Anda di halaman 1dari 73

TUGAS MID

“Rangkuman Materi Pengantar Perpajakan”

DI SUSUN
Oleh:
A FITRI RAMADANI (105731111217)
PRODI PENGANTAR PERPAJAKAN
KELAS AKUNTANSI 17 C

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2019-2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii

1. BAB 2 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan......................... 1


2. BAB 3 Pajak Penghasilan (Umum) ................................................. 16
3. BAB 4 Pajak Penghasilan Final......................................................... 26
4. BAB 5 Pajak Penghasilan Pasal 21.................................................... 39
5. BAB 6 Pajak Penghasilan Pasal 22.................................................... 43
6. BAB 7 Pajak Penghasilan Pasal 23.................................................... 51
7. BAB 8 Pajak Penghasilan Pasal 24.................................................... 54
8. BAB 9 Pajak Penghasilan Pasal 25.................................................... 61

ii
Rangkuman Materi Pengantar Perpajakan
1. BAB 2 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
1.1 Pengertian – pengertian dalam ketentuan umum dan tata cara
perpajakan
Uu no. 28 tahun 2007 pada dasarnya mengatur hak dan
kewajiban wajib pajak, wewenang dan kewajiban aparat pemungut
pajak, serta sanksi perpajakan. Beberapa istilah yang lazim digunakan
dalam perpajakan sebagaimana yang mengacu pada uu no. 28 tahun
2007, antara lain:

1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh


orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan sebesar-besarnya untuk keperluan negara
bagi kemakmuran rakyat.
2. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan.
3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha termasuk kontrak investasi
kolektif dan bentuk usaha tetap.
4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun
yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan
barang, mengimpor, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, dll.
5. Pengusaha kena pajak adalah pengusaha yang melakukan
penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena
pajak.
6. Nomor pokok wajib pajak adalah nomor yang diberikan kepada
wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagi tanda pengenal diri wajib pajak.
7. Masa pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar wajib pajak
untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang
dalam suatu jangka waktu tertentu.
8. Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun  kalender.
9. Bagian tahun pajak adalah bagian dari jangka waktu satu tahun
pajak.

1
10. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu
bagian tahun pajak.
11. Surat pemberitahuan pajak adalah surat yang oleh wajib pajak
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau
pembayaran pajak.
12. Surat pemberitahuan masa adalah surat pemberitahuan untuk
suatu masa pajak.
13. Surat pemberitahuan tahunan adalah surat pemberitahuan
untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
14. Surat setoran pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran
pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau
dengan cara lain.
15. Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang
berhubungan dengan pembayaran pajak.
16. Surat ketetapan pajak kurang bayar adalah surat ketetapan
yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit
pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya
administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.
17. Surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak
yang telah ditetapkan.
18. Surat ketetapan pajak nihil adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah
kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
19. Surat ketetapan pajak lebih bayar adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak.
20. Surat tagihan pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak
dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
21. Surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan
biaya penagihan pajak.
22. Kredit pajak untuk pajak penghasilan adalah pajak yang
dibayar sendiri oleh wajib pajak ditambah dengan pokok pajak
terutang dalam surat tagihan pajak karena pajak penghasilan
dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan
pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas
penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri, dikurangi
dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak yang
dikurangkan dari pajak yang terutang.

2
23. Kredit pajak untuk pajak pertambahan nilai adalah pajak
masukan yang dapat dimasukkan dikurangi dengan pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak
yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dengan dari pajak
yang terutang.
24. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan orang pribadi
yang mempunyai keahlian khusus yang tidak terikat pada
hubungan kerja.
25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan
mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan
secara objektif dan profesional untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan.
26. Bukti permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti
berupa keterangan, tulisan atau benda yang dapat memberikan
petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi
tindak pidana  dibidang perpajakan.
27. Pemeriksaaan bukti permulaan adalah pemeriksaan yang
dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya
dugaan telah terjadi tindak pidana dibidang perpajakan.
28. Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang
bertanggung jawab atas pembayaran pajak.
29. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan
secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan
untuk periode tahun pajak tersebut.
30. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
menilai kelengkapan pengisian surat pemberitahuan dan
lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran
penulisan dan penghitungannya.
31. Penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan adalah
serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tindak pidana dibidang perpajakan.
32. Penyidik adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu
dilingkungan direktorat jenderal pajak yang diberi wewenang
khusus untuk melakukan penyidikan tindak pidana.
33. Surat keputusan pembetulan adalah surat keputusan yang
membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hjitung, dan/atau
kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan.

3
34. Surat keputusan keberatan adalah surat keputusan atas
keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap
pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan
oleh wajib pajak.
35. Putusan banding adalah putusan badan peradilan pajak atas
banding terhadap surat keputusan keberatan yang dijukan oleh
wajib pajak.
36. Putusan gugatan adalah putuasn badan peradilan pajak atas
gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.
37. Putusan peninjauan kembali adalah putusan mahkamah agung
atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh wajib
pajak atau oleh direktur jenderal pajak terhadap putusan banding
atau putusan gugatan dari badan peradilan pajak.
38. Surat keputusan pengambilan pendahuluan kelebihan
pajak adalah surat keputuasn yang menentukan jumlah
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk wajib pajak
tertentu.
39. Surat keputusan pemberian imbalan bunga adalah surat
keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang
diberikan kepada wajib pajak.
40. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pengiriman pos, tanggal
faksimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung yaitu
tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan
secara langsung.
41. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos, tanggal faksimili,
atau dalam hal diterima secara langsung yaitu tanggal pada saat
surat, keputusan, atau putuasn disampaikan secara langsung.

1.2 Kewajiban dan hak wajib pajak


Kewajiban wajib pajak
1. Mendaftarkan diri pada kantor direktorat  jenderal pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
wajib pajak dan kepadanya diberikan nomor pokok wajib pajak,
apabila telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.
2. Melaporkan usahanya pada kantor direktorat jenderal pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk
dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak.

4
3. Mengisi surat pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas,
dalam bahasa indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka
arab, satuan mata uang rupiah, serta menandatangani dan
menyampaikan ke kantor direktorat jenderal pajak tempat wajib
pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempa lain yang ditetapkan
oleh direktur jenderal pajak.
4. Menyampaikan surat pemberitahuan dalam bahasa indonesia
dengan  menggunakan satuan mata uang selain rupiah yang
diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan
peraturan menteri keuangan.
5. Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan
menggunakan surat setoran pajak ke kas negara melalui tempat
pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan
menteri keuangan.
6. Membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak
menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.
7. Menyelenggarakan pembukuan bagi wajib pajak orang pribadi
yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib
pajak baan, dan melakukan pencatatan bagi wajib pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
8. Memperlihatkan dan/ atau meminjamkan buku atau catatan,
dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,
pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak;
9. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan
yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran
pemeriksaan; dan/atau
10.Memberikan keterangan lain yang diperlukan apabila diperiksa

Hak-hak wajib pajak


Hak-hak wajib pajak menurut undang-undang nomor 28 tahun 2007
adalah sebagai berikut:
1. Melaporkan beberapa masa pajak dalam 1(satu) surat
pemberihatuan masa.
2. Mengajukan surat keberatan dan banding bagi wajib pajak dengan
kriteria tertentu
3. Memperpanjang jangka waktu penyampaian surat pemberitahuan
tahunan pajak penghasilan untuk paling lama 2 (dua) bulan

5
dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau
dengan cara lain kepada direktur jenderal pajak.
4. Membetulkan surat pemberitahuan yang telah disampaikan
dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat
direktur jenderal pajak yang belum melakukan tindakan
pemeriksaan.
5. Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak.
6. Mengajukan keberatan kepada direktur jenderal pajak atas suatu:
a. Surat ketetapan kurang bayar;
b. Surat ketetapan kurang bayar tambahan;
c. Surat ketetapan pajak nihil;
d. Surat ketetapan pajak lebih bayar; atau
e. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
7. Mengajukan permohonan banding kepada badan peradilan pajak
atas surat keputusan keberatan.
8. Menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk
menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

1.3 Sarana, batas waktu, pembayaran/penyetoran pajak.

Sarana wajib pajak dalam membayar dan menyetor pajak harus


dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak (ssp) atau sarana
administrasi lain yang disamakan dengan ssp dimaksudkan sebagai
surat oleh wajib pajak digunakan untuk pembayaran/penyetoran
pajak yang terutang ke kas negara dilakukan di kantor pos/sebagai
bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat kantor
penerima pembayaran yang berwenang/telah mendapatkan validasi
sebagai tanda sahnya ssp/sarana administrasi lain yaitu telah
divalidasi dengan nomor transaksi penerimaan negara (ntpn).
Batas waktu pembayaran/penyetoran pajak diatur dengan
mengacu pada peraturan menteri keuangan nomor 80/pmk.03/2010
tanggal 5 april 2010 yang berlaku per 1 april 2010 sebagai
penyempurnaan peraturan menteri keuangan nomor
184/pmk.03/2007 sebagai mana tercantum dalam bagan sebagai
berikut :
No. Jenis Batas waktu
pemotongan/pemunguta pembayaran/penyetoran
n /
Pelusanan

6
1. Pph pasal 4 ayat (2) yang Harus disetor paling
dipotong oleh pemotong lambat tanggal 10 bulan
pph. berikutnya setelah masa
pajak berakhir kecuali
ditetapkan lain oleh
materi keuangan.
2. Pph pasal 4 ayat (2) yang Harus dibayar paling
harus dibayar sendiri lambat tanggal 15 bulan
oleh wajib pajak. berikut setelah masa
pajak berakhir kecuali
ditetapkan lain oleh
materi keuangan.
3. Pph pasal 15 yang Harus disetor paling
dipotong oleh pemotong lambat tanggal 10 bulan
pph. berikutnya setelah masa
pajak berakhir.
4. Pph pasal 15 yang harus Harus disetor paling
dibayar sendiri oleh lambat tanggal 15 bulan
wajib pajak. berikutnya setelah masa
pajak berakhir.
5. Pph pasal 21 yang Harus disetor paling
dipotong oleh pemotong lambat tanggal 10 bulan
pph. berikutnya setelah masa
pajak berakhir.
6. Pph pasal 23 dan pph Harus disetor paling
pasal 26 yang dipotong lambat tanggal 10 bulan
oleh pemotong pph. berikutnya setelah masa
pajak berakhir.
7. Pph pasal 23 Harus dibayar  paling
lambat tanggal 15 bulan
berikutnya setelah masa
pajak berakhir.
8. Pph pasal 22, ppn atau Harus dilunasi
ppn dan ppnbm atas bersamaan dengan saat
impor pembayaran bea masuk
dan dalam hal bea masuk
ditunda/dibebankan, pph
pasal 22, ppn/ppn dan
ppnbm atas impor harus
dilunasi pada saat
penyelesaian dokumen
pemberitahuan pabean
impor.
9. Pph pasal 22, ppn atau Harus disetor dalam

7
ppnbm atas impor yang jangka waktu 1 hari
dipungut oleh direktorat kerja setelah dilakukan
jenderal bea cukai. pemungutan pajak.
10. Pph pasal 22 yang Harus disetor pada hari
dipungut oleh bendahara yang sama dengan
pelaksanaan
pembayaran atas
penyerahan barangyang
dibiayai dari hari belanja
negara/belanja daerah,
dengan menggunakan
surat setoran pajak atas
nama rekanan dan
ditandatangani oleh
bendahara.
11. Pph pasal 22 atas Harus disetor paling
penyerahan bahan bakar lambat tanggal 10 bulan
minyak, gas dan pelumas berikutnya setelah masa
kepada pajak berakhir.
penyalur/agen/industri
yang dipungut oleh wajib
pajak bdan yang bergerak
dalam bidang produksi
bahan bakar minyak, gas
dan pelumas
12. Pph pasal 22 yang Harus disetor paling
pemungutannya lambat tanggal 10 bulan
dilakukan oleh wajib berikutnya setelah masa
pajak badan tertentu pajak berakhir.
sebagai pemungut pajak.
13. Ppn yang terutang atas Harus disetor paling
kegiatan membangun lambat tanggal 15 bulan
sendiri harus disetor oleh berikutnya setelah masa
orang pribadi atau badan pajak berakhir.
yang melakukan kegiatan
membangun sendiri.
13a Ppn yang terutang atas Harus disetor paling
. pemanfaatan barang kena lambat tanggal 15 bulan
pajak tidak berwujud dan berikutnya setelah masa
atau jasa kena pajak dari pajak berakhir.
luar daerah pabean harus
disetor oleh orang
pribadi atau badan yang
memanfaatkan

8
barang/jasa tersebut.
14. Ppn atau ppn dan ppnbm Harus disetor paling
yang pemungutannya lambat tanggal 7 bulan
dilakukan oleh berikutnya setelah masa
bendahara pengeluaran pajak berakhir.
sebagai pemungut ppn
14a Ppn atau ppn dan ppnbm Harus disetor pada hari
. yang pemungutannya yang sama dengan
dilakukan oleh pejabat pelaksanaan
penandatangan surat pembayaran kepada
perintah membayar pengusaha kena pajak
sebagai pemungut ppn. rekanan pemerintah
melalui kantor
pelayanan
perbendaharaan negara
(kppn).
15. Ppn dan ppnbm yang Harus disetor paling
pemungutannya lambat tanggal 15 bulan
dilakukan oleh pemungut berikutnya setelah masa
ppn selain bendahara pajak berakhir.
pemerintah yang
ditunjuk.
16. Pph pasal 25 bagi wajib Harus dibayar paling
pajak dengan kriteria lama pada akhir masa
tertentu (pasal 3 ayat pajak terakhir.
(3b) uu kup) yg
melaporkan bebrapa
masa pajak dalam satu
surat pemeberitahuan
masa
17. Pembayaran masa Harus dibayar paling
selainpph pasal 25 bagi lama sesuai dengan
wajib pajak dengan batas waktu untuk
kriteria tertentu (pasal 3 masing-masing jenis
ayat (3b) uu kup) yang pajak.
melaporkan beberapa
masa pajak dalam satu
surat pemberitahuan
masa

1.4 Sanksi keterlambatan pembayaran dan penyetoran pajak yang


terutang

9
Menteri keuangan mempunyai kewenangan menentukan
tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak terutang
sebagai batas waktu untuk suatu saat atau masa pajak masing-masing
jenis pajak, paling lambat 15 hari setelah saat terutangnya
pajak/berakhirnya masa pajak. Keterlambatan dalam pembayaran
dan penyetoran berakibat dikenai sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo
pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari
bulan dihitung penuh 1 bulan.
Pasal 9 ayat (2) uu kup mengatur pula batas waktu
pembayaran kekurangan pajak yang terutang berdasrkan spt tahunan
pajak penghasilan yaitu harus dibayar lunas sebelum spt pajak
penghasilan disampaikan/yang dikenal dengan pajak penghasilan
pasal 29 (pph pasal 29). Apabila wajib pajak membayar atau menyetor
pph pasal 29 setelah tanggal jatuh tempo penyampaian spt tahunan,
dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan
dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian spt
tahunan sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 bulan.
Demikian pula untuk spt, surat ketetapan pajak kurang bayar
(skpkb),  surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan (skpkbt),
surat keputusan keberatan, surat keputusan pembetulan, putusan
banding serta putusan penijauan kembali, yang menyebabkan jumlah
pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka
waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan. Khusus wajib pajak usaha
kecil dan wajib pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan
dimaksud diperpanjang paling lambat menjadi 2 bulan yang
ketentuannya diatur dengan/berdasarkan peraturan meteri
keuangan.

1.5 Sanksi administrasi dan sanksi pidana terkait spt dan npwp
Kepada wajib pajak yang tidak memenuhi ketentuan yang telah
ditetapkan dalam uu sehubungan dengan spt dikenakan sanksi
administrasi dan atau sanksi pidana.
1. Apabila surat pemberitahuan wajib pajak tidak
disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan/batas
waktu perpanjangan spt dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar rp.500.000,00 untuk spt masa ppn rp.100.000,00 untuk spt
masa lainnya rp.1.000.000,00 untuk spt tahunan pph wajib pajak
badan dan  spt tahunan pph wajib pajak  orang pribadi
rp.100.000,00.
2. Pasal 38 uu no.28 tahun 2007 tentang perubahan
ketiga atas uu no.6 tahun 1983 tentang kup menyatakan bahwa,

10
apabila wajib pajak tidak menyampaikan spt/menyampaikan spt
tetapi isinya tidak benar/tidak lengkap/melampirkan keterangan
yang isinya tidak benar karena kealpaan wajib pajak sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Didenda paling
sedikit 1 x jumlah pajak terutang yang tidak/kurang dibayar dan
paling banyak 2 x jumlah pajak terutang yang tidak/kurang dibayar
atau dipidana kurungan paling singkat 3 bulan atau paling lama 1
tahun.
3. Pasal 39 uu no.28 tahun 2007 tentang perubahan
ketiga atas uu no.6 tahun 1983 tentang kup menyatakan bahwa,
apabila dengan sengaja wajib pajak tidak menyampaikan
spt/menyampaikan spt tetapi isinya tidak benar/tidak
lengkap/melampirkan keterangan yang isinya tidak benar karena
kealpaan wajib pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 x
jumlah pajak terutang yang tidak/kurang dibayar dan paling
banyak 4 x jumlah pajak terutang yang tidak/kurang dibayar. Untuk
mencegah adanya pengulanangan tindak pidana di bidang
perpajakan sebelum lewat 1 tahun sejak selesainya menjalani
sebagian/seluruh pidana penjara yang dijatuhkan dikenai pidana
lebih berat yaitu ditambahkan 1 x menjadi 2x sanksi pidana yang
diatur diatas.
4. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk
melakukan tindak pidana menyalahgunakan / menggunakan tanpa
hak npwp/pengukuhan pengusaha kena pajak sebagai mana
dimaksud pasal 39 ayat (1) huruf b uu kup/penyampaian spt dan
atau keterangan yang isinya tidak benar/tidak lengkap, sebagai
dimaksud oleh pasal 39 ayat (1) huruf d uu kup, dalam rangka
mengajukan permohonan restitusi/melakukan kompensasi
pajak/pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 6 bulan dan paling lama 2 tahun dan denda paling sedikit 2
x jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau
kompensasi/pengkreditan pajak yang dilakukan dan paling banyak
4 x jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau
kompensasi/pengkreditan pajak yang dilakukan. Oleh karenanya,
percobaan melakukan tindakan pidana tersebut merupakan delik
tersendiri.

11
1.6 Nomor pokok wajib pajak (npwp)
1. Pengertian
Nomor pokok wajib pajak adalah nomor yang diberikan
kepada wajib wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau
identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya.
2. Fungsi npwp
Fungsi npwp adalah:
a. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak.
b. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam
pengawasan administrasi perpajakan.
3. Pencantuman npwp
Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, wajib
pajak diwajibkan mencantumkan nomor pokok wajib pajak yang
dimilikinya.
4. Pendaftaran npwp
Semua wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan
subjektif dan subjektif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan berdasarkan system self
assessment. Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai
dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam undang-undang
pajak penghasilan 1984 dan perubahannya. Persyaratan
objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan
pemotongan/ pemunguttan sessuai dengan ketentuan undang-
undang pajak penghasilan 1984 dan perubahannya. Tempat
pendaftaran dilakukan pada kantor direktorat jendral pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan kantor derektoral
jendral pajak yang wilayah kerjanya.
Kewajiban untuk mendaftarkan diri untuk memproleh npwp
dibatasi jangka waktunya,karena hal ini berkaitan dengan saat
pajak terutang dan kewajiban mengenakan pajak terutang, jangka
waktu pendaftarannya npwp adalah:
a. Bagi wajib pajak orang pribadi yang menjalankan uasaha yang
menjalankan bebas dan wajib pajak badan, wajib mendaftarkan
diri paling lambat satu bulan setelah saat usaha mulai
dijalankan.
b. Wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan suatu usaha
atau tidak melakukan pekerjaan bebas apabila jumlah
penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan
telah melebihi penghasilan tidak kena pajak, wajib mendaftarkan
diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya.

12
c. Terhadap wajib pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk
mendapatkan npwp akan dikenakan sangsi perpajakan.
5. Sanksi
Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri
untuk diberikan nomor pokok wajib pajak, atau menyalah gunakan
tanpa hak npwp sehingga dapat menimbulkan kerugiaan pada
pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat
6 bulan dan paling lam 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar paling
banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar.
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan
tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa nomor hak
nomor pokok wajib dalam rangka melakukan permohonan restitusi
atau melakukan kompensisasi pajak atau pengkreditan pajak,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling
lama 2 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah restitusi yang
dimohonkan dan pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4
kali jumlah restitusi yang dimohonkan.
6. Penghapusan npwp
Penghapusan nomor pokok wajib pajak dilakukan oleh
direktur jendral pajak apabila:
1. Diajukan permohonan nomor pokok wajib pajak oleh wajib pajak
dan ahli warisannya apabila wajib pajak sudah tidak memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Wajib pajak badan dilikuidasi karna penghentian dan
penggabungan usaha.
3. Wanita yang sebelumnya telah memiliki nomor pokok wajib pajak
dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan dalam hal suami dari wanita tersebut telah terdaftar
wajib pajak.
4. Wajib pajak bentuk usaha tetap menghentikan usahanya di
indonesia.
5. Dianggap perlu oleh direktur jendral pajak untuk menghapuskan
nomor pokok wajib pajak dari wajib pajak yang sudah tidak
memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
7. Format npwp
Npwp terdiri dari 5 digit, yaitu 9 digit pertama merupakan
kode wajib pajak dan 6 digit berikutnya merupakan kode administrasi
pajak.

13
Formatnya adalah sbb:   xx. Xxx. Xxx. X- xxx. Xxx
Catatan:
a. Wajib pajak yang tidak diwajibkan mendaftarkan diri apabila
memerlukan npwp dapat mendaftarkan diri dan kepadanya akan
dibrikan npwp.
b. Setiap wajib pajak hanya mempunyai satu npwp untuk semua jenis
pajak.
c. Untuk perusahan perseorangan, npwp atas nama pemiliknya.
d. Untuk badan misalnya pt. Yang baru berdiri sebaiknya tetap
mempunyai npwp karena apabila rugi dapat dikompensasi dengan
tahun berikutnya
e. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukannya sebagai subjek
pajak menggunakan nomor pokok wajib pajak dari wajib pajak
orang pribadi yang meninggalkan warisan tersebut.

1.7 Pengusaha kena pajak ( pkp )


Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk
apapun yang dalam bentuk usaha menghasilkan barang, mengimpor
barang, mengespor barang, melakukan usaha perdagangan dll.
Pengusaha kena pajak adalah (pkp) adalah pengusaha yang
melakukan penyerahan barang kena pajak dan penyerahan  jasa kena
pajak yang dikenai pajak berdasarkan undang-undang pajak
pertanbahan nilai 1984 dan perubahannya. Pengusaha kecil
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang pajak pertanbahan
nilai 1984 yaitu:
a. Memilih sebagai usaha kena pajak
b. Tidak memilih sebagai usaha kena pajak tetapi sampai dengan
suatu bulan dalam suatu tahun buku jumlah peredaran bruto atas
penyerahan barang kena pajak telah melampaui batasan yang
ditentukan sebagai pengusaha kecil

1. Fungsi pengukuhan pkp


a. Sebagai identitas pkp yang bersangkutan.
b. Melaksanakan hak dan kewajiban dibidang pajak pertambahan
nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.
c. Pengawasan administrasi perpajakan.
2. Tempat pengukuhan pkp
Bagi wajib pajak sebagai mana yang memenuhi syarat
sebagai pkp wajib melaporkan usahanya kekantor pelayanan pajak
yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha wajib pajak
atau kekantor pelayanan pajak tersebut sesuai dengan peraturan

14
perundang-undangan perpajakan. Dalam hal tempat tinggal berada
dalam 2 wilayah tempat kerja kantor pelayanan pajak, direktur
jendral pajak dapat menempatkan kantor pelayanan pajak tempat
wajib pajak terdaftar.
3. Pencabutan pengukuhan pkp
Pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak dapat
dilakukan dalam hal:
a. Pengusaha kena pajak pindah alamat kewllayah kerja kantor
pelayanan pajak lain.
b. Sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai pengusaha kena
pajak termassuk pengusaha kena pajak yang jumlah peredaran
atau penerimaan bruto untuk suatu tahun buku tidak melebihi
batas jumlah peredaran atau penerimaan bruto untuk
pengusaha kecil (600.000.000,-setahun)
Atas permohonan wajib pajak untuk melakukan pencabutan
pengukuhan pengusah kena pajak, dirktur jendral pajak setelah
melakukan pemerikasaan harus memberikan keputusan dalam
jangka waktu 6 bulan sejak tanggal permohonan diterima secara
lengkap. Apabila jamgka waktu 
4. Sanksi
Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan
usahanya untuk di kukuhkan sebagai prngusaha kena pajak atau
menyalah gunakan tanpa hak pengukuhan pengusaha kena pajak,
sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana
dengan pidana penjjara palinng singkat 6 bulan dan paling lama 6
tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang 
tidak atau kurang di bayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang di bayar.
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan
tindak pidana menyalah gunakan atau mmenggunakan tanpa hak
pengukuhan pengusaha kena pajak dalam rangka mengajukan
permohonan  restitusi  atau ,melakukan konpensasi pajak atau
pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana pencara paling singkat
6 bulan dan paling lama 2 tahun dan denda paling sedikit 2 kali
jumlah restitusi dan di mohonkan atau di konpensasi pengkreditan
yang dilakukan dan paling bbanyak 4 kali jumlah restitusi yang 
konpensasikan.
 Contoh kasus:
Seorang wajib pajak penghasilan walaupun sudah diperingatkan 
dan ditegur , tidak memasukkan SPT TAHUNAN PPh Badan tahun
2006. Pada tanggal 18 agustus 2018 pajak di tagih dengan
menggunakan SKPKB secara jabatan sebesar 5.000.000. Berapakah
jumlah pajak yang harus dibayar ?
Jawab :

15
Pajak kurang bayar                          5.000.000
Sanksi administrasi
50% x x5.000.000                            2.500.000
Pajak yang harus dibayar                   7.500.000

2. BAB 3 PAJAK PENGHASILAN (UMUM)


2.1 Definisi
Pajak Penghasilan (pph) adalah pajak yang dikenakan tehadap
Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam
suatu tahun pajak.
2.2 SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK
Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang
menjadi subjek pajak adalah :
 Subjek Pajak
1. Subjek Pajak dalam negeri yang terdiri dari :
a. Subjek pajak orang pribadi, yaitu :
 Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
(tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, atau
 Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai nilai bertempat tinggal di
Indonesia.
b. Subjek pajak badan, yaitu :
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia,kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang
memenuhi kria:
 Pembentukannya berdasarkan ketetuan peraturan
perundang-undang
 Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
 Penerimaannya dimasukan dalam Anggaran Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah;
 Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional
negara.
c. Subjek pajak warisan, yaitu :
Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak.

16
2. Subjek pajak luar negeri yang terdiri dari :
a. Subjek Pajak orang pribadi, yaitu :
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan yang :
1) Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
2) Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indoneisa bukan dari menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
b. Subjek Pajak badan, yaitu :
1) Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
2) Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
 Wajib Pajak
Perbedaan wajib pajak dalam dalam negeri dan wajib pajak luar
negeri, antara lain adalah :
Wajib Pajak dalam negeri Wajib Pajak luar negeri
 Dikenakan pajak atas  Dikenakan pajak hanya atas
penghasilan baik yang penghasilan yang berasal dari
diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di Indonesia
Indonesia dan dari luar
indonesia.

 Dikenakan pajak  Dikenakan pajak


berdasarkan penghasilan berdasarkan penghasilan bruto
netto.
 Tarif pajak yang  Tarif pajak yang digunakan
digunakan adalah tarif umum adalah tarif sepadan (tarif UU PPh
(tariff UU PPh pasal 17) pasal 26)

 Wajib menyampaikan  Tidak wajib menyampaikan


SPT SPT.

1. TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK.


Yang tidak termasuk subjek pajak adalah :
1) Kantor perwakilan Negara asing

17
2) Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain
dari Negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada
mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama
mereka.
3) Organisasi internasional sebagai mana dimaksud dalam
keputusan Menteri Keuangan Nomor 574/KMK.04/2000 tanggal
26 Desember 2000 sebagai mana telah diubah terakhir dengan
keputusan Menteri Keuangan nomor 243/KMK.03/2003 tanggal
4 Juni 2003
4) Pejabat perwakilan organisasi internasional, sebagai mana
dimaksud dalam keputusan Menteri Keuangan
574/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagai mana
telah diubah terakhir dengan keputusan Menteri Keuangan
nomor 243/KMK.03/2003 tanggal 4 Juni 2003
2.3 OBJEK PAJAK .
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau utnuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa
pun.
Yang termasuk dalam pengertian penghasilan adalah :
1. Pergantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,
honorarium, komisi, bonus, grafikasi, uang pensiun, atau imbalan
dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-
undang ini.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan.
3. Laba usaha.
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
termasuk :
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya.
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan penegmbalian utang.
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi.
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.

18
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14. Premi asuransi.
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas.
16. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak.
2. Tidak termasuk objek pajak.
1) Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan
amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.
2) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial,atau pengusaha kecil termasuk
koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
3) Warisan
4) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai
pengganti saham atau penyertaan modal.
5) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau
kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah.
6) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
7) Dividen atau pembagian laba yang diterima atau diperoleh
perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi,
BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.
8) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh keuangan,baik yang dibayar
oleh pemberi kerja maupun pegawai.

19
9) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
sebagaimana dimaksud pada angka 7, dalam bidang-bidang
tertentu yang ditetapkan oleh menteri keuangan.
10) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-
saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.
2.4 PENCATATAN DAN PEMBUKUAN.
Yang diwajibkan menyelenggarakan pembukuan adalah :
1. Wajib pajak badan
2. Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dengan peredaran bruto sebesar Rp.
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) atau lebih dalam 1
tahun.

Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan


tetapi wajib melakukan pencatatan adalah:
1. Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan
netto dengan menggunakan Norma Perhitungan Netto (peredaran
usaha kurang dari Rp. 600.000.000 dalam 1 tahun).
2. Wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas.

2.5 DASAR PENGENAAN PAJAK DAN CARA MENGHITUNG PENGHASILAN


KENA PAJAK.
3. Dasar pengenaan Pajak
Untuk wajib pajak dalam negeri dan untuk usaha tetap ( BUT
) yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah penghasilan kena
pajak. Sedangkan untuk wajib pajak luar negeri adalah penghasilan
bruto.
Besarnya penghasilan kena pajak untuk wajib pajak badan
dihitung sebesar penghasilan netto. Sedangkan untuk wajib pajak
orang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak. Secara singkat dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Penghasilan kena pajak (WP badan ) = Penghasilan netto

Penghasilan kena pajak (WP orang pribadi ) = Penghasilan netto-


PTKP

4. Cara menghitung penghasilan kena pajak

20
Penghitungan besarnya penghasilan netto bagi wajib pajak
didalam negeri dan badan usaha tetap dapat dilakukan dengan
dua cara: (1) menggunakan pembukuan, (2) menggunakan norma
penghitungan penghasilan netto
2.6 MENGHITUNG PENGHASILAN KENA PAJAK DENGAN MENGGUNAKAN
PEMBUKUAN .
Untuk wajib pajak badan besarnya penghasilan kena pajak
sama dengan penghasilan netto, yaitu penghasilan bruto dikurangi
dengan biaya-biaya yang diperkenankan oleh Undang-Undang PPh.
Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi besarnya penghasilan
kena pajak sama dengan penghasilan netto dikurangi dengan PTKP.
Penaghasilan Kena pajak ( WP orang pribadi)
= Penghasilan Netto-PTKP
= (Penghasilan Bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh) – PTKP

Penaghasilan Kena pajak ( WP badan)


= Penghasilan Netto
= Penghasilan Bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh
Menurut ketentuan Undang-Undang PPh, biaya-biaya
(pengeluaran) dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:

1. Yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.


2. Yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Biaya-biaya (pengeluaran) yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto adalah sebagai berikut :
1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan
pekerjaan atau jasa termasuk
upah,gaji,honorarium,bonus,grafikasi,dan tunjangan yang di
berikan dalam bentuk uang, bunga sewa, royalti, biaya perjalanan,
biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan
pajak, kecuali pajak penghasilan.
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud
dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas
biaya lain yang mempunyai manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
menteri keuangan.
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk
mendapatkan,menagih, dan memelihara penghasilan.

21
5. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing.
6. Dll
Sedangkan biaya-biaya(pengeluaran) yang tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto menurut undang-undang PPh
adalah :
1. Pembagian laba dengan nama dan bentuk apapun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibagikan oleh perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan
pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan
piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan
hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi dan cadangan biaya
reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-
syaratnya ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib
Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan
premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang
bersangkutan.
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali
penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai.
6. Dll
2.7 MENGHITUNG PENGHASILAN KENA PAJAK DEGAN MENGGUNAKAN
NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETTO
Apabila dalam menghitung penghasilan kena pajak wajib pajak
menggunakan norma perhitungan penghasilan netto, besarnya
penghasilan netto adalah sama besarnya dengan besarnya
(persentase) norma perhitungan penghasilan netto dikalikan dengan
jumlah peredaran usaha atau penerimaan bruto pekerjaan bebas
setahun.
Pedoman untuk menentukan penghasilan netto, dibuat dan
disempurnakan terus menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jendral
Pajak berdasarkan pegangan yang ditetapkan oleh menteri
keuangan.Wajib pajak yang boleh menggunakan norma perhitungan
penghasilan netto adalah wajib pajak orang pribadi yang memenuhi
syarat sebagai berikut:
1. Peredaran bruto kurang dari Rp. 4,800.000.000,00 Per tahun.
2. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu tiga bulan pertama
dari tahun buku.

22
3. Menyelenggarakan pencatatan

2.8 PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)


Besarnya PTKP setahun yang berlaku mulai tahun 2006 adalah ;
1. Rp 15.840.000 untuk wajib pajak orang pri badi
2. Rp 1.320.000 tambahan untuk wajib pajak yang kawin
3. Rp 15.840.000 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya
di gabung dengan penghasilan suami, dengan syarat :
 Penghasilan istri tidak semata-mata di terima atau diperoleh
dari satu pemberi kerja yang telah di potong pajak berdasarkan
ketentuan dalam UU PPh pasal 21, dan
 Pekertjaan istri tidak ada hubungan dengan usah atau
pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lain.
4. Rp 1.320.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah
dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak
angkat menjadi tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang ).
2.9 TARIF PAJAK
Sesuai dengan pasal 17 UU PPh, besarnya tarif pajak
penghasilan adalah sebagai berikut :
1. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri
Lapisan penghasilan kena pajak Tarif pajak . Sampai dengan
Rp 25.000.000,00 5 %, Di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp
250.000.000,00, 15%, Diatas R p250.000.000,00 s.d. Rp
500.000.000,00 25%, Diatas Rp500.000.000,00 30%

2. Wajib pajak badan usaha dalam negri dan bentuk usaha


tetap(BUT)
Sedangkan tarif pajak diterapkan atas penghasilan kena
pajak bagi Wajib pajak badan dalam negeri dan usaha tetap
adaalah sebesar 28%. Wajib pajak badan dalam negeri dengan
peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00
mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% yang
dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran
bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00.

2.10 CARA MENGHITUNG PAJAK.


Pajak penghasilan (bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap) setahun dihitung dengan cara mengalikan Penghasilan
kena pajak dengan tarif pajak sebagaimana diatur dalam UU PPh

23
pasal 17. Untuk menghitung PPh dapat digunakan rumus sebagai
berikut:

Rumus menghitung wajib pajak badan


Pajak penghasilan ( wajib pajak badan)
= penghasilan kena pajak x tarif pasal 17
= penghasilan netto x tarif pasal 17
= (penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU pph) x tarif
pasal 17

Rumus menghitung WP orang pribadi


Pajak penghasilan ( WP orang pribadi)
= penghasilan kena pajak x tarif pasal 17
= (penghasilan netto – PTKP ) x tarif pasal 17
= [(penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU pph) –PTKP] x
tarif pasal 17

Catatan: untuk keperluan menghitung PPh yang terutang pada


akhir tahun, penghasilan kena pajak dibulatkan kebawah hingga
ribuan penuh.

2.11 PEMOTONGAN ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN YANG


BERSIFAT FINAL
Dalam ketentuan mengenai Pajak Penghasilan yang berlaku
saat ini,ada beberapa jenis penghasilan (objek pajak) yang dikenakan
pemotongan atau pemungutan pajak yang beraifat final ,penghasilan
dikenakan pemotongan atau pemungutan PPh yang bersifat final,
tetap dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT), hanya saja
jumlahnya tidak dijumlahkan dengan penghasilan lainnya. Pajak yang
sudah dipotong tidak diperhitungkan sebagai kredit pajak.
2.12 CARA MELUNASI PAJAK
Cara melunasi pajak ada 2 cara:
1. Pelunasan pajak tahun berjalan,yaitu pelunasan pajak dalam masa
pajak yang meliputi:
a. Pembayaran sendiri oleh WP ( PPh pasal 25 ) untuk setiap
masa pajak.
b. Pembayaran pajak melalui pemotongan / pemungutan pihak
ketiga berupa kredit pajak yang dapat diperhitungkan dengan
jumlah pajak yang terutang selama tahun pajak, yaitu:
 Pemotongan PPh atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau
kegiatan (PPh pasal 21)

24
 Pemungutan PPh atas penghasilan dari kegiatan di bidang
impor atau kegiatan usaha bidang lain, dan pembayaran atas
penyerahan barang kepada badan pemerintah(PPh pasal 22)
 Pemotongan PPh atas penghasilan dari modal atau
penggunaan harta oleh orang lain,jasa, hadiah , dan
penghargaan ( PPh pasal 23)
 Pelunasan PPh di luar negeri atas penghasilan di luar negeri(
PPh pasal 24)
 Pemotongan PPh atas penghasilan yang terutang atas WP
luar negeri ( PPh pasal 26)
 Pemotongan atas penghasilan berupa bunga deposito dan
tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi
saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari
pengalihan harta berupa tanah atau bangunan serta
penghasilan tertentu lainnya(PPh pasal 4 ayat (2) . untuk
PPh Pasal 4 ayat (2)ntidak dapat dikredit.
2. Pelunasan pajak sesudah akhir tahun.
Pelunasan pajak sesudah tahun pajak berakhir dilakukan dengan
cara:
a. Membayar pajak yang kurang disetor yaitu dengan menghitung
sendiri jumlah pajak penghasilan terutang untuk suatu tahun
pajak dikurangi dengan jumlah kredit pajak tahun yang
bersangkutan.
b. Membayar pajak yang kurang disetor berdasarkan surat
ketetapan pajak atau surat tagihan pajak yang ditetapkan oleh
direktur jenderal pajak, apabila terdapat bukti bahwa jumlah
pajak penghasilan terutang tidak benar.
 Contoh Kasus :
PT Aji Guna memperoleh penghasilan kotor di tahun 2018 sebesar
Rp10 Miliar, dan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3 Miliar, maka
besar pajak PT Aji Guna dapat dilihat dengan formula sebagai berikut:

[0,25 – (0,6 Miliar Gross Income)] x Penghasilan Kena Pajak

[0,25 – (0,6 Miliar/10 Miliar)] x 3 Miliar = Rp570 Juta (19%)

Diketahui, selama periode 2018, PT Aji Guna telah menyetor pajak


penghasilan karyawan ke kas negara sebesar Rp200 Juta dan PPh
Pasal 23 sebesar Rp100 Juta. Dengan demikian, PPh Terutang PT Aji
Guna adalah sebesar Rp570 Juta – Rp200 Juta – Rp100 Juta = Rp270

25
Juta. Sisa pajak tersebut dibayarkan oleh PT Aji Guna ke kas negara
atas pajak penghasilan badan usaha tersebut di tahun 2018.

3. BAB 4 PAJAK PENGHASILAN FINAL

3.1 PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG


DITERIMA / DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN
BRUTO TERTENTU
Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha bagi Wajib Pajak
dengan peredaran bruto tertentu bersifat final dimaksudkan untuk
memberi kemudahan bagi Wilayah Wajib Pajak yang
menerima/memperoleh penghasilan dari usaha dengan peredaran
bruto tertentu dapat melakukan perhitungan, penyetoran, dan
perlaporan pajak penghasilan yang terutang. Ketentuan pengenaan
PPh ini dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2013, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.001/2013, dan
Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-42/PJ/2013. Ketentuan ini dalam
uraian selanjutnya disebut PPh bersifat final 1%.
Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu adalah PPh
bersifat final 1% sebagai berikut.
1. Wajib pajak orang pribadi dan badan kecuali bentuk usaha tetap.
2. Wajib pajak pada Nomor 1 menerima penghasilan dari usah tidak
termasuk penghasilan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas,
dengan peredaran bruto tidak melebiha Rp.2.800.000.000 untuk
semua cabang dalam satu tahun pajak.
Jasa sambungan dengan pekerjaan bebas, meliputi hal-hal
berikut:
1. Tenaga asli yang melakukan pekerjaan bebas seperti pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, kpnsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.
2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film,
bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari.
3. Olahragawan
4. Penasihat, pengajar, pe;atih, penceramah, penyuluh, dan
moderator.
5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah
6. Dll

26
Berikut ini yang tidak termasuk Wajib Pajak dalam PPh
bersifat final 1%, meliputi:
1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya:
a. Menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar
pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap
b. Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk
kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat
usaha atau berjualan
2. Wajib Pajak badan yang
a. Belum beroperasi secara komersial
b. Dalam jangka waktu satu tahun setelah beroperasi secara
komersial memperoleh peradaran bruto melebihi
Rp.4.800.000.000

3.2 TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORAN


Beberapa hal terkait dengan tata cara penyetoran dan
pelaporan PPh bersifat final 1% sebagai berikut.
1. Wajib Pajak hanya menerima atau memperoleh penghasilan yang
dikenai PPh bersifat final, tidak diwajibkan melakukan pembayaran
angsuran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 25 UU PPh, yaitu
angsuran PPh setiap bulan yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak.
Apabila Wajib Pajak selain memperoleh penghasilan dengan PPh
bersifat 1% juga menerima atau memperoleh penghasilan yang
dikenai PPh berdasarkan tarif umum PPh, atas penghasilan yang
dikenai PPh berdasarkan tarif umum tersebut wajib dibayar
angsuran pajak sesuai ketentuan PPh Pasal 25 UU PPh.
2. Penyetoran pajak dilakukan melalui kantor pos atau bank yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang
dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak yang telah mendapat
validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN)
paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak
berakhir.
3. Pelaporan dilakukan dengan menyampaikan surat pemberitahuan
(SPT) Masa Pajak Penghasilan paling lambat 20 hari setelah masa
pajak berakhir.

27
a. Wajib Pajak yang telah menyetor pajak dianggap telah
menyampaikan SPT sesuai dengan tanggal validasi NTPT yang
tercantum dalam SSP.
b. Wajib Pajak yang telah menyetor pajak, tetapi di dalam SSP tidak
mendapat validasi dengan NTPT, wajib menyampaikan SPT Masa
PPh Pasal 4 Ayat (2) ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai tempat
kegiatan usaha Wajib Pajak terdaftar dengan mengisi baris pada
angka 11 formulir SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2), kolom uraian diisi
dengan “Penghasilan usaha WP yang memiliki peredaran bruto
tertentu”, sedangkan kolom KAP/KJS diisi dengan “411128/420”.
4. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak yang memiliki peredaran usaha tertentu, yang dipotong
dan/atau dipungut pihak lain.
5. Atas penghasilan dari usaha yang dikenai PPh bersifat final 1%
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan PPh pada
kelompok penghasilan yang dikenai pajak bersifat final, sebagai
berikut.
a. Formulir 1770-III atau Lampiran III bagian A Nomor 16
(“Penghasilan Lain yang Dikenakan Pajak Final dan/atau bersifat
final”) bagi Wajib Pajak orang pribadi .
b. Formulir 1771-IV bagian Nomor 14 dengan menuliskan
“Penghasilan usaha Wajib Pajak memiliki peredaran bruto
tertentu” bagi Wajib Pajak badan.

3.3 PAJAK PENGHASILAN BERSIFAT FINAL PASAL 15


Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan menyebutkan
tentang penetapan Norma Perhitungan Khusus guna menghitung
penghasilan neto bagi Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung
dengan ketentuan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UU PPh.
Pendapatan norma tersebut diatur dalam Keputusan Menteri
Keuangan dan ketentuan perpajakan lainnya.
Norma perhitungan khusus untuk Wajib Pajak tertentu yang
dimaksud dalam penjelasan Pasal 15 UU PPh adalah:
a. Perusahaan pelayaran dan penerbangan internasional
b. Perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak,
gas, dan panas bumi, perusahaan dagang asing
c. Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-
serah (build, operate and transfer)

28
Pelaporan PPh Pasal 15 dalam Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal
15 meliputi:
a. Imbalan yang dibayarkan/terutang kepada perusahaan pelayaran
dalam negeri
b. Imbalan yang diterima/diperoleh sehubungan dengan
pengangkutan orang dan/atau barang termasuk penyewaan kapal
laut oleh perusahaan pelayaran dalam negeri
c. Imbalan carter (sewa) kapal laut dan/atau pesawat udara yang
dibayarkan/terutang kepada perusahaan pelayaran dan/atau
penerbangan luar negeri
d. Imbalan yang diterima/diperoleh sehubungan dengan
pengangkutan orang dan/atau barang termasuk carter (sewa)
kapal laut dan/atau udara oleh perusahaan pelayaran dan/atau
penerbangan luar negeri
e. Imbalan carter (sewa) pesawat udara yang dibayarkan/terutang
kepada perusahaan penerbangan dalam negeri.

5. Pajak Penghasilan atas Imbalan yang Dibayarkan /Terutang kepada


Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri
Pajak penghasilan atas imbalan yang dibayarkan /terutang
kepada perusahaan pelayaran dalam negeri dalam Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 416/KMK.04/1996 dan Surat Edaran
Dirjen Pajak Nomor SE-29/PJ.4/1996.
Wajib pajak ini adalah orang yang bertempat tinggal atau
badan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia yang
melakukan usaha pelayaran dalam kapal yang didaftarkan baik di
Indonesia maupun di luar negeri atau dengan kapal pihk lain.
Sedangkan objek pajak iniadalah penghasilan berupa imbalan yang
diterima atau diperoleh perusahaan pelayaran dalam negeri, baik di
Indonesia maupun lua Indonesia, baik dari pengangkutan orang
dan/atau barang termasuk penghasilan penyewaan kapal yang
dilakukan dari:
a. Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia
b. Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia
c. Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia
d. Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar
Indonesia
Tarif PPh ini adalah 1,2% dan dasar pengenaan pajak ini
adalah peredaran bruto. Peredaran bruto merupakan semua

29
imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak sebagaimana diuraikan dalam
objek pajak. PPh terutang bersifat final dihitung dari tarif dikalikan
dengan dasar pengenaan pajak. Pelunasan PPh yang terutang
dilakukan sebagai berikut
a. Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian
persewaan atau carter dengan pemotongan pajak, pihak yang
membayar atau terutang hasil tersebut wajib:
1) Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau
terutangnya imbalan atau nilai pengganti
2) Memberikan bukti pemotongan PPh atas penghasilan
perusahaan pelayaran dalam negeri (final) kepada pihak yang
menerima atau memperoleh penghasilan dengan menggunakan
bukti pemotongan PPh yang tersedia
3) Menyetor PPh yang dipotong tersebut ke kas negara melalui
kantor pos atau bank persepsi selambat-lambatnya 10 hari bulan
berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan,
dengan menggunakan SSP.
4) Melaporkan pajak yang telah dipotong dan disetor ke Kantor
Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan
berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan,
dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 15
dilampiri SSP dan Bukti Pemotongan PPh elayaran dalam negeri
(final)
b. Dalam hal penghasilan diperoleh selain dari yang diatas, Wajib
Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri wajib:
1) Menyetor PPh terutang ke kas negara melalui kantor pos atau
bank persepsi selambat-lambatnya 15 hari bulan berikutnya,
setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan dengan
menggunakan SSP
2) Melaporkan pajak yang disetor ke Kantor Pelayan Pajak
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan
diterima atau diperolehnya penghasilan menggunakan Surat
Pemberitahuan Masa PPh Pasal 15 dilampiri SSP.
6. Pajak Penghasilan atas Imbalan yang Dibayarkan/Terutang kepada
Perusahaan Pelayaran dan Penerbangan Luar Negeri
Pajak penghasilan atas imbalan yang dibayarkan/terutang
kepada perusahaan pelayaran dan penerbangan luar negeri diatur

30
dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996
dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996
Wajib Pajak ini adalah perusahaan pelayaran atau
penerbangan yang berkedudukan di luar negeri dan melakukan
usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Sedangkan
objek pajak ini adalah penghasilan berupa imbalan yang diterima
atau diperoleh perusahaan pelayaran dan penerbangan luar negeri
terkait pengangkutan orang atau barang termasuk carter kapal laut
atau udara.
Tarif PPh ini adalah 2,64% dan dasar pengenaan pajak ini
adalah peredaran bruto. Peredaran bruto merupakan semua
imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak perusahaan pelayaran atau
penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang atau barang
yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan luar negeri. Tidak
termasuk dalam penggantian atau imbalan ini adalah imbalan
pengangkutan orang atau barang dari luar negeri ke pelanuhan di
Indonesia. PPh terutang bersifat final dihitung dari tarif dikalikan
dengan dasar pengenaan pajak. Pelunasan PPh yang terutang
dilakukan sebagai berikut :
a. Penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian carte, pihak yang
membayar atau pihak yang mencarter wajib:
1) Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau
terutangnya imbalan atau nilai pengganti
2) Memberikan bukti pemotongan PPh atas penghasilan
perusahaan pelayaran dan penerbangan luar negeri (final)
kepada pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan
3) Menyetor PPh yang dipotong tersebut ke kas negara melalui
kantor pos atau bank persepsi selambat-lambatnya 10 bulan
berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan,
dengan menggunakan SSP.
4) Melaporkan PPh yang telah dipotong dan disetor ke Kantor
Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan
berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan,
dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 15
dilampiri SSP dan Bukti Pemotongan PPh atas penghasilan
perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri (final)
b. Penghasilan diperoleh selain dari perjanjian carter, Wajib Pajak
perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri wajib:

31
1) Menyetor PPh terutang ke kas negara melalui kantor pos atau
bank persepsi selambat-lambatnya 15 bulan berikutnya, setelah
bulan diterima atau diperolehnya penghasilan , dengan
menggunakan SSP.
2) Melaporkan pajak yang disetor ke Kantor Pelayan Pajak
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan
diterima atau diperolehnya penghasilan menggunakan Surat
Pemberitahuan Masa PPh Pasal 15 dilampiri SSP
7. Pajak Penghasilan atas Imbalan yang Dibayarkan /Terutang kepada
Perusahaan Penerbangan Luar Negeri
Pajak penghasilan atas imbalan yang dibayarkan /terutang
kepada perusahaan penerbangan luar negeri dalam Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 475/KMK.04/1996 dan Surat Edaran
Dirjen Pajak Nomor SE-35/PJ.4/1996.
Wajib Pajak ini adalah perusahaan penerbangan yang
berkedudukan di Indonesia yang memperoleh penghasilan
berdasarkan perjanjian carter. Sedangkan objek pajak ini adalah
penghasilan berupa imbalan yang diterima atau diperoleh
perusahaan penerbangan dalam negeri berdasarkan perjanjian
carter.
Tarif PPh ini adalah 1,8% dan dasar pengenaan pajak ini
adalah peredaran bruto. Peredaran bruto merupakan semua
imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak perusahaan penerbangan
dalam negeri dari pengangkutan orang atau barang yang dimuat
dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia atau dari
pelabuhan di Indonesia ke luar negeri. PPh terutang dihitung dari
tarif dikalikan dengan dasar pengenaan pajak. Atas pemotongan ini
pencarter wajib:
a. Memberikan bukti pemotongan PPh kepada pihak yang
menerima atau memperoleh penghasilan dengan menggunakan
Bukti Pemotongan PPh atas penghasilan yang terutang kepada
perusahaan penerbangan dalam negeri
b. Menyetor PPh yang dipotong tersebut ke kas negara melalui
kantor pos atau bank persepsi selambat-lambatnya 10 bulan
berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan
atau nilai penggantian dengan menggunakan SSP.
c. Melaporkan PPh yang telah dipotong dan disetor ke Kantor
Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan

32
berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan,
dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 15.
3.4 PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERSIFAT FINAL PASAL 4
AYAT (2) UU PPH
Penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final yang diatur
dalam Pasal 4 ayat (2) meliputi :
1. Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta
Diskonto SBI
Pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta
diskonto sertifikat Bank Indonesia diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri
Keuangan nomor 51/KMK.04/2001.
Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk
apa pun, termasuk deposito berjangka, sertifikat deposito, dan
“deposit on call”, baik dalam mata uang rupiah maupun dalam mata
uang asing (valuta asing), yang ditempatkan pada atau diterbitkan
oleh bank. Wajib pajak untuk PPh ini adalah orang pribadi atau
badan dalam negeri dan luar negeri serta bentuk usaha tetap yang
menerima penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta
diskonto sertifikat Bank Indonesia. Objek pajak untuk PPh ini
adalah penghasilan berupa bunga atas deposito dan tabungan serta
diskonto SBI.
Diskonto SBI adalah selisih antara nilai nominal dan harga
jual SBI yang dilakukan oleh Dana Pensiun dan bank yang menjual
kembali Sertifikat Bank Indonesia kepada pihak lain yang bukan
bank atau kepada Dana Pensiun yang pendiriannya belum disahkan
oleh Menteri Keuangan. Jika pihak lain menjual kembali SBI
tersebut maka keuntungan yang diperoleh diakui sebagai
pengalihan harta yang tidak perlu dipotong PPh, tetapi wajib
dilaporkan di SPT Tahunan.
Pemotong PPh atas buga deposito dan tabungan serta
diskonto SBI adalah bank yang didirikan atau berkedudukan di
Indonesia, Cabang bank luar negeri di Indonesia, Bank Indonesia,
dana Pensiun dan bank yang menjual kembali Sertifikat Bank
Indonesia kepada pihak lain yang bukan bank atau kepada Dana
Pensiun yang pendiriannya belum disahkan oleh Menteri
Keuangan.
Pemotongan PPh bunga deposito dan tabungan serta
diskonto SBI tidak dilakukan terhadap :

33
a. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank
Indonesia, sepanjang jumlahnya tidak melebihi Rp 7.500.000.
b. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang
didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
c. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank
Indonesia yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
d. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam
rangka pemilihan rumah sederhana dan sangat sederhana,
sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk dihuni sendiri.
2. Pajak Penghasilan atas Transaksi Saham dan Sekuritas Lainnya
Pajak penghasilan atas transaksi saham dan sekuritas
lainnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997
dan keputusan Menteri Keuangan Nomor 282/KMK.04/1997.
Saham pendiri adalah saham yang dimiliki oleh pendiri yang
diperoleh dengan harga kurang dari 90% dari harga saham pada
saat penawaran umum perdana. Objek pengenaan pajak ini adalah
transaksi penjualan saham di Bursa Efek Indonesia. Subjek pajak ini
adalah orang pribadi atau badan dari transaksi penjualan saham di
bursa efek.
3. Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi
Pajak penghasilan bunga obligasi diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor100 Tahun 2013 dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 07/PMK.011/2012. Bunga
obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh
pemegang obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto.
Wajib pajak dan PPh ini adalah orang pribadi atau badan
dalam negeri dan luar negeri serta bentuk usaha tetap yang
menerima bunga obligasi termasuk diskonto obligasi. Objek pajak
ini adalah pengasilan berupa bunga obligasi termasuk diskonto
obligasi. Pemotong PPh atas pengasilan berupa bunga obligasi
adalah :
a. Penerbit obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang
ditunjuk atas bunga dan/atau diskonto yang diterima pemegang
obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo bunga obligasi, dan
diskonto yang diterima pemegang obligasi tanpa bunga pada
saat jatuh tempo obligasi; dan/atau

34
b. Perusahaan efek, diler, atu bank, selaku pedagang perantara
dan/atau pembeli, atas bunga dan diskonto yang diterima
penjual obligasi pada saat transaksi.
4. Pajak Penghasilan atas Hadiah Undian
Pajak penghasilan atas hadiah undian diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 132 Tahun 2002 dan Keputusan
Dirjen Pajak Nomor Kep. 395/PJ/2001.
Hadiah udian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk
apa pun yang diterima atau diperoleh melalui undian. Wajib pajak
ini adalah orang pribadi atu badan yang menerima hadiah undian.
Objek pajak ini adalah penghasilan berupa hadiah undian dengan
nama dan dalam bentuk apa pun (dapat berupa uang, barang, atau
kenikmatan, misalnya menginap di suatu hotel berbintang).
Besarnya tarif PPh ini adalah 25%. Dasar pengenaan pajak adalah
jumlah bruto hadiah undian.
Pemungut PPh atas hadiah undian adalah penyelenggara
undian, baik orang pribadi atau badan, kepanitian, organisasi
maupun penyelenggara dalam bentuk apa pun yang telah
mendapatkan izin dari pihak yang berwenang termasuk pengusaha
yang menjual barang/jasa yang memberikan hadiah dengan cara
diundi, misalnya bank, supermarket, toko, perusahaan, panitia
penarikan undian dan sebagainya. Pemotong dan pemungut wajib
menyetorkan pajak yang telah dipotong ke bank persepsi atau
kantor pos paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan
melaporkannya ke kantor pelayanan pajak setempat paling lambat
20 hari setelah masa pajak berakhir.
5. Pajak Penghasilan atas Persewaan tanah dan/atau Bangunan
Pajak pengahsilan atas persewaan tanah dan/atau bangunan
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002,
Keputusan Menteri Keuangan No. 120/KMK.03/2002, Keputusan
Dirjen Pajak No. KEP-227/PJ/2002. Sewa atas tanah dan bangunan
yang dimaksud adalah persewaan tanah dan/atau bangunan
berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium,
gedung perkantoran, rumah kantor, toko, gudang, dan industri.
Wajib pajak ini adalah orang pribadi atau badan yang
memperoleh penghasilan dari persewaan tanah atau bangunan.
Objek pajak ini adalah pengasilan dari persewaan tanah atau
bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen,

35
kondominium, gedung perkantoran, rumah kator, toko, rumah toko,
gudang dan industri.
Besarnya tarif PPh ini adalah 10%. Dasar pengenaan pajak
adalah jumlah bruto nilai persewaan tanah atau bangunan. Tata
cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan
a. Atas pengasilan berupa sewa tanah dan bangunan yang diterima
atau diperoleh dari penyewa yang bertindak atau ditunjuk
sebagi pemotong pajak, wajib dipotong pajak oleh penyewa.
b. Apabila penyewa bukan sebagai pemotong pajak, PPh yang
terutang wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan
yang menerima atau memperoleh penghasialan.
6. Pajak Penghasilan atas Usaha Jasa Konstruksi
Pajak penghasilan atas usaha jasa konstruksi diatur dalam
Peraturan pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 sebagaimana telah
disempurnakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun
2009 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008.
Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan
pekerjaan kontruksi layanan jasa pelaksanaan pekerjaan
konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan
konstruksi.
Wajib pajak ini adalah penyedia jasa konstruksi, yaitu orang
pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap yang kegiatan
usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi, baik sebagai
perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, pengawas konstruksi
maupun sub-subnya. Objek pajak disini adalah jasa berupa jasa
perencanaan konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas
konstruksi. Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh ini
dilakukan sebagai berikut :
a. PPh yang dipotong oleh pengguna jasa, disetor ke kas negara
melalui kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah
dilakukan pemotongan pajak.
b. PPh yang disetor sendiri oleh penyedia jasa, disetor ke kas
negara melalui kantor pos atu bank yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan paling lam tanggal 15 bulan berikutnya setelah
penerimaan pembayaran dalam hal pengguna jasa bukan
pemotong pajak.

36
c. Pembayaran PPh atau penyetoran PPh dilakukan dengan
menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yang disamakan
dengan SSP.
d. Pemotong pajak memberikan tanda bukti pemotongan kepada
penyedia jasa ang dipotong PPh setiap melakukan pemotongan.
e. Pengguna jasa atau penyedia jasa yang melakukan pemotongan
PPh ini wajib menyampaikan surat pemberitahuan masa paling
lama 20 hari setelah bulan dilakukannya pemotongan pajak atau
penerimaan pembayaran.
f. Pajak yang dibayar/terutang di luar negeri atas penghasilan dari
luar negeri yang diterima atau diperoleh penyedia jasa dapat
dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan
ketentuan UU PPh.
g. Penghasilan lain yang diterima atau diperoleh penyedia jasa dari
luar usaha jasa konstruksi dikenakan tarif berdasrkan ketentuan
UU PPh.
7. Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima oleh Wajib Pajak
Orang Pribadi
Pajak penghasilan atas bunga simpanan yang dibayarkan
oeh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2009 dan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 11 Tahun 2010.
Dividen merupakan bagian laba dengan nama dan dalam
bentuk apa pun yang diterima oleh pemegang saham atas
kepemilikan saham dalam sebuah perseroan. Wajib apajak di sini
adalah orang pribadi dalam negeri yang bertindak sebagai
pemegang saham suatu perseroan, pemegang polis suatu
perusahaan asuransi, dan anggota koperasi yang menerima sisa
hasil usaha. Objek pajak di sini adalah dividen sebagaimana
dijelaskan pada pengertian.
Besarnya pajak penghasilan atas dividen yang diterima oleh
wajib pajak orang pribadi adalah 10%. Dasar pengenaan pajak ini
adalah jumlah bruto dividen.

Tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak ini


diatur sebagaimana berikut :
a. Pengenaan PPh atas dividen ini dilakukan melalui pemotongan
oleh pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku
pembayar divide.

37
b. Pemotongan dilakukan pada saat dividen disediakan untuk
dibayarkan.
c. Pemotongan PPh wajib memberikan bukti tanda pemotongan
pajak kepada wajib pajak yang dipotong PPh setiap melakukan
pemotongan.
d. Pemotong PPh wajib menyetor PPh yang dipotong ke kas negara
paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setalah masa pajak
berakhir dengan menggunakan SSP.
e. Pemotong PPh wajib melaporkan pajak yang sudah dipotong dan
disetor ke kantor pelayanan pajak paling lama 20 hari setalah
masa pajak berakhir dengan menggunakan surat pemberitahuan
masapajak penghasilan final pasal 4 ayat (2).
 Contoh kasus :
Pada tanggal 1 Januari 2008 Tuan Budi menyimpan uang di Bank
Mandiri berbentuk depositosebesar 100.000.000 dengan tingkat suku
bunga 12 % per tahun, kesepakatan penarikan antara Tuan Budi dan
pihak bank yaitu 1 tahun yaitu pada 1 Januari 2009, sehingga
menerima bunga setiap bulan sebesar  1.000.000.
Atas bunga sebesar 1.000.000 dipotong PPh Pasal 4 (2) sebesar :
1.000.000 x 20 % = 200.000
Uang yang diterima tuan budi dari bunga deposito per bulan sebesar :
1.000.000-200.000 = 800.000

38
4. BAB 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
4.1 PENGERTIAN PAJAK PPH PASAL 21
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji,
upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan
dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan,
jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi
dalam negeri. Wajib pajak yang dipotong PPh pasal 21 dan/atau PPh
pasal 26 adalah orang pribadi yang merupakan :
1. Pegawai.
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua termasuk ahli warisnya.
3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

Yang tidak termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21 yaitu :

1. Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain dari


Negara asing dan orang – orang yang diperbantukan kepada
mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka,
dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia
tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan
atau pekerjaannya tersebut, serta Negara yang bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik.
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional dimaksud dalam pasal
3 ayat (1) huruf c Undang – Undang Pajak Penghasilan, yang telah
ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga
Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau
pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
4.2 KEBIJAKAN PAJAK PENGHASILAN PPH PASAL 21

Dasar hukum Pajak Penghasilan PPh pasal 21 yaitu :

1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan


Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007.
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
541/KMK.04/2000 sebagaimana telah beberapa kali diubah

39
terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan
Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak,
Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara
Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara
Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK.03/2008
tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan
Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai
Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak
Penghasilan.
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata
Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21/26.
6. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan
Kena Pajak.
7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012
tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran
dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak
Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan
Kegiatan Orang Pribadi.
4.3 PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
Pemotong PPh pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan
yang diwajibkan oleh UU adalah :

1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik
merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang
membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain
dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh
pegawai atau bukan pegawai.
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara
atau pemegang kas yang membayarkan gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk
apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan
kegiatan.

40
3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan social tenaga kerja
dan badan – badan lain yang membayar uang pensiun dan
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas serta badan yang membayar:
4.4 PENGHASILAN APA SAJA YANG DIPOTONG PPH PASAL 21 (OBJEK
PAJAK)

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik


berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima paensiun
secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan
sejenisnya;
3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja
dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima
secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua dan pembayaran lain
jenis;
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa
upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau
upah yang dibayarkan secara bulanan;
5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium,
komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
dan kegiatan yang dilakukan;
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku,
uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau
penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun,dan
imbalan sejenis dengan nama apapun.
4.5 CARA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PPH PASAL 21

Perhitungan Perubahan PTKP Terbaru Tahun 2016 :

1. PTKP 2016 Wajib Pajak Tidak Kawin (TK)

Uraian Status PTKP


Wajib pajak TK0 54.000.000
Tanggungan 1 TK1 58.500.000
Tanggungan 2 TK2 63.000.000

41
Tanggungan 3 TK3 67.500.000

2. PTKP 2016 Wajib Pajak Kawin

Uraian Status PTKP


WP kawin K0 58.500.000
Tanggungan K1 63.000.000
1
Tanggungan K2 67.500.000
2
Tanggungan K3 72.000.000
3

3. PTKP 2016 wajib pajak kawin, penghasilan istri dan suami di


gabung

Uraian Status PTKP


WP kawin K/I/0 112.500.000
Tanggungan 1 K/I/1 117.000.000
Tanggungan 2 K/I/2 121.500.000
Tanggungan 3 K/I/3 126.000.000

 Catatan:
 Tunjangan PTKP untuk anak atau tanggungan maksimal 3
orang
 TK : Tidak Kawin
 K : Kawin
 K/I : Kawin dan penghasilan pasangan digabung
4.6 TARIF PAJAK

Penghasilan netto Tarif pajak


Sampai dengan 50 juta 5%
50 juta sampai dengan 250 juta 15%
250 juta sampai dengan 500 juta 25%
Diatas 500 juta 30%

 Contoh Kasus
Perhitungan PPh 21 menggunakan PTKP yang lama (selama
bulan Januari – Juni 2016):
Andi Ahmad pada tahun 2016 bekerja pada perusahaan PT Abadi
Selamat dengan memperoleh gaji sebulan Rp 5.000.000,00 dan

42
membayar iuran pensiun sebesar Rp 100.000,00. Andi menikah tetapi
belum mempunyai anak. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai
berikut :
Gaji sebulan : Rp. 5.000.000,00
Pengurangan :
Biaya Jabatan : 5% x Rp 5.000.000,00 Rp 250.000,00
Iuran pensiun Rp 100.000,00 (+)
Rp 350.000,00 (-)
Penghasilan neto sebulan Rp 4.650.000,00
Penghasilan neto setahun adalah 12 x Rp 4.650.000,00 = Rp 55.800.000,00
PTKP setahun
– untuk WP sendiri Rp 36.000.000,00
– tambahan WP kawin Rp 3.000.000,00 (+)
=Rp 39.000.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 16.800.000,00
PPh Pasal 21 terutang : 5% x Rp 16.800.000,00 = Rp 840.000,00
PPh Pasal 21 sebulan :
Rp 840.000,00 : 12 = Rp 70.000,00

5. BAB 6 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22


5.1 PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
Pajak Penghasilan Pasal 22, selanjutnya disingkat menjadi PPh
Pasal an 22, merupakan pajak yang dipungut oleh bendaharawan
pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah;
instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lain
yang berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang; dan
badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta,
berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di
bidang lain. Pajak Penghasilan Pasal 22 dibayar dalam tahun berjalan
melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak-pihak tertentu.
Selanjutnya, pemotong/pemungut akan menyetor dan melaporkan
pajak yang telah dipotong/dipungut.

5.2 PEMUNGUT PAJAK


Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor:
107/PMK.010/2015, berikut ini daftar pemungut PPh Pasal 22.
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas impor
barang dan ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam,
dan mineral bukan logam yang dilakukan oleh eksportir, kecuali

43
yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang terikat dalam perjanjian
kerja sama pengusahaan pertambangan dan Kontrak Karya.
2. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga
negara lainnya atas pembelian barang.
3. Bendahara pengeluaran atas pembelian barang yang dilakukan
dengan mekanisme uang persediaan (UP).
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat
Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna
Angaran (KPA) atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang
dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS).
5. Badan usaha tertentu, meliputi: Badan Usaha Milik Negara, Badan
Usaha Milik Negara yang dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah
setelah berlakunya pengalihan saham milik negara kepada BUMN,
Badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan
Usaha Milik Negara,
6. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen,
industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri
farmasi atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam
negeri.
7. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek
(ATM), dan importir umum kendaraan bermotor atas penjualan
kendaraan bermotor di dalam negeri oleh ATPM, APM, dan importir
tunum kendaraan bermotor. Produsen atau importir bahan bakar
minyak, bahan hakar gas, dan pelumas atas penjualan hasil
produksinya kepada distributor dalant negeri.
8. Industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kebutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan atas pembelian
bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspornya.
9. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas
tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari
badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan atas
pembelian kumoditas tambang batubara, mineral logam, dan
mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemengang
izin usaha pertambangan.
10. Badan usaha yang memproduksi emas batangan atas penjualan
emas batangan oleh produsen emas batangan.

44
11. Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang
tergolong sangat mewah.
Di bawah ini daftar barang yang tergolong sangat mewah
berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor 19/P1/2015.
a. Pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi.
b. Kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya.
c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga
pengalihannya lebih dari Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah) atau
luas bangunan lebih dari 400 m2 (empat ratus meter persegi).
d. Apartemen, kondominium, dan selenisnya dengan harga jual atau
harga pengalihannya lebih dari Rp5.000.000.000 (lima miliar
rupiah ) atau luas bangunan lebih dari150 m2(seratus lima puluh
meter persegi).
e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari
10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (SUV), multi
purpose vehicle (MPV), minibus, dan sejenisnya, dengan harga jual
lebih dari Rp2.000.000.000 (dua miliar rupiah) atau dengan
kapasitas silinder lebih dan 3.000 cc.
f. Kendaraan bermotor roda dua dan roda tiga dengan harga jual
lebih dari Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) atau dengan
kapasitas silinder lebih dari 250 cc.
5.3 OBJEK PPH PASAL 22
Objek (penghasilan yang dikenakan pajak) PPh Pasal 22 adalah
suatu kegiatan. Kegiatan yang dimaksud meliputi impor barang,
ekspor barang tertentu, penjualan barang tertentu, atau penjualan
kepada pembeli tertentu. Berikut kegiatan-kegiatan yang dikenakam
PPh Pasal 22 (Objek PPh Pasal 22):
1. Impor barang dan ekspor komoditas tambang batubara, mineral
logam, dan mineral bukan logam yang dilakukan oleh eksportir,
kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang terikat dalam
perjanjian kerja sama pengusahaan pertambangan dan Kontrak
Karya.
2. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh bendahara
pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai
pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara
lainnya.
3. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan
mekanisme uang persediaan (UP) oleh bendahara pengeluaran.

45
4. Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang
dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) oleh
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat
Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna.
Anggaran (KPA).
5. Pembayaran atas pembelian barang dan/atau hahan-hahan untuk
keperluan kegiatait usaha oleh badan usalu tertentu
6. Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh
badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen,
industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri
tarmasi.
7. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh ATPM, ATM,
dan importir umum kendaraan bermotor Agen Tunggal Pemegang
Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum
kendaraan bermotor.
8. Penjualan hasil produksinya kepada distributor dalam negeri oleh
produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas.
9. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspornya
oleh industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
10. Pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan
mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin
usaha pertambangan oleh industri atau badan usaha yang
melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral
logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi
pemegang izin usaha pertambangan.
11. Penjualan emas batangan oleh badan usaha yang memproduksi
emas batangan.
12. Penijualan barang yang tergolong mewah oleh Wajib Pajak badan
yang melakukan penjualan barang yang tergolong mewah.

5.4 KEGIATAN YANG TIDAK DIKENAKAN PPh PASAL 22

Berikut kegiatan-kegiatan yang dikecualikan dari pengenaan


PPh Pasal 22:

1. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan


ketentuan peraturan perundang-undang tidak terutang Pajak
Penghasilan.

46
2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau
Pajak Pertambahan Nilai, meliputi:
a. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang
bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
b. Barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah umum,
amal, sosial, kebudayaan, atau untuk kepentingan
penanggulangan bencana;
c. Barang untuk kepentingan museum, kebun binatang, konservasi
alam, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
d. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan;
e. Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan
penyandang cacat lainnya;
f. Dll
3. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata
ditnaksudkan untuk diekspor kembali.
4. Impor kembali (re-import), yang meliputi barang-barang yang telah
diekspor kemudian diimpor kembali dengan kualitas yang sama
atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan
perbaikan, pengerjaan, dan pengujian yang memenuhi syarat yang
ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
5. Pembayaran yang dilakukan oleh Pemungut Pajak berkenaan
dengan hal-hal berikut ini:
a. Pemungut pajak ini meliputi Bendahara pemerintah dan Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA) Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah, instansi atau lembaga Pemerintahan dan lembaga-
lembaga negara lainnya, bendahara pengeluaran, Kuasa
Penggun, Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah
Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran.
b. Pemungut pajak ini meliputi badan usaha tertentu yang terdiri
atas BUMN dan badan-badan tertentu yang dimiliki oleh BUMN.
c. Pembayaran untuk pembelian bahar, bakar minyak, bahan bakar
gas, pelumas, dan benda-benda pos; pemakaian air dan listrik.
d. Pembayaran untuk pembelian minyak bumi, gas bumi, daniatau
produk sampingan dari kegiatan usaha hulu di bidang minyak
dan gas bumi yang dihasilkan di Indonesia.
e. Pembayaran untuk pembelian panas bumi atau listrik hasil
pengusahaan panas bumi dari Wajib Pajak yang menjalankan

47
usaha di bidang usaha panas bumi berdasarkan kontrak kerja
sama pengusahaan sumber daya panas bumi.
f. layaran atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri
atau ekspor yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan .
6. Impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan
barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor.
7. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan
penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
8. Penjualan emas batangan oleh badan usaha yang memproduksi
emas batangan kepada Bank Indonesia.

5.5 SIFAT PEMUNGUTAN


Pemungutan PPh pasal 22 dapat bersifat final dan tidak final.
Pemungutan pajak bersifat final artinya pajak yang telah dibayar oleh
wajib pajak melalui pemungutan oleh pihak lain dalam tahun berjalan
tersebut tidak dapat dikreditkan pada total PPh yang terutang pada
akhir suatu tahu saat pengisian SPT Tahunan PPh. Sebaliknya,
pemungutan pajak bersifat tidak final berarti pajak yang sudah di
pungut oleh pemungut atau dibayarkan dapat
dikreditkan/diperhitungkan sebagai pembayaran pajak penghasilan
dalam tahun berjalan oleh wajib pajak yang dipungut. Berikut pajak
penghasilan pasal 22 yang pemungutnya bersifat tidak final:
1. Pemungutan PPh Pasal 22 atas impor barang
2. Pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang atas pemungutan
pajak yang meliputi bendahara pemerintah, KPA, bendahara
pengeluaran, pejabat penerbit SPM.
3. Pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang atas pemungutan
pajak yang meliputi BUMN tertentu (PT Pertamina, PT PLN, PT
Telkom, PT Perusahaan Gas Negara, PT pembagunan Perumahan,
PT Wijaya Karya, Pt Adhi Karya, PT Hutama Karya, PT Krakatau
Steel, Pt Garuda Indonesia) dan bank-bank BUMN.
4. Pemungutan PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh
industri semen , industri kertas, industri baja , industri otomotif,
dan industri farmasi.
5. Pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan produsen atau importir
bahan bahar minyak, bahan bakar has, dan pelumas kepada selain
penyalur/agen.
6. Pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan kendaraan bermotor oleh
ATPM, APM, atau importir.
7. Pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk

48
keperluan industri arau eskpor oleh industri atau eksportir dalam
sektor kehutanan, pertanian, perkebunan, perternakan, dan
perikanan.
Pajak penghasilan Pasal 22 yang pemungutnya bersifat final
adalah pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan produsen atau
importir baham bahar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas kepada
penyalur/agen.

5.6 MENGHITUNG PPH PASAL 22

PPh Pasal 22 dihitung dengan mengalihkan tarif dan dasar


pengenaan. Dasar pengenaan pajak dalam PPh Pasal 22 meliputi nilai
impor, nilai ekspor, dan harga beli atas pembelian barang oleh instansi
tertentu atau harga jual atas penjualan hasil produksi oleh usaha
bidang tertentu.

PPh Pasal 22= Tarif × Dasar Pengenaan Pajak.


Keterangan:
a. Nilai Impor: nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan
Bea Masuk, yaitu Cost lnsurance and Freighr (CIF) ditambah
dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
kepabeanan di bidang impor. Cost merupakan harga faktur;
insurance merupakan biaya asuransi antar-daerah pabean, freight
merupakan biaya angkut (pengapalan) antardaerah pabean.
b. Dasar pengenaan pajak pertambahan nilai (DPP PPN): dapat
berupa harga pembelian atau harga penjualan, merupakan nilaiatau
harga tertentu yang menjadi hak pengusaha kena pajak atau
penjual. Besarnya DPP PPN ditentukan sebagai berikut
1. Jika harga pembelian/penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan
Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas barang mewah (PPnBM),
besarnya DPP dengan harga pembelian/penjualan.
2. Jika harga pembelian/penjualan termasuk Pajak Pertambahan
Nilai, besarnya DPP PPNsama dengan harga pembelian/penjualan
dibagi 110.
DPP PPN = (100÷110) × Harga pembelian/ penjualan
3. Jika harga pembelian / penjualan termasuk Pajak Pertambaham
Nilai dan Pajak Penjualan atas barang mewah, besarnya DPP PPN
sama dengan harga pembelian/penjualan dibagi 110 ditambah tarif
PPnBM
DPP PPN = {100 ÷(110+tarif PPnBM )}× Harga pembelian / penjualan

49
Jika tarif PPnBM 20%
DPP PPN = {100 ÷(110+20)}× Harga pembelian / penjualan
DPP PPN = (110+ 130) × Harga pembelian / penjualan

c. besarnya tarifpemungutan dinaikkan 100% apabila Pajak tidak


memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. Hal ini berlaku untuk
pemumgutan PPh Pasal 22 yang bersifat tidak final.
 Contoh Kasus :
PT DTC berkedudukan di Jakarta, menjadi pemasok alat-alat tulis
kantor bagi Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan. Pada tanggal 1
Oktober 2015, PT DTC melakukan penyerahan barang kena pajak
dengan nilai kontrak sebesar Rp11.000.000 (nilai sudah termasuk
PPN). Maka, berapakah PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Dinas
Pendidikan Kota Tangerang Selatan?

Jawaban:

No Diketahui Nilai (Rp)


1 Nilai kontrak termasuk PPN Rp11.000.000
2 DPP (100/110) x Rp11.000.000 Rp10.000.000
3 PPN dipungut (10% dari DPP) Rp1.000.000
4 PPh Pasal 22 yang dipungut (1,5% x Rp10.000.000) Rp150.000

Jadi, besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Dinas Pendidikan Kota
Tangerang Selatan sebesar Rp150.000. PPh Pasal 22 = 1,5% x harga
pembelian tidak termasuk PPN.

50
6. BAB 7 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
6.1 PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong
atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau
hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Biasanya PPh Pasal 23 dikenakan saat adanya transaksi di antara dua
pihak. Pihak yang berlaku sebagai penjual atau penerima penghasilan
atau pihak yang memberi jasa akan dikenakan PPh Pasal 23.
Sementara pihak pemberi penghasilan atau pembeli atau pihak
penerima jasa akan memotong dan melaporkannya kepada kantor
pajak.
Pemotong dan Penerima PPh Pasal 23
a. Pemotong PPh Pasal 23:
1) Badan Pemerintah;
2) Wajib Pajak Badan Dalam Negeri;
3) Penyelenggaraan Kegiatan;
4) Bentuk Usaha Tetap (But); 
5) Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya;
6) Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri tertentu, yang ditunjuk
oleh Kepala kantor Pelayanan Pajak sebagai pemotong pajak PPh
Pasal 23, yang meliputi :
a) Akuntan, arsitek, dokter, Notaries, Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah camat, pengacara, dan
konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas.
b) Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan.
b. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:
1) Wajib Pajak dalam negeri;
2) Badan Usaha TetapBUT) 

6.2 OBJEK PPH PASAL 23


Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 23 sesuai dengan pasal
23 UU No. 36 Tahun 2008 adalah:
1) Dividen, dengan nama  dan dalam bentuk apapun, termasuk
dividen dari perusahaan asuaransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi.
2) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
3) Royalti.

51
4) Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang telah
dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21.
5) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta,kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
6) Imbalan sehunbungan dengan jasa teknik, jasa manajeman, jasa
kontruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang telah dipotong Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
6.3 TARIF PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
Tarif dari pajak penghasilan (PPh Pasal 23) dikenakan atas
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Di
dalam PPh Pasal 23, terdapat dua jenis tarif yang diberlakukan, yaitu
15% dan 2% tergantung dari objek pajaknya.
Di bawah ini adalah tarif dan objek pajak yang terkena PPh
Pasal 23 yang berlaku di Indonesia :
1. Dikenakan 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:
a. Deviden kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi
dikenakan final, bunga, dan royalti;
b. Hadiah, Penghargaan, Bonus, dan sejenisnya selain yang telah
dipotong PPh pasal 21.
2. Dikenakan 2% (dua persen) dari jum;ah bruto tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai, atas :
a. Sewa dan Penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta, kecuali sewa tanah dan / atau bangunan; dan
b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
kontruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah
dipotong Pajak penghasilan pasal 21. Jasa lain terdiri dari:
 Jasa penilai (appraisal)
 Jasa aktuaris;
 Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
 Jasa perancang (design) ;
 Jasa pengeboran (drilling) dibidang penambangan minyak dan
gas bumi (migas) kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha
tetap BUT;
 Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
 Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang
penambangan selain migas;
 Jasa maklon;
 Jasa penyelidikan dan keamanan;
 Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer

52
 Jasa pengepakan
 Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa,
media luar ruang atau media lain untuk penyampaian
informasi;
 Jasa pembasmian hama;
 Jasa kebersihan atau cleaning service
 Jasa catering atau tata boga
 Dll
6.4 PENGECUALIAN OBJEK PPH PASAL 23
Penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan Pajak
Pengahsilan pasal 23 adalah:
1) Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada bank.
2) Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa
guna usaha dengan hak opsi.
3) Dividen atau bagian laba  yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas (PT) sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan
usaka milik Negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan
modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan
di Indonesia
4) Bagian laba yang diterima atau diperolah anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang
unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
5) Sisa hasil usaha kopersi yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota.
6) Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha
atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman
dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
6.5 KETENTUAN PENYETORAN DAN  PELAPORAN PPH PASAL 23
PPh Pasal 23 mengatur mengenai jadwal penyetoran dan
pelaporan PPh Pasal 23.
1) PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran,
disediakan untuk dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya,
tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
2) PPh Pasal 23 disetor Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh
bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.

53
3) Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan SPT Masa
disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20
hari setelah Masa Pajak berakhir.
4) Pemotong PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti
pemotongan kepada orang pribadi atau badan yang dibebani pajak
pengahsilan yang di potong.
5) Pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23
dilakukan secara desentralisasi artinya dilakukan di tempat
terjadinya pembayaran atau terutangnya penghasilan yang
merupakan objek PPh Pasal 23, hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah pengawasan terhadap pelaksanaan pemotongan
PPh Pasal 23 tersebut.
Apabila jatuh tempo batas akhir pelaporan atau penyetoran
PPh Pasal 23 bertepatan dengan hari libur, termasuk hari Sabtu atau
hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada
hari kerja berikutnya.
 Contoh Kasus
1) Perhitungan PPh Pasal 23 atas Dividen:
Pada 10 Mei 2015, PT Dahlia mengumumkan akan membagikan
dividen melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dan
melakukan pembayaran dividen tunai kepada PT Melati sebesar
Rp30.000.000 yang melakukan penyertaan modal sebesal 15%.
Jawab:
 PPh Pasal 23 = 15% x Rp30.000.000 = Rp4.500.000
2) Perhitungan PPh Pasal 23 atas Sewa
PT Karya Makmur membayar sewa kendaraaan bus pariwisata
dengan nilai sewa sebesar Rp35.000.000 kepada Sugianto Haris.
PPh Pasal 23 yang harus dipotong oleh PT Karya Makmur adalah:
Jawab:
 PPh Pasal 23 = 2% x Rp35.000.000
= Rp700.000

7. BAB 8 PAJAK PENGHASILAN PASAL 24


7.1 PENGERTIAN PPH PASAL 24PAJAK
Penghasilan Pasal 24 (PPh Pasal 24) isinya mengatur mengenai
hak wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar
negeri (jika ada). Pajak Penghasilan Pasal 24 ini bertujuan agar wajib
pajak tidak dikenakan pajak ganda. Dalam artian, pajak yang telah
dibayarkan di luar negeri oleh wajib pajak dapat menjadi pengurang
nilai pajak terutang yang wajib pajak miliki di Indonesia.Namun, tidak

54
semua pajak yang terutang di luar negeri dapat wajib pajak kreditkan
di Indonesia.
Sumber penghasilan dari luar negeri yang dapat menjadi
pengurang pajak di dalam negeri adalah:
 Penghasilan dari saham dan surat berharga lainnya.
 Pendapatan lain berupa bunga, royalti, dan sewa yang berkaitan
dengan penggunaan harta benda bergerak.
 Jasa imbalan yang berhubungan dengan jasa, pekerjaan dan
kegiatan.
 Keuntungan dari pengalihan saham dan surat berharga lainnya.
 Pendapatan yang berupa sewa terkait dengan penggunaan harta
benda tidak bergerak.
 Keuntungan dari pengalihan harta tetap.
Tahun Ketentuan kredit pajak penghasilan berdasarkan
Undang-Undang nomor 36 tahun 2008 pasl 24 dan surat keputusan
keuangan nomor 164/kmk.03/2002. Berkaitan memperbolehkan bagi
wajib pajak mengurangi (mengkredit) pajak penghasilan yang
terutang pada akhir tahun pajak, jika ada sumber penghasilan luar
negeri digabung dengan penghasilan dalam negeri.
Pajak penghasilan pasal 24, yang disingkat PPh pasal 24 adalah
pajak yang dibayar atau terutang diluar negri atas penghasilan dari
luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negri. PPh
pasal 24 ini boleh dikreditkan terhadap total pajak penghasilan
terutang dalam suatu tahun pajak.
Jumlah pajak atas penghasilan wajib pajak dalam negri yang
dibayar atau terutang diluar negri tersebut dihitung berdasarkan tarif
pajak yang berlaku dinegara yang bersangkutan dikalikan dengan
penghaislan yang diterima atau diperoleh dinegara yang
bersangkutan. jumlah pajak yang dibayar atau terutang diluar negri
tersebut mungkin tidak semuanya dapat dikreditkan dari total pajak
terutang di Indonesia. Pasal 24 UU no. 17 tahun2000. Selanjutnya
mengatur besarnya pajak penghasilan yang dibayar atau terutang
diluar negri yang dapat dikreditkan dari ttal pajak penghasilan
terutang Indonesia.
7.2 SYARAT-SYARAT MELAKSANAKAN PENGKREDITN PAJAK LUAR
NEGERI
Untuk melaksanakan pengkreditkan pajak luar negri, wajib
pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Direktur Jendral
Pajak dengan melampiri:
1. Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negri.
2. Fotokopi surat pemberitahuan pajak yang  disampaikan diluarnegri
dan
3. Dokumen pembayaran pajak diluar negri.

55
Untuk memberikan perlakuan perpajakan yang sama antara
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negri dengan
penghasilan yang diterima atau diperoleh di Indonesia, maka
besarnya pajak yang dibayarkan atau terutang diluar negeri dapat
dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia tetapi tidak
boleh melebihi besarnya pajak yang terutang atas seluruh penghasilan
di Indonesia.
Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan hanya atas
pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak dari luar negeri, dan setinggi tingginya sama
dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi
tidak boleh melebihi jumlah yang dihitung menurut perbandingan
antara penghasilan dari luar negeri terhadap penghasilan Kena Pajak
dikalikan dengan pajak yang terutang atas penghasilan kena pajak,
atau setinggi- tingginya sama dengan pajak yang terutang atas
penghasilan Kena Pajak dalam hal penghasilan Kena Pajak lebih kecil
dari penghasilan luar negeri.
Maksimum Kredit Pajak = Penghasilan LN x Pajak terhutang tahun
berjalan PKP
*Bandingkan antara “Maksimum Kredit Pajak dan Pajak Yang
Terutang/Dibayar diluar negeri” (pilih yang terkecil).
7.3 PENENTUAN SUMBER PENGHASILAN PAJAK
UNDANG-UNDANG Pajak Penghasilan mengelompokkan
penghasilan menjadi empat jenis (dilihat dari mengalirnya tambahan
kemampuan ekonomis), yaitu:
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan
bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter,
notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dsb
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
3. Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta
tak gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan
penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha,
dan
4. penghasilan lain-lain seperti pembebasan utang dan hadiah.
Dalam praktiknya, selain menentukan apakah negara sumber
berhak memajaki penghasilan tersebut, asas sumber juga mengatur
mengenai pengkreditan pajak yang telah dipotong di luar negeri
apakah bisa dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang
menurut undang-undang domestik. Hal ini bertujuan untuk
meminimalisasi pengenaan pajak berganda.

56
Di Indonesia sendiri ketentuan penentuan sumber penghasilan
untuk memperhitungkan kredit pajak luar negeri ini diatur dalam
Pasal 24 UU PPh: Pasal 24
(1) Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan
dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam
negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan
undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama

(2) Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar
negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang
berdasarkan undang-undang ini

(3) Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh


dikreditkan, penentuan sumber penghasilan adalah sebagai
berikut:
a. penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya adalah negara
tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut
bertempat kedudukan
b. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan
penggunaan harga
c. gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani
bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau
berada
d. penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta
tak gerak adalah negara tempat harta tak gerak tersebut terletak
e. penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan,
dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau
dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada
f. penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk
usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
(4) Penentuan sumber penghasilan selain penghasilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) menggunakan prinsip yang sama dengan
prinsip yang dimaksud pada ayat tersebut
(5) Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan
ternyata kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang
terutang menurut undang-undang ini harus ditambah dengan jumlah
tersebut pada tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan
(6) Ketentuan mengenai pelaksanaan pengkreditan pajak atas
penghasilan dari luar negeri ditetapkan dengan keputusan Menteri
Keuangan

 Saat Penggabungan Penghasilan Dalam Dan Luar Negeri

57
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negri dengan
penghasilan kena pajak dalam negeri dalam satu tahun pajak
dilakukan sebagai berikut:
1. Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak
diperolehnya penghasilan tersebut.
2. Untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak
diterimanya penghasilan tersebut.
3. Untuk penghasilan berupa deviden, dilakukan dalam tahun pajak
pada saat perolehan deviden.
4. Kerugian yang diderita diluar negri tidak boleh digabungkan dalam
menghitung penghasilan kena pajak.
5. Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan
ternyata kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak
yang terutang harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun
pengurangan atau pengembalian itu dilakukan.
6. Apabila penghasilan diluar negeri berasal dari beberapa negar,
maka pegrhitungan kredit pajak di lakukan untuk masing-masing
negara.

 2 Tahap Mudah Menghitung Pajak Luar Negeri

Kredit Pajak Luar Negeri (PPh Pasal 24) dapat berlaku


apabila Anda adalah seorang pengusaha yang memiliki berbagai
usaha di luar negeri dan penghasilan yang Anda peroleh dapat
berasal dari beberapa sumber usaha di luar negeri, seperti
pendapatan dari saham dan surat berharga lainnya, penghasilan
berupa bunga, royalti, dan sewa berhubungan dengan jasa,
pekerjaan, dan usaha lain.

Sebagai Wajib Pajak Warga Negara Indonesia, maka Anda


terkena kewajiban perpajakan sesuai ketentuan pajak dalam
negeri. Anda bisa saja terkena pajak ganda sekaligus sesuai
ketentuan pajak dari luar negeri dimana Anda berusaha. Potensi
pajak yang masuk ke pendapatan negara dari luar negeri sangat
besar jika dikelola dengan baik.Ringankan Beban, Pajak Luar Negeri
Dapat Dikreditkan

PPh Pasal 24 mengatur mengenai hak Wajib Pajak untuk


memanfaatkan kredit pajak di luar negeri. Berdasarkan UU
PPh, atas pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri yang

58
diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh
dikreditkan terhadap pajak yang terutang (dalam tahun pajak yang
sama).

Metode Pengkreditan Terbatas (Ordinary Credit Method)


ialah besaran Kredit Pajak Luar Negeri tidak boleh melebihi
penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Pasal
24 Ayat 2 Undang-Undang PPh. Penghitungan kredit pajak
dihitung dengan tetap berpegang pada peraturan batas
maksimum dengan mengambil nominal terendah dari:

1. Jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri.


2. (Penghasilan Luar Negeri  (PLN) / Penghasilan Kena Pajak ) X
PPh terutang.
3. Jumlah PPh terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak,
dalam hal penghasilan kena pajak lebih kecil dari penghasilan
luar negeri.

Sumber penghasilan dari luar negeri yang dapat menjadi


pengurang pajak atau boleh dikreditkan di dalam negeri
adalah:

 Penghasilan dari saham dan surat berharga lainnya.


 Pendapatan lain berupa bunga, royalti, dan sewa yang berkaitan
dengan penggunaan harta benda bergerak.
 Jasa imbalan yang berhubungan dengan jasa, pekerjaan dan
kegiatan.
 Keuntungan dari pengalihan saham dan surat berharga lainnya.
 Pendapatan yang berupa sewa terkait dengan penggunaan harta
benda tidak bergerak.
 Keuntungan dari pengalihan harta tetap.Tahapan Penghitungan
Kredit Pajak Luar Negeri

1. Tentukan Pajak Terutang atas Penghasilan Kena Pajak yang Berasal


dari Dalam Negeri maupun Luar Negeri.
Penghasilan Kena Pajak = (Penghasilan Neto Fiskal DN –
Kompensasi Kerugian Fiskal) +
Penghasilan Neto LN
Pajak Terutang = Tarif Pajak x Penghasilan Kena Pajak

59
Gabungkan Penghasilan Kena Pajak yang berasal dari
seluruh penghasilan termasuk penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari luar negeri. Namun sebagai catatan: kerugian yang
diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung
Penghasilan Kena Pajak
2. Menghitung Kredit Pajak Luar Negeri
Kredit Pajak Luar Negeri dihitung dengan tetap berpegang
pada batas maksimum Kredit Pajak Luar Negeri dengan memilih
nominal terendah penghitungan PPh di bawah ini:
PPh maksimum yang dapat dikreditkan
=(penghasilan LN : total penghasilan) x total PPh terutang
=(Rp400.000.000 : Rp1.200.000.000) x Rp300.000.000,00
= Rp100.000.000,00
PPh yang terutang atau dipotong di LN:
20% x Rp400.000.000 = Rp80.000.000,00

Dari perhitungan tersebut di atas kredit pajak LN yang


diperbolehkan adalah sebesar Rp80.000.000 atau sebesar PPh yang
terutang atau dibayar di LN. Jumlah ini diperoleh dengan
membandingkan penghitungan PPh maksimum yang boleh
dikreditkan dengan PPh yang terutang atau dibayar di LN,
kemudian dipilih jumlah yang terendah.
 Contoh Kasus :
PT Selaras Abadi pada tahun 2013 memperoleh penghasilan neto
sebagai berikut:
Di Thailand memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar
Rp300.000.000 (tarif pajak yang berlaku 40%). Di Jerman
menderita kerugian sebesar Rp500.000.000 (tarif pajak yang
berlaku 25%). Di dalam negeri memperoleh laba usah sebesar
Rp500.000.000 . Hitunglah PPh Pasal 24 atau kredit pajak luar
negeri dari PT Sinar Gemilang tahun 2014?
Jawaban:
Penghitungan PPh pasal 24 adalah sebagai berikut:
1. Menghitung total penghasilan kena pajak:  
  Penghasilan dalam negeri Rp300.000.000
  Penghasilan dari luar negeri Rp500.000.000
  Jumlah Penghasilan Neto Rp800.000.000
2. Menghitung total PPh terutang:  
  Pajak terhutang 25% x Rp800.000.000 = Rp200.000.000
3. Menghitung PPh maksimum yang dapat dikreditkan:  
(penghasilan Luar Negeri : total penghasilan) x total
   
PPh terutang
  (Rp300.000.000 : Rp800.000.000) x Rp200.000.000 = Rp75.000.000

60
Menghitung PPh yang terutan atau dipotong di Luar
4.  
Negeri:
  40% x Rp300.000.000 = Rp120.000.000

Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa PPh pasal 24 yang


dapat dikreditkan adalah Rp75.000.000.

8. BAB 9 PAJAK PENGHASILAN PASAL 25


8.1 PAJAK PENGHASILAN PASAL 25
Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan
dengan 1. Wajib pajak membayar sendiri (pph pasal 25) 2. Melalui
pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga (PPh pasal
21,22,23,dan 24)
8.2 CARA MENGHITUNG BESARNYA PPH PASAL 25
 Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar
sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan adalah sebesar pajak
penghasilan yang terutang menurut surat pemberitahuan pajak
tahunan pajak penghasilan tahun yang lalu dikurangi dengan:
1. Pajak penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam
pasal 21 dan pasal 23, serta pajak penghasilan yang dipungut
sebagaimana dimaksud dalam pasal 22
2. Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negri yang
boleh dikreditkan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 24.
dibagi 12(dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun
pajak. Direktur jendral pajak diberi wewenang untuk
menyesuaikan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar
sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan apabila :
a. Wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian
b. Wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur
c. SPT tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat
batas waktu yang ditentukan

61
d. Wajib pajak diberikan perpangjangan jangka waktu
penyampaian SPt tahunan PPh.
e. Wajib pajak membetulkan sendiri SPT tahunan PPh yang
mengkibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran
bulanan sebelum pembetulan
f. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan pajak

Sesuai pasal 25 ayat (7) UU PPh, penghitungan PPh psal 25


bagi WP baru,BUMN,BUMD, dan WP tertentu lainnya ditetapkan oleh
menteri keuangan a. Agsuran PPh pasal 25 bagi wajib pajak baru.
 Besarnya angsuran PPh pasal 25 setiap bulan bagi WP baru
dihitung berdasarkan jumlah pajak yang diperoleh dari penerapan
tarif umum atas penghasilan netto sebilan yang
disetahunkan,dibagi 12 bulan.
 Penghasilan neto dihitung berdasarkan pembukuan (dalam hal
wajib pajak wajib melaksanakan pembukuan) atau berdasarkan
norma penghitungan (dalam hal wajib pajak tidak wajib
melaksanakan pembukuan/melaksanakan pembukuan tetapi tidak
diketahui penghasilan netonya.
 Untuk wajib pajak pajak orang pribadi, penghasilan netonya
dikurangi PTKP terlebih dahulu. Untuk triwulan berikutnya
dihitung kembali PPh pasal 25 tiap-tiap triwulan.
 Besarnya angsuran PPh psal 25 setiap bulan bagi WP bank atau
sewa guna usaha dengan hak opsiyang merupakan WP baru, maka
besarnya angsuran pajak penghasilan pasal 25 untuk triwulan
pertama adalah jumlah pajak yag dihitung berdasarkan penerapan
tarif umum ata perkiraan laba-rugi fiskal triwulan pertama yang
disetahunkan,dibagi 12

62
 Besarnya angsuran pajak penghasilan pasal 25 bagi wajib pajak
orang pribadi pengusaha tertentu ditetapkan sebesar 2% dari
jumlah peredaran bruto setiap bulan.
 Besarnya angsuran PPh pasal 25 setiap bulan bagi BUMN dan
BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun kecuali wajib pajak
bank dan wajib pajak sewa guna usaha dengan hak opsi, adalah
sebesar pajak penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan
tarif umum pemegang saham (RUPS) dikurangi dengan
pemotongan dan pemungutan PPh pasal 22 dan 23 serta pasal 24
yang dibayar atau terulang diluar negeri pada tahun pajak yang
lalu,dibagi 12
Pajak penghasilan pasal 25 mengatur tentang besarnya
angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang  harus  dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan.
8.3 CARA MENGHITUNG BESARNYA ANGSURAN PAJAK
Besarnya angsuran pajaksebesar Pajak Penghasilan yang
terutangmenurutSuratPemberitahuan tahunanPajak  Penghasilan
tahun  pajak  yang  lalu  dikurangi dengan :
1. PajakPenghasilan dalam  Pasal  21yang  dipotong
sebagaimanadimaksud dan pasal 23
2. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar  negeri  yang
boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,
 Penghitungan besarnya angsuran pajak

Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan


penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan
dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut :

1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian


2. Wajib   Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur

63
3. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang
lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan
4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
5. Wajib   Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan            angsuran
bulanan lebih  besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan
6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.
 Wajib Pajak yang berhak atas kompensasi kerugian
1. Dasar penghitungan Pajak Penghasilan adalah jumlah
penghasilan neto menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak -
Penghasilan tahun pajak yang lalu setelah dikurangi dengan
kompensasi kerugian.
2. Dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
tahun pajak yang lalu atau dasar penghitungan lainnya
menyatakan rugi (lebih bayar atau nihil), besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 25 adalah nihil.
 Wajib Pajak dengan Penghasilan Tidak Teratur
Dasar penghitungan Pajak Penghasilan adalah jumlah
penghasilan neto menurut Surat Pemberitahuan Tahunan, Pajak
Penghasilan tahun pajak yang lalu setelah dikurangi dengan
penghasilan tidak teratur yang dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan tersebut.
 Wajib Pajak yang Melakukan Pembetulan SPT
1. Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan Surat
Pemberitahuan Tahunan, Pembetulan tersebut dan berlaku
surut mulai bulan batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan.
2. Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 setelah pembetulan
Surat Pemberitahuan Tahunan lebih besar dari Pajak

64
Penghasilan Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, atas
kekurangan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 terutang bunga
sesuai ketentuan PasaI 19 ayat (1) Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh
tempo penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari
masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran
3. Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 setelah pembetulan
Surat Pemberitahuan Tahunan Iebih kecil dari Pajak Penghasilan
Pasal 25 sebelum pembetulan, atas kelebihan setoran Pajak
Penghasilan Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke Pajak
Penghasilan Pasal 25 bulan-bulan berikut setelah penyampaian
Surat Pemberitahuan Tahunan Pembetulan
 Wajib Pajak Yang Mendapat Perpanjangan Penyampaian SPT
1. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai
batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
sampai dengan bulan sebelum disampaikannya Surat 
Pemberitahuan Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya
Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dihitung berdasarkan Surat
Pemberitahuan Tahunan sementara yang disampaikan Wajib
Pajak pada saat mengajukan permohonan ijin perpanjangan.
2. Apabila sesudah 3 bulan atau lebih berjalannya suatu tahun
pajak, Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa Pajak Penghasilan
yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75%
dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar
penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, Wajib Pajak
dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 25 secara tertulis kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
3. Pengajuan permohonan pengurangan besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 25 harus disertai dengan penghitungan

65
besarnya Pajak Penghasilan yang akan terutang berdasarkan
perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan
besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan yang
tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan
Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya
angsuran pajak bagi:
1. Wajib Pajak baru
2. Bank,  badan  usaha  milik  negara,  badan  usaha milik   daerah,
Wajib  Pajak  masuk  bursa,  dan Wajib Pajak lainnya yang
berdasarkan ketentuan peraturan  perundang-undangan harus
membuat laporan keuangan berkala
3. Wajib  Pajak  orang  pribadi  pengusaha  tertentu dengan tarif
paling tinggi 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari
peredaran bruto.
8.4 ANGSURAN PPH PASAL 25 BAGI WP BARU, BANK, BUMN, BUMD, DAN
WP TERTENTU LAINNYA
Berdasarkan UU PPh pasal 25 ayat (7) perhitungan PPh pasal
25 bagi WP Baru, Bank, BUMN, BUMD dan WP tertentu lainnya
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
 Sesuai dengan SeKep MenKeu No. 522/KMK/04/2000 dan diubah
menjadi SeKep MenKeu no. 84/ KMK/03/2002 besarnya angsuran
PPh Pasal 25 setiap bulan untuk WP baru dihitung sebesar jumlah
pajak yang diperoleh dari penerapan tarif umum atas penghasilan
neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (duabelas)
 Angsuran PPh pasal 25 setiap bulan bagi WP bank atau finansial
lease dengan hak opsi adalah sebesar jumlah pajak penghasilan
yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba rugi
fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang
disetahunkan dikurangi PPh pasal 24 yang dibayar atau terutang
diluar negeri untuk tahun pajak yang lalu dibagi 12

66
 Angsuran PPh pasal 25 setiap bulan bagi WP bank atau finansial
lease dengan hak opsi yang merupakan WP barumaka besarnya
angsuran PPh pasal 25 untuk triwulan pertama adalah jumlah pajak
yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas perkiraan
laba rugi fiskal triwulan pertama yang disetahunkan, dibagi 12
 Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi  Wajib Pajak
Pengusaha Tertentu ditetapkan sebesar 2% dari jumlah peredaran
bruto setiap bulan
 Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak
yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir dan
atau eceran barang-barang konsumsi melali tempat usaha/gerai
(outlet) yang tersebar di beberapa lokasi, tidak termasuk
kendaraan bermotor dan restoran.
 Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi BUMN/D dengan
nama dalam bentuk apapun kecuali Wajib Pajak Bank dan Wajib
Pajak Sewa Guna Usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak
Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas
laba rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan
(RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan oleh
Rapat Umum Pemegang saham (RUPS) dikurangi dengan
pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 25 dan Pasal 24 yang
dibayar atau terutang di luar negeri pada tahun pajak yang lalu,
dibagi 12 (duabelas)
 Apabila RKAP belum disahkan, maka besarnya angsuran PPh Pasal
25 setiap bulan adalah sama dengan angsuran PPh Pasal 25 bulan
terakhir tahun pajak sebelumnya
 Apabila ada sisa kerugian yang masih dapat dikompensasikan,
maka dasar penghitungan PPh Pasal 25 adalah Pajak Penghasilan
yang terutang atas PKP yang dihitung dari penghasilan neto

67
menurut RKAP setelah dikurangi dengan jumlah sisa kerugian yang
belum dikompensasikan tersebut.
8.5 PPH PASAL 25 UNTUK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA
TERTENTU

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 84/KMK.03/2002 Jo


KMK No. 522/KMK.04/2000, KEP - 547/PJ./2000 Jo KEP -
513/PJ./2001 JoKEP - 171/PJ./2002 Jo SE - 14/PJ.41/2002 Jo S -
58/PJ.311/2004. Ketentuan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 April
2002
1. Wajib Pajak Orang Pribadi Tertentu (WP OPPT) adalah Wajib Pajak
(WP) yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir
dan atau eceran barang-barang konsumsi melalui tempat
usaha/gerai (outlet) yang tersebar di beberapa lokasi, tidak
termasuk perdagangan kendaraan bermotor dan restoran.
2. WP  yang memiliki beberapa tempat usaha dalam satu wilayah
kerja KPP, harus mendaftarkan masing-masing tempat usahanya di
KPP yang bersangkutan.

3. WP yang memiliki beberapa tempat usaha di lebih dari 1 wilayah


kerja KPP, harus mendaftarkan setiap tempat usahanya di KPP
Lokasi masing-masing tempat usaha WP  berada.

4. Terhadap WP OPPT  tersebut di atas wajib membayar angsuran


PPh dalam tahun berjalan (PPh Pasal 25) sebesar 2 % dari jumlah
peredaran bruto berdasarkan pembukuan atau pencatatan setiap
bulan dari masing-masing tempat usaha/gerai (outlet) WP.

5. WP OP yang memberikan pernyataan semata-mata hanya memiliki


satu tempat usaha/gerai(outlet) tidak boleh dikukuhkan menjadi
WP OPPT oleh KPP Lokasi.  WP yang bersangkutan hanya wajib
mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP ke KPP Domisili.  KPP
lokasi hanya bisa memberitahukan ke WP dan KPP domisili agar

68
terhadap WP yang bersangkutan dilakukan
pendaftaran/pemberian NPWP ( lihat S - 58/PJ.311/2004 )

6. PPh Pasal 25 tersebut harus dilunasi paling lambat tanggal 15


bulan berikutnya dan harus dilaporkan ke KPP terkait paling
lambat tanggal 20 bulan tersebut dengan menggunakan SPT Masa
PPh Pasal 25 seperti contoh pada lampiran II KEP - 171/PJ./2002.

7. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut hanya


disampaikan di KPP tempat domisili Wajib Pajak terdaftar dengan
melampirkan formulir daftar jumlah penghasilan dan pembayaran
PPh Pasal 25 dari masing-masing tempat usaha/gerai (outlet).
Formulir yng digunakan seperti contoh pada lampiran I KEP -
171/PJ./2002.

8. Hal-hal penting sehubungan dengan pembayaran dan pelaporan


PPh pasal 25 untuk WP Orang Pribadi tertentu :

a. KPP lokasi adalah KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat


usaha/gerai (outlet).

b. KPP Domisili adalah KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat


tinggal WP Orang Pribadi yang bersangkutan.

69
c. Jika WP Orang Pribadi tertentu menerima atau memperoleh

  penghasilan lain yang dikenakan PPh yang bersifat tidak final maka :

   -PPh Pasal 25 yang dibayar oleh masing-masing tempat usaha/gerai


  (outlet) dapat dikreditkan dalam penghitungan PPh terutang untuk
  tahunn pajak yang bersangkutan

 -Jika ada kompensasi kerugian tahun pajak sebelumnya, kompensasi


kerugian dapat diperhitungkan dengan penghasilan WP Orang
Pribadi tertentu sepanjang belum habis masa kompensasinya

 -Besarnya angsuran PPh pasal 25 atas penghasilan lain yang


diterima atau diperoleh WP untuk bulan-bulan setelah batas waktu
penyampaian SPT tahunan PPh, sama dengan besarnya PPh Pasal 25
untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu.

 -Besarnya angsuran PPh pasal 25 atas penghasilan lain yang


diterima atau diperoleh WP untuk bulan-bulan setelah batas waktu
penyampaian SPT tahunan PPh adalah sbb =

Penghasilan
lain neto
besar angsuran yang terutang berdasarkan
Total  X
SPT tahunan PPh tahun pajak sebelumnya.
penghasilan
neto

 Contoh kasus:
Jumlah Pajak Penghasilan Tuan Purnama yang terutang sesuai dengan
SPT Tahunan PPh 2014 sebesar Rp50.000.000. Jumlah kredit pajak
Tuan Purnama pada tahun 2014 adalah Rp21.500.000, dengan rincian
sebagai berikut:

a. PPh Pasal 21 Rp10.000.000


b. PPh Pasal 22 Rp5.000.000
c. PPh Pasal 23 Rp3.000.000

70
d. PPh Pasal 24 Rp3.000.000
Berapa besarnya angsuran PPh Pasal 25 Tuan Purnama untuk tahun
2015:
Jawab:

(semua angka di tabel dalam satuan rupiah)

PPh terutang tahun 2014    50.000.000

Kredit pajak:    

PPh Pasal 21  10.000.000  

PPh Pasal 22  5.000.000  

PPh Pasal 23  3.000.000  

PPh Pasal 24 3.500.000  

Jumlah kredit pajak   (21.500.000)

Dasar Perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2015    28.500.000

Besarnya PPh Pasal 25 per bulan = Rp28.500.000/12 = Rp2.375.000.


Jadi, Tuan Purnama harus membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25
setiap bulan pada tahun 2015 mulai masa Maret sebesar Rp2.375.000.

71

Anda mungkin juga menyukai