Anda di halaman 1dari 14

“TOKSIKOLOGI INDUSTRI”

REAKSI DEGRADASI, REAKSI KONJUGASI DAN BIOAKTIFITAS


Yang diampu oleh :
Dosen : Annissa,S.Si.,M.Si

Disusun Oleh :
Kelompok 12

1. Kevin Indrawan 2018031149


2. Medya Jalas Putri 2017031085
3. Mega Selvia 2017031086
4. Meira Ambarwati 2017031087
5. Rika Rahim 2017031116

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


SERANG-BANTEN
UNIVERSITAS FALETEHAN
202
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
yang berjudul Reaksi Degradasi, Reaksi Konjugasi Dan Bioaktifitas. Makalah ini
diajukan guna memenuhi mata kuliah Toksikologi Industri.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih
jauh dari sempurna,oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.

Serang, 14 September 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………… i

DAFTAR ISI……………………………………………………………..……… ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………..………………………………...………………... 1
B. Rumusan Masalah………..………………………………...………...…... 2
C. Tujuan………..………………………………...……………………….... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Biotransformasi………..……………………………...……….3
B. Proses Biotransformasi……………………..………………………….......4
C. Reaksi Biotransformasi ………….…………………..…………………... 5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………... 10

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia setiap harinya bisa terpapar oleh toksikan, karena sumber
toksikan dapat kita temui dari mana saja, bisa dari lingkungan rumah,
lingkungan kerja, bahkan dari makana yang kita konsumsi. Dari lingkungan
rumah contohnya debu, detergen, dan asap kendaraan yang dapa tkita hirup.
sedangkan dari lingkungan kerja seperti terpaparnya radiasi, terhirupnya
asbes, zat zat kimia seperti timah hitam, formaldehid, pestisida golongan
organoklorin, dan karbon monoksida bagi orang-orang yang bekerja
dikawasan industri, Selain itu toksikan dapat kita temukan dari kosmetik,
makanan dan minuman yang kita konsumsi, karena menggunakan bahan-
bahan yang berbahaya.
Toksikan merupakan zat-zat kimia yang dapat menyebabkan luka-luka,
dapat mengenai manusia dengan berbagai cara. Beberapa zat
menyebabkankerusakan bila mengenai kulit atau bagian yang paling sensitif
dari permukaan paling luar dari tubuh manusia, mata. Zat-zat kimia yang
masuk ke dalam tubuh didistribusikan melalui aliran darah-bila suatu toksikan
masuk kedalam tubuh, maka harus diperhatikan organ yang mana yang
akandirusaknya, berapa lama dia akan tinggal di dalam tubuh dan bagaimana
cara menghilangkannya.
Di dalam tubuh, suatu senyawa xenobiotik akan mengalami mekanisme
biotransformasi. Dengan mekanisme tersebut diharapkan senyawa xenobiotik
yang masuk dapat diekskresikan dari tubuh. Hasil metabolisme ini ada yang
bersifat menjadi tidak toksik dan ada juga yang menjadi lebih aktif
(Siswandono, 2000). Dalam biotransformasi toksikan, dibentuk sejumlah
metabolit elektrofilik yang sangat reaktif. Beberapa metabolit ini dapat
bereaksi dengan unsur-unsur sel dan menyebabkan kematian sel atau

1
pembentukan tumor (Lu, 1995). Glutation S-Transferase (GST) merupakan
suatu famili enzim multifungsional yang mengkatalisis konjugasi antara
glutation (GSH) dengan senyawa-senyawa xenobiotik elektrofilik untuk
melindungi makromolekul sel (Hsieh dkk., 1999). Reaksi konjugasi dengan
GSH sangat penting pada detoksifikasi senyawasenyawa xenobiotik
elektrofilik. Pada mamalia GST dapat digolongkan menjadi 7 kelas isoenzim
yang berbeda, yakni kelas alpha, mu, pi (Mannervik & Danielson, 1988),
sigma (Meyer & Thomas, 1995), theta (Meyer dkk., 1991), zeta (Board dkk.,
1997), Omega (Board dkk., 2000).

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan biotransformasi?


2. Bagaimana proses biotransformasi?
3. Bagaimana reaksi biotransformasi?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian biotransformasi


2. Untuk mengetahui proses biotransformasi
3. Untuk mengetahui reaksi biotransformasi

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Biotransformasi
Metabolisme sering disebut sebagai biotransformasi dan merupakan suatu
istilah yang menggambarkan metabolisme obat. Pada azasnya tiap obat
merupakan zat asing yang tidak diinginkan dari badan dan badan berusaha
merombak zat tersebut menjadi metabolit yang bersifat hidrofil agar lebih
lancar diekskresikan melalui ginajl, jadi reaksi biotransformasi merupakan
peristiwa detoksikasi (Anief, 1990: 43). Biotransformasi merupakan suatu
proses yang umumnya mengubah senyawa asal menjadi metabolit. Di dalam
kasus tertentu metabolit dapat bersifat lebih toksik daripada senyawa asalnya.
Reaksi semacam ini dikenal sebagai “bioaktivasi” (Lu, 1995).
Biotransformasi/metabolisme adalah perubahan xenobiotik/toksin yang
dikatalisa oleh suatu enzim tertentu dalam makhluk hidup. Tujuannya yaitu
dengan merubah toksin bersifat non polar menjadi bersifat polar dan dirubah
menjadi bersifat hidrofil sehingga dapat dieksresikan keluar dari tubuh.

Non Polar Reaksi Fasa 1 Polar Reaksi Fasa 2 Hidrofil

Oksidasi,Reduksi, Konjugasi
Hidrolisi
Non Polar : meliputi bahan kimia lipofil dan lipofil sangat stabil. Misalnya
CH4 (metana)
Polar : senyawa yang mudah larut dalam pelarut polar. Contohnya
metanol, etandiol, fenol
Hidrofil : mudah larut dalam air. Contoh : ester fenosulfat, asam hipurat

3
B. Proses Biotransformasi
Proses biotransformasi sangat berpengaruh terhadap laju pengeluaran toksin
dari dalam tubuh
Toksin Tanpa biotranformasi dengan
biotransformasi
Ethanol 4 minggu 10 ml/hr
Phenobarbital 5 bulan 8 jam
DDT tidak terbatas hari sampai minggu

Organ penting dalam proses biotransformasi:

1. Hati ( tinggi)
2. Paru, ginjal, usus (sedang)
3. Jaringan lain (rendah)

Dalam berbagai referensi disebutkan bahwa toksin yang mengalami


biotransformasi adalah toksin yang melewati saluran pencernaan, karena
setelah melewati lambung, ke usus halus kemudian ke hati untuk
didetoktifikasi ( dibiotransformasi ). Sedangkan toksin yang melewati saluran
nafas ( alveoli ) dan kulit langsung diedarkan lewat darah ke organ-organ lain
di seluruh tubuh, tidak melewati proses biotransformasi di hati terlebih
dauhulu. Dengan demikian, toksin yang diserap lewat saluran nafas dan kulit
lebih berbahaya dibandingkan dengan toksin yang melewati saluran
pencernaan yakni melalui lambung, usus halus dan kemudian ke hati.
Proses biotransformasi suatu toksin tergantung pada sifat kimia toksinnya.

1. Toksin hidrofil
Contoh : ester fenosulfat dan asam hipurat langsung diekskresikan lewat
empedu dan dikeluarkan lewat tinja atau urin.
2. Toksin polar
Contoh : C6H5OH (fenol), C6H5COOH (asam benzoat) langsung

4
mengalami fase II (konjugasi) dan bersifat hidrofilik dan dan dieksresikan
lewat empedu dan ginjal serta dikeluarkan lewat urin atau tinja.

Dalam proses biotransformasi terjadi 2 kemungkinan :


1 Detoktifikasi/bioinaktivasi : hilang sifat racun toksikan ( Dari non
polar/lipofilik ke polar ke hidrofil )
2 Bioaktivasi : lebih beracun dari senyawanya ( Dari non polar/lipofilik ke
produk antara pengalkilasi yang elektrofilik pengikatan kovalen pada
jaringan kanker )

C. Reaksi Biotransformasi
Reaksi-reaksi yang dapat memungkinkan terjadinya biotransformasi terdiri
atas 2 tahap, yaitu :
1. Reaksi fase I (reduksi, oksidasi dan hidrolisis)
2. Reaksi fase II (konjugasi). 

Kebayakan biotransformasi metabolik terjadi pada saat antara absorpsi


obat tersebut ke dalam sirkulasi umum dan eliminasinya melalui
ginjal. Beberapa biotransformasi terjadi di dalam lumen usus atau di dinding
usus. Pada umumnya, semua reaksi ini dapat dimasukkan dalam salah satu
reaksi fase I atau reaksi fase II

1) Reaksi Fase I
Pada reaksi fase I, terjadi proses biotransformasi yang mengubah
molekul oat secara oksidasi, reduksi atau hidrolisis (Mutschler,1991:
20). Reaksi fase I biasanya mengubah obat asal (parent drug) menjadi
metabolit yang lebih polar dengan menambahkan atau melepaskan suatu
gugus fungsional (-OH, -NH2, -SH). Metabolit ini sering bersifat tidak
aktif, walaupun pada beberapa keadaan aktifitas obat hanya berubah
saja. Jika metabolit reaksi fase I cukup polar, maka biasa dapat
diekskresikan dengan mudah. Namun, banyak produk reaksi fase I tidak di
eliminasikan dengan cepat dan mengalami suatu reaksi selanjutnya dimana

5
suatu substrat endogen seperti asam glukorat, asam sulfur, asam asetat atau
suatu asam amino akan berkombinasi dengan gugus fungsional yang baru
untuk membentuk suatu konjugat yang sangat polar. Reaksi konjugasi atau
sintetik ini merupakan tanda dari reaksi fase II. Berbagai macam obat
mengalami reaksi biotransformasi berantai ini, contohnya: gugusan
hidrazid dari isoniazid dikenal membentuk suatu konjugat N-asetil dalam
suatu reaksi fase II. Konjugat ini merupakan substrat untuk reaksi fase I,
yang disebut hidrolisa menjadi asam isonikotrainat. Jadi, reaksi fase II
sebenarnya bisa juga mendahului reaksi fase I (Katzung, 1998: 54). 

Reaksi fase I pada dasarnya tidak bertujuan untuk menyiapkan obat


untuk di ekskresikan, tetapi bertujuan untuk menyiapkan senyawa yang
digunakan untuk metabolisme fase II. Sistem enzim yang terlibat dalam
reaksi oksidasi adalah sistem enzim mikrosomal yang disebut juga
sebagai Mixed Function Oxidases (MFO) atau sistem
monooksigenase. Komponen utama dari MFO adalah sitokrom P450, yaitu
komponen oksidasi terminal dari suatu sistem transfer elektron yang
berada pada retikulum endoplasmik yang bertanggung jawab terhadap
reaksi-reaksi oksidasi obat dan digolongkan sebagai enzim yang
mengandung haem(suatu haemprotein) dengan protoperfirin IX sebagai
gugus protestik (Gordon dan Skett, 1986). Reaksi yang dikatalisis oleh
MFO meliputi hidroksilasi senyawa alifatis dan aromatis, epokdidasi,
dealkilasi, deaminasi, N-oksidasi dan S-oksidasi (Anief, 1990).
a. Reaksi Oksidasi 
Reaksi oksidasi adalah salah satu mekanisme reaksi perubahan obat
yang penting dan berperan baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Raksi oksidasi tersebut terjadi pada berbagai molekul
menurut proses khusus tergantung pada masing-masing tipe struktur
kimianya yaitu reaksi hidroksilasi pada golongan alkil, aril dan
heterosiklik, reaksi oksidasi alkohol dan aldehid, reaksi pembentukan

6
N-oksida dan sulfoksida, reaksi desaminasi oksidatif, pembukaan inti
dan sebagainya (Anonimus, 1993).
Reaksi oksidasi dibagi menjadi 3 jenis menurut enzim yang
mengkatalisisnya:
1. Oksidasi dengan mikrosom sitokrom P450
Mikrosom adalah fragmen RE dalam bentuk bulat yang
diperoleh apabila suatu jaringan hati dihomogenisasi pada 10-
100s. dalam sistem transferase oksigen terminal enzim yang
digunakan adalah sitokrom P450. yaitu, enzim yang mereduksi ligan
karbon monoksida yang mempunyai absorpsi spektrum maksimum
pada 450nm. Di bawah enzim ini, atom oksigen dari oksigen
molekuler dipindahkan ke molekul obat (DH---DOH). Sisa atom
oksigen mengikat dua proton dan membentuk air.
2. Oksidasi dengan mikrosom non sitokrom P450
Oksidasi ini memberikan efek sebagai berikut:
a) Sulfoksidasi senyawa sulfur nukleofilik, contoh pada metimazol.
b) Hidroksilamin dari amin sekunder, contoh pada desimipramin,
nortriptilen.
c) Amin oksida dari amin tersier pada guanethidin dan
brompheniramin.
3. Oksidasi non mikrosom
Oksidasi yang terjadi oleh enzim non mikrosomal seperti
dehidrogenase alkohol, aldehid dan oksidase monoamin dan
diamin (Anief, 1990).
b. Reaksi Reduksi
Reaksi reduksi kurang penting dibandingkan dengan reaksi oksidasi,
reaksi ini terutama berperan pada nitrogen dan turunannya (azoik dan
nitrat), kadang-kadang pada karbon (Anonimus, 1993). Hanya
beberapa obat yang mengalami metabolisme dengan reduksi baik pada
letak mikrosomal maupun non mikrosomal. Gugus nitro, azo dan
karbonil merupakan subyek reduksi yang menghasilkan gugus

7
hidroksida amino lebih polar. Ada beberapa enzim reduktase dalam
hati yang tergantung pada NADH atau NADPH yang
mengkatalisiskan reaksi tersebut, NADPH adalah Nikotinamida
dinukleotida. Contoh yang paling terkenal adalah reduksi protonsil
sebagai prodrug menjadi Sulfanamid (Anief,1990).
c. Reaksi Hidrolisis
Proses lain yang menghasilkan senyawa yang lebih polar adalah
hidrolisis dari ester dan amida oleh enzim esterase yang terletak baik
mikrosomal dan non mikrosomal akan menghidrolisasi obat yang
mengandung gugus ester. Di hepar lebih banyak terjadi dan
terkonsentrasi, seperti hidrolisis Peptidin oleh suatu enzim Esterase
non mikrosomal terdapat dalam darah dan beberapa jaringan sebagai
contoh Prokain dimetabolisis oleh esterase plasma (Anief 1990).
2) Reaksi Fase II
Reaksi konjugasi sesungguhnya merupakan reaksi antara molekul
eksogen atau metabolit dengan substrat endogen, membentuk senyawa
yang tidak atau kurang toksik dan mudah larut dalam air, mudah
terionisasi da selanjutnya sangat mudah dikeluarkan (Anonimus, 1993).
Dalam metabolisme fase kedua, obat yang tak berubah, asli atau
merupakan metabolit polar mengalami konjugasi dengan asam glukoronat,
sulfat, asam merkapturat atau asetat menjadi lebih polar dan diekskresikan
lebih cepat. Jadi metabolisme fase kedua merupakan penggabungan obat
aslinya atau metabolitnya dengan bermacam-macam komponen
endogen. Reaksi konjugasi yang dilakukan oleh enzim transferase
memerlukan baik komponen endogen maupun eksogen (Anief,
1990). Contohnya adalah Fenobarbital yang membutuhkan reaksi fase I
sebagai persyaratan reaksi konjugasi.
Konjugasi dapat dibagi dalam kominasi tipe eter dan kombinasi
tipe ester. Pada tipe eter, konjugasi dilakukan melalui gugus hidroksil
seperti metabolit alkohol dan barbital. Sedangkan pada kombinasi tipe
ester, konjugasi dilakukan melalui gugus karboksil seperti asam salisilat.

8
Glukuronid merupakan metabolit utama dari obat yang mempunyai
gugus fenol, alkohol atau asam karboksilat. Metabolit ini tidak aktif dan
cepat diekskresikan melalui ginjal dan emedu. Glukuronid yang dihasilkan
oleh empedu dapat dihidrolisis oleh enzim b-glukuronidase yang
dihasilkan oleh bakteri oleh usus dan obat yang di bebaskan dapat diserap
kembali. Sirkulasi enterohepatik inilah yang memnyebabkan kerja obat
menjadi lebih panjang (Syarif, 1995).
Tidak semua obat melalui 2 fase ini, ada juga yang hanya melalui
fase I saja (satu atau beberapa macam reaksi) ataupun melalui fase II saja
(satu atau beberapa macam reaksi). Tetapi memang kebanyakan obat di
metabolisme melalui beberapa reaksi sekaligus atau secara berurutan
menjadi beberapa macam metabolit (Syarif, 1995).
Telah disebutkan bahwa ada 2 jenis enzim yang berperan dalam
proses metabolisme, yaitu enzim mikrosomal dan non
mikrosomal. Perbedaan tersebut dikategorikan berdasarkan letaknya di
dalam sel. Kedua enzim ini, terutama terdapat di dalam sel hati tetapi
dapat juga terletak di sel jaringan lain seperti, ginjal, paru-paru, epitel
saluran cerna dan plasma. Di lumen saluran cerna juga terdapat enzim non
mikrosomal yang dihasilkan oleh flora usus. Enzim mikrosom
mengkatalisis reaksi konjugasi glukuronid, sebagian besar reaksi oksidasi,
serta reaksi reduksi dan hidrolisis. Sedangkan enzim non mikrosom
mengkatalisis reaksi konjugasi lainnya, beberapa oksidasi serta reduksi
dan hidrolisis (Syarif, 1995).

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Biotransformasi/metabolisme adalah perubahan xenobiotik/toksin yang
dikatalisa oleh suatu enzim tertentu dalam makhluk hidup. Tujuannya yaitu
dengan merubah toksin bersifat non polar menjadi bersifat polar dan dirubah
menjadi bersifat hidrofil sehingga dapat dieksresikan keluar dari tubuh.
Reaksi-reaksi yang dapat memungkinkan terjadinya biotransformasi
terdiri atas 2 tahap, yaitu : reaksi fase I (reduksi, oksidasi dan hidrolisis) dan
reaksi fase II (konjugasi). Ada 2 jenis enzim yang berperan dalam proses
metabolisme, yaitu enzim mikrosomal dan non mikrosomal. Enzim mikrosom
mengkatalisis reaksi konjugasi glukuronid, sebagian besar reaksi oksidasi,
serta reaksi reduksi dan hidrolisis. Sedangkan enzim non mikrosom
mengkatalisis reaksi konjugasi lainnya, beberapa oksidasi serta reduksi dan
hidrolisis (Syarif, 1995).

10
DAFTAR PUSTAKA

http://yudhiestar.blogspot.com/2010/01/metabolisme-obat.html

http://eprints.ums.ac.id/15368/2/bab_1.pdf

Anda mungkin juga menyukai