningkat, akral dingin, CRT >3 detik. Palpatasi jantung, chest
pain, dsypneu, gangguan irama jantung dan gangguan sirkulasi lainnya.
Kondisi ini akan semakin parah jika zat sisa metabolisme semakin tinggi
dalam tubuh karena tidak efektif dalam ekskresinya. Selain itu, pada
fisiologis darah sendiri sering ada gangguan anemia karena penurunan
eritropoetin (Hidayat, 2014).
f) Sistem endokrin
Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan gagal ginjal kronis akan
mengalami disfungsi seksualitas karena penurunan hormone reproduksi.
Selain itu, jika kondisi gagal ginjal kronis berhubungan dengan penyakit
diabetes mellitus, maka aka nada gangguan dalam sekresi insulin yang
berdampak pada proses metabolisme (Hidayat, 2014).

17
g) Sistem Pencernaan
Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit (stress
effect). Sering dittemukan anoreksia, nausea, vomit, dan diare.
h) Sistem Muskuluskeletal
Dengan penurunan/kegagalan fungsi sekresi pada ginjalmaka berdampak
pada proses demineralisasi tulang sehingga resiko terjadinya osteoporosis
tinggi.
i) Pola aktifitas sehari-hari
- Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Pada pasien gagal ginjal
kronik terjadi perubahan persepsi dan tatalaksana hidup sehat karena
kurangnyapengetahuan tentang dampak Gagal Ginjal Kroniksehingga
menimbulkan persepsi yang negatif terhadapdirinya dan kecenderungaan
untuk tidak mematuhiprosedur pengobatan dan perawatan yyang lama,
oleh karena itu, perlu adanya penjelasan yang benar danmudah
dimengerti (Hidayat, 2014).
- Pola tidur dan istirahat: Gelisah, cemas, gangguan tidur.
- Pola aktifitas dan latihan: Lelah, lemas, kelemahan otot, malaise,
penurunan rentang gerak dan tidak mampu beraktivitas sehari – hari.
- Pola hubungan dan peran: Kesulitan menentukan kondisi (tidak mampu
bekerja, mempertahankan fungsi peran).
- Pola sensori dan kognitif: Neuropati atau mati rasa pada luka,
disorientasi, gangguan penglihatan.
- Pola persepsi dan konsep diri: Perubahn fungsi dan struktur pada
gambaran diri, merasa cemas, dan gangguan peran pada keluarga.
- Pola seksual dan reproduksi: Angiopati, gangguan potensi seksual
(impotensi), gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak
pada proses ejakulasi serta orgasme. Gejala: Penurunan libido, amenorea,
infertilitas, gynecomastia.
- Pola mekanisme atau penanggulanggan dan stress koping: Lamanya
waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress,
perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa

18
murah, kecemasan, mudah tersinguung. Gejala: stress, ansietas, perasaan
tak berdaya, taka da harapan, tak ada kekuatan.
- Pola tata nilai dan kepercayaan: Adanya perubahan status kesehatan dan
penurunan fungsi tubuh serta Gagal Ginjal Kronik dapaymenghambatt
klien dalam melaksanakan ibadah maupun mempengaruhi pola ibadah
klien.
2. Diagnosa Keperawatan menurut (PPNI, 2016):
1. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi – perfusi
2. Hipervolemia b.d kelebihan asupan cairan dan natrium
3. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
4. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
5. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan
6. Gangguan integritas kulit atau jaringan b.d perubahan sirkulasi
7. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan

19
3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa TUJUAN SIKI Rasional
1. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor pola napas, 1. Mengidentifikasi
b.d ketidakseimbangan keperawatan selama 3x 24 jam frekuensi, irama, kedalaman, kemampuan klien dalam
ventilasi – perfusi diharapkan petukaran gas pada dan upaya napas. fungsi paru bekerja
pasien menjadi adekuat, dengan: 2. Bersihkan sekret, pada dengan tepat.
SDKI, 2016 D.0003 Kriteri Hasil: mulut, hidung, trakea bila 2. Mencegah obstruksi
Kategori: Fisiologis 1. Fungsi paru dalam batas perlu. aspirasi.
Subkategori: Respirasi normal 3. Pertahankan kepatenan jalan 3. Dengan memberikan jalan
Halaman: 22 2. Tidak ada otot bantu napas napas. napas dengan mudah.
3. Mendemonstrasikan 4. Berikan posisi semi fowler. 4. Meningkatkan ekspansi
peningkatan ventilasi dan 5. Bantu atau ajarkan batuk paru dan memudahkan
oksigenasi yang adekuat. ekfektif dan latihan napas pernapasa.
4. Memelihara kesehatan paru dalam. 5. Membuka area atelaktasis
– paru dan bebas dari tanda – 6. Lakukan fisioterapi dada dan peningkatan gerakan
tanda distress pernaafasan. (postural drainage, clapping, secret agar mudah untuk
5. Mendemostrasikan batuk perkusi dan vibrasi) dikeluarkan.
efektif, dan suara nafas yang 7. Kolaborasi penentuan dosis 6. Meminimalkan
bersih tidak ada sianosis dan oksigen. pencegahan sumbatan atau
dipsnea. obstruksi saluran
6. Tanda – tanda vital dalam pernapasan.
rentang normal. 7. Meningkatkan pola
pernapasan spontan dan
memantau efektivitasnya.

20
2. Hipervolemia b.d Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor adanya tanda dan 1. Peningkatan menunjukkan
kelebihan asupan cairan keperawatan selama 3x 24 jam gejala hypervolemia hypervolemia. Kelebihan
dan natrium. diharapkan status keseimbangan (mis. dipnea, edema JVP volume cairan berpotensi
cairan dapat ditingkatkan CVP, suara napas tambahan). gagal jantung kongestif atau
SDKI, 2016 D.0020 dengan: 2. Monitor intake dan output edema paru.
Kategori: Fisiologis Kriteria Hasil: cairan 2. Keseimbangan positif
Subkategoris: Nutrisi 1. Terbebas dari edema, efusi 3. Monitor tanda peningkatan menunjukkan kebutuhan
dan Cairan dan anaskara. onkotik plasma (mis. kadar evaluasi lebih lanjut.
2. TTV dalam batas normal protein, dan albumin 3. Terjadinya peningkatan
3. Keseimbangan intake dan meningkat). tekanan onkotik plasma
output dalam 24 jam 4. Batasi asupan cairan dan mengakibatkan terjadinya
4. Turgor kulit tidak mengkilap garam edema.
dan tegang 5. Kolaborasikan pemberian 4. Menjaga agar kelebihan
5. Membrane mukosa lembab diuretik dan penggantin cairan tidak bertambah parah
6. Menjelaskan indikator kehilangan kalium akibat dan garam mengikat air
kelebihan cairan. diureti. sehingga memperparah
kelebihan cairan.
5. Diuretik dapat meningkatkan
laju aliran urin sehingga
produksi urin meningkat
guna mengurangi kelebihan
volume cairan dalam tubuh.

21
3. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi faktor resiko 1. Resiko gangguan sirkulasi
efektif b.d penurunan keperawatan selama 3x 24 jam gangguan sirkulasi. dapat menunjukkan tingkat
konsentrasi diharapkan ketidakefektifan 2. Hindari penekanan dan keparahan penyakit.
hemoglobin. perfusi jaringan perifer teratasi pemasangan tourniquet pada 2. Penekanan pada area yang
dengan: area yang cidera. cidera atau keterbatasan
SDKI, 2016 D.0009 Kriteria Hasil: 3. Anjurkan mengubah posisi perfusi bisa menyebabkan
Kategori: Fisiologis 1. Tekanan sistol dan diastole pasien setiap 2 jam sekali. infeksi yang lebih lanjut.
Subkategori: Sirkulasi dalam rentang normal. 4. Anjurkan program 3. Mencegah komplikasi
Halaman: 37 2. Tidak ada tanda ortostatik rehabilitasi vaskuler. decubitus.
hipertensi. 5. Kolaborasi pemberian anti 4. Mendorong untuk
3. Tidak ada tanda – tanda platelet atau anti perdarahan. melakukan latihan dengan
peningkatan tekanan menggerakan otot dan sendi
intrakranial (>15mmHg). agar tidak kaku.
4. Tingkat kesadaran membaik, 5. Meminimalkan adanya
fungsi sensori motorik bekuan darah.
kranial yang utuh.

4. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi lokasi, 1. Mengidentifikasi secara
pencedera fisiologis keperawatan selama 3x 24 jam karekateristik, durasi, mendetail dan utuh
diharapkan nyeri yang dirasakan frekuensi, kualitas, intensitas mengenai keluhan pasien.
SDKI, 2016 D. 0077 pasien hilang dan berkurang nyeri. 2. Mengidentifikasi tingkat
Kategori: Psikologis secara bertahap, dengan: 2. Identifikasi skala nyeri nyeri pasien.
Subkategori: Nyeri dan Kriteria Hasil: dengan pengkajian PQRST.
Kenyamanan 1. Mampu mengontrol nyeri

22
Halaman: 172 dengan mengetahu 3. Identifikasi respon non - 3. Untuk mengalihkan
penyebab dan cara untuk verbal. perhatian pasien dari rasa
mengurangi nyeri. 4. Tentukan faktor yang dapat nyeri.
2. Mampu mengenali nyeri memperburuk nyeri. 4. Untuk mengetahui apakah
(skala, intensitas, frekuensi, 5. Modifikasi lingkungan (mis. nyeri yang dirasakan klien
dan tanda dari nyeri). suhu ruangan, pencahayaan, berpengaruh terhadap yang
3. Klien menyatakan rasa dan kebisingan) lainnya.
nyaman setelah nyeri 6. Kolaborasikan dengan dokter 5. Gangguan lingkungan dapat
berkurang. dengan pemberian analgetik, merangsang dan
4. Skala nyeri menurun sampai bila perlu. meningkatkan tekanan
tidak terasa nyeri dengan vaskuler serebral yang
skala 0. membuat nyeri semakin
bertambah.
6. Pemberian analgetik dapat
membantu meredakan nyeri
yang dirasakan oleh pasien.

5. Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi kemungkinan 1. Berat badan adalah
ketidakmampuan menelan keperawatan selama 3x 24 jam penyebab BB berkurang. indikator status gizi pasien.
makanan. diharapkan kebutuhan nutrisi 2. Monitor adanya mual dan 2. Mual dan muntah dapat
pasien terpenuhi dengan muntah serta monitor berat menurunkan asupan nutrisi
SDKI, 2016 D.0019 bertahap dan berskala, dengan: badan. pada pasien dan membuat
Kategori: Fisiologis Kriteria Hasil: 3. Sediakan makanan yang pasien kehilangan berat
1. Adanya peningkatan berat tepat sesuai kondisi pasien. badan secara bertahap.

23
Subkategori: Nutrisi dan badan dengan seiringnya 4. Berikan perawatan mulut 3. Untuk mengetahui jumlah
Cairan waktu. sebelum pemberian gizi dan kalori makanan
Halaman: 56 2. Mampu mengidentifikasi makanan, bila perlu. yang pas ditepatkan pasien.
kebutuhan nutrisi. 5. Hindangkan makanan secara 4. Meningkatkan nafsu makan
3. Klien terlihat segar bugar. menarik. dengan kebersihan mulut.
4. Klien tidak terjadi 6. Kolaborasikan dengan ahli 5. Membuat nafsu makan
penurunan berat badan gizi untuk menentukan kalori pasien meningkat.
secara drastis. dan jenis nutrient yang 6. Kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan bila perlu. sesuai dapat
menyeimbangkan
kebutuhan nutrisi pada
pasien.

6. Gangguan Integritas Kulit Setelah dilakukan asuhan 1. Bersihkan dressing. 1. Menghindari resiko infeksi
atau Jaringan b.d keperawatan selama 3x 24 jam 2. Pantau karakteristik luka, akibat dari dressing yang
perubahan sirkulasi diharapkan perbaikan jaringan termasuk drainage, warna, sudah lama diipasang.
pada pasien berfungsi dan ukuran, dan bau, 2. Untuk mengetahui
SDKI, 2016 D.0129 membaik, dengan: 3. Inspeksi luka tiap pergantian perkembangan karakteristik
Kategori: Lingkungan 1. Integritas yang baik bisa dressing. dari luka.
Subkategori: Keamanan dipertahankan, dengan 4. Pertahankan teknik dressing 3. Melihat adanya tanda –
dan Proteksi tidak ada luka atau lesi pada steril saat perawatan luka. tanda yang menggambarkan
kulit. 5. Dokumentasi lokasi, ukuran, kondisi luka.
2. Perfusi jaringan baik. penampilan luka. 4. Mencegah resiko infeksi
3. Menunjukkan pemahaman pada luka.

24
dalam proses perbaikan kulit 5. Untuk melakukan intervensi
dan mencegah terjadinya selanjutnya.
cidera berulang.
4. Mampu melindungi kulit
dan mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami.

7. Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji hal – hal yang mampu 1. Mengetahui tingkat
kelemahan keperawatan selama 3x 24 jam dilakukan klien. ketergantungan klien dalam
diharapkan pasien dapat 2. Bantu klien memenuhi memenuhi kebutuhannya.
SDKI, 2016 D.0056 bertoleransi terhadap aktivitas kebutuhan aktivitasnya 2. Bantuan sangat diperlukan
Kategori: Fisiologis kembali, dengan: sesuai dengan tingkat klien pada saat kondisi
Subkategori: Kriteria Hasil: keterbatasan klien. lemah dalam pemenuhan
Aktivitas/Istirahat 1. Berpartisipasi dalam 3. Beri penjelasan tentang hal – kebutuhan sehari – hari
aktivitas fisik tanpa disertai hal yang dapat membantu tanpa mengalami
peningkatan tekanan darah, dan meningkatkan kekuatan ketergantungan pada orang
nadi, dan RR. fisik klien. lain.
2. Mampu melakukan aktivitas 4. Libatkan keluarga dalam 3. Untuk memotivasi klien
sehari – hari (ADLs) secara pemenuhan ADL klien. dengan kooperatif selama
mandiri. 5. Jelaskan pada keluarga dan perawatan terutama
3. Mampu berpindah dengan klien pentingnya bedrest di terhadap tindakan yang
atau tanpa bantual alat. tempat tidur. dapat meningkatkan
4. Tanda – tanda vital normal. kekuatan fisiknya.

25
4. Karena keluarga merupakan
orang terdekat dengan
klien.
5. Untuk mencegah terjadinya
keadaan yang lebih parah.

26
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu
klien dari masalah status kesehatan yang di hadapi kedalam suatu kasus kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Dalam pelaksanaan implementasi meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan
dan menilai data yang baru (Ilmi, Saraswati & Hartono, 2019).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahapan akhir yang ada di dalam proses keperawatan dimana tujuan
dari evaluasi adalah untuk menilai apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau
tidak. Untuk mengatasi suatu masalah dari klien pada tahap evaluasi ini perawat dapat mengetahui
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah tercapai yang telah
dilakukan oleh perawat (Ilmi, Saraswati & Hartono, 2019).

27
BAB 3
TINJAUAN KASUS
DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
STIKES HANG TUAH SURABAYA

A. Pengkajian Keperawatan Medikal Bedah


Waktu pengkajian : 24-11-2020 Waktu MRS : 20-11-2020
Ruang/ kelas : A2 No RM : xxxx
Diagnosa Medis : CKD

1. Identitas
Nama : Ny. S Suku Bangsa : Jawa
Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : SMA
Umur : 66 tahun Pekerjaan : Purnawirawan
Agama : Islam Pgg jwb : BPJS
Status : Menikah
Alamat : Ketintang Timur

2. Keluhan Utama : Pasien mengalami sesak napas.


Riwayat Penyakit Sekarang:
Ny. S mengatakan sesak nafas sudah 5 hari yang lalu, pasien mengatakan sudah
memeriksakan diri ke rumah sakit terdekat namun sakitnya kambuh. Di IGD RSPAL klien
dibawa ke P1 dilakukan pemeriksaan dan didapatkan:
GCS 456, kesadaran kompos mentis
TTD 155/80 mmHg N: 89x/mnt
RR: 30x/mnt Suhu 36ºC
SPO2: 90% terpasang O2 masker 10 lpm (NRBM), dan Infus NS.
Setelah diobservasi 3 jam dokter menyarankan pindah ke ICU. Pengkajian di ICU
didapatkan:
GCS 456, kesadaran komposmentis,
TD: 150/69 mmHg N: 89x/mnt
RR: 30x/mnt dengan O2 SPO2: 99%

Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi


Riwayat Kesehatan Keluarga: Pasien mengatakan bahwa keluarga dan kedua orang tuanya
tidak memiliki riwayat penyakit DM, HT, ginjal dan penyakit yang serupa yang dialami oleh
pasien ini.

28
Genogram :

66

Keterangan:

: Meninggal

: Perempuan
: Laki – laki
: Pasien / klien
: Menikah
: Tinggal dalam serumah
Riwayat alergi: Pasien tidak memiliki alergi makanan, minuman, dan obat – obatan.

3. Observasi dan Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Lemah Kesadaran: Composmentis GCS 4,5,6
Tanda-Tanda vital
TD: 150/69 mmHg Nadi: 89x/ menit RR: 30x/menit Suhu: 36,3ºC
Antropometri
TB: 158cm BB SMRS: 80 kg BB Stlh MRS: 77 Kg IMT: 30,8 kg/m2

4. B1 Pernafasan (Breath)
Bentuk Dada : Normo chest Pergerakan : Simetris
Otot bantu nafas tambahan : Tidak ada Jika ada, jelaskan: Tidak ada
Irama nafas : Ireguler Kelainan : Tidak ada
Pola nafas : Kussmaul Taktil/ Vocal fremitus: Tidak ada
Suara nafas : Vesikuler Suara nafas tambahan: Tidak ada
Sesak nafas : Ya Batuk : Tidak ada
Sputum : Tidak ada Warna: Tidak ada Ekskresi: Tidak ada
Sianosis : Tidak
Kemampuan akativitas: Penggunaan O2
Masalah Keperawatan: Gangguan Pertukaran Gas

5. B2 Kardiovaskuler (Blood)
Ictus cordis : Teraba Irama jantung: Reguler
Nyeri dada : Tidak ada jika ya, jelaskan (PQRST): Tidak ada
Bunyi jantung: S1S2 Tunggal Bunyi jantung tambahan: Tidak ada
CRT : 3 detik Akral: Hangat, kering, dan merah
Kulit : Pucat

29
Oedema : Ya, ada Jika ya, jelaskan: Kaki sebelah kiri
Pembesaran kelenjar getah bening: Tidak ada
Perdarahan : Tidak ada
Konjungtiva : Anemis
Masalah Keperawatan: Hipervolemi

6. B3 Persarafan (Brain)
GCS Eye : 4 Verbal : 5 Motorik: 6 Total: 15
Refleks Fisiologis
Biceps: +/+ Triceps: +/+ Patella: +/+
Refleks Patologis:
Kaku Kuduk : -/- Bruzinski I: -/- Bruzinski II: -/- Kernig: -/-
Nervus Kranial:
N.I (Olfaktorius): Pasien mampu mengidentifikasi bau (parfum, jeruk)
N.II (Optikus): Pasien mampu melihat dengan jelas
N.III (Okulomotorius): Pasien mampu melihat ke segala arah
N. IV (Troklearis): Pasien mampu menggerakan bola mata dari atas dan bawah
N. V (Trigeminus): Pasien mampu merasakan rangsangan
N. VI (Abdusen): Pasien mampu menggerakan bola mata secara lateral
N. VII (Facialis): Pasien mampu tersenyum dan mengerutkan dahi
N. VIII (Acoustic/Auditorius): Pasien mampu mendengarkan suara bising
N. IX (Glosofaringeus): Pasien mampu merasakan makanan pedas
N. X (Vagus): Pasien mampu menelan
N. XI (Asesorius): Pasien mampu memutar kepala ke samping
N. XII (Hipoglasus): Pasien mampu mengeluarkan lidahnya
Kepala : Simetris
Nyeri Kepala : Tidak ada
Paralisis : Tidak ada
Penciuman
Bentuk Hidung : Simetris tidak terdapat cuping hidung
Septum : Simetris
Polip : Tidak ada
Kelainan : Tidak ada
Wajah & penglihatan
Mata : Simetris Kelainan : Tidak ada
Pupil : Isokor Refleks cahaya : +/+
Sklera : Normal
Lapang pandang: Normal Gangguan : Tidak ada
Pendengaran
Telinga : Simetris Kelainan : Tidak ada
Kebersihan : Tidak ada
Gangguan : Tidak ada Alat bantu : Tidak ada
Lidah
Kebersihan : Bersih Uvula : Simetris
Berbicara : Normal kesulitan telan: Tidak ada
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

30
7. B4 Perkemihan (Blader)
Kebersihan : Bersih Ekskresi : Tidak ada
Kandung Kemih: Tidak ada distensi Nyeri Tekan : Tidak ada
Eliminasi uri SMRS frek: 3-4x/hari Jumlah : 1300cc
Warna: Kuning jernih
Eliminasi uri MRS frek: 2-3x/hari
Jumlah : Input: 1.215 cc (Infus 700cc, air minum 500, injeksi total 15cc)
Output: 548,125 cc (Urine: 500 cc/hari, IWL: 15x77:24= 48,75)
BC: 1.215 – 548,125 = +666,87
Warna: Kuning pekat Jenis Kateter: Indwelling catheter
Alat bantu: Kateter Terpasang tanggal: 23 – 11 – 2020
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

8. B5 Pencernaan (Bowel)
Mulut : Bersih Membra mukosa: Kering
Gigi/ gigi palsu: Tidak ada Faring : Tidak ada
Diit (makan&minum) SMRS: makan: 2x/hari jenis : Nasi
Minum: 4x/hari pantangan: Diit cairan
Diit di RS diit : Rendah protein, natrium, kalium, cairan
Frekuensi : 3x/hari
Nafsu makan : Menurun
Muntah : Tidak ada Mual: Ada
Jenis : Rendah protein, natrium, kalium, cairan
NGT : Tidak ada
Porsi : ½ porsi
Frekuensi Minum: Sedikit Jumlah: 350-500 cc/hari
Jenis: Air putih
Abdomen Bentuk perut : Normal dan simetris
Peristaltik : 20x/ menit
Kealianan Abd: Tidak ada
Hepar : Tidak ada pembesaran hepar
Lien : Tidak ada pembesaran lien
Nyeri abdomen: (jika ya, jelaskan PQRST): Tidak ada
Rectum dan anus
Hemoroid: Tidak ada
Eliminasi alvi SMRS
Frekuensi: Sehari sekali Warna: Kuning tenguli
Konsistensi: Lunak
Eliminasi alvi MRS
Frekuensi: Dua hari sekali Warna: Kuning tenguli
Konsistensi: Lunak Colostomi: Tidak ada
Masalah Keperawatan: Defisit Nutrisi

9. B6 Muskuluskeletal & Integumen (Bone)


Rambut dan kulit kepala: Abu – abu putih, Panjang dan bersih
Warna kulit: Sawo matang Kuku: Pendek dan bersih
Turgor kulit: Elastis
ROM: Bebas Jika terbatas, pada sendi: Tidak ada
Kekuatan Otot: 4444 4444
4444 4444

31
Keterangan:
1. Kontraksi otot dapat dilihat/ dipalpasi
2. Gerakan otot dengan bantuan topangan
3. Melawan gravitasi
4. Dapat melawan gravitasi
5. Normal

Fraktur: Tidak ada


Masalah Keperawatan: Intoleransi aktivitas

10. Endokrin
Throid : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Hiperglikemia : Pasien tidak memiliki riwayat diabetes mellitus
Hipoglikemia : Tidak ada hipoglikemia
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

11. Seksual Reproduksi


Menstruasi terakhir : Saat berusia 50 tahun
Masalah menstrusi : Tidak ada, sudah menopause
Pap smear terakhir : Tidak ada
Pemeriksaan payudara/ testis sendiri tiap bulan : Tidak ada
Masalah seksual yang berhubungan dengan penyakit: Tidak ada
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

12. Kemampuan Perawatan Diri

Aktivitas SMRS MRS


Mandi 1 3
Berpakaian/ dandan 1 3
Toileting/ eliminasi 1 1
Mobilitas di tempat tidur 1 1
Berpindah 1 1
Berjalan 1 1
Niak Tangga 1
Berbelanja 1
Memasak 1
Pemeliharaan rumah 1
Alat Bantu Berupa Tidak ada

Keterangan
Skor 1: Mandiri
2: Alat bantu
3: Dibantu orang lain dan alat
4: Tergantung/ tdk mampu
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

32
13. Personal Hygiene
Mandi SMRS : 2x sehari Mandi MRS : Seka 1x/hari
Keramas : 3x/minggu Keramas : Belum keramas
Ganti pakaian : 2x/hari Ganti pakaian : 1x/hari
Menyikat gigi : 2x/hari Menyikat gigi : 1x/hari
Memotong kuku : 1x/minggu
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

14. Istirahat-Tidur
Istirahat tidur SMRS : 7 – 8 jam
Jam tidur malam MRS: 21.00-05.00 Jam tidur siang: 13.00-15.00
Jumlah: 10 jam
Kualitas tidur : Baik
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

15. Kognitif perseptual-Psiko-Sosio-Spiritual


Persepsi terhadap sehat sakit:

Menurut pasien penyakitnya ini merupakan cobaan dari Allah dan pasien dapat menerima
penyakitnya dengan berdo’a. Pasien sangat yakin bahwa penyakit yang di uji oleh Allah akan
sembuh dengan seiringnya waktu. Selama di RS pasien tetap melakukan ibadah seperti sholat
dan berdo’a.

Konsep diri :
1) Gambaran diri: Pasien menyadari bahwa sekarang dalam kondisi sakit dan membutuhkan
perawatan
2) Ideal diri : Pasien ingin cepat sembuh dan melakukan aktivitas seperti biasa
3) Harga diri : Pasien bersabar dan menerima dengan ikhlas atas penyakitnya
4) Peran diri : Pasien merupakan seorang Ibu Rumah Tangga
5) Identitas diri: Pasien mengatakan bahwa beliau bernama Ny. S dan berperan sebagai Ibu
Rumah Tangga.

Kemampuan berbicara: Normal


Bahasa sehari-hari: Jawa
Kemampuan adaptasi terhadap masalah: Pasien mampu menyelesaikan masalahnya sendiri
atas dengan berdiskusi dengan keluarga dan berdo’a untuk mencari jalan keluar dari tiap
masalah yang dialaminnya.

Ansietas : Tidak ada


Aktivitas sehari-hari : Menyiapkan keperluan anak dan suami
Rekreasi : Menonton TV dan jalan – jalan bersama keluarga
Olahraga : Jalan pagi mengelilingi komplek rumah
Sistem pendukung : Keluarga Hubungan dg orang lain: Baik
Kegiatan ibadah : Pasien sholat 5 waktu dan berdo’a
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

33
16. Pemeriksaan Penunjang

Hari/Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil


21 November 2020 Laboratorium
Leukossit 12,9x103 (4-10 ribu sel/uL)
Hemoglobin 7,4 (11,5-16g/dl)
Albumin 2,3 (3,4 – 5,4 gr/dl)
HCT 22 (35-45%)
Trombosit 274 103 (150-400 ribu/mm3)
BUN 137,24 (10-24 mg/dl)
Kreatinin 16,60 (0,5-1,5 mg/dl)
Natrium 148 (135-145 mmol/L)
Kalium 8,00 (3,5-5 mmol/L)
Calsium 104 (95-108 mmol/L)
pH 6,986 (7,35-7,45)
PO2 196 (80-100)
PCO2 12,7 (35-45)
TCO2 6,7
HCO3 3,1 (22-26)
BE -22,0 (-2, +2)
Beecf -23,9
SBC 14,6
SO2 99% (90-100%)
O2 ct 10,8 ml/dl

22 November 2020 EKG Sinus rhytm

17. Terapi/ Tindakan Lain-lain:

Hari / Nama Obat Dosis Rute Indikasi


Tanggal
21 Infus NS 100 cc 100 cc (10 tpm) IV Menyeimbangankan asam
November + Nabic 100 mEq 100 mEq basa yang terganggu
2020 Infus D5% + 500 IV Mengontrol asam basa
Insulin 10 iu 10 iu efek dari gagal ginjal.
Lasix 1 x 30 mg (6cc) IV Mengeluarkan urine dan
mencegah odem.
Ceftriaxone 3 x 500 mg (3cc) IV Mencegah infeksi.

34
Surabaya, 24 November 2020
Mahasiswa

Kelompok 2 A2

CI Pendidikan CI Lahan Praktik

Ninik Ambar Sari, S.Kep., Ns., M.Kep Ns. Ida Dwiningsih, M. Kep
NIP. 03039 Letkol Laut (K/W) 12440/P

35
ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI PROBLEM


1. DS: Pasien mengatakan sesak napas. Ketidakseimbangan Gangguan Pertukaran
DO: ventilasi – perfusi Gas
1. N: 89x/menit
2. Pulsasi teraba lemah
3. RR: 30x/menit dengan O2 masker 10 SDKI, 2016 D.0003
lpm (NRBM). Kategori: Fisiologis
4. Irama napas ireguler Subkategori:
5. Suara napas vesikuler Respirasi
6. Pola nafas kussmaul Halaman: 22
7. Warna kulit pucat
8. Asidosis metabolik terkompensasi
sebagian:
- pH: 6,986 (7,35 – 7,45)
- pCO2: 12,7 mmHg (35 – 45)
- HCO3: 3,1 mEq/L (22 – 26)
- Be: -22 (-2, +2)

2. DS: Pasien mengeluh bengkak pada kaki Kelebihan asupan Hipervolemia


kirinya. cairan dan natrium
DO:
1. RR: 30x / menit SDKI 2016, D.0022
2. Odem pada kaki kiri Kategori: Fisiologis
3. Jumlah Input: Subkategori: Nutrisi
1215 cc (Infus 700cc, air minum 500, dan Cairan
injeksi total 15cc) Halaman: 62
4. Output: 548,125 cc (Urine: 500 cc/hari,
IWL: 15x77:24= 48,75)
5. BC: +666,87 cc
6. Hb: 7,4 (11,5-16g/dl)
7. Nat 148 (135-145 mmol/L)
8. BUN: 137,24 (10-24 mg/dl)
9. Kreatinin: 16,60 (0,5-1,5 mg/dL)
10. HCT: 22 (35-45%)

3. DS: Pasien mengatakan bahwa nafsu Ketidakmampuan Defisit Nutrisi


makannya berkurang dan mengalami mengabsorbsi nutrien
penurunan porsi makan.
DO: SDKI, 2016 D.0019
1. Membran mukosa: kering Kategori: Fisiologis
2. Porsi makan yang diberikan habis Subkategori: Nutrisi
hanya ½ porsi. dan Cairan
3. Pengkajian Nutrisi: Halaman: 56
A: TB: 158cm, BB SMRS: 80 kg, BB
MRS: 77 kg, IMT: 30,8 kg/m2
B: Hb: 7,4 (11,5-16g/dl),
Albumin: 2,3 (3,4– 5,4 gr/dl)

36
C: Konjungtiva anemis, pasien terlihat
lemah.
D: Rendah protein, natrium, kalium,
cairan.

4. DS: Kelemahan Intoleransi Aktivitas


Pasien mengatakan bahwa tubuhnya
terasa lemah, letih, dan aktivitas sehari –
hari klien dibantu oleh keluarga.
DO: SDKI, 2016 D.0056
- Pasien berbaring di tempat tidur Kategori: Fisiologis
- RR: 30x/ menit Subkategori:
- Kekuatan otot: Aktivitas/Istirahat
4444 4444
4444 4444

37
PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN

TANGGAL PARAF
NO MASALAH KEPERAWATAN Ditemukan Teratasi (nama)
1. . Gangguan Pertukaran Gas 24 November 24 November
2020 2020

SDKI, 2016 D.0003


Kategori: Fisiologis

Subkategori: Respirasi
Halaman: 22

Hipervolemia
1. 2 24 November 24 November
2, 2020 2020

SDKI 2016, D.0022


Kategori: Fisiologis ℒ
Subkategori: Nutrisi dan Cairan
Halaman: 62

Defisit
2. Nutrisi 24 November 24 November
3, 2020 2020

SDKI, 2016 D.0019


Kategori: Fisiologis

Subkategori: Nutrisi dan Cairan
Halaman: 56

4. Intoleransi Aktivitas 24 November 24 November


2020 2020

SDKI, 2016 D.0056 ℒ


Kategori: Fisiologis
Subkategori: Aktivitas/Istirahat
Halaman: 128

38
Intervensi Keperawatan

No Masalah Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi


1. Gangguan Pertukaran Gas Selama diberikan asuhan a. Tingkat kesadaran Pemantauan Respirasi
keperawatan selama meningkat Observasi:
1X24 jam, diharapkan b. Tidak dyspnea a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
gangguan pertukaran gas c. PCO2, PO2, pH arteri, b. Auskultasi bunyi nafas
teratasi. Be dalam batas Terapeutik:
normal Dokumentasikan hasil pemantauan
d. Pola nafas nomal Manajemen Asam Basa: Asidosis Metabolik
Observasi:
a. Identifikasi penyebab terjadinya asidosis metabolic
b. Monitor pola nafas
c. Monitor dampak sirkulasi pernafasan
d. Monitor hasil BGA
Terapeutik:
a. Berikan posisi semifowler untuk memfasilitasi ventilasi
yang adekuat
b. Berikan oksigen dengan kecepatan aliran oksigen 10lpm
NRBM
Kolaborasi: Pemberian bikarbonat 100mEq dan D5+Insulin
10iu.

2. Hipervolemi Setelah diberikan asuhan a. TTV dalam batas Manajemen Hipervolemia


keperawatan selama normal Observasi:
3X24 jam, diharapkan b. Tidak ada edema a. Periksa tanda dan gejala hypervolemia (dyspnea, edema,
kelebihan cairan teratasi. c. Turgor kulit suara nafas tambahan)
membaik b. Monitor status hemodinamik
d. BUN, Creat, Natrium c. Monitor intake dan output cairan
dalam batas normal d. Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. BUN, Hct,
natrium)
e. Monitor kecepatan infus secara ketat
39
Terapeutik:
a. Tinggikan kepala tempat tidur 30-40º
Kolaborasi:
a. Pemberian diuretic (Lasix 1x1 (dcc))
b. Pemberian tranfusi darah
Pemantauan Cairan
Observasi:
a. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
b. Monitor frekuensi nafas
c. Monitor elastisitas atau turgor kulit

3. Defisit Nutrisi Setelah diberikan asuhan a. Porsi makanan yang Manajemen Nutrisi
keperawatan selama dihabiskan Observasi:
3X24 jam, diharapkan meningkat a. Identifikasi status nutrisi
kebutuhan nutrisi b. Nafsu makan b. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
tercukupi. meningkat Terapeutik:
c. Berat badan a. Timbang berat badan
meningkat b. Berikan makanan tinggi kalori dan rendah protein
c. Informasikan untuk membatasi asupan cairan dan garam
serta membatasi makanan yg tinggi kalium.
Kolaborasi:
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrisi yang dibutuhkan.

4. Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan asuhan a. Berpartisipasi dalam Terapi Aktivitas


keperawatan selama 1x aktivitas fisik tanpa Observasi:
24 jam diharapkan pasien disertai peningkatan Kaji hal – hal yang mampu dilakukan klien.
dapat bertoleransi tekanan darah, nadi, Terapeutik:
terhadap aktivitas dan RR. a. Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya
kembali. b. Mampu melakukan b. sesuai dengan tingkat keterbatasan klien.
aktivitas sehari – hari c. Beri penjelasan tentang hal – hal yang dapat membantu
(ADLs) secara dan meningkatkan kekuatan fisik klien.
mandiri. d. Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL klien.
40
c. Mampu berpindah e. Jelaskan pada keluarga dan klien pentingnya bedrest di
dengan atau tanpa tempat tidur.
bantuan alat.
d. Tanda – tanda vital
normal.

41
IMPLEMENTASI & EVALUASI

No Hari/ Implementasi Paraf Hari/ Jam Evaluasi formatif SOAPIE Paraf


Dx Tgl Tgl / Catatan perkembangan
Jam Jam
1. 24 24 07.00 Dx 1: Gangguan Pertukaran Gas b.d
November November - Ketidakseimbangan ventilasi – perfusi
2020 2020 11.30

07.00 Mengobservasi TTV pasien.


ℒ S: Pasien mengatakan sesak napas. ℒ
O:
TD: 155/80 mmHg ℒ 1. N: 89x/menit
N: 89x/mnt
RR: 30x/mnt
ℒ 2. Pulsasi teraba lemah
S: 38ºC ℒ 3. RR: 30x/menit dengan O2 masker 10
lpm (NRBM).
07.10
SPO2: 98%
Memonitor makan pagi pasien dan
ℒ 4. Irama napas ireguler ℒ
keluhan yang dirasakan. ℒ 5. Suara napas vesikuler
08.00 Memonitor frekuensi, irama, kedalaman dan 6. Pola nafas kussmaul
upaya nafas. 7. Warna kulit pucat
Frekuensi: 30x/menit ℒ 8. Asidosis metabolik terkompensasi
Irama: Ireguler sebagian:
Kedalaman napas: Cepat dan dalam (kussmaul) - pH: 7,01 (7,35 – 7,45)
Upaya napas: Menggunakan masker NRBM ℒ - pCO2: 13,5 mmHg (35 – 45)
08.10 Melakukan auskultasi bunyi nafas.
Bunyi napas: Vesikuler
ℒ - HCO3: 4,2 mEq/L (22 – 26)
08.20 Memonitor kecepatan aliran oksigen. ℒ - Be: -18 (-2, +2)

09.00
Kecepatan aliran O2: NRBM 10 lpm.
Memeriksa tanda dan gejala hypervolemia.
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Intervensi dihentikan.

Status Cairan: Jumlah Input: 1215 cc (Infus
700cc, air minum 500, injeksi total 15cc)
Output: 548,125 cc (Urine: 500 cc/hari,

IWL: 15x77:24= 48,75)
BC: +666,87 cc
42
09.05
09.10
Memonitor intake dan output cairan
Mengidentifikasi status nutrisi pasien.
ℒ Dx 2: Hipervolemia b.d Kelebihan Asupan
Cairan dan Natrium
Hb: 7,4 g/dL, Albumin: 2,3 g/dL. ℒ S: Pasien mengeluh bengkak pada kaki kirinya. ℒ
09.15 Memberikan makanan tinggi kalori rendah
O:
protein serta membatasi makanan tinggi
kalium.
ℒ 1. RR: 30x / menit
2. Odem pada kaki kiri
09.30 Menganjurkan px makan sedikit tapi sering
10.00 Mengedukasi untuk membatasi asupan ℒ 3. Hb: 7,4 (11,5-16g/dl) ℒ
4. Nat 148 (135-145 mmol/L)
10.50
cairan dan garam.
Memberikan injeksi nabic 100 mEq dengan
ℒ 5. BUN: 137,24 (10-24 mg/dl)
drip Ns 100 cc. 6. Kreatinin: 16,60 (0,5-1,5 mg/dL)
10.55 Memberikan posisi semi fowler untuk 7. HCT: 22 (35-45%)

11.25
memfasilitasi ventilasi yang adekuat.
Memonitor makan siang px dan keluhan yang ℒ A: Masalah teratasi sebagian.

dirasakan. P: Intervensi dihentikan. ℒ

ℒ Dx 3: Defisit Nutrisi b.d Ketidakmampuan
Mengabsorbsi Nutrien

ℒ S: Pasien mengatakan bahwa nafsu makannya ℒ


berkurang dan mengalami penurunan porsi
makan.
ℒ O:
- Membran mukosa: Kering
ℒ - Porsi makan yang diberikan habis hanya ½
porsi.
- Pengkajian Nutrisi:
ℒ A: TB: 158cm, BB SMRS: 80 kg, BB MRS: ℒ
77 kg, IMT: 30,8 kg/m2.
B: Hb: 7,4 (11,5-16g/dl), Albumin: 2,3 (3,4–
5,4 gr/dl).
C: Konjungtiva anemis, pasien terlihat lemah.
43
D: Rendah protein, natrium, kalium, cairan.

A: Masalah teratasi sebagian.



P: Intervensi dihentikan. ℒ

Dx 4: Intoleranisi Aktivitas b.d Kelemahan

S: Pasien mengatakan bahwa tubuhnya terasa


lemah, letih, dan aktivitas sehari – hari klien
dibantu oleh keluarga.

O:
- Pasien berbaring di tempat tidur
- Pasien telah meniru distraksi yang diberikan
secara pelan – pelan dan bertahap. ℒ
- RR: 30x/ menit
- Kekuatan otot:
4444 4444
4444 4444

A: Masalah teratasi sebagian.



P: Intervensi dihentikan. ℒ

44
11.50 Memonitor makan siang pasien dan 11.30 Dx 1: Gangguan Pertukaran Gas b.d
keluhan yang dirasakan. - Ketidakseimbangan ventilasi – perfusi
12.30 Mengobservasi TTV pasien. 16.00
TD: 150/70 mmHg S: Pasien mengatakan sesak napas. ℒ
N: 91x/mnt O:
RR: 29x/mnt 1. N: 91x/menit
S: 37,8ºC 2. Pulsasi teraba lemah
SPO2: 98% 3. RR: 29x/menit dengan O2 masker 10
13.00 Memonitor elastisitas atau turgor kulit lpm (NRBM).
CRT: 3 detik.
4. Irama napas ireguler
13.30 Memberikan injeksi Lasix 6 cc rute IV.
14.40 Mengganti infus dengan D5 dengan 20 tpm
5. Suara napas vesikuler ℒ
16.00 Mengambil darah untuk BGA. 6. Pola nafas kussmaul
7. Warna kulit pucat
8. Asidosis metabolik terkompensasi
sebagian:
- pH: 7,01 (7,35 – 7,45)
- pCO2: 13,5 mmHg (35 – 45)
- HCO3: 4,2 mEq/L (22 – 26)
- Be: -18 (-2, +2) ℒ
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Intervensi dihentikan. ℒ

Dx 2: Hipervolemia b.d Kelebihan Asupan


Cairan dan Natrium

S: Pasien mengeluh bengkak pada kaki kirinya.


O: ℒ
1. RR: 29x /menit
2. Odem pada kaki kiri
3. Hb: 7,4 (11,5-16g/dl)
4. Nat 148 (135-145 mmol/L) ℒ
45
5. BUN: 137,24 (10-24 mg/dl)
6. Kreatinin: 16,60 (0,5-1,5 mg/dL)
7. HCT: 22 (35-45%)
A: Masalah teratasi sebagian. ℒ
P: Intervensi dihentikan.

Dx 3: Defisit Nutrisi b.d Ketidakmampuan


Mengabsorbsi Nutrien

S: Pasien mengatakan bahwa nafsu makannya


berkurang dan mengalami penurunan porsi ℒ
makan.
O:
- Membran mukosa: Kering
- Porsi makan yang diberikan habis hanya ½
porsi.
- Pengkajian Nutrisi:
A: TB: 158cm, BB SMRS: 80 kg, BB MRS:
77 kg, IMT: 30,8 kg/m2.
B: Hb: 7,4 (11,5-16g/dl), Albumin: 2,3 (3,4– ℒ
5,4 gr/dl).
C: Konjungtiva anemis, pasien terlihat lemah.
D: Rendah protein, natrium, kalium, cairan. ℒ
A: Masalah teratasi sebagian. ℒ
P: Intervensi dihentikan.

Dx 4: Intoleranisi Aktivitas b.d Kelemahan

S: Pasien mengatakan bahwa tubuhnya terasa


lemah, letih, dan aktivitas sehari – hari klien ℒ
dibantu oleh keluarga.

46
O:
- Pasien berbaring di tempat tidur
- Pasien telah meniru distraksi yang diberikan
secara pelan – pelan dan bertahap.
- RR: 30x/ menit
- Kekuatan otot:
4444 4444 ℒ
4444 4444

A: Masalah teratasi sebagian.



P: Intervensi dihentikan. ℒ

47
16.10 Memposisikan kepala lebih tinggi dari 16.00 Dx 1: Gangguan Pertukaran Gas b.d
tempat tidur 30-40º - Ketidakseimbangan ventilasi – perfusi
17.15 Mengecek kecepatan pemberian oksigen 20.30
17.40 Memonitor makan malam pasien dan
keluhan yang dirasakan.
S: Pasien mengatakan sesak napas. ℒ
O:
18.15 Mengobservasi TTV pasien 1. N: 90x/menit
TD: 140/80 mmHg
2. Pulsasi teraba lemah
N: 90x/mnt
3. RR: 29x/menit dengan O2 masker 10
RR: 29x/mnt
S: 37,9ºC lpm (NRBM).
SPO2: 98% 4. Irama napas ireguler
19.45 Menginjeksi ceftriaxone 3 cc rute IV. 5. Suara napas vesikuler ℒ
19.55 Mengkaji hal – hal yang mampu dilakukan 6. Pola nafas kussmaul
klien. 7. Warna kulit pucat
20.00 Membantu klien memenuhi kebutuhan 8. Asidosis metabolik terkompensasi
aktivitasnya sesuai dengan tingkat sebagian:
keterbatasan klien. - pH: 7,01 (7,35 – 7,45)
20.05 Memberikan penjelasan tentang hal – hal - pCO2: 13,5 mmHg (35 – 45)
yang dapat membantu dan meningkatkan - HCO3: 4,2 mEq/L (22 – 26)
kekuatan fisik klien.
20.15 Melibatkan keluarga dalam pemenuhan
- Be: -18 (-2, +2)
A: Masalah teratasi sebagian.

20.15
ADL klien.
Menjelaskan pada keluarga dan klien
P: Intervensi dihentikan. ℒ
pentingnya bedrest di tempat tidur.
20.30 Mendokumentasikan hasil pemantauan Dx 2: Hipervolemia b.d Kelebihan Asupan
Cairan dan Natrium

S: Pasien mengeluh bengkak pada kaki kirinya.


O: ℒ
1. RR: 29x /menit
2. Odem pada kaki kiri
3. Hb: 7,4 (11,5-16g/dl)
4. Nat 148 (135-145 mmol/L)

48
5. BUN: 137,24 (10-24 mg/dl)
6. Kreatinin: 16,60 (0,5-1,5 mg/dL)

7. HCT: 22 (35-45%) ℒ
A: Masalah teratasi sebagian. ℒ
P: Intervensi dihentikan.

Dx 3: Defisit Nutrisi b.d Ketidakmampuan


Mengabsorbsi Nutrien

S: Pasien mengatakan bahwa nafsu makannya


berkurang dan mengalami penurunan porsi ℒ
makan.
O:
- Membran mukosa: Kering
- Porsi makan yang diberikan habis hanya ½
porsi.
- Pengkajian Nutrisi:
A: TB: 158cm, BB SMRS: 80 kg, BB MRS: ℒ
77 kg, IMT: 30,8 kg/m2.
B: Hb: 7,4 (11,5-16g/dl), Albumin: 2,3 (3,4–
5,4 gr/dl).
C: Konjungtiva anemis, pasien terlihat lemah.
D: Rendah protein, natrium, kalium, cairan. ℒ
A: Masalah teratasi sebagian. ℒ
P: Intervensi dihentikan.

Dx 4: Intoleranisi Aktivitas b.d Kelemahan

S: Pasien mengatakan bahwa tubuhnya terasa


lemah, letih, dan aktivitas sehari – hari klien ℒ
dibantu oleh keluarga.

49
O:
- Pasien berbaring di tempat tidur
- Pasien telah meniru distraksi yang diberikan
secara pelan – pelan dan bertahap. ℒ
- RR: 30x/ menit
- Kekuatan otot:
4444 4444
4444 4444

A: Masalah teratasi sebagian.



P: Intervensi dihentikan. ℒ

50
EVALUASI SUMATIF

Tgl Diagnosa Evaluasi Sumatif


1. Gangguan Pertukaran Gas b.d Perubahan S: Pasien mengatakan sesak napas.
Membran alveolus – kapiler O:
1. N: 90x/menit
2. Pulsasi teraba lemah
3. RR: 30x/menit dengan O2 masker 10 lpm (NRBM).
SDKI, 2016 D.0003 4. Irama napas ireguler
Kategori: Fisiologis 5. Suara napas vesikuler
Subkategori: Respirasi 6. Pola nafas kussmaul
Halaman: 22 7. Warna kulit pucat
8. Asidosis metabolik terkompensasi sebagian:
- pH: 7,01 (7,35 – 7,45)
- pCO2: 13,5 mmHg (35 – 45)
- HCO3: 4,2 mEq/L (22 – 26)
- Be: -18 (-2, +2)
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Intervensi dihentikan.

51
2. Hipervolemia b.d kelebihan asupan cairan dan natrium S: Pasien mengeluh bengkak pada kaki kirinya.
O:
1. RR: 29x / menit
2. Odem pada kaki kiri
3. Hb: 7,4 (11,5-16g/dl)
SDKI 2016, D.0022 4. Nat 148 (135-145 mmol/L)
Kategori: Fisiologis 5. BUN: 137,24 (10-24 mg/dl)
Subkategori: Nutrisi dan Cairan 6. Kreatinin: 16,60 (0,5-1,5 mg/dL)
Halaman: 62 7. HCT: 22 (35-45%)

A: Masalah teratasi sebagian.


P: Intervensi dihentikan.

3. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan S: Pasien mengatakan bahwa nafsu makannya berkurang dan mengalami
mengabsorbsi nutrien penurunan porsi makan.
O:
- Membran mukosa: Kering
SDKI, 2016 D.0019 - Porsi makan yang diberikan habis hanya ½ porsi.
Kategori: Fisiologis - Pengkajian Nutrisi:
Subkategori: Nutrisi dan Cairan A: TB: 158cm, BB SMRS: 80 kg, BB MRS: 77 kg, IMT: 30,8 kg/m2.
Halaman: 56 B: Hb: 7,4 (11,5-16g/dl), Albumin: 2,3 (3,4– 5,4 gr/dl).
C: Konjungtiva anemis, pasien terlihat lemah.
D: Rendah protein, natrium, kalium, cairan.

A: Masalah teratasi sebagian.


P: Intervensi dihentikan.

52
4. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan S: Pasien mengatakan bahwa tubuhnya terasa lemah, letih, dan aktivitas
sehari – hari klien dibantu oleh keluarga.
O:
SDKI, 2016 D.0056 - Pasien berbaring di tempat tidur
Kategori: Fisiologis - Pasien telah meniru distraksi yang diberikan secara pelan – pelan dan
Subkategori: Aktivitas/Istirahat bertahap.
- RR: 30x/ menit
Halaman: 128
- Kekuatan otot:
4444 4444
4444 4444

A: Masalah teratasi sebagian.


P: Intervensi dihentikan.

53
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gagal ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan
ketidakmampuan fungsi ginjal mempertahankan metabolisme, keseimbangan
cairan dan elektrolit yang mengakibatkan destruksi strukur ginjal yang progresif
adanya manifestasi penumpukan bahan sisa metabolisme seperti toksik uremic di
dalam darah. Pada tinjauan kasus pada Ny. Sdidapatkan data hasil pengkajian
ditemukan tiga masalah keperawatan yaitu gangguan pertukaran gas, hypervolemia,
dan intoleransi aktivitas. Berdasarkan masalah keperawatan. Intervensi dan
implementasi tindakan dilakukan sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah
dibuat dengan panduan buku SDKI, SLKI, dan SIKI.
4.2 Saran
1. Untuk Institusi
a. Mengupas secara jelas tentang konsep teoritis dan asuhan
keperawatan pada klien dengan chronic kidney disease (CKD).
b. Mendemonstrasikan kepada mahasiswa tindakan keperawatan yang
tepat dan efektif pada klien dengan chronic kidney disease (CKD).
2. Untuk Rumah sakit
Diharapkan RSPAL Dr. Ramelan Surabaya selalu meningkatkan
mutu pelayanan selalu update dengan informasi terbaru terkait
penanganan chronic kidney disease (CKD).
3. Untuk Perawat
a. Melakukan perawatan terhadap klien dengan chronic kidney disease
(CKD) secara professional.
b. Melakukan perawatan sesuai dengan standar operasional prosedur
yang ada di RS.

54
DAFTAR PUSTAKA

Aisara, S., Azmi, S. & Yanni, M. (2018). Gambaran Klinis Penderita Penyakit Ginjal
Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. 7(1).
Anggeria, E. & Marsia, R. (2019). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kecemasan
Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit Royal Prima Medan.
Jurnal Keperawatan Priority. 2(1). pp. 9–16.
Hidayat, A. A. A. (2014). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. 2nd edn. Jakarta:
Salemba Medika.
Ilmi, M. N., Saraswati, R. & Hartono. (2019). Analisis Asuhan Keperawatan Gerontik
dengan Masalah Keperawatan Utama Gangguan Pola Tidur dengan Senam Yoga di
Desa Sidoharum Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen. University Research
Colloqium. pp. 331–339.
Karinda, T. U. S., Sugeng, C. E. C. & Moeis, E. S. (2019). Gambaran Komplikasi Penyakit
Ginjal Kronik Non Dialisis di Poliklinik Ginjal-Hipertensi RSUP Prof . Dr . R . D .
Kandou. Jurnal e-Clinic (eCI). 7(2).
PPNI, T. P. S. D. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. 3rd edn. Jakarta:
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 2nd edn. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Rumyati, M. (2019). Penerapan Ice Lips Frozen Untuk Mengatasi Rasa Haus Pada Pasien
CKD (Chronic Kidney Disease) Di RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga. 23(3). p. 2019.
Terry, C. L. & Weaver, A. (2013) Keperawatan Kritis DemystifieD. 1st edn. Yogyakarta:
Rapha Publishing.
Saraswati, I., Antari, S. & Suwartini, G. (2019). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Kepatuhan Pembatasan Cairan Pada Pasien Chronic Kidney Disease Yang Menjalani
Hemodialisa. Jurnal Ilmu Kesehatan Bhakti Husada. 10(1). pp. 45–53. doi:
https://doi.org/10.34305/jikbh.v10i1.84 Ciptaan.
Wiliyanarti, P. F. & Muhith, A. (2019). Life Experience of Chronic Kidney Diseases
Undergoing Hemodialysis Therapy. NurseLine Journal. 4(1). p. 54. doi:
10.19184/nlj.v4i1.9701.

55

Anda mungkin juga menyukai