Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Di Susun Oleh :
SUPARTI, Amd,Kep
ii
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap
keterbatasannya, pasti akan dialami oleh seseorang bila ia panjang umur. Pada
usia lanjut, terjadi penurunan kondisi fisik/biologis, kondisi psikologis, serta
perubahan kondisi sosial.
Inkontinensia urin merupakan salah satu kondisi umum yang terjadi pada
lansia yang disebabkan karena faktor degeneratif, maupun lainnya, yang
mengenai setidaknya 14 % wanita berumur di atas 30 tahun. Selain itu, masalah
pada sistem pencernaan juga tak jarang ditemui pada lansia, salah satunya adalah
konstipasi. Menurut National Health Interview Survey pada tahun 1991,
konstipasi merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut. Terjadi
peningkatan dengan bertambahnya usia dan 30-40 % orang di atas 65 tahun
mengeluhkan konstipasi.
Inkontinensia urine pada populasi lansia merupakan masalah serius. Definisi
paling sederhana inkontinensia urine yaitu berkemih nonvolunter, ketika tekanan
di dalam kandung kemih lebih besar dari resistansi uretra. Sedangkan Konstipasi
adalah kondisi sulit atau jarang untuk defekasi. Konstipasi merupakan keluhan
paling sering dalam praktik klinis.
Inkontinensia urin maupun konstipasi yang dialami oleh pasien dapat
menimbulkan dampak yang merugikan pada pasien, seperti ganggua nyamanan
akibat nyeri, kecemasan maupun menimbulkan rasa rendah diri pada pasien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Gerontik
2.1.1 Definisi Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada
kehidupan manusia. Sedangkan menurut Paal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.
13 tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjuut adalah
seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, Ekasar,
Risdawati, Jubaedi, dan Batubara. 2008)
Menurut UU No.4 tahun 1945, lansia adalah seseorang yang
mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk
keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain.
(Maryam, Ekasar, Risdawati, Jubaedi, dan Batubara, 2008)
2.1.2 Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia (Maryam,
Ekasar, Risdawati, Jubaedi, dan Batubara, 2008):
1. Prelansia (prasenelis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3. Lansia risiko tinggi
4. Seseorang yang berusia 70 yahun atau lebih / seseorang yang berusia
60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes. RI, 2003).
5. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes. RI, 2003)
6. Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain.
2.1.3 Karakteristik Lansia
Menurut Budi Anna Keliat (1999) dalam kutipan Maryam, Ekasar,
Risdawati, Jubaedi, dan Batubara, 2008, lansia memiliki karakteristik
sebagai berikut :
1. Berusiah lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No.
13 tentang Kesehatan)
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dan rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari
kondisi adaptif hingga kondidi maladaptif.
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
2.1.4 Batasan Umur Lansia
Berikut adalah batasna-batasan umur yang mencakup batasan umur
lansia dari pendapat berbagai ahli yang dikutip dari Nugroho (2000)
dalam Buku (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009)
1. Menurut Undang-undang Nomor 13 1998 dalam Bab 1 Ayat 2 yang
berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60
9enam puluh) tahun ke ats”.
2. Menurut WHO (World health Organization)
5
a. Sel
Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya akan
lebih besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang,
proporsi protein di otak, ginjal, darah, dan hati juga ikut
berkurang. Jumlah sel otak akan menurun, mekanisme perbaikan
sel akan terganggu, dan otak menjadi atrofi. (Efendi, Ferry,
Makhfudli, 2009)
b. Sistem persarafan
Rata-rata berkurangnya saraf neocortical sebesar 1 per detik,
hubungannya persarafan cepat menurun, lambat dalam merespons
baik dari gerakan maupun jarak waktu, khususnya dengan stres,
mengecilnya saraf pancaindera, serta menjadi kurang sensitif
terhadap sentuhan (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009).
c. Sistem pendengaran
Gangguan pada pendengaran (prsbiakusis), membran timpani
mengalami atrofi, terjadi pengumpulan dan pengerasan serumen
karena penigkatan keratin, pendengaran menurun pada lanjut usia
yang mengalami ketegangan jiwa atau stres (Efendi, Ferry,
Makhfudli, 2009).
d. Sistem penglihatan
Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respons
terhadap sinar, kornea lebih berbentuk seperti bole (sferis), lensa
lebih suram (keruh) dapat menyebabkan katarak, meningkatnya
ambang, pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan
6
j. Sistem endokrin
Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktivitas
tiroid, basal metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi
aldosteron, serta hormon kelamin seperti progesteron, esterogen,
dan testosteron (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009).
k. Sistem integumen
Kulit menjadi keruput akibat keilangan jaringan lemak,
permukaan kasar dan bersisik, mrnurunnya respons terhadap
trauma, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan
rambut menipis serta berwarna kelabu, rambut dakam hidung dan
telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan
dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari
menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan
seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan
fungsinya, kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya (Efendi,
Ferry, Makhfudli, 2009).
l. Sistem muskuloskeletal
Tulang kehilangan kepadatannya (density) san semakin rapuh,
kifosis, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut
dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot sehingga gerak
seseorang menjadi lambat, otot-otot kram dan menjadi tremor
(Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009).
2. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah
perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan
(hereditas), lingkungan, tingkat kecerdasan (Efendi, Ferry,
Makhfudli, 2009).
3. Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang mengalami
pensiun. Berikur ini adalah hal-hal yang akan terjadi pada masa
pensiun (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009):
a. Kehilangan sumber finansial atau pemasukan (income) berkurang.
b. Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang
cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya.
c. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan.
d. Merasakan atau kesadaran akan kematian (sense of awarness of
mortality).
2.1.6 Proses Penuaan
Proses penuaan terdiri atas teori-teori tentang penuaan, aspek biologis
pada proses penuaan pada tingkat sel, proses penuaan menurut sistem
tubuh, dan aspek psikologis pada proses penuaan ( Maryam, Ekasar,
Risdawati, Jubaedi, dan Batubara, 2008).
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses meghilangnya secara
perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Contasntinides,1994) dalam kutipan Maryam, Ekasar, Risdawati,
Jubaedi, dan Batubara, 2008.
8
2.2.2 Epidemiologi
Inkontinensia urin merupakan salah satu kondisi umum yang
mengenai setidaknya 14 % wanita berumur di atas 30 tahun. Studi
epidemiologi pun telah dilakukan untuk mengukur besarnya populasi
wanita dengan inkontinensia, dan untuk mendapatkan faktor risiko
spesifik dari para penderita inkontinensia (B, Pribakti, 2011).
Meskipun inkontinensia dianggap merupakan konsekuensi normal
dari proses penuaan dan persalinan, namun banyak faktor predisposisi
lain yang penting. Hubungan antara prolaps genital dan inkontinensia
urine juga perlu diingat, seperti juga perbedaan antara inkontiensi
jaringan dan wanita yang inkonten (B, Pribakti, 2011).
Inkontinensia urin adalah tahap akhir dari banyak proses patologik,
dan penelitian akhir-akhir ini memfokuskan pada dua hal : diagnosis
yang akurat dan penanganan selanjutnya. Acuan dari semua panelitian ini
adalah klasifikasi umum dari disfungsi saluran kemmih bagian bawah
yang distandarisasi oleh Komite International Continence Society (ICS)
(B, Pribakti, 2011).
2.2.3 Etiologi
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada
anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar
panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah,
atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air
seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding
kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi sedikit,
sudah menimbulkan rasa ingin berkemih. (Darmojo, 2009). Penyebab
utama Inkontinensia urin dapat terdaftar sebagai berikut :
1. GSI (Genuine stress incontinence)
GSI adalah diagnosis yang dibuat oleh penilaian urodinamik.
GSI didefinisikan sebagai pengeluaran urin yang tidak disadari
ketika tekanan intra vesikalis melebihi tekanan penutupan uretra
maksimal, dan tidak ada aktivitas detrusor. Hal ini terjadi karena
tidak kompeten yang dapat disebabkan oleh kelemahan komponen
mekanisme sfingter uretra (B, Pribakti, 2011).
2. Ketidakstabilan Detrusor
Detrusor (lapisan muskuler) yang tidak stabil adalah salah satu
yang ditampilkan objektif untuk berkontraksi, secara spontan atau
provokasi, selama fase pengisian sistrometri sementara pasien
berusaha menahan berkemih. Kontransi ini dapat mengakibatkan
kebocoran urin. Insiden ini meningkat dengan usia, dan DI adalah
13
penyebab paling umum inkontinensia urin pada orang tua (B, Pribakti,
2011).
Kontraksi detrusor dapat berupa phasic atau sistolik, dimana
mereka meniru refleks berkemih normal, atau kandung kemih bisa
menunjukkan tingkat pengosongan lambat. (B, Pribakti. 2011)
Patofisiologi DI masih kurang dipahami, dan penyebab yang
mendasari kondisi ini jarang ditemukan. Pada kebanyakan kasus
digunakan istilah DI idiopati. Ketidakstabilan detrusor dan
inkompetensi sfingter uretra (GSI) dapat terjadi bersama-sama, dan DI
apat timbul kembali setelah operasi untuk inkontinensia stres (B,
Pribakti, 2011).
3. Overflow Inkontinensia
Inkontinensia overflow adalah kondisi ekstrim yang
mengakibatkan kesulitan untuk menahan keinginan berkemih, dan
setiap kondisi yang dapat menyebabkan aliran yang jelak dan
pengosongan kandung kemih inkomplit, tanpa terjadinya
inkontinensia (B, Pribakti, 2011).
Ini suatu kondisi dimana kandung kemih menjadi lembek dengan
aktivitas detrusor sedikit atau tidak ada. Kadang terdapat obstruksi
kronis kandung kemih menjadi kecil karena fibrosis, namun tetap
hanya sedikit atau tidak ada aktivitas detrusor. Wanita itu gagal untuk
mengosongkan dan kansung kemih bocor setiap kali penuh. Selain itu
karena kapasitas kandung kemih fungsional sangat kecil, frekwensi
berkemih meningkat dan infeksi saluran kemih berulang (B, Pribakti,
2011).
Kandung kemih perempuan sangat sensitif terhadap overdistensi
bahkan satu episode retensi urin akut bisa mengakibatkan atoni kronis
kandung kemih dan seringkali membutuhkan kateterisasi jangka
panjang. Diagnosis inkontinensia overflow dibuat bila sisa urin lebih
dari 50% dari kapasitas kandung kemih (B, Pribakti, 2011).
4. Infeksi
Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika
terjadi infeksi saluran kemih, maka tatalaksananya adalah terapi
antibiotika. Apabila vaginitis atau uretritis atrofi penyebabnya, maka
dilakukan tertapi estrogen topical. Terapi perilaku harus dilakukan
jika pasien baru menjalani prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi
feses, maka harus dihilangkan misalnya dengan makanan kaya serat,
mobilitas, asupan cairan yang adekuat, atau jika perlu penggunaan
laksatif. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi urin
berlebih karena berbagai sebab (Darmojo, 2009).
5. Kehamilan
Penambahan berat dan tekanan selama kehamilan dapat
menyebabkan melemahnya otot dasar panggul karena ditekan selama
sembilan bulan. Faktor risiko yang lain adalah obesitas atau
kegemukan, riwayat operasi kandungan dan lainnya juga berisiko
mengakibatkan inkontinensia. Semakin tua seseorang semakin besar
kemungkinan mengalami inkontinensia urine, karena terjadi
14
a. Dimensia
b. Infeksi saluran kemih
c. Penurunan mobilitas
d. Masalah ginjal
e. Obat-obatan (misalnya diuretik, hipnotik)
2. Diet
Pemilihan makanan yang kurang memerhatikan unsur
manfaatnya, misalnya jengkol, dapat menghambat proses miksi.
Jengkol dapat menghambat miksi karena kandungan pada jengkol
yaitu asam jengkolat, dalam jumlah yang banyak dapat
menyebabkan terbentuknya kristal asam jengkolat yang akan
menyumbat saluran kemih sehingga pengeluaran utine menjadi
terganggu (Asmadi, 2008).
3. Cairan
Kurangnya intake cairan menyebabkan volume darah yang
masuk ke ginjal untuk difiltrasi menjadi berkurang sehingga urine
menjadi berkurang dan lebih pekat (Asmadi, 2008).
4. Hormon Sex
Memburuknya fungsi ovarium yang berhubungan menopause
dimana terjadi penurunan produksi estrogen endogen dan
peningkatan insidensi gejala urin, termasuk disuria, nokturia dan
inkontinensia. Selain itu, infeksi saluran kemih (UTI) menjadi lebih
umum (B, Pribakti, 2011).
5. Temperatur
Seseorang yang demam akan mengalami peningkatan
penguapan cairan tubuh karena meningkatnya aktivitas metabolik.
Hal tersebut menyebabkan tubuh akan kekurangan cairan sehingga
dampaknya berpotensi terjadi konstipasi dan pengeluaran urine
menjadi sedikit. Selain itu, demam juga dapat memegaruhi nafsu
makan yaitu terjadi anoreksia, kelemahan otot, dan penurunan intake
cairan (Asmadi, 2008).
6. Obat-obatan
Retensi urine dapat disebabkan oleh penggunaan obat
antikolinergik (atropin), antihistamin (sudafed), antihipertensi
(aldomet), dan obat penyekat beta adrenergik (inderal) (Potter &
Perry,2006).
2.2.6 Patofisiologi
Pada lanjut usia inkontinensia urin berkaitan erat dengan anatomi
dan fisiologis juga dipengaruhi oleh faktor fungsional, psikologis dan
lingkungan. Pada tingkat yang paling dasar, proses berkemih diatur oleh
reflek yang berpusat di pusat berkemih disacrum. Jalur aferen membawa
informasi mengenai volume kandung kemih di medulla spinalis
(Darmojo, 2000).
Pengisian kandung kemih dilakukan dengan cara relaksasi kandung
kemih melalui penghambatan kerja syaraf parasimpatis dan kontraksi
16
leher kandung kemih yang dipersarafi oleh saraf simpatis serta saraf
somatic yang mempersyarafi otot dasar panggul (Potter & Perry, 2006).
Pengosongan kandung kemih melalui persarafan kolinergik
parasimpatis yang menyebabkan kontraksi kandung kemih sedangkan
efek simpatis kandung kemih berkurang. Jika kortek serebri menekan
pusat penghambatan, akan merangsang timbulnya berkemih. Hilangnya
penghambatan pusat kortikal ini dapat disebabkan karena usia sehingga
lansia sering mengalami inkontinensia urin. Karena dengan kerusakan
dapat mengganggu kondisi antara kontraksi kandung kemih dan
relaksasi uretra yang mana gangguan kontraksi kandung kemih akan
menimbulkan inkontinensia (Potter & Perry, 2006).
2.2.7 Penatalaksanaan
1. Non-Farmakologi
Penatalaksanaan pada inkontinensia urin secara non
farmakologis bisa dilakukan dengan latihan otot dasar panggul atau
latihan Kegel, agar otot dasar panggul menjadi lebih kuat dan uretra
dapat tertutup dengan baik (Setiati, 2001). Latihan dasar panggul
melibatkan kontraksi berulang otot pubokoksigeus, otot yang
membentuk struktur penyokong panggung dan mengelilingi pintu
panggul pada vagina, uretra, dan rektum. Manfaat dari latihan Kegel
ini adalah :
a. Menghentika aliran urine ketika berkemih, dengan tujuan
menguatkan pintu keluar kandung kemih.
b. Meningkatkan tonus otot dasar panggul dan meningkatkan
ambang berkemih, yang mengakibatkan urgensi.
c. Mampu meningkatkan kapasitas kandung kemih dan menunda
episode inkontinensia.
2. Farmakologis
Secara farmakologis yaitu menggunakan obat-obatan untuk
merelaksasikan kandung kemih. Ini biasanya dilakukan bila terapi
non farmakologis tidak dapat menyelesaikan masalah inkontinensia
urin (Setiati,2001). Obat tersebut meliputi :
a. Propantelin (Pro-Banthine): Mengurangi kontraksi kandung
kemih.
b. Efredin (Sudafed) : Menguatkan pintu kandung kemih.
c. Estrogen (Premarin) : Meningkatkan jaringan penopangan di
sekitar uretra.
3 Pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress
dan urgensi, bila terapinon farmakologis dan farmakologis tidak
berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnyamemerlukan tindakan
pembedahan untuk menghilangkan retensi urin. Terapi inidilakukan
terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps
pelvic (pada wanita) (Setiati,2001).
4 Modalitas lain
Selain farmakologis dan non farmakologis yang menyangkut
penyebab inkontinensia urin karena sumbatan atau keadaan
patologik dilakukan dengan pembedahan. Sambil melakukan terapi
17
2.3.2 Epidemiologi
Sekitar 80% manusia pernah menderita konstipasi dalam hidupnya
dan konstipasi yang berlangsung singkat adalah normal (ASCRS, 2002).
Menurut National Health Interview Survey pada tahun 1991, konstipasi
merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut. Terjadi
peningkatan dengan bertambahnya usia dan 30-40 % orang di atas 65
tahun mengeluhkan konstipasi. Di Inggris ditemukan 30% penduduk di
atas usia 65 tahun merupakan konsumen yang teratur menggunakan obat
pencahar (Corwin, Elizabeth, J, 2009).
2.3.4 Etiologi
Secara patofisiologi, konstipasi umumnna terjadi karena kelainan
pada transit dalam kolon atau pada fungsi anorektal, sebagai akibat dari
gangguan motalitas primer, penurunan kekuatan dan tonus otot, serta
kurangnya aktivitas (Corwin, Elizabeth, J, 2009). Konstipasi juga dapat
disebabkan karena faktor – faktor berikut :
1. Obat-obatan: golongan antikolinergik, golongan narkotik, golongan
analgetik, golongan diuretik, NSAID, kalsium antagonis, preparat
kalsium, preparat besi, antasida aluminium, penyalahgunaan
pencahar.
2. Kondisi neurologik: stroke, penyakit parkinson, trauma medula
spinalis, neuropati diabetic.
18
e. B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya
nyeri tekan abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi,
adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal.
f. B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan
ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian.
3) Pengkajian Fungsi Sosial
a) Hubungan Lansia dengankeluarga sebagaiperan sentral
b) Meliputi APGAR Keluarga (Adaptation, Partnership,
Growth, Affection, Resolve) yaitu Alat skrining singkat
untuk mengkaji fungsisosial lanjut usia.
c)
2.5.2 Diagnosa & Rencana Asuhan keperawatan.
Rencana tindakan
Diagnosa
No
keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
4. Inkontinensia Diharapkan
urgensi setelah dilakukan 1. kolaborasi 1. Unt
berhubungan tindakan pemberian obat dengan uk merelakasi
dengan keperawatan dokter kandung kemih
penurunan klien dapat
fungsi pegetahui cara 2. Ajarkan 2. Me
persarafan mengoftimalkan kelayan bladder training latih kelayan
kandung kemih kandung kemih mengembalikan
dengan kriteria : kontrol miki
24
1. Klien mampu
mengungkapkan 3. Minta
miksi kalau mau Klien untuk menunda 3. Ag
berkemih waktu ke toilet ar dapat
2. Mengetahi menehan miksi
faktor penyebab dalam waktu
inkontinensia yang lebih lama
urgensi
5. Inkontinenia Diharapkan setelah
overflow dilakukan tindakan
berhubungan keperawatan klien 1. Kaji obstruksi pada
dengan dapat pegetahui kandung kemih
obtruksi pada penyebab obstruksi 1. Mengetahui
kandung kemih kandung kemih, penyebab
dengan kriteria : 2. Lakukan pembedahan obstruksi
1. Klien jika terjadi
mau berkerja pembesaran prostat. 2. Melancarkan
sama dalam 3. Lakukan proses
proses kateterisasi,bila perlu berkemih
pengobatan secara intermiten,dan 3. Memberikan
kalau tidak mungkin rasa nyaman
4. Inkontinensia secara menetap pada klien
bisa di atasi
2.5.3 Implementasi
Tahap pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan
dan merupakan tahapan dimana perawat merealisasikan rencana keperawatan ke
dalam tindakan keperawatan nyata, langsung pada klien.Tindakan keperawatan
itu sendiri merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan yang telah diktentukan
dengan maksud agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal (Mass, L,
Meridean, 2001).
2.5.4 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaan sudah berhasil di capai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat
memonitor “kealpaan“ yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa,
perencanaan, dan pelaksanaan tindakan (Mass, L, Meridean, 2001).
termasuk latihan dan tingkat aktifitas, pekerjaan, asupan nutrisi dan cairan,
serta stress. Riwayat medis dan bedah masa lalu, terapi obat-obatan saat ini,
dan penggunaan laksatif serta enema adalah penting. Pasien harus ditanya
tentang adanya tekanan rektal atau rasa penuh, nyeri abdomen, mengejan
berlebihan saat defekasi, flatulens, atau diare encer.
Pengkajian objektif mencakup inspeksi feses terhadap warna, bau,
konsistensi, ukuran, bentuk, dan komponen. Abdomen diauskultasi terhadap
adanya bising usus dan karakternya. Distensi abdomen diperhatikan. Area
peritonial diinspeksi terhadap adanya hemoroid, fisura, dan iritasi kulit.
1. Biodata Pasien
2. Keluhan Utama
3. Kesulitan BAB, mengejan saat BAB, rasa tidak nyaman pada perut,
tidak lampias saat BAB, Feses terasa keras dan kering, frekuensi BAB
berkurang, sering kelelahan saat aktivitas.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
5. Tidak suka makan sayuran dan buah, sering menahan BAB, kurang
minum, atau sering merasa cemas
6. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dibuat untuk mendapatkan informasi tentang
awitan dan durasi konstipasi, pola emliminasi saat ini dan masa
lalu, serta harapan pasien tentang elininasi defekasi. Informasi
gaya hidup harus dikaji, termasuk latihan dan tingkat aktifitas,
pekerjaan, asupan nutrisi dan cairan, serta stress. Riwayat medis
dan bedah masa lalu, terapi obat-obatan saat ini, dan penggunaan
laksatif serta enema adalah penting. Pasien harus ditanya tentang
adanya tekanan rektal atau rasa penuh, nyeri abdomen, mengejan
berlebihan saat defekasi, flatulens, atau diare encer.
7. Riwayat / Keadaan Psikososial
1. Masalah yang mempengaruhi pasien
2. Persepsi pasien terhadap penyakitnya
3. Hal yang sangat difikirkan saat ini
4. Harapan setelah menjalani perawatan
5. Perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit
6. Mekanisme koping terhadap stres
7. Dampak penyakit pasien terhadap keluarga
8. Pola interaksi dengan orang terdekat
9. Bagaimana hubungan klien dengan tenaga kesehatan/keperawatan
selama dirawat
8. Pola Kebiasaan Sehari-hari
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Tampak lemah
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : Cenderung Meningkat
Nadi : Cenderung Meningkat
RR : Cenderung Meningkat
Suhu : Cenderung Meningkat
GCS : Compos Mentis
26
Intervensi Rasional
Mandiri
Tentukan pola defekasi bagi Untuk mengembalikan
klien dan latih klien untuk keteraturan pola defekasi klien
menjalankannya Untuk memfasilitasi refleks
Atur waktu yang tepat untuk defekasi
defekasi klien seperti sesudah makan Nutrisi serat tinggi untuk
Berikan cakupan nutrisi berserat melancarkan eliminasi fekal
sesuai dengan indikasi Untuk melunakkan eliminasi
Berikan cairan jika tidak feses
kontraindikasi 2-3 liter per hari
Kolaborasi Untuk melunakkan feses
Pemberian laksatif atau enema sesuai
indikasi
Diagnosa 2: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d hilangnya nafsu makan
Tujuan: menunjukkan status gizi baik
Kriteria Hasil:
Intervensi Rasional
Mandiri Mandiri
Buat perencanaan makan dengan Menjaga pola makan pasien
pasien untuk dimasukkan ke dalam sehingga pasien makan secara teratur
jadwal makan.
Pasien merasa nyaman dengan
Dukung anggota keluarga untuk makanan yang dibawa dari rumah
membawa makanan kesukaan pasien dan dapat meningkatkan nafsu
dari rumah. makan pasien.
Tawarkan makanan porsi besar Dengan pemberian porsi yang
disiang hari ketika nafsu makan besar dapat menjaga keadekuatan
tinggi nutrisi yang masuk.
Intervensi Rasional
Mandiri Mandiri
Observasi
Mengetahui tingkat nyeri yang
Minta pasien untuk menilai nyeri dirasakan klien
atau ketidak nyaman pada skala 0 – Mengetahui karakteristik nyeri
10 Agar mngetahui nyeri secara
Gunakan lembar alur nyeri spesifik
ØLakukan pengkajian nyeri yang
komperhensif
Health education
Instruksikan pasien untuk Perawat dapat melakukan
meminformasikan pada perawat jika tindakan yang tepat dalam mengatasi
pengurang nyeri kurang tercapai nyeri klien
Berikan informasi tetang nyeri Agar pasien tidak merasa cemas
4. Implementasi
5. Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo B. 2009. Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut.Edisi keempat. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Hidayat, Aziz, A.(2006). Pengantar Kebutuhan Dasar manusia: Aplikasi konsep dan
proses keperawatan.Jakarta : Salemba Medika.
Potter, Patricia A. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: Proses dan praktik.
Ed. 4. Jakarta: EGC
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
29
1
2
2.
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3
4
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama saat ini
Klien datang dengan keluarganya ke RS dengan keluhan ingin
BAK terus-menerus dan tidak bisa ditahan sampai ke toilet.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan kencingnya lebih dari 10 kali dalam sehari. Klien
juga mengatakan dia tidak bisa menahan kencingnya, karena dia tidak
sempat lagi untuk sampai toilet. Klien mengaku dia mengurangi minum
agar tidak mengompol lagi. Klien mengatakan sering menahan haus.
Klien mengatakan lecet – lecet pada kulitnya. Klien mengatakan malu
apabila keluar rumah, karena mengompol dan bau air kencingnya yang
menyengat, sehingga hanya diam dirumah.
c. Riwayat kesehatan dulu
Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang sama
sebelumya. Klien mengatakan pernah dirawat di RS dan dipasang
kateter.
3. Riwayat Keluarga
Klien mengatakan saudara kandungnya sudah meninggal semua,
tetapi tidak ada riwayat penyakit keturunan, seperti diabetes mellitus,
maupun hipertensi.
Genogram :
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: Meninggal
5
: Satu rumah.
4. Riwayat Pekerjaan
a. Pekerjaan saat ini : Tidak bekerja
b. Alamat pekerjaan : Tidak ada alamat pekerjaan
c. Alat transportasi : Tidak ada alat transportasi
d. Pekerjaan sebelumnya : Buruh pedagang, jarak dari rumah : 10 km.
e. Alat transportasi : Tidak ada alat transportasi
f. Sumber-sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan : Dari
hasil dagang dan pekerjaan suami.
g. Sistem kardiovaskuler
Peningkatan Tekanan darah.
h. Genetalia
Kelemahan otot vagina dan uterus.
i. Perkemihan
Inkontinensia urine, BAK .> 10 kali, Lebihdari 1500-1600 ml dalam
24 jam
j. Sistem endokrin
Penuruhan hormon estrogen.
k. Sistem pengecapan
Penurunan sistem pengecapan, penurunan sensasi terhadap rasa asin.
l. Sistem penciuman
Normal.
m. Tactil respon
Normal.
12. Status Kognitif / Afektif / Sosial
1. Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
BENAR SALAH NO PERTANYAAN
01 Tgl berapa hari ini?
02 Hari apa sekarang ini?
03 Apa nama tempat ini?
04 Dimana alamat anda?
05 Berapa umur anda?
06 Kapan anda lahir?
07 Siapa presiden Indonesia sekarang?
08 Siapa presiden Indonesia sebelumya?
09 Siapa nama ibu anda?
10 20-3, 10-3, 5-3
Jumlah : 6 Jumlah : 4
Score total : 10
Interpretasi hasil :
Salah 4 : Kerusakan intelektualringan
Tanggal
Hari
Bulan
2. Orientasi 5 5 Dimana kita sekarang berada?
Negara Indonesia
Propinsi Jawa Timur
K.
3. Registrasi 3 3 Sebutkan nama 3 objek (oleh
pemeriksa) detik untuk mengatakan
masing-masing objek. Kemudian
tanyakan kepada klien ke3 objek tadi
(untuk disebutkan)
Anak
Cucu
Rumah
4. Perhatian 5 4 Minta klien untuk memulai dari angka
dan kalkulasi 10 kemudian dikurang7 sampai 5 kali/
tingkat
I. ANALISA DATA
NO Data Etiologi Masalah
1. DS : Sering berkemih, Perubahan pola
- Klien mengatakan ingin urgensi eliminansi
BAK terus menerus
- Klien mengatakan
kencingnya lebih dari 10 kali
dalam sehari.
- Klien juga mengatakan dia
tidak bisa menahan kencingnya
DO:
- Klien sering mengompol
2. DS : Pemasangan kateter Resiko tinggi
- Klien mengatakan nyeri pada infeksi
saat mengeluarkan urine
- Klien mengatakan pernah
dirawat di RS dan dipasang
kateter.
DO:
Klien tampak meringis
menahan sakit apabila berkemih
3. DS : Intake dan output Kekurangan
- Klien mengatakan jarang yang tidak adekuat volum cairan
minum agar tidak mengompol
- Klien mengatakan sering
menahan haus
DO :
- Jumlah urine lebih dari 1500-
1600 mm dalam 24 jam
- klien tampak lemas
- kulit klien kering
3.1.3 DIAGNOSA
1. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan sering berkemih, urgensi
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter
3. Kekurangan volum cairan berhubungan dengan intake dan output yang
tidak adekuat
12
PROSES KEPERAWATAN
No Dx keperawatan Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Kekurangan volum Setelah dilakukan TTV stabil Mandiri :
cairan intervensi selama Membrane mukosa Dapatkan riwayat Untuk memperoleh data
berhubungan 2x24 jam diharapkan bibir lembab pasien/orang terdekat tentang penyakit pasien, agar
dengan intake dan Klien menunjukkan Turgor kulit elastic sehubungan dengan dapat melakukan tindakan
output yang tidak hidrasi yang adekuat/ Intake dan output lamanya gejala seperti sesuai yang dibutuhkan
adekuat kekurangan cairan seimbang muntah dan pengeluaran
dapat diatasi urine yang berlebihan
Pantau TTV, catat Indicator hidrasi/volum
adanya perubahan TD sirkulasi dan kebutuhan
warna kulit dan intervensi.
kelembaban-nya
Pantau masukan dan
pengeluaran urine Membandingkan keluaran
actual dan yang diantisipasi
membantu dalam evaluasi
Timbang BB setiap hari adanya/ derajat stasis/
kerusakan ginjal
Peningkatan BB yang cepat
Pertahankan untuk mungkin berhubungan dengan
memberikan cairan paling retensi
sedikit 2500 ml/hari dalam Mempertahankan
batas yang dapat ditoleransi keseimbangan cairan
jantung
Kolaborasi:
Berikan terapi cairan sesuai
indikasi
Berikan cairan IV Memenuhi kebutuhan cairan
tubuh
13
Mempertahankan volum
sirkulasi, meningkatkan fungsi
ginjal
2. Resiko tinggi Setela dilakukan Tidak mengalami tanda Mandiri:
infeksi intervensi selama 2x24 nfeksi Berikan perawatan perineal Untuk mengah kontaminasi
berhubungan jam diharapkan infeksi dengan air sabun setiap shift. uretra
dengan dapat teratasi Jika pasien inkontinensia,
pemasangan cuci daerah perineal sesegera
kateter mungkin.
Jika di pasang kateter
indwelling, berikan Kateter memberikan jalan
perawatan kateter 2x sehari pada bakteri untuk memasuki
(merupakan bagian dari kandung kemih dan naik ke
waktu mandi pagi dan pada saluran perkemihan
waktu akan tidur) dan
setelah buang air besar
Kecuali dikontraindikasikan,
ubah posisi pasien setiap 2 Untuk mencegah stasis urine.
jam dan anjurkan masukan
sekurang-kurangnya 2400 ml
/ hari. Bantu melakukan
ambulasi sesuai dengan
kebutuhan.
Kolaborasi:
Berikan antibiotic sesuai
indikasi Mungkin diberikan secara
profilaktik sehubungan
dengan peningkatn resiko
infeksi
14
3. Perubahan pola Mengurangi atau Individu akan Mandiri :
eliminasi mengatasi pola eliminasi Menjadi kontinen Tentukan pola berkemih Kalkulus dapat menyebabkan
berhubungan agar dapat berkemih (terutama selama siang normalpasien dan tentukan eksitalitas saraf, yang
dengan sering normal hari, malam, 24 jam) dan variasi menyebabkan sensasi
berkemih, urgensi mampu mengidentifikasi berkemih segera. Biasanya
penyebab inkontinens dan frekuensi dan urgensi
rasional untuk pengobatan meningkat bila kalkulus
Dorong meningkatkan mendekati pertemuan
pemasukan cairan uretrovesikal
Peningkatan hidrasi membilas
bakteri, darah,dan debris dan
Selidiki keluhan kandung dapat membantu lewatnya
kemih penuh, palpasi untuk batu
daerah suprapubik
Retensi urine dapat terjadi
Kolaborasi: menyebabkan distensi
Ambil urine untuk kultur dan jaringan dan potensial resiko
sensivitas infeksi, gagal ginjal
CATATAN PERKEMBANGAN
O:
Klien nampak lebih bersemangat.
Klien lebih memperhatikan edukasi yang
diberikan oleh perawat.
A:
Masalah teratasi sebagian.
P:
Intervensi dilanjutkan
6 Senin, 19 S:
September Klien mengatakan “iya sus terimah kasih, saya
2014, jam akan menambah minum saya”
11.00-11.40 O:
Porsi munum klien bertambah.
Tidak tampak urin pekat
A:
Tujuan tercapai
P:
Evaluasi akhir terminasi.
18
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: Meninggal
: Satu rumah.
4. Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan saat ini : Tidak bekerja
Alamat pekerjaan : Tidak ada alamat pekerjaan
Alat transportasi : Tidak ada alat transportasi
Pekerjaan sebelumnya : Tidak bekerja.
Alat transportasi : Tidak ada alat transportasi
Sumber-sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan :
Dari hasil pekerjaan suami.
5. Riwayat Lingkungan Hidup
a. Type tempat tinggal : Sederhana ; lantai keramik, dinding,
atap genting (tanpa asbes).
b. Kondisi tempat tinggal :
1) Kondisi rumah :
a) Penerangan : penerangan baik, pada siang hari ada cahaya
dari ventilasi rumah
b) Lantai : lantai tidak licin
c) Keadaan rumah datar
2) Tata ruang
a) Tata ruang tidak sering diubah
b) Kamar mandi jauh, didekat dapur
c) Peralatan yang diperlukan tidak jauh dari jangkauan
c. Jumlah orang yang tinggal di rumah : Laki-laki = 3 orang /
Perempuan = 3 orang
d. Alamat dan telepon : Dusun S. No 15 (031-77675**)
20
6. Status Kesehatan
a. Status kesehatan umum selama setahun yang lalu :
Klien mengalami pennurunan aktivitas, seperti mudah lelah
ketika berjalan terlalu lama. Klien tidak mempunyai penyakit
tertentu, hanya terkadang merasa lelah dan mudah mengantuk.
b. Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu :
Baik, klien tidak memiliki penyakit mau pun riwayat penyakit
tertentu.
c. Keluhan utama :
Klien datang dengan keluarganya ke RS dengan keluhan
kesulitan saat BAB sehingga perutnya keras.
d. Pemahaman dan penatalaksanaan masalah kesehatan : Keluarga
memberikan asupan sayur yang cukup untuk klien.
e. Obat-obatan
Klien tidak pernah menggunakan obat-obatan medis sebelumnya.
f. Status imunisasi (catat tanggal terbaru)
1) Tetaus, difteri : Tidak pernah imunisasi sebelumnya.
2) Influensa : Tidak pernah imunisasi sebelumnya.
3) Pneumovaks : Tidak pernah imunisasi sebelumnya.
4) Lain-lain : Tidak ada.
g. Alergi (catatan agen dan reaksi spesifik)
1) Obat-obatan : Tidak ada.
2) Makanan : Tidak ada.
3) Faktor lingkungan : Klien alergi debu.
h. Penyakit yang diderita
(-) Hipertensi (-) Rheumatoid (-) Asthma (-) Dimensia
Lain-lain : tidak ada penyakit yang diderita.
7. Tinjauan Sistem
Keadaan umum : Klien tampak gelisah
Tingkat kesadaran : Compos mentis.
Skala Koma Glasgow : Eya = 4, Verbal = 5, Motorik = 6 ;
Total = 15
Tanda-tanda vital : Pulse = 82 x/menit, Temp = 37 ºC, RR = 18
x/menit, Tensi = 140/90 mmHg
a. Kepala
Kulit kepala dan rambut bersih, sudah beruban, jumlah rambut sudah
berkurang
b. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar Tyroid atau pembesaran vena
jugularis.
Bentuk dada simetris, etraksi otot dada (-), suara nafas vesikuler,
ronchi (-), wheezing (-).
d. Abdomen
teraba keras di bagian bawah, tidak ada ascites, tidak kembung, nyeri
tekan (-)
e. Ekstremitas atas dan bawah
Tidak ada kelainan, kuku jari tangan dan kaki panjang dan agak
kotor
f. Sistem kardiovaskuler
Tekanan darah dalam batas normal.
g. Genetalia
Kelemahan otot vagina dan uterus.
h. Sistem endokrin
Penuruhan hormon estrogen.
i. Pemeriksaan panca indra
1) Pengelihatan (mata):
a) Bola mata: simetris tidak ada kelainan, kornea nampak keruh
b) Konjunctiva: tidak anemis
c) Sklera: tidak ikterik
d) Reflek pupil: (+/+)
e) Visus: 0/6
2) Pendengaran (telinga):
a) Bentuk telinga simetris
b) Nyeri tekan tidak ada
c) Liang telinga: serumen tidak ada
d) Gangguan pendengaran tidak ada, tidak menggunakan alat
bantu dengar
3) Pengecapan (mulut):
a) Gigi geligi cukup bersih, gigi sudah banyak yang tanggal,
tinggal 1 buah gigi seri, dan beberapa gigi geraham
b) Lidah bersih
c) Sensasi rasa manis, asin dan pahit (+)
4) Sensasi (kulit):
a) Sensari nyeri (+), sensasi taktil (+), sensasi suhu (+)
b) Turgor kulit: baik agak kering
5) Peciuman (hidung):
a) Lubang hidung simetris
b) Septum nasi: lurus
c) Tidak ada sekret
3.2.2 ANALISA DATA
SYMTOMP PROBLEM ETIOLOGI
22
DS:
1) Klien mengatakan pernah jatuh
di tangga depan pintu
kamarnya 2 kali
2) Ny S mengatakan bahwa klien
sudah tidak pernah pergi-pergi
dari kamarnya, kecuali untuk
BAB saja
3) Ny S mengatakan klien sudah
tidak bisa berjalan sendiri,
Resiko untuk jatuh Umur > 65 tahun
apabila pergi BAB harus di
tuntun.
DO:
1) Usia klien 75 tahun
2) Pengelihatan klien terganggu,
visus 0/6
3) Tremor
4) Kondisi rumah sempit dan ada
tangga yang tinggi tepat di
pintu kamar
DS :
1) Klien tidak pernah keluar
kamar kecuali kalau BAB di
sungai
2) Klien mengatakan aktivitas
sehari-hari hanya di tempat
tidur
3) Ny S mengatakan bahwa klien Penurunan fungsi
masih mampu berdiri sendiri. Immobilisasi sistem tubuh pada
Tetapi sudah tidak bisa proses menua
berjalan sendiri, sehingga lebih
banyak tiduran
DO:
1) Saat kunjungan, klien sedang
berbaring di tempat tidur
2) Klien mampu duduk di tempat
tidur
DS: Konstipasi Penurunan motilitas
1) Klien mengatakan sulit BAB traktus gastrointestinal
2) Klien mengatakan, “kalau
BAB, kok lama sekali, kadang
hanya 1 atau 2 kali sebulan.”
23
ajarkan cara-cara
pencegahan jatuh
pada klien
7. Diskusikan mengenai
keadaan rumah yang
sekarang dan
keterkaitannya
dengan kesehatan
klien
8. Diskusikan dan
jelaskan lingkungan
yang aman bagi usia
lanjut
9. Minta klien
menjelaskan ulang
lingkungan yang
aman
2. Imobilisasi b.d TIU: 1. Kaji pengetahuan
penurunan fungsi sistem Setelah dilakukan klien tentang
tubuh pada proses menua perawatan 2x24 jam klien imobilisasi:
mampu melakukan pengertian,
mobilisasi sesuai penyebab, akibat, dan
kemampuan upaya pencegahan
TIK: 2. Diskusikan dengan
Setelah dilakukan klien dan keluarga
tindakan keperawatan tentang imobilisasi
selama 3x24 jam, klien 3. Berikan contoh dan
dan keluarga mampu demonstrasi
melakukan perawatan mobilisasi yang aman
pada lansia yang dan dapat dilakukan
imobilisasi dengan oleh klien
kriteria: 4. Motivasi klien untuk
1. Mampu menjelaskan melakukan mobilisasi
pengertian, penyebab, sesuai kemampuan
akibat dan upaya 5. Libatkan keluarga
pencegahan imobilisasi untuk membantu
2. Mampu memotivasi mobilisasi klien
diri untuk melakukan 6. Berikan
mobilisasi sesuai reinforcement atas
kemampuan usaha pemahaman
informasi dan usaha
mobilisasi yang di
27
lakukan
3. Ketidak seim-bangan TIU: 1. Diskusikan klien
nutrisi: kurang dari Setelah dilakukan dengan klien dan
kebutuhan tubuh b.d tindakan keperawatan keluarganya kondisi
ketidak-mampuan 1x24 jam klien dapat kurang nutrisi
pemasukan atau memahami mengenai 2. Beri motivasi agar
mencerna makanan atau keseimbangan nutrisi. meningkatkan makan
mengabsorbsi zat-zat Pengetahuan klien porsi kecil tapi sering
gizi berhubungan dengan bertambah (ngemil)
proses menua TIK: 3. Anjurkan klien dan
setelah dilakukan keluarga lebih
tindakan keperawatan banyak
selama 2x24 jam, klien mengkonsumsi buah
dan keluarga dapat dan sayur
melakukan perawatan 4. Jelaskan komplikasi
anggota keluarga dengan dari kurang nutrisi
nutrisi yang kurang 5. Instruksikan kepada
dengan kriteria: keluarga untuk
1. Klien dapat menyajikan makanan
menjelaskan alasan selagi hangat
mengapa ia berada 6. Anjurkan keluarga
pada nutrisi yang untuk melakukan
kurang penimbangan BB
2. Klien dan keluarga klien secara periodik
dapat menyebutkan 7. Beri reinforcement
nutrisi seimbang atas pemahaman
informasi dan
partisipasi keluarga
dalam peningkatan
nutrisi klien
4. Konstipasi b.d TIU: 1. Kaji faktor penyebab
penurunan motilitas Setelah dilakukan konstipasi
traktus gastro intestinal perawatan selama 1 2. Tingkatkan tindakan
minggu klien tidak korektif:
mengalami konstipasi Tinjau ulang diet
TIK: seimbang
Setelah dilakukan 2 kali Diskusikan pilihan
kunjungan klien dapat : diet
1. Menggambarkan aturan Dorong
usus terapiotik penggunaan buah
2. Menjelaskan secara dan sayur
rasional untuk Dorong
28
3.2.6 IMPLEMENTASI
1) Diagnosa 1. Resiko untuk Jatuh berhubungan dengan usia >65 tahun
No Waktu Implementasi Evaluasi
1. Selasa, 31 Kaji pengetahuan S:
Agt 2004, pasien tentang Klien mengatakan “Saya
Jam 13.00 imobilisasi: sudah tidak kuat lagi kalau
– 13.45 pengertian, penyebab, jalan-jalan.”
akibat dan upaya Ny S mengatakan sehari-
pencegahan. harinya klien hanya tiduran di
tempat tidur.
O:
Klien mengetahui dampak
imobilisasi
A: Masalah belum teratas.
P:
Jelaskan manfaat mobilisasi.
Berikan contoh dan
demonstrasi mobilisasi yang
29
melaksanakan anjuran-anjuran
perawat.
A: Tujuan tercapai.
P: Monitor oleh keluarga