Adip Haiddocx
Adip Haiddocx
Kelompok IV
DISUSUN OLEH
RIKA PUJIASTUTI
FAKULTAS TARBIYAH
METRO LAMPUNG
2020 / 2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbagai masalah yang dimiliki manusia khususnya secara psikis, tentu saja memiliki penyelesaian yang
berbeda-beda. Untuk menyelesaikannya pun memerlukan ketepatan dalam mengambil teknik yang
digunakan seorang konselor atau psikolog. Namun puluhan bahkan ratusan teknik tidak mungkin
digunakan semua secara sekaligus. Maka sangat diperlukannya penentuan teknik yang akan dipakai.
Teknik itu merupakan salah-satu cara konselor atau psikolog dalam melakukan proses pendekatan
terhadap pihak klien berdasarkan sikap, masalah yang dihadapi, dan berbagai hal lainnya yang harus
dipahami para konselor atau psikolog secara teori untuk kemudian dipraktekkan di lapangan.
Dalam pemecahan masalah yang berhubungan dengan psikologis, ada banyak pendekatan-pendekatan
yang berguna untuk keselarasan problem solving yang akan diberikan seorang konselor atau psikolog
dalam membantu kliennya.
Pendekatan konseling merupakan teori yang mendasari sesuatu kegiatan dan praktik konseling.
Pendekatan itu dirasakan penting karena jika kita mempunyai pemahaman berbagai pendekatan atau
teori-teori konseling, maka akan memudahkan kita dalam menentukan arah proses konseling.[1]
Dunia konseling memiliki berbagai macam pendekatan yang dapat dijadikan acuan dasar pada semua
praktik konseling. Masing-masing teori tentu saja dikemukakan oleh ahli yang berbeda sehingga
penerapan dari pendekatan yang digunakan juga akan terlihat berbeda.[2]
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
BAB II
PEMBAHASAN
Psikoanalisis merupakan salah satu mazhab psikologi yang diperkenalkan oleh Sigmund Freud sebagai
tokoh utama yang mengembangkan teori ini. Psikoanalisis merupakan suatu metode penyembuhan
yang bersifat psikologis dengan cara-cara fisik. Menurut Eldido Psikoanalisis merupakan suatu
pandangan baru tentang manusia, dimana ketidaksadaran memainkan peran sentral. Psikoanalisis
ditemukan dalam usaha untuk menyembuhkan pasien-pasien histeria. Baru kemudian menarik
kesimpulan-kesimpulan teoritis dari penemuannya di bidang praktis. Dari hasil penelitian yang
dilakukannya kemudian lahir asumsi-asumsi tentang perilaku manusia.
Corey mengatakan bahwa psikoanalisis merupakan teori pertama yang muncul dalam psikologi
khususnya yang berhubungan dengan gangguan kepribadian dan perilaku neurotik, kemudian disusul
oleh behaviorisme dan humanitis.
Pada kemunculannya, teori Freud ini banyak mengundang kontroversi, eksplorasi, penelitian dan
dijadikan landasan berpijak bagi aliran lain yang muncul kemudian. Mulanya Freud menggunakan teknik
hipnosis untuk menangani pasiennya. Tetapi teknik ini ternyata tidak dapat digunakan pada semua
pasien.
Dalam perkembangannya, Freud menggunakan teknik asosiasi bebas (free association) yang kemudian
menjadi dasar dari psikoanalisis. Teknik ini ditemukan ketika Freud melihat beberapa pasiennya tidak
dapat dihipnotis atau tidak memberi tanggapan terhadap sugesti atau pertanyaan yang mengungkap
permasalahan klien. Selanjutnya, Freud mengembangkan lagi teknik baru yang dikenal sebagai analisis
mimpi.
Letak keunggulan psikoanalisis dalam konseling menurut Freud adalah sangat efektif untuk
menyembuhkan klien atau pasien yang histeria, cemas, obsesi neurosis. Namun demikian kasus-kasus
sehari-hari dapat juga digunakan pendekatan psikoanalisis ini untuk mengatasinya.
Membahas tentang perkembangan konseling psikoanalisis, maka tidak lepas dari sosok yang
memperkenalkannya pertama kali, Sigmund Freud. Sigmund Freud adalah seorang psikolog yang berasal
dari kota Wina, Austria. Freud dilahirkan dari kandungan seorang ibu yang bernama Amalia yaitu
seorang yang cantik, tegas, masih muda, dau puluh tahun lebih muda dari suaminya dan merupakan istri
ketiga dari ayahnya Jacob Freud. Freud lahir tepatnya pada tanggal 6 Mei 1856 di Freigery sebuah kota
kecil yang didominasi penduduk asli Muravia[5], yang sekarang ini lebih dikenal dengan sebutan Pribar,
Cekoslowakia, Austria. Ia meninggal di London pada tanggal 23 September 1939. Selama hampir 80
tahun Freud tinggal di Wina dan baru meninggalkan kota ketika Nazi menaklukkan Austria.[6]
Pada tahun 1860, ketika Freud hampir berusia 4 tahun, keluarganya pindah ke Wina (Wina, ibukota
Austria) yang kemudian menjadi semacam magnet bagi kaum imigran. Saat itu adalah masa-masa awal
dimulainya era liberal pada kekaisaran Hapsburg. Kaum Yahudi baru saja terbebas dari pajak-pajak yang
memberatkan serta berbagai pembatasan menghina seperti tentang hak-hak kepemilikan mereka,
pilihan-pilihan karer, praktek-praktek keagamaan yang dianut. Kemerdekaan ini kemudian membawa
harapan-harapan realistis pada bidang perkembangan taraf ekonomi, partisipasi politik serta menjadi
ukuran baru bagi standar penerimaan sosial. Saat itu adalah masa dimana (seingat Freud) “Para murid
berdarah Yahudi yang taat, selalu membawa album foto tokoh-tokoh Yahudi yang menjadi Menteri
kabinet, dalam tas mereka.” Freud muda terlatih untuk selalu memiliki ambisi-ambisi tinggi. Sebagai
anak pertama dan kesayangan keluarga, dia difasilitasi kamar pribadi oleh orang tuanya. Dia
memperlihatkan bakat-bakat yang luar biasa semenjak hari pertama sekolahnya dan disekolah lanjutan
(disebut Gymnasium: sekolah lanjutan swasta sebelum masuk perguruan tinggi), dia selalu berada di
peringkat pertama dari tahun ke tahun.[7]
Ia bekerja pada laboratorium Profesor Breuer, ahli ternama dalam bidang fisiologi (1876-1882).
Beberapa tahun lamanya ia mengadakan riset mengenai kokaine, sejenis obat bius (1884-1887). Pada
tahun 1886 ia menikah dengan Martha Bernays dan karena alasan ekonomis ia mengurangi riset ilmiah
dan membuka praktek sebagai dokter saraf. Namun, ia meneruskan penelitian dibidang neurologi.
Setelah itu ia berkunjung di Berlin dan menulis beberapa karangan penting tentang cacat otak pada
anak-anak. Lama-kelamaan perhatiannya bergeser dari neurologi ke psikopatologi. Terpengaruh oleh
Breuer sekitar tahun 1888 ia memulai memanfaatkan hipnosa dan sugesti dalam praktek ilmiahnya.
Intinya pada tahun (1896-1939) Freud mengembangkan gagasannya tentang teori psikoanalisa dari
praktiknya dengan pasien yang mengalami gangguan mental. Dan Freud telah menghabiskan waktu
hidupnya di Wina dan kemudian pindah ke London menjelang akhir karirnya.[8]
Penemuan yang mengakibatkan nama Frued menjadi masyhur adalah psikoanalisa. Istilah ini diciptakan
Frued sendiri dan muncul pertama kalinya pada tahun 1896. Menurut Frued psikonalisa merupakan
suatu pandangan baru tentang manusia, dimana ketidaksadaraan memainkan peranan sentral.[9]
Pandangan Ini mempunyai relevensi praktis, karena dapat digunakan dalam mengobati pasien-pasien
yang mengalami gangguan-gangguan psikis. Tetapi perlu dicatat pengunaan klinis psikoanalisa tidak
merupakan perkembangan yang lebih lanjut dikemudian hari. Frued tidak memulai dengan menyusun
suatu ajaran. Teori psikonalisa lahir dari praktek dan tidak sebaliknya. Psikoanalisa ditemukan dalam
usaha menyembuhkan pasien-pasien histeris. Baru kemudian Frued menarik kesimpulan-kesimpulan
teoritis dari penemuannya dibidang praktis. Frued sendiri beberapa kali menjelaskan arti istiah
psikoanalisa, tetapi cara menjelaskannya tidak selalu sama.
Salah satu cara yang terkenal adalah cara yang ada pada tahun 1923. Cara ini terdapat di dalam suatu
artikel yang ditulis sendiri oleh Frued dalam sebuah kamus ilmiah Jerman. Disitu ia membedakan tiga
arti psikonalisa. Pertama “psikonalisa” dipakai untuk menunjukkan suatu metode penelitian terhadap
proses-proses psikis (seperti misalnya mimpi) yang sebelumnya tidak terjangkau oleh penelitian ilmiah.
Kedua, istilah ini menunjukkan juga suatu teknik untuk mengobati gangguan-gangguan psikis yang
dialami pasien-pasien Neurotis. Teknik ini bertumpu pada metode penelitian tadi. Ketiga, istilah yang
sama dipakai pula dalam arti yang lebih luas lagi untuk menunjukkan seluruh pengetahuan psikologis
yang diperoleh melalui teknik metode dan teknik tersebut di atas. Dalam hari terakhir ini kata
“psikoanalisa”mengacu pada suatu ilmu pengetahuan yang dimata Frued betul-betul ilmu baru.
1. Topografi Kepribadian
Teori topografi merupakan teori psikoanalisis yang menjelaskan tentang kepribadian manusia yang
terdiri dari sub-subsistem. Bagi Freud kepribadian itu berhubungan dengan alam kesadaran (awareness).
Alam kesadaran terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu
a. Alam sadar (conscious/Cs), bagian yang berfungsi mengingat, menyadari dan merasakan sesuatu
secara sadar atau nyata.
b. Alam prasadar (preconscious/Pcs), bagian kesadaran yang menyimpan ide, ingatan, dan perasaan
dan berfungsi mengantarkan ide, ingatan, dan perasaan tersebut ke alam sadar jika individu berusaha
mengingatnya kembali.
c. Alam bawah sadar (unconscious/Ucs), bagian dari dunia kesadaran yang paling menentukan
terbentuknya kepribadian individu. Alam bawah sadar menyimpan semua ingatan atas peristiwa-
peristiwa tertentu yang telah direpresi individu. Alam bawah sadar juga menyimpan ingatan tentang
keinginan yang tidak tercapai oleh individu.[10]
2. Struktur Kepribadian
Freud beranggapan bahwa kepribadian manusia tersusun secara struktural. Dalam dunia kesadaran
(awareness) individu terdapat pula subsistem struktur kepribadian yang berinteraksi secara dinamis,
antara lain:
a. Id, merupakan subsistem kepribadian yang asli, yang dimiliki individu sejak lahir. Id bersifat primitif
dan bekerja pada prinsip kesenangan. Id berperan sebagai sumber libido atau tenaga hidup dan energi
serta merupakan sumber dari dorongan dan keinginan dasar untuk hidup dan mati.
b. Ego, berbeda dengan id yang bekerja hanya untuk memuaskan kebutuhan naluriah, ego bertindak
sebaliknya. Ego berperan menghadapi realitas hidup dan berasal dari kebudayaan dan norma-norma
yang berlaku di masyarakat. Prinsip kerjanya selalu bertentangan dengan id.
c. Superego, terbentuk dari nilai-nilai yang terdapat dalam keluarga dan masyarakat yang dipelajari di
sepanjang tahun-tahun pertama hidup manusia. Superego bekerja berdasarkan prinsip moral yang
orientasinya bukan kesenangan tetapi pada kesempurnaan kepribadian.[11]
3. Perkembangan Kepribadian
Secara genetis perkembangan kepribadian berkembang melalui beberapa tahap, yaitu tahap oral, anal,
falik, laten dan genital. Freud mengemukakan bahwa tahapan perkembangan ini sangat penting
terutama bagi pembentukan kepribadian di kemudian hari.
a. Fase oral, terjadi sejak lahir hingga akhir tahun pertama. Pada fase ini anak berkembang
berdasarkan pengalaman kenikmatan erotik pada daerah mulut. Anak yang tidak mendapat kasih sayang
dari ibu dan kepuasan dalam makan serta minum akan menghambat perkembangan kepribadiannya.
b. Fase anal, terjadi mulai usia dua sampai akhir tahun ketiga. Perkembangan anak pada fase ini
berpusat pada kenikmatan pada daerah anus. Selama fase ini, peran latihan buang air (toilet training)
sangat penting untuk belajar disiplin dan moral.
c. Fase falik, berkembang mulai usia empat hingga lima tahun. Pusat kenikmatan berpusat pada alat
kelamin. Istilah yang kerap muncul pada fase ini adalah Oedipus complex (ketertarikan seksual pada
sosok ibu) pada anak laki-laki dan electra complex (ketertarikan seksual pada sosok ayah) pada anak
perempuan.
d. Fase laten, juga disebut tahap pregenital. Periode ini terjadi antara lima atau enam tahun hingga
pubertas. Pada fase ini anak hanya sedikit berminat pada seksualitas karena disebabkan kesibukan
belajar, aktifitas dengan teman sebaya dan keterampilan fisik.
e. Fase genital, terjadi pada masa pubertas (diatas 12 tahun). Perilaku umum yang tampak pada fase
ini adalah kecenderungan tertarik pada lawan jenis, bersosialisasi dan berkelompok serta menjalin
hubungan kerja. Semua tingkah laku yang dilakukan kerap kali pada proses menciptakan hubungan
dengan orang lain.[12]
4. Dinamika Kepribadian
Freud sangat terpengaruh oleh filsafat determinisme dan positivisme abad ke –19 dan menganggap
organisme manusia sebagai suatu energi yang kompleks. Energi yang di peroleh dari makanan (energi
fisik). Berdasarkan hukum penyimpangan (conservation of energi) energi tidak dapat hilang, tetapi dapat
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Energi fisik dapat berubah menjadi energi
psikis. Jembatan antar energi tubuh dengan kepribadian ialah id beserta insting – instingnya.
a. Insting, menjadi sumber energi psikis dalam mengarahkan tindakannya memenuhi keinginan dan
kebutuhannya. Freud mengelompokkan insting atas dua jenis yakni insting hidup dan insting mati.
Bentuk energi dimana insting-insting hidup beroperasi disebut libido. Yang paling utama insting libido
ialah insting seksual. Insting-insting hidup yang lainnya adalah lapar dan haus.[13]
b. Kecemasan, yaitu perasaan kekhawatiran karena keinginan dan tuntunan internal tidak terpenuhi
dengan sebaiknya. Freud mengemukakan ada tiga bentuk kecemasan, antara lain :
1) Kecemasan realitas (reality anxity), takut akan bahaya yang datang dari luar. Kecemasan ini
bersumber dari ego.
2) Kecemasan neurosis (neurotic anxity), khawatir tidak mampu mengatasi atau menekan keinginan-
keinginan primitifnya. Kecemasan ini bersumber dari id.
3) Kecemasan moral (moral anxity), kecemasan akibat dari rasa bersalah dan ketakutan dihukum oleh
nilai-nilai dalam hati nuraninya. Kecemasan ini bersumber dari super ego.[14]
Cara individu menghindari kecemasan biasanya dilakukan dengan mekanisme pertahanan ego (ego
defense mechanism). Di antara contoh bentuk mekanisme pertahanan ego antara lain :
1) Represi, melupakan isi kesadaran yang traumatis. Contoh : seorang korban tsunami di Aceh berusaha
melupakan peristiwa tersebut.
2) Proyeksi, mengalamatkan pikiran, perasaan, motif yang tidak diterimanya kepada orang lain.
Contoh : seseorang mengatakan bahwa kegagalannya dalam ujian karena teman sebangkunya yang
berisik.
3) Introyeksi, menanamkan nilai-nilai dan standar yang dimiliki orang lain ke dalam dirinya sendiri.
Contoh : seorang anak senang berkelahi karena selalu melihat kedua orang tuanya berkelahi.
4) Regresi, tindakan melangkah mundur secara tidak sadar ke fase perkembangan yang terdahulu
dimana tuntutan tugas perkembangannya tidak terlalu besar. Contoh : anak berusia 10 tahun yang
kembali minta digendong ketika adiknya lahir.[15]
1. Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas maksudnya teknik yang memberikan kebebasan kepada klien untuk mengemukakan
segenap perasaan dan pikirannya yang terlintas pada benak klien, baik yang menyenangkan maupun
tidak. Asosiasi ini untuk memudahkan konselor terhadap dinamika psikologis yang terjadi padanya,
sehingga dapat membimbing klien menyadari pengalaman-pengalaman ketidaksadarannya, dan
membuat hubungan-hubungan kecemasannya saat ini dengan pengalaman masa lampau.
2. Interpretasi Mimpi
Interpretasi mimpi merupakan teknik dimana klien mengemukakan segenap mimpinya kepada terapis,
karena fungsi mimpi adalah ekspresi segenap kebutuhan, dorongan, keinginan yang tidak disadari akan
direpresi dan termanifes dalam mimpi. Interpretasi mimpi maksudnya klien diajak konselor untuk
menafsirkan mimpi-mimpi yang tersirat dalam mimpi yang berhubungan dengan dorongan
ketidaksadarannya.
3. Analisis Tranferensi
Transferensi merupakan bentuk pengalihan segenap pengalaman masa lalunya dalam hubungannya
orang-orang berpengaruh kepada terapis di saat konseling. Dalam transferensi ini akan muncul
perasaan benci, ketakutan, kecemasan dan sebagainya yang selama ini ditekan di ungkapkan kembali,
dengan sasaran konselor sebagai objeknya. Dalam konteks ini konselor melakukan analisis pengalaman
klien dimasa kecilnya, terutama hal-hal yang menghambat perkembangan kepribadiannya. Dengan
analisis transferensi diharapkan klien dapat mengatasi problem yang dihadapi hingga saat ini.
4. Analisis Resistensi
Resistensi merupakan sikap dan tindakan klien untuk menolak berlangsungnya terapi atau
mengungkpkan hal-hal yang menimbulkan kecemasan. Perilaku ini dilakukan sebagai bentuk pertahanan
diri. Dalam konseling, konselor membantu klien mengenali alasan-alasan klien melakukan resisitensi
sebaiknya dimulai dari hal-hal yang sangat tampak untuk menghindari penolakan atas interpretasi
konselor.
Teknik-teknik spesifik ini tidak biasa dilakukan dalam hubungan konseling, tetapi lebih banyak digunakan
dalam psikoterapi dalm membantu pasien yang mengalami psikopatologis.
Menurut Muhammad Surya adapun kekuatan atau kelebihan dari konseling psikoanalisis ini yaitu:[17]
e. Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan dapat memahami sifat manusia untuk
meredakan penderitaan manusia.
f. Pendekatan ini dapat mengatasi kecemasan melalui analisis atas mimpi-minpi, resistensi-resistensi
dan transferensi-trasnferensi.
b. Terlalu banyak menekankan kepada masa kanak-kanak dan menganggap kehidupan seolah-olah
ditentukan oleh masa lalu.
d. Perilaku yang ditentukan oleh energi psikis, adalah suatu yang meragukan.
Penerapan dapat dilakukan pada saat orang yang tengah tidak sadarkan diri. Saat pasien tidak sadar,
pasien banyak yang menutup-nutupi ingatan yang menyedihkan. Karena masalah inilah Frued
melakukan pekerjaannya yaitu, memeriksa ketidaksadaran serta menguak alasan resistensi pasien
tersebut. Cara yang biasanya dilakukan adalah melalui mimpi, hipnotis, dan melamun.[18]
Untuk contoh penerapannya, penulis akan memberikan contoh mengenai kegiatan orang sedang
melamun (perubahan kepribadian yang disertai kekaburan). Cara Frued melakukannya adalah dengan
menghubungkan beberapa kata yang mempunyai hubungan dengan apa yag dipikirkannya, saat
mengetahui kata-kata itu ia menghipnotisir pasien lalu mengulang kata-kata tersebut. Supaya berfungsi
sebagai titik tolak. Setelah itu pasien merelakan bekerja sama dengan dokternya. Dengan demikian
dihadapan dokter dihadirkan kembali ciptaan-ciptaan psikis yang melintasi pemikirannya dalam
melamun lewat kata-kata yang diucapkannya tadi. Cara ini sering diberi nama “Talking Care” atau
“Chimneg-Sweeping”.[19]
Pasien : (Seorang pria eksekutif bisnis berusia 50 tahun) : saya benar- benar merasa tidak ingin
bicara hari ini.
Analis : (Tetap diam selama beberapa menit, kemudian) Mungkin anda ingin menyampaikan mengapa
anda merasa tidak ingin bicara.
Pasien : anda mulai lagi, menurut saya, memaksa saya melakukan sesuatu yang tidak ingin saya
lakukakan. (diam sesaat). Apakah saya harus selalu bicara di sini, pada saat saya tidak ingin? (Nada
suaranya naik dan marah). Bisakah anda pergi dari belakang saya? Anda tidak perduli sengan perasaan
saya, bukan?
Pasien : Karena anda selalu memaksa saya untuk melakukan sesuatu yang saya rasa tidak bisa.
Cuplikan di atas harus dipahami dalam konteksnya. Pasien tersebut telah menjalani terapi selama sekitar
satu tahun, dengan keluhan depresi dan kecemasan. Walaupun sangat sukses di mata keluarga dan
rekan-rekannya, dia merasa lemah dan tidak kompeten. Melalui banyak sesi asosiasi dan analisis mimpi,
analisis mulai menduga bahwa perasaan gagal yang dirasakan pasien berakar dari pengalaman-
pengalaman di masa kecilnya bersama ayah yang sangat keras dan suka mengkritik, yang jauh lebih
sukses dari si klien, yang tampaknya tidak pernah puas dengan apapun yang diupayakan anaknya.
Pembicaraan yang dikutip di sini pada akhirnya diinterpretasikan oleh analis sebagai ekspresi kemarahan
pasien terhadap tekanan sang ayah terhadapnya. Nada suara pasien (marah), seperti halnya reaksinya
yang berlebihan terhadap saran lembut dari analis untuk menceritakan mengapa ia tidak ingin bicara,
mengindikasikan bahwa pasien tidak ingin berbicara, mengindikasikan bahwa pasien sebenarnya bukan
marah kepada penganalisis, tetapi kepada ayahnya. Terapis menilai ekspresi perasaan semacam itu,
yaitu pasien mengalihkan perasaan terhadap ayahnya kepada analis. Sebagai hal penting dan
menggunakannya dalam essay essay selanjutnya untuk membantu pasien mengevaluasi ulang
ketakutan-ketakutan di masa kecilnya untuk mengecewakan ayahnya dan mengekspresikan kemarahan
kepadanya.[20]
Depresi adalah gangguan mood yang dapat diselesaikan oleh beberapa prespektif. Salah-satunya
psikoanalisa yang menitikberatkan pada konflik bawah alam sadar yang berhubungan dengan duka dan
kehilangan. Seperti yang dipaparkan oleh Freud bahwa potensi depresi berada pada masa anak-anak
karena fase itu dapat menentukan kepribadian seseorang secara permanen atau juga sementara.[21]
Pendekatan Psikoanalisa yang lebih mengarah kepada alam bawah sadar seorang individu. Bagian
individu dikontrol oleh bagian yang tidak sadar. Dengan menggunakan unsur id, ego dan super ego.
Psikoanalisis memberikan kekuatan penggerak dari alam bawah sadar yang disebut libido.[22]
Maka sampai saat ini, penerapan psikoanalisa masih terus berkembang. Salah-satu model
pengaplikasian teori alam bawah sadar ini adalah psikoterapi. Sebuah yayasan terapi mengaplikasikan
teori psikoanalisa dengan melatih para pakarnya untuk mempraktekan psikoterapi.[23] Sudah
berkembang pesat hingga kini. Seperti halnya hypnotherapy yaitu memberi motivasi atau sebuah
pengarahan melalui alam bawah sadar. Atau dengan cara mengembalikan pikiran buruk di masa lampau
dan memberikan mindset untuk membuangnya jauh-jauh. Itu sudah sering dilihat dewasa ini, khususnya
di Negara Indonesia sendiri.
Pendekatan psikoanalisa pun sangat berguna bagi seorang konselor untuk melakukan pendekatan
terhadap klien yang mempunyai masalah besar yang terpendam. Dengan cara membuat klien menjadi
tenang, maka hal itu akan menjadikan klien lebih merasa nyaman dan puas untuk mengikuti
pengarahan yang dipaparkan konselor atau psikolog.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Psikoanalisis merupakan suatu metode penyembuhan yang bersifat psikologis dengan cara-cara
fisik. Psikoanalisis merupakan suatu pandangan baru tentang manusia, dimana ketidaksadaran
memainkan peran sentral. Psikoanalisis ditemukan dalam usaha untuk menyembuhkan pasien-pasien
histeria. Baru kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan teoritis dari penemuannya di bidang praktis.
Dari hasil penelitian yang dilakukannya kemudian lahir asumsi-asumsi tentang perilaku manusia.
a. Topografi Kepribadian: Alam sadar (conscious/Cs), alam prasadar (preconscious/Pcs), dan alam
bawah sadar (unconscious/Ucs),
c. Perkembangan Kepribadian: Fase oral, Fase anal, Fase falik, Fase laten, dan Fase genital.
3. Teknik konseling Psikoanalisis: asosiasi bebas, interpretasi mimpi, analisis transference, dan analisis
resistensi.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Jakarta: FIP UPI dan Imperial Bhakti utama, 2007
Freud, Sigmund, Peradaban dan Kekecewaan, terj. Apri Danarto Yogyakarta: Jendela, 2002
Gerald C Davison, Psikologi Abnormal edisi 9, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006
Izzudin, Muhammad, Panduan Lengkap Psikologi Islam, Jakarta: Gema Insani, 2006