Anda di halaman 1dari 7

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 2

Nama Mahasiswa : Juwita M. Zen

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 040953657

Kode/Nama Mata Kuliah : ADPU4218/Psikologi Sosial

Kode/Nama UPBJJ : 89 / TERNATE

Masa Ujian : 2020/21.1(2020.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1). a, Menurut Baron and Byrne (2003) kognisi sosial adalah adalah cara kita
menginterpretasi, menganalisis, mengingat dan menggunakan informasi tentang
dunia sosial. Sedangkan Taylor dkk (2009) mengemukakakn bahwa kognisi social
merupakaan studi tentang bagaimana orang menarik kesimpulan dan memberi
penilaian dari informasi social.
Menurut pandangan Barn dan Byne kognisi sosial merupakan cara individu untuk
mengingat, menganalisa dan menggunkan informasi yang diterima dari peristiwa-
peristiwa sosial. Bagaimana cara individu memahami, mengetahui, dan
menganalisi lingkungan dan peristiwa yang terjadi menggunakan kemampuan
berpikir atau intelegensinya.

b. 1. Hubungan yang Tidak Relevan


Elemen-elemen kognisi tidak saling mempengaruhi sehingga tidak berpengaruh
apa-apa, misalnya, merokok dengan banjir merupakan hubungan yang tidak ada
kaitannya satu sama lain. Oleh karena rokok tidak menyebabkan banjir, dan
demikian pula sebaliknya.
2. Hubungan yang Konsonan
Hubungan ideal dalam struktur kognisi manusia adalah kondisi konsonan, yaitu
jika antara dua elemen ada hubungan yang relevan, dan tidak saling
bertentangan, misalnya, merokok dengan kanker paru merupakan hubungan yang
konsonan karena rokok adalah penyebab kanker paru.
3. Hubungan yang Disonan
Hubungan yang disonan terjadi karena ada dua elemen kognisi yang saling
bertentangan, misalnya, perokok berat bertahun-tahun, tetapi bebas kanker paru.
Untuk mengembalikan kondisi disonan menjadi konsonan ada tiga upaya yang
dapat dilakukan:
a. mengubah elemen perilaku, misalnya perokok berat berhenti merokok sama
sekali;
b. mengubah elemen kondisi lingkungan, misalnya, perokok berat tidak
mempercayai anggapan bahwa rokok menyebabkan kanker;

c. 1. Teori Penyimpulan Terkait (Correspondent Inference Theory) Teori ini


dikemukakan oleh Jones dan Davis (1965). Menurut teori ini kita dapat
mengetahui sifat-sifat seseorang melalui perilaku nyata yang ditampilkan sama
dari waktu ke waktu. Kalau kita bisa mengamati perilaku nyata seseorang, maka
sebenarnya kita akan memperoleh data yang kaya mengenai sifat di balik perilaku
nyata tersebut. Sampai batas-batas tertentu anggapan ini ada benarnya (di balik
orang menangis bisa diketahui bahwa ia sedang sedih).
2. Teori Psikologi Awam ( Theory of Naive Psychology)
Teori psikologi awam (Theory of Naive Psychology) dikeukakan oleh Heider
(1958). Menurut Heider teori psikologi yang dikemukakan oleh orang-orang awam
ini selain penting diperhatikan, juga perlu dipelajari. Sebab, psikologi awam ini
berpengaruh terhadap perilaku.
3. Model Kovarians (Covariation Model)
Model kovarians (covariation model) dikemukakan oleh Kelley (1967, 1973) yang
pada intinya adalah bahwa suatu perilaku terjadi disebabkan oleh berbagai
peristiwa yang berfungsi bersama-sama pada waktu yang sama. Menurut Kelley
karena orang mempertimbangkan berbagai faktor dalam
menyimpulkan penyebab dari perilaku maka ia dapat disamakan dengan ilmuwan.
Prosedur menemukan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap suatu
perilaku ini sama dengan teknik analisis statistik; analisis kovarians (ANOVA), dan
karenanya model yang diajukan oleh Kelley ini disebut juga Model ANOVA.
Selanjutnya, menurut Kelley, orang menggunakan model kovarians ini untuk
memutuskan apakah penyebab atau atribusi perilaku itu terletak pada diri
individu (internal dispositions) atau terletak di luar diri individu (external
environments).
4. Teori Atribusi Weiner (Weiner's Attributional Theory)
Pengembangan teori atribusi lain adalah teori atribusi Weiner (1979, 1985, 1986)
yang secara khusus mengaitkan teorinya dengan pencapaian prestasi
(achievement). Dalam hubungan ini, Weiner memersoalkan atribusi dari
penyebab dan konsekuensi keberhasilan atau kegagalan seseorang.

2). a,
 Pengalaman Pribadi.
 Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting.
 Pengaruh Kebudayaan.
 Media Massa.
 Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama.
 Pengaruh Faktor Emosional.
b. 1.Teori keputusan social (Sosial Judgment Theory)
Teori Keputusan Sosial mengemukakan asumsi bahwa setiap orang mengetahui
sikap yang dimilikinya dan mampu mengambil keputusan bagaimana ia harus
bersikap terhadap objek sikapnya. Apakah ia akan menerima atau menolak objek
sikapnya? Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan contoh seorang yang akan
membeli mobil. Pembeli mobil tentu mempunyai batas atas atau maksimum
jumlah uang yang dapat dikeluarkan untuk membeli mobil yang dikehendakinya,
misalnya 150 juta rupiah. Apabila harga mobil yang dikehendakinya ternyata175
juta rupiah maka ia akan membatalkan niat membeli mobil tersebut karena harga
tersebut di atas jumlah uang maksimum yang dimilikinya. Namun, apabila mobil
yang dikehendakinya ditawarkan sama atau di bawah jumlah maksimum uangnya
maka ia akan mempertimbangkan sungguh-sungguh untuk membeli mobil yang
ditawarkannya.
Menurut teori keputusan sosial, hal yang sama juga berlaku dalam perubahan
sikap. Berubah atau tidaknya sikap seseorang ditentukan oleh sejauh mana
gagasan baru yang harus disikapinya, misalnya (keluarga berencana) menyimpang
dari sikap yang telah dimilikinya (banyak anak banyak rezeki). Oleh karena
gagasan keluarga berencana mengemukakan bahwa “jumlah anak cukup dua”
maka kemungkinan besar pada orang yang beranggapan bahwa “banyak anak
banyak rezeki” tidak akan terjadi perubahan sikap. Sebaliknya, apabila ada orang
yang bersikap positif terhadap keluarga kecil karena dianggapnya meringankan
beban hidup maka gagasan keluarga berencana akan dengan mudah diterima
yang berarti terjadi perubahan sikap pada orang tersebut.
2. Teori Keseimbangan (Balance Theory)
Dalam menjelaskan perubahan sikap, Teori Keseimbangan mendasarkan diri pada
prinsip ketaatasasan kognitif (cognitive consistency). Seperti juga halnya Teori
Keputusan Sosial, maka Teori Keseimbangan pun beranggapan bahwa setiap
manusia menyadari sikapnya dan ke arah mana sikapnya itu akan berubah tatkala
manusia menghadapi objek sikap. Dalam hubungan ini Teori Keseimbangan
beranggapan bahwa manusia memiliki dorongan untuk senantiasa
mempertahankan ketaatasasan antara sikap dan perilakunya.
3. Teori Disonansi Kognitif (Cognitive Dissonance Theory)
Teori disonansi kognitif dicetuskan oleh Leon Festinger (1957) dan merupakan
salah satu teori yang tergolong dalam Teori Konsistensi Kognitif. Seperti juga
halnya teori keseimbangan dari Heider yang mengemukakan bahwa kondisi
hubungan yang tidak seimbang akan mendorong individu untuk kembali pada
keadaan seimbang maka menurut teori disonansi kognitif, keadaan disonan yang
dialami oleh individulah yang akan mendorong individu untuk kembali pada
keadaan konsonan.
Apa yang dimaksud dengan kondisi disonan secara kognitif menurut Festinger?
Untuk menjawab pertanyaan ini, Festinger mengemukakan tiga bentuk hubungan
berkenaan dengan dua gagasan, pikiran, atau keyakinan individu, yakni hubungan
tidak relevan (irrelevance), konsonan (consonance), dan disonan (dissonance).
4. Teori Fungsional (Functional Theory)
Menurut teori fungsional, sikap yang dimiliki oleh individu berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan individu yang bersangkutan (Katz, 1960). Demikian pula
halnya dengan perubahan sikap. Terjadinya perubahan sikap karena kebutuhan
individu juga berubah. Oleh karenanya, upaya untuk melakukan perubahan sikap
harus diawali oleh pengetahuan mengenai fungsi sikap bagi individu yang
bersangkutan. Maka teknik mengubah sikap yang efektif untuk individu A, belum
tentu sesuai atau efektif apabila diterapkan pada individu B, individu C, atau
individu D.
3). A. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide,
gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan
secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. apabila
tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih
dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap
tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara
seperti ini disebut komunikasi nonverbal.

Berbicara efektif artinya tidak bertele-tele, tidak berputar-putar untuk


menyampaikan suatu poin pembicaraan. Cepat, tepat, lugas dan dapat dimengerti
oleh lawan bicara kita. Berbicara efektif membuat lawan bicara kita akan fokus
pada setiap hal yang kita sampaikan dan dapat mempengaruhi langsung ke dalam
pikirannya.

Anda mungkin juga menyukai