Anda di halaman 1dari 2

adakah alternatif lain dari pembangunan yang merusak seperti itu?

kita
membangun tanpa bertumpu pada investasi besar? Apakah mungkin
membangun ekonomi tanpa merusak alam dan harmoni sosial?

Jawabannya adalah tentu saja ada.

Penerbitan Omnibus Law, atau UU Cipta Kerja, didasarkan pada asumsi-asumsi


pembangunan yang keliru. UU tersebut mengasumsikan bahwa kita hanya bisa
membangun negeri dengan mendatangkan investasi, yang pada gilirannya
diharapkan menumbuhkan ekonomi dan memperluas lapangan kerja.

Jarang dipahami bahwa investasi tidak datang cuma-cuma. Dia menuntut


pemerintah melonggarkan aturan, yakni melakukan deregulasi dan mendorong
liberalisasi ekonomi. Itu akan melucuti peran negara dalam melindungi rakyat
dan kelestarian alam.

Belakangan banyak orang memperkenalkan ukuran baru untuk menilai sukses


pembangunan: yakni indeks kebahagiaan atau mutu hidup manusia, yang lebih
penting dari sekadar statistik ekonomi-makro. 

Gagasan di balik indeks ini adalah menekankan bahwa “mutu manusia” lah
yang seharusnya menjadi kriteria utama untuk menilai kinerja pembangunan
tiap negara. 

Kita perlu meninggalkan pembangunan yang berfokus pada agregat


pertumbuhan (GDP). Kita harus membuat pembedaan antar sektor, lalu
memilih mendorong pertumbuhan sektor-sektor publik yang penting: energi
terbarukan, pendidikan, kesehatan, ekologi.

Sebaliknya, kita harus menghentikan secara radikal tumbuhnya sektor-sektor


yang tidak berkelanjutan, sektor-sektor yang cenderung mendorong konsumsi
berlebihan (periklanan misalnya) atau berbahaya bagi ekologi seperti
pertambangan batubara dan perkebunan sawit monokultur.

Salah satu kelemahan kita selama ini adalah melihat sumber daya alam
terbatas hanya pada minyak-gas dan tambang (emas, nikel, batubara dan
pasir), yang alih-alih mensejahterakan justru menimbulkan banyak konflik. 

Bahkan hutan hanya kita lihat kayunya, untuk dieksploitasi dengan cara
menggundulinya, seperti yang sudah terjadi di Sumatra dan Kalimantan. 
Potensi alam kita di luar sektor pertambangan masih sangat luas. Indonesia
adalah salah satu megadiversity dunia; negeri dengan keragaman hayati
terbesar. Jika Amerika itu superpower politik/militer, Indonesia adalah
superpower keragaman hayati.

Utang dan investasi mungkin kita butuhkan. Tapi, kita harus melepaskan
ketergantungan padanya, melepas pandangan bahwa tanpanya kita tak bisa
membangun. 

Obsesi pada utang dan investasi tak hanya memicu ketergantungan, tapi juga
melucuti peran negara dalam melindungi warga negara dan kelestarian alam.
Untuk itu, kita harus mendorong pembatalan seluruh utang lama terutama di
kalangan buruh dan pemilik usaha kecil. 

Kita juga harus mencegah penciptaan utang baru dan menuntut penghapusan
utang negara-negara berkembang kepada negara kaya maupun lembaga
keuangan internasional.

Kita perlu percaya diri, dengan kreativitas dan imajinasi yang kita punya, kita
bisa membangun dari apa yang kita punya di depan mata, salah satunya
lestarinya alam dan keragaman hayati yang selama ini kita sia-siakan.

Kita perlu mempromosikan gaya hidup yang lebih sederhana, mengurangi


drastis konsumsi dan lawatan. Kita perlu berpindah dari gayahidup bermewah-
mewah dan mubazir menuju gayahidup simple dan esensial yang berorientasi
pada kebutuhan publik dan mengutamakan prinsip berkelanjutan.

Pada intinya, kembali merenenungkan tujuan pembangunan. Tujuan


membangun peradaban, memurnikan watak manusia, menghormati alam dan
menghargai solidaritas sosial. Bukan memperbanyak keinginan lahiriah
(multiplication of wants) yang mendorong konsumerisme dan ketamakan.

Anda mungkin juga menyukai