SKRIPSI
Oleh:
WAHYU SRI WIDOWATI, S.Psi
NIM : 10115121
i
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI
PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2
DI RSUD KERTOSONO
TAHUN 2018
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Farmasi
Oleh:
WAHYU SRI WIDOWATI, S.Psi
NIM : 10115121
i
HALAMAN PERSETUJUAN
SKRIPSI
Oleh :
WAHYU SRI WIDOWATI, S.Psi
NIM : 10115121
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Program Studi S1 Farmasi
Fakultas Farmasi
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri
ii
iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Skripsi, yang saya tulis ini benar – benar
hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran
orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil
jiblakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat
Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kota
Kediri.
Skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan, dorongan dan kerjasama dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
1. Dr. Ec. Lianawati, MBA, selaku Ketua Yayasan Pendidikan Bhakti Wiyata
Kediri
2. Prof. Dr. Muhamad Zainuddin, Apt., selaku rektor Institut Ilmu Kesehatan
Bhakti Wiyata Kediri yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
menyelesaikan pendidikan.
3. Dewy Resty Basuki, M.Farm., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Institut
4. Krisna Kharisma Pertiwi, S.Farm., M.Sc., Apt. selaku Ketua Program Studi
5. Yogi Bhakti Marhenta, M.Farm., Apt selaku Dosen Pembimbing I yang telah
v
6. Umul Farida, S.Farm., M.Farm., Apt. selaku Dosen Pembimbing II yang telah
7. Ibuku Soetimah, Kakak – Kakaku Puspa, Retno, Candra dan adikku Tunjung
8. Tante Lilik, Teteh, Mbak Siti, Mbak Ning, Wahlul, Rifda dan Riski terima
9. Dr. Ir. Titiek Suryani, MT. terima kasih tak terhingga yang tiada lelah
membimbing dan selalu support penulis lebih maju, maju dan maju.
10. dr. Anik Hartiwi, Sp.A terima kasih untuk bimbingannya kepada penulis.
11. dr. Aji Hartono terima kasih untuk support dan bimbingannya kepada penulis.
12. Terima kasih untuk RS Bhayangkara Kediri, RSUD Kertosono dan KIMIA
13. Terima kasih untuk RSUD Kertosono, Mbak Isah, Mbak Suci, Mbak Titin
14. Terima kasih untuk teman Farmasi angkatan 2015, spesial untuk Sri Endang
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan dengan pahala
Penulis
vi
ABSTRAK
vii
ABSTRACT
viii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul............................................................................................. i
Halaman Persetujuan ................................................................................... ii
Halaman Pengesahan……………………………………………………… iii
Halaman Surat Pernyataan………………………………………………… iv
Kata Pengantar ............................................................................................ v
Abstrak ........................................................................................................ vii
Abstract ....................................................................................................... viii
Daftar Isi...................................................................................................... ix
Daftar Tabel ................................................................................................ xi
Daftar Gambar ............................................................................................. xii
Daftar Lampiran .......................................................................................... xiii
Daftar Arti Lambang, Singkatan, &Istilah .................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….. 1
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 6
ix
D. Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 ....................................................................... 53
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel V.8. Ketepatan Dosis pada pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
Dengan Penyakit Penyerta Hipertensi di Instalasi Rawat
Inap RSUD Kertosono Tahun 2018 ....................................... 58
Tabel V.9. Kejadian Interaksi Obat pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
Dengan Penyakit Penyerta Hipertensi di Instalasi Rawat
Inap RSUD Kertosono Tahun 2018 ....................................... 59
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar II.1 Rekomendasi Terapi Hipertensi Pasien Diabetes ............... 25
Gambar V.6 Diagram Persentase Tepat Obat dan Tidak Tepat Obat .... 56
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 : Surat Ijin Studi Pendahuluan Kepada Kesbangpol
Linmas Nganjuk ................................................................. 81
xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH
% = Persen
+ = Tambah
- = Kurang
& = Dan
β = Beta
α = Alfa
/ = Atau
CO = Cardiac Output
xiv
DBP = Diastolic Blood Pressure
dL = Desiliter
DM = Diabetes Mellitus
Mg = Miligramma
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kini sedang memasuki lingkungan global yang kompetitif dan akan terus
industri, rumah sakit juga harus mampu bersaing agar dapat bertahan dalam
Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana kesehatan, merupakan
2012).
memiliki kadar glukosa darah yang tinggi atau disebut hiperglikemia (Dwi,
2016). Diabetes Mellitus terbagi menjadi 2 tipe utama, yaitu Diabetes Mellitus
(DM) tipe 1 dan Diabetes Mellitus (DM) tipe 2. Diabetes Mellitus tipe 1
toleransi glukosa dan produksi glukosa hepatik puasa yang tinggi (WHO,
2010).
2015, prevalensi jumlah pasien Diabetes Mellitus (DM) di dunia sebesar 8,8%
dengan jumlah pasien sebesar 415 juta dan pada tahun 2040 diperkirakan
akan meningkat sebesar 10,4% dengan jumlah 642 juta pasien (IDF, 2015).
pasien Diabetes Mellitus dan 17,9 juta orang yang berisiko menderita penyakit
Diabetes Mellitus. Salah satunya adalah provinsi Jawa Timur yang masuk 10
Jawa Timur di sebabkan karena di kota besar seperti Surabaya pola hidup
masyarakatnya sebagaian besar tidak menjalankan gaya hidup sehat. Hal ini
kesibukan kerja yang tinggi sehingga tidak memiliki waktu untuk berolah
semua tingkat sel dan semua tingkat anatomik. Manifestasi komplikasi kronik
dapat terjadi pada pembuluh darah besar (makrovaskuler) dan pembuluh darah
penderita Diabetes. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang linier
darah pada pasien. Pasien Diabetes Mellitus (DM) yang disertai hipertensi
terjadi antara lain berupa penyakit jantung koroner dan stroke (Trisnawati,
2012).
dengan obat meliputi butuh tambahan terapi, pemberian obat yang tidak
dibutuhkan, salah obat, tidak tepat dosis, adverse drug reaction (ADR),
Rawat Inap RSUD Kertosono periode Januari 2018 – Desember 2018, dimana
ke dalam 10 besar penyakit terbanyak pada periode tahun 2018 dan masuk ke
maupun penelitian yang lebih spesifik tentang Diabetes Mellitus (DM) tipe 2
penelitian.
5
B. Rumusan Masalah
Militus (DM) tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono Tahun 2018
yang meliputi tepat pasien, tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis dan
C. Tujuan Penelitian
2018.
6
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
klinis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumah Sakit
dan pemulihan penderita serta memberikan pelayanan yang tidak terbatas pada
oleh Association of Hospital Care (Azwar, 1996) bahwa rumah sakit adalah
diselenggarakan.
sederhana, dan bersifat sosial. Dewasa ini, rumah sakit fungsinya berkembang
7
8
pasiennya dalam semua aspek pelayanan, baik yang bersifat fisik maupun non
a Rumah Sakit Publik, adalah rumah sakit yang dapat dikelola oleh
b Rumah Sakit Privat, adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan
persero.
tentang rumah sakit, rumah sakit dapat ditetapkan menjadi rumah sakit
pendidikan.
fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan
lengkap.
terbatas.
minimal.
b. I : 38 tempat tidur
c. II : 43 tempat tidur
sumber daya
pelanggan
tentang rumah sakit, instalasi farmasi merupakan bagian dari rumah sakit
farmasi dan bahan habis pakai yang dilakukan dengan cara sistem satu
pintu. Adapun yang dimaksud dengan sistem satu pintu adalah rumah sakit
kepentingan pasien.
Indonesia, 2004).
dengan baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian atau
unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik dan
fungsi nonklinik dan fungsi klinik. Fungsi nonklinik adalah fungsi yang
walaupun semua pelayanan farmasi harus disetujui oleh staf medik melalui
dan penderita, maka distribusi obat yang ada di dalam lingkup fungsi
sakit, seperti :
e. Pemeliharaan formularium
f. Penelitian
j. Sistem formularium
(Siregar, 2004).
16
B. Diabetes Mellitus
kerusakan pada sel-sel beta pankreas yang disebabkan oleh pengaruh dari luar
(zat kimia, virus, dan bakteri), penurunan reseptor glukosa pada kelenjar
Hormon insulin yang disekresi dari sel beta pankreas berfungsi untuk
mengatur kadar glukosa darah.Jika sel beta pankreas tidak berfungsi secara
optimal maka sekresi insulin juga akan terganggu, akibatnya kadar glukosa
darah akan masuk ke dalam urin. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya
(polyuria). Banyaknya urin yang keluar dari tubuh akan menimbulkan rasa
yang hilang melalui urin menyebabkan kurangnya jumlah glukosa yang akan
Diabetes Mellitus (DM) akan mudah lelah dan mengantuk (Hanum, 2013).
gejala akut dan gejala kronis (Fitriyani, 2015). Gejala akut meliputi banyak
dan mudah lelah. Gejala kronis meliputi kulit terasa panas seperti tertusuk-
tusuk jarum, rasa tebal pada kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk,
penglihatan menurun, kekuatan gigi melemah, keguguran pada ibu hamil, dan
3. Kadar gula darah 2 jam pp ≥ 200 mg/dL pada tes toleransi glukosa oral
menjadi 2 jenis, yaitu Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 dan Diabetes Mellitus
(DM) tipe 2:
karena kerusakan sel beta pankreas. Penyebab kerusakan sel beta (β)
tubuh mencukupi akan tetapi insulin tersebut tidak dapat bekerja secara
optimal sehingga glukosa darah tidak dapat masuk ke dalam jaringan dan
sekresi insulin, resistensi insulin meliputi otot, hati, dan adipose. Faktor
pola makan dan gaya hidup yang tidak teratur (Triplitt et al, 2005).
glukosa, bila hiperglikemia pada pasien parah dan pasien tidak memberi
lain :
1. Butuh obat, jika kondisi baru yang membutuhkan obat, kondisi kronis
2. Tidak butuh obat, jika obat yang diberikan tidak sesuai dengan indikasi
3. Obat tidak efektif, jika obat yang diberikan kepada pasien tidak efektif
4. Pasien mendapat obat yang tidak mencukupi atau kurang (dosage too low),
jika dosis obat tersebut terlalu rendah untuk memberikan efek, dan interval
5. Pasien mendapat dosis yang berlebih (dosage too high), jika dosis obat
6. Munculnya efek yang tidak diinginkan atau efek samping obat (adverse
drug reaction) dan adanya interaksi obat (drug interaction), jika ada
alergi, ada faktor resiko, ada interaksi dengan obat lain, dan hasil
D. Hipertensi
Tabel II.1 Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa menurut JNC VII
kontraksi kardiak dan tekanan diastolik adalah tekanan darah sesaat setelah
cardiac output (CO) dan tahanan perifer. Naiknya tekanan darah dapat
saat kadar glukosa darah yang terlalu banyak akan menyebabkan cairan
ekstraseluler menjadi lebih pekat karena glukosa darah tidak mudah berdifusi
melalui pori-pori membrane sehingga menarik cairan dari dalam sel dan
angka kematian, dan meningkatkan kualitas hidup pasien (Triplitt et al, 2005).
Strategi terapi dilakukan dengan 2 cara yaitu terapi non farmakologi dan terapi
a. Terapi non-farmakologi
sehat yang selama ini dijalani. Hal utama yang dapat dilakukan antara lain:
2. Pengurangan natrium
garam meja.
terhadap kardiovaskuler.
b. Terapi Farmakologi
thiazide diuretik, serta obat anti hipertensi lain seperti β–blocker, dan
1) Penghambat ACEIs
(Rudnick, 2001).
Carter, 2005).
1) Diuretik
dari diuretik.
2) β–blocker
sulfonilurea.
dilatasi.
4) Obat Simpatolitik
5) Vasodilator
(Rudnick, 2001).
antidiabetika oral.
a. Insulin
hipersensitif.
(Rudnick, 2001).
30
BAB III
KERANGKA KONSEP
Diabetes Mellitus
Hipertensi
BPJS Umum
Analisa Data
Keterangan : Kesimpulan
: Diteliti
30
31
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kadar
glukosa dalam darah yang tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau
menggunakan insulin secara cukup. Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh
dapat diprediksikan gejalannya secara pasti. Akan tetapi, terdapat beberapa gejala
seringkali muncul tanpa diketahui dan baru terdiagnosis setelah beberapa tahun
infeksi, sulit sembuh dari luka dan penglihatan yang memburuk. Penderita
obesitas dan komplikasi pada pembuluh darah serta sistem saraf (Depkes RI,
keluhan akan beberapa gejala yang umum terjadi pada penderita Diabetes
a. Poliruia, polidipsid, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak diketahui
b. Badan lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan
kmplikasi vaskuler kronik. Komplikasi kronis yang dapat terjadi akibat Diabetes
yang tidak ditangani secara tepat salah satunya yaitu hipertensi. Tekanan darah
tinggi jarang disertai gejala yang dramatis seperti nefropati atau retinopati, tetapi
penyakit lain seperti nefropati, retinopati, serangan jantung dan stroke. Serangan
jantung dan stroke meningkat dua kali lipat apabila pasien menderita Diabetes
Hipertensi adalah kondisi dimana jika tekanan darah sistole 140 mmHg
atau lebih tinggi dan tekanan darah diastole 90 mmHg atau lebih tinggi
sebagai peningkatan tekanan darah dalam pembuluh arteri yang abnormal secara
terus menerus lebih dari satu periode. Tekanan darah meningkat disebabkan
arteri. Hipertensi menambah beban kerja jantung dan arteri, yang apabila tidak
darah. Menurut WHO, batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah
dengan obat yaitu butuh obat, tidak butuh obat, obat tidak efektif, dosis kurang,
dosis berlebih, adverse drug reaction (ADR) dan risiko interaksi obat serta
meliputi tepat pasien, tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis, dan risiko interaksi
obat.
34
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
1. Lokasi
Kertosono.
2. Waktu
1. Populasi
34
35
2. Sampel
2013). Sampel dalam penelitian ini ialah catatan rekam medis yang
sederhana.
+ e
Keterangan :
= Ukuran populasi
berikut :
1 2 1 2
= 2
1 1 2(0.1) 2. 2
sebagai berikut :
a. Kriteria Inklusi
(Notoatmojo, 2010).
b. Kriteria Ekslusi
pengobatan tunggal.
Kertosono)
3. Teknik Sampling
1. Variabel
2. Definisi Operasional
atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang
a. Diabetes Mellitus
tidak bekerja secara efektif yang ditandai dengan kadar glukosa darah
melebihi normal atau kadar gula darah sewaktu ≥ 200mg/dl dan kadar
b. Hipertensi
c. Rawat Inap
dirawat dan tinggal di rumah sakit untuk jangka waktu tertentu, selama
d. Karakteristik Pasien
tekanan darah yang sangat tinggi yaitu nilai tekanan darah yang jauh
dari target nilai tekanan darah yang seharusnya, ketika tekanan darah
obat kedua dari kelas yang berbeda harus dilakukan ketika penggunaan
g. Tepat Pasien
h. Tepat Obat
terapi dan jenis obat yang sesuai dengan diagnosis. Selain itu obat
i. Tepat Indikasi
yang ditetapkan oleh dokter dengan hasil pemeriksaan tensi darah SBP
j. Tepat Dosis
k. Interaksi Obat
gula dalam darah akan tetap tinggi atau dapat menyebabkan terjadinya
oleh obat lainnya maka akan terjadi penurunan gula darah sehingga
E. Instrumen Penelitian
Sekunder.
Data Sekunder merupakan data yang diperoleh dari pihak kedua atau
ketiga dalam suatu penelitian. Data sekunder yang digunakan yaitu Data
Rekam Medis.
Data rekam medik sebagai sumber data pasien Diabetes Mellitus tipe 2
induk yang memuat identitas penderita, riwayat penyakit, diagnosa, terapi obat
tunggal, terapi obat kombinasi dan data laboratorium. Setelah itu dilakukan
kelamin.
Inap RSUD Kertosono Tahun 2018 berdasarakan JNC VIII dan ADA
2018.
Tahun 2018.
44
Tahun 2018.
Tahun 2018.
Tahun 2018.
kelamin.
Tahun 2018.
45
Tahun 2018.
Tahun 2018.
Tahun 2018.
46
H. Kerangka Kerja
Studi Literatur
Penyajian data
Analisa data
BAB V
HASIL PENELITIAN
jam. RSUD Kertosono memiliki Instalasi Rawat Inap poli dalam yang
meliputi : ruang Dahlia kelas I : 3 tt, kelas II : 6 tt dan kelas III : 32 tt, ruang
Lily kelas I : 3 tt, kelas II : 6 tt dan kelas III : 28 tt dan ruang VIP Edelweis
B. Karakteristik Pasien
pasien berjenis kelamin laki – laki sebesar 41.67% (25 pasien) dan pasien
47
48
70.00%
58.33%
60.00%
50.00%
41.67%
Persentase
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
Laki-laki Perempuan
Diabetes Mellitus Tipe 2 pada wanita lebih tinggi dibanding laki – laki.
kelompok A (masa dewasa akhir) untuk pasien yang berusia < 45 tahun,
dan kelompok D (masa manula atas) untuk pasien yang berusia > 65 tahun
45.00%
40%
40.00% 36.66%
35.00%
30.00%
Persentase
25.00%
20.00% 16.67%
15.00%
10.00% 6.67%
5.00%
0.00%
< 45 th > 65 th 45 th - 55 th 56 th - 65 th
kelompok C 40% (24 pasien) dan kelompok D 16.67% (10 pasien). Data
Tipe 2 (ADA, 2004). Orang yang mempunyai usia lebih dari 45 tahun
sel – sel beta pancreas. Sel beta pankreas yang tersisa pada umumnya
Rahardja, 2003).
51
2 dengan Hipertensi
berikut :
70.00% 65.71%
60.00%
50.00%
Persentase
40.00%
31.43%
30.00%
20.00%
10.00%
2.86%
0.00%
diberikan pada pasien hipertensi stage 1 dengan tekanan darah > 140/90
berikut :
40.0% 37.5%
35.0%
30.0%
25.0%
Persetase
20.0%
15.0% 12.5% 12.5% 12.5% 12.5% 12.5%
10.0%
5.0%
0.0%
Diuretik 12.5% (1 pasien), CAA dan ACEI 12.5% (1 pasien), ACEI dan
CCB + ARB + ACEI 12.5% (1 pasien) pada pasien Diabetes Mellitus Tipe
Tipe 2
yang dapat mengganggu regulasi darah pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
(PERKI, 2015).
1. Tepat Pasien
melihat kondisi pasien. Apabila obat yang diresepkan pada pasien tidak
Tabel V.5 Tabel Tepat Pasien Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono Tahun 2018
100% 100%
90%
80%
70%
Persentase
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
0%
Tidak Tepat Pasien Tepat Pasien
Rawat Inap di RSUD Kertosono sebanyak 100% dan tidak tepat pasien
sebanyak 0%. Tepat pasien yaitu semua pasien yang terdiagnosis Diabetes
2. Tepat Obat
dengan benar (Kemenkes RI, 2011). Tepat obat dapat dilihat pada tabel
70.00% 65.00%
60.00%
50.00%
Persentase
40.00% 35.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
Gambar V.6 Diagram Persentase Tepat Obat dan Tidak Tepat Obat
Rawat Inap RSUD Kertosono pada periode Januari 2018 – Desember 2018
3. Tepat Indikasi
60.00%
55.00%
50.00%
45.00%
40.00%
Persentase
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
4. Tepat Dosis
menentukan efikasi obat. Apabila dosis terlalu tinggi, terutama pada obat
yang memiliki rentang terapi sempit, akan sangat berisiko timbulnya efek
RI, 2011).
58
Tabel V.8 Ketepatan Dosis pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan
Penyakit Penyerta Hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD
Kertosono Tahun 2018
100.00%
91.67%
90.00%
80.00%
70.00%
Persentase
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
8.33%
10.00%
0.00%
5. Interaksi Obat
terjadi dan atau dilaporkan pernah terjadi perubahan efektivitas dari obat
Tabel V.9 Kejadian Interaksi Obat pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
dengan Penyakit Penyerta Hipertensi di Instalasi Rawat Inap
RSUD Kertosono Tahun 2018.
80.00%
71.67%
70.00%
60.00%
50.00%
Persentase
40.00%
28.33%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
Gambar V.9 Diagram Persentase Interaksi obat dan tidak terjadi Interaksi
Obat
Bentuk Frekuensi
No Nama Obat Interaksi Obat
Sediaan (%)
1 Glimepiride+ Tablet 3.64 Lisinopril meningkatkan efek
lisinopril glimepiride melalui sinergisme
farmako-dinamik
2 Glimepiride + Tablet 1.82 Captopril meningkatkan efek
Captopril glimepiride oleh Sinergisme farmako-
dinamik.
3 Furosemide + Tablet 1.82 Lisinopril dan furosemide mekanisme
Lisinopril sinergisme farmakodinamik. Monitor
resiko hipotensi akut.
4 Metformin + Tablet 5.46 Metformin menurunkan kadar
Furosemide furosemide dengan mekanisme
interaksi yang tidak ditentukan.
60
Bentuk Frekuensi
No Nama Obat Interaksi Obat
Sediaan (%)
5 Furosemide + Tablet 5.46 Furosemide meningkat-kan kadar
Metformin Injeksi metformin melalui mekanisme inter-
aksi yg tidak ditentukan.
6 Metformin + Tablet 7.27 Amlodipine mengurangi efek
Amlodipine metformin oleh antagonis
farmokodinamik
7 Metformin + Tablet 1.82 Captopril meningkatkan toksisitas
Captopril metformin melalui mekanisme
interaksi yang tidak spesifik.
8 Metformin + Tablet 1.82 Lisinopril meningkatkan toksisitas
Lisinopril metformin melalui mekanisme
interaksi yang tidak ditentukan.
meningkatkan risiko hipoglikemi
dan asidosis laktat
9 Furosemide + Injeksi 5.46 Spironolactone hemat kalium dan
Spironolactone Injeksi furosemide menurunkan kalium serum.
10 Humalog (insulin Injeksi 5.46 Captopril meningkatkan efek insulin
lispro) + Captopril Tablet lispro dengan sinergisme farmako-
dinamik, Kedua obat ini menurunkan
glukosa dara
11 Insulin lispro + Injeksi 1.82 Lisinopril meningkatkan efek insulin
Lisinopril Tablet lispro dengan sinergisme farmako-
dinamik
12 Insulin lispro + Injeksi 1.82 Clonidin mengurangi efek insulin
Catapres Tablet Lispro oleh antagonism
farmakodinamik. Gejala hipoglikemi
berkurang.
13 Insulin Lispro + Injeksi 8.33 Gejala hipoglikemia menurun.
Catapres Injeksi Mekanisme : Penurunan hipoglikemia
yang di induksi produksi katekolamin
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah 2019
2018 terjadi sebanyak 28.33% dan yang tidak terjadi interaksi obat dalam
Interaksi obat adalah salah satu masalah terkait efek obat, dimana
lain, salah satu faktor resiko terjadinya interaksi obat adalah adanya
polifarmasi, dan populasi yang beresiko tinggi adalah pada usia lanjut
(Ahmad, 2015).
62
BAB VI
PEMBAHASAN
Rawat Inap RSUD Kertosono periode Januari 2018 - Desember 2018. Penelitian
tepat pasien, tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis dan kejadian interaksi obat.
Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono periode Januari 2018 – Desember 2018
paling banyak terjadi pada pasien berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar
58.33% (35 pasien) dan untuk pasien berjenis kelamin laki – laki sebanyak
sebesar 70.73% dan persentase pasien berjenis kelamin laki – laki sebesar
27.23% (Ansa, dkk. 2011). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2007 dan
2013 juga menunjukkan bahwa prevalensi pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan
berjenis kelamin laki – laki (Kemenkes, 2014). Hal tersebut sesuai dengan teori
62
63
dalam mensekresi adipokin dan subtansi lain yang berhubungan dengan penyakit
Kertosono periode Januari 2018 - Desember 2018 pada tabel V.2 menunjukkan
bahwa jumlah persentase usia pasien kelompok usia < 45 tahun sebesar 6.67% (4
kelompok usia 56 tahun – 65 tahun sebesar 40% (24 pasien) dan kelompok usia >
65 tahun sebesar 16.67% (10 pasien). Melalui hasil data tersebut, diketahui bahwa
terbanyak yaitu sebanyak 24 pasien. Hasil tersebut sesuai dengan teori bahwa
individu yang memiliki usia diatas 56 tahun (56 – 65), lebih berisiko terkena
penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 karena pada usia tersebut, terjadi defisiensi
fungsi kerja tubuh (degenerative), terutama pada sel beta pankreas yang
merupakan penghasil hormon insulin tubuh dan regulasi tekanan darah (Zahtamal,
2007). Usia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit Diabetes
Mellitus Tipe 2 yang tidak bisa diubah. Seiring bertambahnya usia seseorang,
64
pola gaya hidup yang tidak sehat. Individu yang menderita Diabetes Mellitus Tipe
semakin tinggi kadar glukosa darah, maka viskositas darah juga semakin
2 dengan komplikasi hipertensi ada dua yaitu terapi tunggal dan terapi kombinasi
obat. Data penggunaan obat antihipertensi pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
dengan komplikasi hipertensi yang menjadi sampel di Instalasi Rawat Inap RSUD
Kertosono periode Januari 2018 – Desember 2018 ditunjukkan pada tabel V.3.
Amlodipin merupakan obat yang paling banyak diresepkan pada pasien, yaitu
dengan cara menghambat kanal kalsium pada sel otot polos dan jantung (BPOM,
dikarenakan amlodipine memiliki potensi efek samping yang lebih ringan dari
pada captopril, seperti batuk kering yang sering terjadi pada pasien yang
golongan diuretic loop yang diresepkan pada 31.43% (11 pasien). Obat ini
Catapres merupakan obat anti hipertensi yang merupakan golongan central alpha-
2 agonis secara khusus obat ini berguna bagi pasien dengan hipertensi labil yang
ditandai dengan peningkatan tekanan darah yang signifikan. Obat ini aman
kadar glukosa darah yang tak terkontrol (Sisca, 2007). Manitol merupakan
diuretik osmotik terutama bekerja pada tubulus proksimal dan pars desendens
lengkung Henle. Melalui efek osmotik, diuretik juga menghambat efek ADH pada
mengurangi waktu kontak antara cairan dan epitel tubular, sehingga mengurangi
Na+ serta reabsorpsi air (Tavakkoli, 2011). Captopril diresepkan sebanyak 2.86%
dalam JNC VII, terutama pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 karena memiliki
gagal ginjal atau bila dikombinasi dengan penghambat ACE, ARB, Beta-blocker,
AINS, dengan atau suplemen kalium. Diuretik hemat kalium dihindari bila pasien
untuk pasien yang kontrol tekanan darahnya sulit untuk mencapai target terapi
mencapai target klinis, dimana tujuan utama dalam terapi antihipertensi adalah
target. Apabila dengan terapi tunggal target terapi tidak dapat dicapai, maka dosis
dapat ditingkatkan atau menambahkan terapi antihipertensi dari kelas terapi lain
dengan hipertensi yang meliputi tepat pasien, tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis
Penelitian yang dilakukan pada data rekam medis pasien Diabetes Mellitus
periode Januari 2018 – Desember 2018 mengenai evaluasi ketepatan pasien tidak
dengan kondisi pasien saat berobat dan tidak memiliki riwayat alergi pada obat
antihipertensi yang diresepkan. Seperti yang terlihat pada gambar diagram V.5
Januari 2018 – Desember 2018 pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan
komplikasi hipertensi yaitu sebesar 100% (60 pasien) telah memenuhi kriteria
tepat pasien. Hasil evaluasi ketepatan pasien dalam penelitian ini selaras dengan
pasien hipertensi dengan gagal ginjal kronik di RSUD Pandan Arang Boyolali
2018.
Melalui tabel V.6 diketahui bahwa ketepatan obat dalam skala sebesar
65% sampel (39 pasien) dinyatakan tepat obat sedangkan 35% sampel (21 pasien)
dinyatakan tidak tepat obat. 21 pasien yang menerima pengobatan tidak tepat
skala dinyatakan tepat obat apabila dalam riwayat pengobatannya, pasien selalu
menjadi sampel di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono periode Januari 2018 –
ACEI, CCB, diuretic dan CAA. Golongan obat antihipertensi yang diresepkan di
Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono periode Januari 2018 – Desember 2018
sudah sesuai dengan obat – obat yang direkomendasikan dalam JNC VIII yaitu
Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan komplikasi hipertensi sesuai sebagai first line
theraphy dalam JNC VIII dan ADA 2018 Menurut penelitian yang dilakukan
kerusakan ginjal secara bermakna, terutama pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
meskipun amlodipine tidak lebih baik dari captopril dalam hal neuroprotektan,
tetapi karena amlodipine memiliki risiko efek samping yang lebih rendah, maka
untuk pasien lanjut usia. Peresepan obat dari golongan CCB dinyatakan tepat
Inap RSUD Kertosono merupakan diuretic loop dan hemat kalium yaitu
sehinnga disebut sebagai loop diuretic (Hunt, et al., 2005). Diuretik hemat kalium
seperti spironolactone bekerja pada tubulus distal ginjal (Hunt, et al., 2005).
Diuretik adalah golongan obat yang mampu meningkatkan laju aliran urin.
Diuretik bekerja dengan cara menghambat transport ion yang mampu menurunkan
reabsorpsi dari ion Na+ pada bagian tertentu dari nefron. Hal tersebut dapat
mengakibatkan ion Na+ dan banyak ion lain berada dalam urin dalam jumlah
melebihi kondisi normal barsama – sama dengan air, yang mengangkut secara
Tujuan utama pemberian diuretic adalah untuk mengurangi gejala retensi cairan
hospitalisasi pada pasien gagal jantung (Parker, et al, 2008). Dosis furosemide 1
atau 2 kali 20 – 40mg dosis total maksimal per hari 600 mg dengan durasi 6 – 8
jam sedangkan spironolakton dosis awal perhari 1 kali 12,5 – 25 mg dosis total
ditegakkan tidak sesuai maka obat yang digunakan juga tidak akan memberi efek
yang diinginkan. Menurut pedoman JNC VIII dan ADA 2018, penggunaan obat -
obat antihipertensi jika diukur dari tekanan darah dapat dilihat pada algorithm
penanganan hipertensi yaitu apabila tekanan darah sistolik 140 – 160 mmHg atau
dan apabila tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau tekanan darah diastolic ≥ 100
mmHg perlu diberikan kombinasi 2 macam obat atau lebih. Evaluasi ketepatan
indikasi dilihat perlu atau tidaknya pasien di beri obat antihipertensi berdasarkan
tekanan darah. Berdasarkan data yang diambil dari rekam medis pasien Diabetes
RSUD Kertosono selama periode Januari 2018 – Desember 2018 telah memenuhi
tepat indikasi sebesar 55% (33 pasien) dan yang tidak memenuhi indikasi sebesar
45% (27 pasien). Hal ini disebabkan oleh peresepan antihipertensi mengikuti
ketersediaan obat di rumah sakit yang berdasar formularium rumah sakit yang
berdasarkan pada Formularium Nasional, oleh karena itu nilai ketepatan indikasi
Tepat dosis adalah jumlah obat yang diberikan berada dalam range terapi
yang dibutuhkan (WHO, 2012). Regimentasi dosis obat antihipertensi pada pasien
dalam penelitian ini dinyatakan tepat dosis apabila dosis perhari yang diberikan
pada pasien sesuai dengan dosis yang ditetapkan dalam guideline American
dinyatakan tepat dosis, sementara 8.33% sampel (5 pasien) dinyatakan tidak tepat
dosis. 5 pasien yang dinyatakan tidak tepat dosis dikarenakan dosis yang diterima
pasien dibawah dosis minimum untuk hipertensi dalam guideline JNC VIII
Interaksi obat terjadi jika efek suatu obat berubah akibat adanya obat lain,
makanan atau minuman. Interaksi obat dapat menghasilkan efek yang memang
dikehendaki atau efek yang tidak dikehendaki yang lazimnya menyebabkan efek
samping obat dan atau toksisitas karena meningkatnya kadar obat di dalam
plasma, atau sebaliknya menurunnya kadar obat dalam plasma yang menyebabkan
hasil terapi menjadi tidak optimal. (Ament PW et al, 2000) . Mayoritas dari pasien
RSUD Kertosono periode Januari 2018 – Desember 2018 mendapat resep dengan
jumlah obat lebih dari dua kombinasi, karena selain menerima obat antidiabetik
untuk mengontrol gula darah, juga terdapat resep obat antihipertensi untuk
mengontrol tekanan darah. Interaksi obat terjadi sebanyak 28.33% (17 pasien).
terdapat interaksi yaitu lisinopril dapat meningkatkan efek glimepiride, kedua obat
tersebut tetap bisa digunakan untuk terapi tetapi tetap harus dibawah monitoring
meningkatkan efek toksisitas dari metformin, tetapi kedua obat tersebut tetap bisa
72
digunakan tetapi harus di monitoring oleh petugas kesehatan baik dokter maupun
furosemide terdapat interaksi obat, tetapi kedua kombinasi obat tersebut tetap
dapat digunakan dengan monitoring oleh tenaga kesehatan baik farmasi ataupun
metformin, kedua kombinasi obat tersebut tetap dapat digunakan tetapi harus
interaksi obat, dimana amlodipine dapat mengurangi efek kerja obat metformin,
kedua kombinasi obat tersebut tetap bisa di gunakan untuk terapi farmakologi
tetapi harus tetap dalam monitoring tenaga farmasis ataupun dokter. Glimepiride
glimepiride sebagai obat hipoglikemik, kedua jenis obat tersebut masih dapat
toksisitas metformin, kedua kombinasi obat tersebut tetap bisa digunakan tetapi
harus dimonitoring oleh tenaga kesehatan seperti farmasis atau dokter karena
interaksi obat, dimana lisinopril dapat menimbulkan efek kinerja insulin lispro
tetap harus di monitoring dalam pemakaiannya oleh tenaga farmasis atau dokter.
lispro sebagai terapi hipoglikemik, kedua obat tersebut masih dapat digunakan
tetapi tetap harus dalam pengawasan tenaga farmasis atau dokter karena kedua
obat tersebut memiliki efek menurunkan glukosa darah, tetap harus di pantau
gula darah apabila kedua obat ini digunakan. Insulin lispro penggunaanya
catapres dapat mengurangi efek kerja insulin lispro, kedua kombinasi obat
tersebut tetap dapat digunakan tetapi tetap harus di monitoring oleh tenaga
dapat menurunkan kalium serum, kedua obat ini tetap dapat digunakan bersama
tetapi harus dalam monitoring secara ketat oleh tenaga farmasis atau dokter dalam
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
RSUD Kertosono pada tahun 2018 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
74
75
sebanyak 100% (60 pasien), tepat obat 65% (39 pasien), tepat indikasi
55% (33 pasien), tepat dosis 91.67% (55 pasien) dan kejadian interaksi
B. Saran
perhatikan agar tercapai terapi yang tepat untuk pengelolaan tekanan darah
2. Perlu penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar
dengan waktu yang lebih lama, dan secara prospektif untuk mengukur
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, L. 2004. Farmasi Rumah Sakit, Teori dan Penerapan, 25 – 49. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Ament, P.W. Bertolino, J.G. Liszewski, J.L. (2000). Clinical pharmacology:
clinically significantdrug interactions. Am fam Physician.
Ammerican Diabetes Association. 2004. Diagnosis And Clasification Of Diabetes
Melitus. Diabetes Care.
American Diabetes Association. 2014. Genetics Of Diabetes.[Cited 3 Maret
2019].Available from http://www.diabete.org/diabetes.basics/genetics-of-
diabetes.html.
American Diabetes Association. 2018. Standards Of Medical Care In Diabetes.
2018.
Annarnita, A. A. 2014 .Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Obat
Stagnant Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin
Makassar Tahun 2014. Tesis. Universitas Hasanudin Makassar.
Ansa, DA. Goenawi, RL. Tjitrosantoso, MH. 2011. Kajian Penggunaan Obat
Antihipertensi Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Instalasi Rawat
Inap BLU RSUP DR.R.D. Kandou Manado Periode Januari – Desember
2010. FMIPA Unsrat, Manado.
Aprinaldi. 2016. Interaksi Obat. Diakses 16 Agustus 2019. dari ilal Aprinaldi :
http://aprnaldibilal.bs.com/2016/11/Interaksi-obat.html.
Arnita, E. (2012). Hubungan tingkat pendidikan ibu hamil primigravida dengan
pengetahuan tentang pemeriksaan antenatal care (ANC) di BPS Sri Martuti
Piyungan Bantul.
Aziza, Lucky. 2007. Peran Antagonis Kalsium dalam penatalaksanaan
Hipertensi. Majalah Kedokteran Indonesia. Volum: 57. Nomor: 8.
Azwar, S. 1999. Pengantar Adminitrasi Kesehatan. Binarupa Aksara. Jakarta.
BPOM RI. Adan Pengawas Obat dan Makanan. 2015. Pusat Informasi Obat
Nasional. Antihipertensi. Diakses 16 Agustus 2019. dari Pusat Informasi
Obat Nasional : http://pionas.pom.go.id/ioni/bab.2 sistim-kardiovaskular-
0/23-antihipertensi.
Cipolle, R.J. Strand, L.M. and Morley P.C. 2007. Pharmaceutical Care Practise
Second Edition. New York : McGraw Hill. pp. 173-187.
76
77
Chobanian, A.V. Akris, G.K. Lack, H.R. Cushman, W.C. Green, L.A. Izzo, J.L.
Jones, D.W. Materson, .J. Oparil, S. Wright, J.T. Roccella, E.J. and the
National High lood Pressure Education Program Coordinating Committee
2004. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,
detection, Evaluation, and Treatment of High lood Pressure. US
Depertement of Healt an Human Services, Boston.
Corwin, E. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Davis, et al. 2012. Memahami Peningkatan Berat Badan Saat Menopouse.
Climacteric. 15(4): 19-29.
DiabetesUKC. 2014.Diabetes Key Stasguideline. [Cited 3 Maret 2019]. Available
from http ://www.diabetes.org.uk/Documents/About%20Us/Statics/Diabetes-key-stas-
guideline-Maret2019.pdf.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2005. Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Diabetes Mellitus. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2006. Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Hipertensi. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Dwi, Desie W. 2016. Aplikasi Terapeutik Geraniin dari Ekstrak Kulit Rambutan
(Nephelium Lappaceum) sebagai Antihiperglikemik melalui Aktivitasnya
sebagai Antioksidan pada Diabetes Melitus Tipe 2. Nurse Line Journal.
Vol 1. No 1.
Eliana, F. 2015. Diabetes Mellitus Tipe 2. Journal Majority. 4 (5).
Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta : Aditya
Media.
Fatimah, R. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Majority. Vol 4, No 5 : 93 –
101.
Gomer, Beth. 2014. Farmakologi Hipertensi. Terjemahan Diana Lyrawati. 2008
Nugroho. Jakarta : EGC.
Gunawan, S.A. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Universitas Indonesia
Jakarta. hal. 375-376, 383.
Guyton, A. C. Hall, J. E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta
: EGC. 1022
Hanum, N.N. 2013. Hubungan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Dengan Profil
Lipid Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Cilegon Periode Januari-April 2013. Skripsi. FK dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
78
Herlinawati, A.V. 2009. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) Pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Umum
Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008. Skripsi. Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
International Diabetes Federation. 2015. IDF Diabetes Atlas Seventh Edition
2015. Dunia : IDF
James, P.A. Oparil, S. Carter, .L. Cushman, W.C. Dennison-Himelfarb, C.,
Handler, J. Lackland, D.T. LeFevre, M.L. MacKenzie, T.D. Ogedegbe, O.
Smith Jr. S.C Svetkey, L.P. Taler, S.J. Townsend, R.R. Wright Jr. J.T.,
Narva, A.S. dan Ortiz, E. 2014. Evidence Based Guideline for the
Management of High Blood Pressure in Adult Report From the Panel
Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC, VIII),
JAMA. 311 (5). 507-520.
JNC VII. 2003. The Seventh Report Of The Joint National Committee On
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment Of High lood Pressure
Hypertension, 42 : 1206 – 52. [Cited 3 Maret 2019]. Available from
http://hyper.ahajournals.org/cgi/content/full/42/6/1206.
JNC VIII. 2014. The Eight Report Of The Joint National Committee.
Hypertension Guideline: An. In – Depth Guide. AmJ. Manag Care.
Kemenkes RI. 2014. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Meirinawi, A. 2006. Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Pasien Diabetes Melitus
Komplikasi Hipertensi Rawat Inap Periode 2005 Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta. Skripsi. Fakultas farmasi Universitas Sanata Dharma.
Yogyakarta.
Lampiran 1
82
Lampiran 2
83
Lampiran 3
84
Lampiran 4
85
Lampiran 5
86
Lampiran 6
87
Lampiran 7
88
Lampiran 8
89
Lampiran 9
89
90
Lampiran 10
90
91
Lampiran 11
92
Lampiran 12
93
Lampiran 13
93
94
Lampiran 14
DOKUMENTASI PENELITIAN