Anda di halaman 1dari 113

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI

PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2


DI RSUD KERTOSONO
TAHUN 2018

SKRIPSI

Oleh:
WAHYU SRI WIDOWATI, S.Psi
NIM : 10115121

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2019

i
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI
PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2
DI RSUD KERTOSONO
TAHUN 2018

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Farmasi

Oleh:
WAHYU SRI WIDOWATI, S.Psi
NIM : 10115121

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2019

i
HALAMAN PERSETUJUAN

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI


PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2
DI RSUDKERTOSONO
TAHUN 2018

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan


Pendidikan Farmasi di Fakultas Farmasi
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

Oleh :
WAHYU SRI WIDOWATI, S.Psi
NIM : 10115121

Skripsi ini Telah Disetujui :


28 Agustus 2019

Pembimbing I Pembimbing II

Yogi Bhakti Marhenta, M.Farm.,Apt Umul Farida,S.Farm.,M.Farm.,Apt

Mengetahui,
Program Studi S1 Farmasi
Fakultas Farmasi
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

Krisna Kharisma Pertiwi, S.Farm.,M.Sc.,Apt


Ketua Program Studi

ii
iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : WAHYU SRI WIDOWATI, S.Psi
NIM : 10115121
Program Studi : S1 Farmasi
Judul Skripsi : Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2 Di RSUD Kertosono Tahun
2018

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Skripsi, yang saya tulis ini benar – benar
hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran
orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil
jiblakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Kediri, 28 Agustus 2019


Yang Membuat Pernyataan,

Wahyu Sri Widowati, S.Psi


NIM . 10115121

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat

dan karunia-Nya, telah terselesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Evaluasi

Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD

Kertosono Tahun 2018” guna memenuhi syarat dalam menyelesaikan program

Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kota

Kediri.

Skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan, dorongan dan kerjasama dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada

1. Dr. Ec. Lianawati, MBA, selaku Ketua Yayasan Pendidikan Bhakti Wiyata

Kediri

2. Prof. Dr. Muhamad Zainuddin, Apt., selaku rektor Institut Ilmu Kesehatan

Bhakti Wiyata Kediri yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk

menyelesaikan pendidikan.

3. Dewy Resty Basuki, M.Farm., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Institut

Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

4. Krisna Kharisma Pertiwi, S.Farm., M.Sc., Apt. selaku Ketua Program Studi

Strata-1 Farmasi Insitut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

5. Yogi Bhakti Marhenta, M.Farm., Apt selaku Dosen Pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan dalam pembuatan Skripsi ini.

v
6. Umul Farida, S.Farm., M.Farm., Apt. selaku Dosen Pembimbing II yang telah

banyak memberikan pengarahan dan bantuan pada waktu melaksanakan

penelitian sehingga dapat berjalan dengan lancar.

7. Ibuku Soetimah, Kakak – Kakaku Puspa, Retno, Candra dan adikku Tunjung

terima kasih untuk semua dan segalanya.

8. Tante Lilik, Teteh, Mbak Siti, Mbak Ning, Wahlul, Rifda dan Riski terima

kasih untuk supportnya.

9. Dr. Ir. Titiek Suryani, MT. terima kasih tak terhingga yang tiada lelah

membimbing dan selalu support penulis lebih maju, maju dan maju.

10. dr. Anik Hartiwi, Sp.A terima kasih untuk bimbingannya kepada penulis.

11. dr. Aji Hartono terima kasih untuk support dan bimbingannya kepada penulis.

12. Terima kasih untuk RS Bhayangkara Kediri, RSUD Kertosono dan KIMIA

FARMA 75 Mojoroto-Kediri untuk bimbingannya kepada penulis.

13. Terima kasih untuk RSUD Kertosono, Mbak Isah, Mbak Suci, Mbak Titin

dan team rekam medis.

14. Terima kasih untuk teman Farmasi angkatan 2015, spesial untuk Sri Endang

dan Falenriana Riposele.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan dengan pahala

dan rahmatNya yang tak hingga.

Kediri, Agustus 2019

Penulis

vi
ABSTRAK

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN


DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUD KERTOSONO TAHUN 2018

Wahyu Sri Widowati, Yogi Bhakti Marhenta1, Umul Farida2

Diabetes Mellitus adalah suatu gangguan pada metabolisme karbohidrat,


lipid dan protein dengan berbagai penyebab dan merupakan suatu penyakit yang
kronik. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan obat
antihipertensi pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD
Kertosono tahun 2018 yang meliputi: tepat pasien, tepat obat, tepat indikasi, tepat
dosis dan interaksi obat. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
retrospektif dengan menggunakan data rekam medis 60 pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2. Evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada pasien diabetes mellitus tipe
2 dilakukan secara deskriptif dengan membandingkan data penelitian terhadap
literature. Hasil penelitian menunjukkan : penggunaan obat antihipertensi tunggal
Amlodipine 39.19%, Furosemide 20.27%, Lisinopril 13.51%, Catapres 9.46%,
Manitol 6.76%, Captopril 5.41%, Spironolaktone 4.05%, Irbesartan 1.35%.
Penggunaan obat antihipertensi kombinasi obat yaitu Amlodipine + Manitol 25%,
Furosemide + Spironolaktone 25%, Catapres + Captopril 8.34%, Captopril +
Manitol 8.34%, Amlodipine + Lisinopril + Manitol 8.33%, Amlodipine +
Irbesartan + Captopril 8.33%, Amlodipine + Catapres 8.33%, Furosemide +
Lisinopril 8.33%. Evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada pasien diabetes
mellitus tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono pada tahun 2018 meliputi
: tepat pasien 100%, tepat obat 65%, tepat indikasi 55%, tepat dosis 91.67% dan
kejadian interaksi obat sebesar 28.33% dari 60 sampel. Evaluasi penggunaan obat
antihipertensi pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD
Kertosono pada tahun 2018 yang meliputi : tepat pasien sebanyak 100%, tepat
obat sebanyak 65%, tepat indikasi sebanyak 55%, tepat dosis sebanyak 91.67%
dan kejadian interaksi obat sebesar 28.33%.

Kata kunci : Diabetes mellitus tipe 2, antihipertensi, evaluasi penggunaan obat

vii
ABSTRACT

EVALUATION OF THE USE OF ANTIHIPERTENSION


IN DIABETES MELLITUS TYPE 2 PATIENTS
IN RSUDKERTOSONO
IN 2018

Wahyu Sri Widowati, Yogi Bhakti Marhenta1, Umul Farida2

Diabetes Mellitus is a disorder in the metabolism of carbohydrates, lipids


and proteins with various causes and is a chronic disease. This study aims to
evaluate the use of antihypertensive drugs in Type 2 Diabetes Mellitus patients in
the Inpatient Installation of Kertosono Regional Hospital in 2018 which includes:
right patient, right medication, right indication, right dose and drug interactions.
This research is a retrospective descriptive study using medical records of 60
Type 2 Diabetes Mellitus patients. Evaluation of the use of antihypertensive drugs
in patients with type 2 diabetes mellitus is done descriptively by comparing
research data to the literature. The results showed: the use of a single
antihypertensive drug Amlodipine 39.19%, Furosemide 20.27%, Lisinopril
13.51%, Catapres 9.46%, Manitol 6.76%, Captopril 5.41%, Spironolactone
4.05%, Irbesartan 1.35%. The use of antihypertensive drugs in combination with
drugs are Amlodipine + Mannitol 25%, Furosemide + Spironolactone 25%,
Catapres + Captopril 8.33%, Captopril + Manitol 8.34%, Amlodipine + Lisinopril
+ Manitol 8.33%, Amlodipine + Irbesartan + Captopril 8.33%, Captopril +
Manitol 8.34%, Amlodipine + Lisinopril + Manitol 8.33%, Amlodipine +
Irbesartan + Captopril 8.33%, Amtopodipine + Amaptodress %, Furosemide +
Lisinopril 8.33%. Evaluation of the use of antihypertensive drugs in patients with
type 2 diabetes mellitus in the Inpatient Installation of Kertosono Regional
Hospital in 2018 includes: 100% correct patients, 65% correct drugs, 55% precise
indications, 91.67% correct doses and the incidence of drug interactions by
28.33% from 60 samples . Evaluation of the use of antihypertensive drugs in
patients with Type 2 Diabetes Mellitus in the Inpatient Installation of Kertosono
Regional Hospital in 2018 which included: 100% correct patients, 65% correct
drugs, 55% correct indications, 91.67% correct doses and the incidence of drug
interactions amounted to 28.33%.

Keywords: Type 2 diabetes mellitus, antihypertension, evaluation of drug use

viii
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul............................................................................................. i
Halaman Persetujuan ................................................................................... ii
Halaman Pengesahan……………………………………………………… iii
Halaman Surat Pernyataan………………………………………………… iv
Kata Pengantar ............................................................................................ v
Abstrak ........................................................................................................ vii
Abstract ....................................................................................................... viii
Daftar Isi...................................................................................................... ix
Daftar Tabel ................................................................................................ xi
Daftar Gambar ............................................................................................. xii
Daftar Lampiran .......................................................................................... xiii
Daftar Arti Lambang, Singkatan, &Istilah .................................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….. 1
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………... 7


A. Rumah Sakit ............................................................................ 7
B. Diabetes Mellitus .................................................................... 16
C. Drug Related Problems (DRPs).............................................. 19
D. Hipertensi ................................................................................ 20
E. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Komplikasi Hipertensi ... 22

BAB III KERANGKA KONSEP………………………………………. 30

BAB IV METODE PENELITIAN……………………………………... 34


A. Rancangan Penelitian .............................................................. 34
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 34
C. Populasi, Sampel dan Sampling .............................................. 34
D. Variabel dan Definisi Operasional .......................................... 38
E. Instrumen Penelitian ............................................................... 42
F. Prosedur Pengumpulan Data ................................................... 42
G. Pengolahan Data dan Analisa Data ......................................... 43
H. Kerangka Kerja ....................................................................... 46

BAB V HASIL PENELITIAN…………………………………………... 47


A. Karakteristik Pasien ............................................................... 47
B. Karakteristik Berdasarkan Usia............................................... 47
C. Profil Pengobatan Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
Dengan Hipertensi ................................................................... 51

ix
D. Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 ....................................................................... 53

BAB VI PEMBAHASAN ......................................................................... 64

BAB VII PENUTUP ................................................................................ 74


A. Kesimpulan ........................................................................... 74
B. Saran ..................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 76


LAMPIRAN .............................................................................................. 81

x
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel II.1. Klasifikasi Tekanan Darah..................................................... 21

Tabel V.1. Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin 48

Tabel V.2. Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Usia .............. 51

Tabel V.3. Penggunaan Obat Antihipertensi Tunggal pada Pasien


Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD Kertosono Tahun 2018 .. 51

Tabel V.4. Penggunaan Kombinasi Obat Antihipertensi pada Pasien


Diabetes Mellitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap
RSUD Kertosono Tahun 2018 ............................................... 52

Tabel V.5. Tepat Pasien pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2


di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono Tahun 2018 ........ 54

Tabel V.6. Ketepatan Pemilihan Obat Antihipertensi pada Pasien


Diabetes Mellitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap
RSUD Kertosono Tahun 2018 ............................................... 55

Tabel V.7. Ketepatan Indikasi pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2


Dengan Penyakit Penyerta Hipertemso di Instalasi Rawat
Inap RSUD Kertosono Tahun 2018 berdasarkan Literature
Guedeline ADA 2018 ........................................................... 56

Tabel V.8. Ketepatan Dosis pada pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
Dengan Penyakit Penyerta Hipertensi di Instalasi Rawat
Inap RSUD Kertosono Tahun 2018 ....................................... 58

Tabel V.9. Kejadian Interaksi Obat pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
Dengan Penyakit Penyerta Hipertensi di Instalasi Rawat
Inap RSUD Kertosono Tahun 2018 ....................................... 59

Tabel V.10 Interaksi Obat dan Rekomendasi pada Pasien Diabetes


Mellitus Tipe 2 Dengan Penyakit Penyerta Hipertensi di Instalasi
Rawat Inap RSUD Kertosono Tahun 2018............................ 59

xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar II.1 Rekomendasi Terapi Hipertensi Pasien Diabetes ............... 25

Gambar III.1 Kerangka Konsep ............................................................... 30

Gambar IV.1 Kerangka Kerja ................................................................... 46

Gambar V.1 Diagram Persentase Karakteristik Subyek Penelitian


Jenis Kelamin Pasien ......................................................... 48

Gambar V.2 Diagram Persentase Karakteristik Subyek Penelitian


Berdasarkan Usia Pasien .................................................... 50

Gambar V.3 Diagram Persentase Penggunaan Obat Antihipertensi


Tunggal ................................................................................ 51

Gambar V.4 Diagram Persentase Penggunaan Obat Antihipertensi


Kombinasi ........................................................................... 53

Gambar V.5 Diagram Persentase Tepat Pasien ...................................... 55

Gambar V.6 Diagram Persentase Tepat Obat dan Tidak Tepat Obat .... 56

Gambar V.7 Diagram Persentase Tepat Indikasi dan Tidak Tepat


Indikasi ............................................................................... 57

Gambar V.8 Diagram Persentase Ketepatan Dosis dan Tidak Tepat


Dosis .................................................................................. 59

Gambar V.9 Diagram Persentase Interaksi obat dan Tidak Terjadi


Interaksi Obat .................................................................... 60

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 : Surat Ijin Studi Pendahuluan Kepada Kesbangpol
Linmas Nganjuk ................................................................. 81

Lampiran 1 : Surat Rekomendasi Penelitian dari Kesabangpol Linmas


Nganjuk kepada RSUD Kertosono ..................................... 82

Lampiran 3 : Surat Studi Pendahuluan dari IIK Bhakti Wiyata Kediri


Kepada Direktur Rumah Sakit Kertosono............................ 83

Lampiran 4 : Surat Ijin Studi Pendahuluan dari RSUD Kertosono


kepada Kesbangpol Linmas Nganjuk .................................. 84

Lampiran 5 : Surat Ijin Penelitian dari IIK Bhakti Wiyata Kediri


Kepada Direktur RSUD Kertosono ..................................... 85

Lampiran 6 : Surat Keterangan Penelitian dari RSUD Kertosono ........... 86

Lampiran 7 : Surat Keterangan telah Melaksanakan Penelitian dari


RSUD Kertosono ................................................................ 87

Lampiran 8 : Surat Keterangan Lulus Etik ............................................... 88

Lampiran 9 : Surat Keterangan dari RSUD Kertosono 10 Besar


Penyakit Terbanyak di RSUD Kertosono Tahun 2018 ....... 89

Lampiran 10 : Surat Keterangan dari RSUD Kertosono 10 Penyakit


Penyebab Kematian Tertinggi di RSUD Kertosono ........... 90

Lampiran 11 : Surat Keterangan Jumlah Tempat Tidur Dalam Setiap


Ruangan Di RSUD Kertosono ............................................ 91

Lampiran 12 : Surat Keterangan Jumlah Tempat Tidur Di Ruang ICU ..... 92

Lampiran 13 : Lembar Pengumpulan Data ................................................. 93

Lampiran 14 : Dokumentasi Penelitian ...................................................... 97

xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH

% = Persen

+ = Tambah

- = Kurang

≥ = Lebih Dari Sama Dengan

& = Dan

β = Beta

α = Alfa

/ = Atau

≤ = Kurang Dari Sama Dengan

ACC = American College of Cardiology

ACEI = Angiotensin Corverting Enzyme Inhibitor

ADA = American Diabetes Association

ADR = Adverse Drug Reaction

AHA = American Heart Association

ARBS = Angiotensin Receptor Blockers

CCB = Calcium Channel Blockers

CAA = Centrally Acting Agents

CNS = Central Nervous System

CO = Cardiac Output

xiv
DBP = Diastolic Blood Pressure

dL = Desiliter

DM = Diabetes Mellitus

DRPs = Drug Related Problems

GFR = Glomerular Filtration Rate

HbA1C = Hemoglobin A1C

IDDM = Insulin Dependent Diabetea Mellitus

IDF = International Diabetes Federation

JNC = Joint National Committee

Mg = Miligramma

mmHg = Milimeter Hydrargyrum

NIDDM = Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus

NSAID = Non Steroid Anti Inflamatory Drug

OHO = Obat Hipoglikemik Oral

RAAS = Renin Angiotensin Aldosteron System

RSUD = Rumah Sakit Umum Daerah

SBP = Systolik Blood Pressure

WHO = World Health Organization

xv
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peran rumah sakit sebagai organisasi pelayanan kesehatan pada masa

kini sedang memasuki lingkungan global yang kompetitif dan akan terus

berubah sehingga membutuhkan pengelolaan yang tepat. Seperti halnya

industri, rumah sakit juga harus mampu bersaing agar dapat bertahan dalam

persaingan global. Konsep kesatuan upaya kesehatan menjadi pedoman dan

pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk rumah sakit.

Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana kesehatan, merupakan

rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya

kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien (Arnita,

2012).

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu gangguan pada metabolisme

karbohidrat, lipid, dan protein dengan berbagai penyebab dan merupakan

suatu penyakit yang kronik. Seseorang dengan Diabetes Mellitus (DM)

memiliki kadar glukosa darah yang tinggi atau disebut hiperglikemia (Dwi,

2016). Diabetes Mellitus terbagi menjadi 2 tipe utama, yaitu Diabetes Mellitus

(DM) tipe 1 dan Diabetes Mellitus (DM) tipe 2. Diabetes Mellitus tipe 1

dikarakterisasi dengan ketidakmampuan produksi insulin karena kerusakan sel

pankreas akibat reaksi autoimun (Diabetes UK Know Diabetes Fight

Diabetes,2014), sedangkan Diabetes Mellitus (DM) tipe2 merupakan

penyakit yang melibatkan beberapa patofisiologi, termasuk gangguan fungsi


2

pulau Langer-hans dan resistensi insulin yang menghasilkan gangguan

toleransi glukosa dan produksi glukosa hepatik puasa yang tinggi (WHO,

2010).

Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) pada tahun

2015, prevalensi jumlah pasien Diabetes Mellitus (DM) di dunia sebesar 8,8%

dengan jumlah pasien sebesar 415 juta dan pada tahun 2040 diperkirakan

akan meningkat sebesar 10,4% dengan jumlah 642 juta pasien (IDF, 2015).

Menurut IDF tahun 2015, Indonesia menempati peringkat ke-7 pasien

Diabetes Mellitus terbanyak di dunia (IDF, 2015), berdasarkan data Riset

Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2015) di Indonesia terdapat 10 juta orang

pasien Diabetes Mellitus dan 17,9 juta orang yang berisiko menderita penyakit

Diabetes Mellitus. Salah satunya adalah provinsi Jawa Timur yang masuk 10

besar prevalensi pasien Diabetes Mellitus se-Indonesia dan menempati urutan

ke 9 dengan prevalansi 6,8%.

Tingginya angka prevalensi pasien Diabetes Mellitus di Jawa Timur

terutama kota Surabaya dibandingkan daerah lainnya yang ada di wilayah

Jawa Timur di sebabkan karena di kota besar seperti Surabaya pola hidup

masyarakatnya sebagaian besar tidak menjalankan gaya hidup sehat. Hal ini

didukung dengan kemudahan mendapatkan berbagai jenis makanan cepat saji

junk food yang belum tentu sehat, kemudahan mengakses transportasi,

kesibukan kerja yang tinggi sehingga tidak memiliki waktu untuk berolah

raga, dan kemampuan ekonominya yang tinggi.


3

Pada pasien Diabetes Melitus (DM) dapat terjadi komplikasi pada

semua tingkat sel dan semua tingkat anatomik. Manifestasi komplikasi kronik

dapat terjadi pada pembuluh darah besar (makrovaskuler) dan pembuluh darah

kecil (mikrovaskuler) (Sudoyo, 2009). Diabetes Mellitus (DM) dan hipertensi

adalah penyakit yang saling berkaitan dan mempengaruhi seorang individu

terjangkit penyakit aterosklerosis. Hipertensi juga berkontribusi untuk diabetik

retinopati yang merupakan penyebab kebutaan. Chen et al menyatakan bahwa

hipertensi menyebabkan 30% kematian dan 25% kejadian kardiovaskuler pada

penderita Diabetes. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang linier

antara tingginya kejadian Diabetes Mellitus (DM) dengan tingginya tekanan

darah pada pasien. Pasien Diabetes Mellitus (DM) yang disertai hipertensi

beresiko 1,5 kali lebih besar mengalami komplikasi dibandingkan dengan

pasien Diabetes Mellitus tanpa hipertensi. Resiko komplikasi yang dapat

terjadi antara lain berupa penyakit jantung koroner dan stroke (Trisnawati,

2012).

Berdasarkan tingginya angka kejadian serta bahayanya bagi pasien

Diabetes Mellitus maka penanganan secara tepat terhadap Diabetes Mellitus

(DM) dan komplikasinya sangat diperlukan. Tidak hanya itu, dengan

penanganan yang tepat pada pasien Diabetes Mellitus dapat mencegah

dampak komplikasi yang lebih serius sekaligus memperpanjang masa hidup

pasien. Khusus bagi pasien Diabetes Mellitus (DM) dengan hipertensi

digunakan berbagai macam obat. Banyaknya obat golongan antihipertensi dan


4

antidiabetik yang dikonsumsi pasien perlu perhatian secara khusus guna

keberhasilan pengobatan (Murdiana, 2007).

Drug Related Problems (DRPs) adalah masalah-masalah yang terkait

dengan obat meliputi butuh tambahan terapi, pemberian obat yang tidak

dibutuhkan, salah obat, tidak tepat dosis, adverse drug reaction (ADR),

kepatuhan pasien meminum obat. Pemberian obat dalam pengobatan pasien

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan

terapi selain ketepatan diagnosis. Adanya Drug Related Problems (DRPs)

yang terjadi dalam pengobatan akan merugikan pasien. Drug Related

Problems (DRPs) mengakibatkan penurunan kualitas hidup pasien,

meningkatkan biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh pasien, serta

meningkatkan rata-rata angka kematian pada pasien (Nguyen, 2000).

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin melakukan evaluasi

pengobatan antihipertensi pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Instalasi

Rawat Inap RSUD Kertosono periode Januari 2018 – Desember 2018, dimana

Diabetes Mellitus dengan komplikasi hipertensi di RSUD Kertosono masuk

ke dalam 10 besar penyakit terbanyak pada periode tahun 2018 dan masuk ke

dalam 10 besar penyakit penyebab kematian tertinggi pada periode tahun

2018. Penelitian tentang Diabetes Mellitus dengan komplikasi hipertensi

maupun penelitian yang lebih spesifik tentang Diabetes Mellitus (DM) tipe 2

dengan komplikasi hipertensi belum pernah dilakukan diInstalasi Rawat Inap

RSUD Kertosono sehingga kasus tersebut perlu diangkat sebagai bahan

penelitian.
5

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penggunaan obat antihipertensi tunggal pada pasien Diabetes

Mellitus (DM) tipe 2 dengan hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD

Kertosono tahun 2018?

2. Bagaimana penggunaan kombinasi obat antihipertensi pada pasien

Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 dengan hipertensi di Instalasi Rawat Inap

RSUD Kertosono tahun 2018?

3. Bagaimana evaluasi pengobatan antihipertensi pada pasien Diabetes

Militus (DM) tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono Tahun 2018

yang meliputi tepat pasien, tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis dan

kejadian interaksi obat ?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui penggunaan obat antihipertensi tunggal pada pasien Diabetes

Mellitus (DM) tipe 2 dengan hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD

Kertosono tahun 2018.

2. Mengetahui penggunaan kombinasi obat antihipertensi pada pasien

Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 dengan hipertensi di Instalasi Rawat Inap

RSUD Kertosono tahun 2018.

3. Mengetahui evaluasi pengobatan antihipertensi pada pasien Diabetes

Mellitus (DM) tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono tahun

2018.
6

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Menjadi salah satu sumber informasi dan menambah pengetahuan,

pengalaman dan keterampilan terutama dalam bidang farmasi klinis yang

meliputi pemilihan terapi farmakologi dan terapi non farmakologi pada

pasien hipertensi penderita Diabetes Mellitus (DM) tipe 2

2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai tambahan referensi sarana belajar mahasiswa dalam

menyelesaikan tugas akhir mahasiswa khususnya dalam bidang farmasi

klinis.

3. Bagi Instansi RSUD Kertosono

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan bahan pertimbangan

komunikasi, edukasi, informasi dalam pemilihan terapi farmakologi tunggal

maupun kombinasi anti hipertensi pada penderita Diabetes Mellitus (DM)

tipe 2 di RSUD Kertosono.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumah Sakit

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis

professional yang terorganisasi serta sarana kedokteran yang permanen

menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang

berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan yang diderita oleh pasien

(American Hospital Association, 1974; dalam Azwar, 1996). Sementara itu,

dalam Sistem Kesehatan Nasional (1992) dinyatakan bahwa rumah sakit

mempunyai fungsi utama menyelenggarakan kesehatan bersifat penyembuhan

dan pemulihan penderita serta memberikan pelayanan yang tidak terbatas pada

perawatan di dalam rumah sakit saja, tetapi memberikan pelayanan rawat

jalan, serta perawatan di luar rumah sakit. Pengertian serupa dikemukakan

oleh Association of Hospital Care (Azwar, 1996) bahwa rumah sakit adalah

pusat pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan serta penelitian kedokteran

diselenggarakan.

Batasan pengertian rumah sakit di atas, menunjukkan bahwa fungsi

kegiatan rumah sakit sangat bervariasi, sesuai dengan perkembangan zaman.

Artinya rumah sakit tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyembuhan

penyakit, tempat pengasuhan, tempat pelayanan, pendidikan dan penelitian

sederhana, dan bersifat sosial. Dewasa ini, rumah sakit fungsinya berkembang

sesuai dengan tuntunan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, antara

lain : sebagai pengembangan, pendidikan dan penelitian, spesialistik atau

7
8

subspesialistik, dan mencari keuntungan. Implikasinya adalah setiap rumah

sakit dituntut untuk senantiasa meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

pasiennya dalam semua aspek pelayanan, baik yang bersifat fisik maupun non

fisik agar efektivitas pelayanan kesehatan dapat terwujud.

1. Jenis Dan Klasifikasi Rumah Sakit

Terdapat jenis dan klasifikasi rumah sakit. Menurut Undang – Undang

Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah

sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaanya.

Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan

menjadi rumah sakit umum dan rumah sakit khusus:

a Rumah Sakit Umum, memberikan pelayanan kesehatan pada semua

bidang dan jenis penyakit.

b Rumah Sakit Khusus, memberikan pelayanan utama pada satu bidang

atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan

umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lain.

Berdasarkan pengelolaanya rumah sakit dapat dibagi menjadi rumah

sakit publik dan rumah sakit privat:

a Rumah Sakit Publik, adalah rumah sakit yang dapat dikelola oleh

pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat

nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola pemerintah dan pemerintah

daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan

Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Rumah sakit publik yang dikelola


9

pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud tidak dapat

dialihkan menjadi Rumah Sakit Privat.

b Rumah Sakit Privat, adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan

hukum dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau

persero.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

tentang rumah sakit, rumah sakit dapat ditetapkan menjadi rumah sakit

pendidikan setelah memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit

pendidikan.

Dalam rangka penyelenggarakan kesehatan secara berjenjang dan

fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan

berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit. Menurut

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang

rumah sakit, rumah sakit umum diklasifikasikan sebagai berikut :

a Rumah Sakit Umum Kelas A, adalah rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4

(empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua

belas) spesialis lain dan 13 (tiga belas) subspesialis.

b Rumah Sakit Umum Kelas B, adalah rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4

(empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8

(delapan) spesialis lain dan 2 (dua) subspesialis dasar.


10

c Rumah Sakit Umum Kelas C, adalah rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4

(empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik.

d Rumah Sakit Umum Kelas D, adalah rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2

(dua) spesialis dasar.

Sedangkan rumah sakit khusus diklasifikasikan sebagai berikut:

a Rumah Sakit Khusus Kelas A, adalah rumah sakit khusus yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik

spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang

lengkap.

b Rumah Sakit Khusus Kelas B, adalah rumah sakit khusus yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik

spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang

terbatas.

c Rumah Sakit Khusus Kelas C, adalah rumah sakit khusus yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik

spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang

minimal.

Rumah Sakit Umum Daerah Kertosono merupakan tempat peneliti

melaksanakan penelitian adalah salah satu layanan kesehatan milik

Pemerintah kabupaten Nganjuk yang berwujud Rumah Sakit Umum

Daerah, dikelola oleh Pemerintah daerah Kabupaten Nganjuk dan tercatat


11

ke dalam Rumah Sakit Umum Kelas C. Layanan kesehatan ini telah

teregistrasi sedari 19/10/2013 dengan Nomor Surat

ijin 503.08/3218/411.306/2011 dan Tanggal Surat ijin 28/11/2011

dari BUPATI NGANJUK dengan Sifat Tetap, dan berlaku sampai 28

November 2016. Setelah menjalani Proses AKREDITASI RUMAH

SAKIT Seluruh Indonesia dengan proses Pentahapan I ( 5 Pelayanan)

akhirnya diberikan status Lulus Akreditasi Rumah Sakit dengan

diberikannya sertifikat akreditasi Rumah Sakit Nomor : KARS-

SERT/73/XII/2018 dan dinyatakan lulus tingkat MADYA.. RSUD ini

bertempat di Jl. Panglima Sudirman No 16 Kertosono, Nganjuk, Provinsi

Jawa Timur, Indonesia.

Sumber daya manusia RSUD Kertosono meliputi

a. Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan : 3 orang

b. Dokter Spesialis Penyakit Dalam : 2 orang

c. Dokter Spesialis Anak : 2 orang

d. Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik : 1 orang

e. Dokter Spesialis Radiologi : 1 orang

f. Dokter Spesialis Mata : 1 orang

g. Dokter Spesialis Anastesi : 1 orang

h. Dokter Spesialis Kejiwaan : 1 orang

i. Dokter Spesialis Paru : 1 orang

j. Dokter Spesialis Patologi Klinik : 1 orang

k. Dokter Spesialis Ortopedi : 1 orang


12

l. Dokter Spesialis THT : 1 orang

m. Dokter Spesialis Bedah : 1 orang

n. Dokter Spesialis Saraf : 1 orang

o. Dokter Spesialis Periodonti : 1 orang

RSUD Kertosono memiliki beberapa ruang perawatan yang meliputi:

a. VIP : 4 tempat tidur

b. I : 38 tempat tidur

c. II : 43 tempat tidur

d. III : 160 tempat tidur

e. ICU : 8 tempat tidur

RSUD Kertosono memiliki visi dan misi yaitu :

Visi : Rumah Sakit Yang Dipercaya Pelanggan

Misi : 1. Mengupayakan peningkatan efisiensi dan efektifitas

sumber daya

2. Mengupayakan peningkatan pelayanan dan kepercayaan

pelanggan

Motto : Senyumku adalah bagian dari kesembuhan anda.

2. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009

tentang rumah sakit, instalasi farmasi merupakan bagian dari rumah sakit

yang harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan

yang bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau yang bertugas

menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh


13

kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis

kefarmasian di rumah sakit, seperti pengelolaan alat kesehatan, sediaan

farmasi dan bahan habis pakai yang dilakukan dengan cara sistem satu

pintu. Adapun yang dimaksud dengan sistem satu pintu adalah rumah sakit

hanya memiliki satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan

formularium pengadaan dan pendistribusian alat kesehatan, sediaan

farmasi dan bahan habis pakai yang bertujuan untuk mengutamakan

kepentingan pasien.

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di

rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal

tersebut diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor :

1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, yang

menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang

tidak terpisahkan dari system pelayanan kesehatan rumah sakit yang

berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu,

termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan

masyarakat. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi,

mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama drug

oriented ke paradigma baru patient oriented dengan filosofi

Pharmaceutical Care (pelayanan kefarmasian). Praktek pelayanan

kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk

mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah


14

yang berhubungan dengan kesehatan. (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2004).

Adapun tanggung jawab instalasi farmasi rumah sakit adalah

mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi

dengan baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian atau

unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik dan

rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan penderita yang

lebih baik (Amalia, 2004).

Menurut Siregar (2004), instalasi farmasi rumah sakit mempunyai

fungsi nonklinik dan fungsi klinik. Fungsi nonklinik adalah fungsi yang

dilakukan tidak secara langsung, merupakan bagian terpadu yang berasal

dari pelayanan penderita, menjadi tanggung jawab apoteker rumah sakit

dan tidak memerlukan interaksi dengan professional kesehatan lain,

walaupun semua pelayanan farmasi harus disetujui oleh staf medik melalui

panitia farmasi dan terapi.

Adapun yang termasuk lingkup fungsi farmasi nonklinik adalah

perencanaan, penetapan spesifikasi produk dan pemasok, pengadaan,

pembelian, produksi, penyimpanan, pengemasan dan pengemasan

kembali, distribusi dan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang

beredar serta digunakan di rumah sakit secara keseluruhan. Apabila dalam

sistem distribusi rumah sakit apoteker berinteraksi dengan dokter, perawat

dan penderita, maka distribusi obat yang ada di dalam lingkup fungsi

nonklinik ini menjadi fungsi farmasi klinik (Siregar, 2004).


15

Fungsi klinik adalah fungsi yang dilakukan secara langsung

merupakan bagian terpadu dari perawatan penderita, memerlukan interaksi

dengan profesional kesehatan lain dan secara langsung terlihat dalam

pelayanan penderita. Adapun yang termasuk lingkup fungsi farmasi klinik

adalah mencakup fungsi farmasi yang dilakukan dalam program rumah

sakit, seperti :

a. Pemantauan terapi obat

b. Evaluasi penggunaan obat

c. Penanganan bahan sitotoksik

d. Pelayanan di unit perawatan kritis

e. Pemeliharaan formularium

f. Penelitian

g. Pengendalian infeksi di rumah sakit

h. Sentra informasi obat

i. Pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan

j. Sistem formularium

k. Panitia farmasi dan terapi

l. Sistem pemantauan kesalahan obat

m. Buletin terapi obat

n. Program edukasi bagi apoteker, dokter dan perawat

o. Investigasi obat dan unit gawat darurat

(Siregar, 2004).
16

B. Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh

gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak akibat tidak

bekerjanya hormon insulin secara normal, adanya gangguan sekresi insulin,

atau keduanya. Gangguan metabolisme tersebut dapat terjadi karena adanya

kerusakan pada sel-sel beta pankreas yang disebabkan oleh pengaruh dari luar

(zat kimia, virus, dan bakteri), penurunan reseptor glukosa pada kelenjar

pankreas, dan kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer (Fatimah, 2015).

Hormon insulin yang disekresi dari sel beta pankreas berfungsi untuk

mengatur kadar glukosa darah.Jika sel beta pankreas tidak berfungsi secara

optimal maka sekresi insulin juga akan terganggu, akibatnya kadar glukosa

darah akan meningkat. Tingginya kadar glukosa darah akan meningkatkan

proses filtrasi hingga melebihi transpor maksimum sehingga glukosa dalam

darah akan masuk ke dalam urin. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya

diuresis osmotik yang ditandai dengan pengeluaran urin yang berlebihan

(polyuria). Banyaknya urin yang keluar dari tubuh akan menimbulkan rasa

haus sehingga keinginan untuk minum akan meningkat (polydipsia). Glukosa

yang hilang melalui urin menyebabkan kurangnya jumlah glukosa yang akan

diubah menjadi energi sehingga menimbulkan meningkatnya rasa lapar

(polyfagia). Jika kebutuhan energi tersebut tidak terpenuhi maka penderita

Diabetes Mellitus (DM) akan mudah lelah dan mengantuk (Hanum, 2013).

Terdapat berbagai macam gejala yang dapat ditimbulkan oleh penderita

Diabetes Mellitus (DM), sehingga gejala-gejala tersebut dikategorikan sebagai


17

gejala akut dan gejala kronis (Fitriyani, 2015). Gejala akut meliputi banyak

kencing (polyuria), banyak minum (polydipsia), banyak makan (polyphagia),

dan mudah lelah. Gejala kronis meliputi kulit terasa panas seperti tertusuk-

tusuk jarum, rasa tebal pada kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk,

penglihatan menurun, kekuatan gigi melemah, keguguran pada ibu hamil, dan

ibu melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4 kilogram.

Berikut ini adalah kriteria diagnosis Diabetes Mellitus menurut

standarpelayanan medis ADA 2014.

Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus*):

1. HbA1C ≥ 6,5 % ; atau

2. Kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dL ; atau

3. Kadar gula darah 2 jam pp ≥ 200 mg/dL pada tes toleransi glukosa oral

yang dilakukan dengan 75 g glukosa standar WHO

4. Pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia

dengan kadar gula sewaktu ≥ 200 mg/dL.


*)
Diambil dari panduan American Diabetes Association (2014)

Berdasarkan penyebabnya, Diabetes Mellitus (DM) diklasifikasikan

menjadi 2 jenis, yaitu Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 dan Diabetes Mellitus

(DM) tipe 2:

1. Diabetes Mellitus tipe 1 merupakan Diabetes Mellitus (DM) yang terjadi

karena kerusakan sel beta pankreas. Penyebab kerusakan sel beta (β)

pankreas antara lain adalah autoimun dan idiopatik. Proses autoimun

diperantarai oleh makrofag dan limfosit T dengan menyebarkan


18

autoantibodi ke banyak antigen sel β.Akibat dari kerusakan sel beta

pankreas ialah terjadinya defisiensi insulin secara absolut.

2. Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan Diabetes Mellitus (DM) yang

disebabkan oleh resistensi insulin. Jumlah insulin yang terdapat dalam

tubuh mencukupi akan tetapi insulin tersebut tidak dapat bekerja secara

optimal sehingga glukosa darah tidak dapat masuk ke dalam jaringan dan

menumpuk dalam darah mengakibatkan kadar glukosa darah meningkat.

Karakteristik dari Diabetes Mellitus tipe 2 antara lain : berkurangnya

sekresi insulin, resistensi insulin meliputi otot, hati, dan adipose. Faktor

yang turut berperan menyebabkan terjadinya resistensi insulin antara lain

pola makan dan gaya hidup yang tidak teratur (Triplitt et al, 2005).

Manifestasi klinik diabetes dikaitkan dengan konsekuensi metabolic

defisiensi insulin. Pasien penderita IDDM (Insulin Dependent Diabetes

Mellitus) sering memperlihatkan timbulnya gejala-gejala yang eksplosif

disertai polydipsia, polyuria, turunya berat badan, polifagia, lemah dan

somnolen (mengantuk) yang berlangsung selama beberapa hari atau minggu.

Pasien NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) mungkin sama

sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat

berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi

glukosa, bila hiperglikemia pada pasien parah dan pasien tidak memberi

respon terhadap terapi diet, mungkin diperlukan terapi insulin untuk

menormalkan kadar glukosa pasien. Sebagai besar diantara pasien-pasien ini

gemuk, diduga bahwa pemasukkan karbohidrat yang tinggi, sel-sel adiposa


19

yang besar dan gangguan metabolism glukosa intrasel merupakan penyebab

penurunan kepekaan terhadap insulin (Price and Wilson, 2006).

C. Drug Related Problems (DRPs)

Masalah-masalah dalam kajian DRPS menurut Cipolle et al. (2004) antara

lain :

1. Butuh obat, jika kondisi baru yang membutuhkan obat, kondisi kronis

yang membutuhkan kelanjutan terapi obat, kondisi yang membutuhkan

kombinasi obat, dan kondisi yang mempunyai risiko kejadian efek

samping dan membutuhkan obat untuk pencegahannya.

2. Tidak butuh obat, jika obat yang diberikan tidak sesuai dengan indikasi

pada saat itu, pemakaian obat kombinasi yang seharusnya tidak

diperlukan, dan meminum obat dengan tujuan untuk mencegah efek

samping obat lain yang seharusnya dapat dihindarkan.

3. Obat tidak efektif, jika obat yang diberikan kepada pasien tidak efektif

(kurang sesuai dengan indikasinya), obat tersebut efektif tetapi tidak

ekonomis, pasien mempunyai alergi terhadap obat tersebut, obat yang

diberikan mempunyai kontraindikasi dengan obat lain yang dibutuhkan,

dan antibiotika yang sudah resisten terhadap infeksi pasien.

4. Pasien mendapat obat yang tidak mencukupi atau kurang (dosage too low),

jika dosis obat tersebut terlalu rendah untuk memberikan efek, dan interval

dosis tidak cukup.

5. Pasien mendapat dosis yang berlebih (dosage too high), jika dosis obat

terlalu tinggi untuk memberikan efek.


20

6. Munculnya efek yang tidak diinginkan atau efek samping obat (adverse

drug reaction) dan adanya interaksi obat (drug interaction), jika ada

alergi, ada faktor resiko, ada interaksi dengan obat lain, dan hasil

laboratorium berubah akibat penggunaan obat.

7. Ketidaktaatan pasien dalam penggunaan obat yang diresepkan

(uncompliance), jika pasien tidak menerima regimen obat yang tepat,

terjadi medication error (peresepan, penyerahan obat dan monitoring

pasien), ketidaktaatan pasien, pasien tidak membeli obat yang disarankan

karena mahal, pasien tidak menggunakan obat karena ketidaktahuan cara

pemakaian obat, pasien tidak menggunakan obat karena ketidakpercayaan

dengan produk obat yang dianjurkan.

D. Hipertensi

Menurut American College of Cardiology (ACC) atau American Heart

Association (AHA) tahun 2017, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah

130/80 mmHg. Sedangkan menurut American Diabetic Association (ADA),

hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah 140/90 mmHg.

Berdasarkan tingginya tekanan darah pada penderita hipertensi yang

berusia 18 tahun ke atas, The JointNational Committee on Detection,

Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure mengklasifikasikan

hipertensi seperti diberikan pada Tabel II.1.


21

Tabel II.1 Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa menurut JNC VII

Klasifikasi tekanan Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik


darah (mmHg) (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89
Hipertensi stage 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi stage 2  160 Atau  100

Tekanan sistolik adalah tekanan darah dimana terukur sesaat sebelum

kontraksi kardiak dan tekanan diastolik adalah tekanan darah sesaat setelah

kontraksi atau saat jantung dikosongkan (Saseen dan Carter, 2005)

Klasifikasi hipertensi juga dapat didasarkan pada etiologinya, yaitu

hipertensi essensial dan hipertensi sekunder. Hipertensi essensial / primer /

idiopatik merupakan hipertensi yang terjadi tanpa diketahui penyebab

spesifiknya, sedangkan hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang

disebabkan oleh penyakit ginjal (hipertensi renal), endokrin (hipertensi

endokrin), obat, dll (Setiawati dan Bustami, 1995).

Tekanan darah yang ada secara matematika merupakan hasilkali dari

cardiac output (CO) dan tahanan perifer. Naiknya tekanan darah dapat

diakibatkan oleh meningkatnya cardiac output dan atau meningkatnya tahanan

perifer total. Peningkatan cardiac output (CO) dapat terjadi karena :

a. Preload meningkat yang disebabkan karena naiknya jumlah volume cairan

karena asupan Na yang berlebihan atau retensi Na karena GFR menurun.

b. Konstriksi vena yang dapat disebabkan oleh stimulasi RAAS yang

berlebihan dan sistem saraf simpatis terlalu aktif.


22

Sedangkan peningkatan tahanan perifer dapat terjadi karena :

a. Konstriksi vascular, dapat disebabkan oleh stimulasi RAAS yang

berlebihan, system saraf simpatis yang terlalu aktif, perubahan genetik

membrane sel, dan faktor endotel.

b. Hipertropi vascular, dapat disebabkan oleh stimulasi RAAS yang

berlebihan, system saraf simpatis yang terlalu aktif, perubahan genetic

membrane sel, faktor endotel dan hiperinsulinemia yang dihasilkan dari

obesitas atau metabolit sindrom (Saseen dan Carter, 2005)

E. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus (DM) Komplikasi Hipertensi

Proses terjadinya Diabetes Mellitus (DM) komplikasi hipertensi adalah

saat kadar glukosa darah yang terlalu banyak akan menyebabkan cairan

ekstraseluler menjadi lebih pekat karena glukosa darah tidak mudah berdifusi

melalui pori-pori membrane sehingga menarik cairan dari dalam sel dan

menyebabkan volume cairan menjadi bertambah. Kenaikan volume cairan ini

akan meningkatkan cardiac output sehingga pada akhirnya akan

meningkatkan tekanan darah pasien (Guyton et al., 2014).

Penyebab utama kematian pada Diabetes Mellitus (DM) adalah karena

penyakit kardiovaskuler dan manajemen hipertensi merupakan strategi yang

sangat penting untuk mengurangi risiko. Nilai tekanan darah yang

direkomendasikan oleh JNC VII untuk pasien hipertensi dengan penyakit

diabetes adalah ≤ 130/80mmHg (Saseen dan Carter, 2005).

Tujuan utama terapi dari penatalaksanaan Diabetes mellitus (DM)

komplikasi hipertensi adalah mengurangi resiko komplikasi makrovaskular


23

dan mikrovaskular, memperbaiki gejala yang sudah muncul, mengurangi

angka kematian, dan meningkatkan kualitas hidup pasien (Triplitt et al, 2005).

Strategi terapi dilakukan dengan 2 cara yaitu terapi non farmakologi dan terapi

farmakologi dengan penggunaan obat antihipertensi oral.

a. Terapi non-farmakologi

Terapi ini dilakukan tanpa penggunaan obat antihipertensi namun tetap

bertujuan mencegah resiko lebih lanjut dari hipertensi yaitu penyakit

kardiovaskuler. Terapi dimulai dengan cara perubahan gaya hidup tidak

sehat yang selama ini dijalani. Hal utama yang dapat dilakukan antara lain:

1. Pengurangan berat badan

Idealnya adalah mempertahankan Body Mass Index antara 18,5

sampai dengan 24,9 kg/m2. Dengan pengurangan berat badan dapat

menurunkan tekanan darah serta mencegah metabolik sindrom,

resistensi insulin pada jaringan yang mengarah pada terjadinya

hipertensi dan penyakit kardiovaskuler. Pengurangan berat badan dapat

disertai diet tinggi sayuran dan buah.

2. Pengurangan natrium

Pengurangan ini terbukti dapat menurunkan tekanan darah dapat

ditempuh dengan jalan terutama mengurangi produk daging olahan,

garam meja.

3. Tidak mengkonsumsi alkohol dan merokok yang berisiko tinggi

terhadap kardiovaskuler.

4. Aktivitas fisik yang teratur.


24

b. Terapi Farmakologi

Gambar II.1 Rekomendasi Terapi Hipertensi Pasien Diabetes (ADA,


2018)

1. Terapi farmakologi untuk hipertensi

Sasaran yang ingin dicapai terutama adalah pencapaian tekanan

darah 130/80mmHg, untuk itu terapi utama dengan penggunaan obat

antihipertensi yaitu penghambat ACEIs dan penggunaan ARBs. Kedua

obat tersebut terbukti mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler serta


25

mencegah adanya resiko gagal ginjal. Terapi dapat pula ditambahkan

thiazide diuretik, serta obat anti hipertensi lain seperti β–blocker, dan

Calcium Channel Blocker (Sassen and Carter,2005).

a) First line Therapy

Obat yang digunakan sebagai First line Therapy dalam

Diabetes Mellitus (DM) komplikasi hipertensi menurut standar yang

dikeluarkan American Diabetes Association meliputi golongan obat

yang ada dibawah ini.

1) Penghambat ACEIs

Mekanisme kerja penghambat ACEIs sebagai terapi utama

Diabetes mellitus (DM) komplikasi hipertensi, menghambat

perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga

mengakibatkan dilatasi perifer dan mengurangi resistensi perifer

yang efeknya dapat menurunkan tekanan darah. Angiotensin II

merupakan vasokonstriktor yang kuat mampu meningkatkan

eksresi dari aldosteron, dengan aldosteron yang jumlahnya kecil

mengakibatkan juga adanya retensi air dan sodium, hingga

menurunkan tekanan darah.

Penghambat ACE meliputi kaptopril, enalapril, lisinopril.

Penghambat ACE dengan tiazid dapat dipakai saat β-blocker dan

diuretik tidak aktif. Penghambat ACE berinteraksi saat

bersamaan dengan obat kardiovaskuler dapat menyebabkan

hipotensi, dengan β blocker dapat keracunan litium. Penggunaan


26

bersama potasium mengakibatkan hiperkalemia dapat terjadi,

selain itu bila dipakai dengan Non Steroid Anti Inflamatory

Drug (NSAID) dapat menurunkan efek dari penghambat ACE

(Rudnick, 2001).

2) Angiotensin Receptor Blockers (ARBs)

Angiotensin dihasilkan melalui 2 jalur yaitu Renin

Angiostensin Aldosteron System (RAAS) yang dihambat dengan

ACEIs serta melalui enzim yang disebut chymases. ARBs disini

menghambat dari kedua jalur tersebut. Namun belum pasti

akibat perbedaan mekanisme kerja kedua jenis obat tersebut

terhadap efek obatnya.

Efek dari ARBs antara lain menghambat angiotensin II

yang berperan dalam vasokonstriksi, pelepasan aldosteron,

aktivitas syaraf simpatik, pelepasan antidiuretik hormon, dan

konstriksi arteri pada glomerolus. Efek samping serta interaksi

obat dari ARBs hampir serupa dengan ACEIs (Sassen and

Carter, 2005).

b) Second Line Theraphy

1) Diuretik

Mekanisme kerja dari diuretik mengekskresikan air dan

elektrolit melalui ginjal. Akibat dari hal tersebut terjadi

pengurangan terhadap sirkulasi volume darah, mengurangi

kardiak output. Interaksi obat jika diminum dapat meningkatkan


27

kadar glukosa darah, penggunaan bersama kortikosteroid, atau

kortikotropin, serta ampoterisin dapat mengakibatkan

hipokalemia, NSAID juga dapat mengurangi efek antihipertensi

dari diuretik.

2) β–blocker

Mampu menghalangi beta adrenergik reseptor sehingga

efeknya mengurangi kontraksi jantung. Interaksi obat jika

dipakai bersama dengan phenitoin meningkatkan efek

antihipertensi, verapramil menekan jantung efek hipotensi,

pemakaian dengan sulfonilurea mengurangi efek dari

sulfonilurea.

3) Calcium Channel Blocker (CCB)

Mekanisme obat ini meningkatkan suplai oksigen terhadap

miokardial, menurunkan detak jantung CCB menangkal kalsium

yang masuk, kalsium tidak dapat masuk maka mengakibatkan

dilatasi.

4) Obat Simpatolitik

Obat yang digunakan untuk menekan tekanan darah

dengan menekan syaraf simpatik akibatnya mengurangi kardiak

output dan mengurangi tekanan darah seperti obat yang bekerja

sentral klonidin termasuk α–blocker, α+β-blocker yaitu

labetolol, dan norepinefrin. Interaksi obat penggunaan klonidin

dengan antidepresan trisiklik meningkatkan tekanan darah,


28

penggunaan klonidin dengan obat depresan Central Nervous

System (CNS) menurunkan efek dari CNS depresan.

5) Vasodilator

Obat ini bekerja bertujuan untuk menurunkan tekanan

sistolik dan diastolik. Kerja dari vasodilator ini pada arteri,

vena, ataupun keduanya. Obat ini meliputi hydralazine

hydrochloride, minoxidil, nitropusside sodium, minoxidil

danhydralazine digunakan merawat hipertensi yang resistan,

dioxide dan nitroprusside digunakan untuk krisis hipertensi

(Rudnick, 2001).

2. Terapi farmakologi untuk penurunan glukosa darah

Dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan insulin dan obat

antidiabetika oral.

a. Insulin

Insulin biasa digunakan pada Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 dan

tidak efektif jika diberikan secara oral karena didalam

gastrointestinal insulin dalam bentuk protein pecah dan rusak

sebelum lewat peredaran darah untuk didistribusikan, jadi harus

diberikan secara subkutan ataupun secara intravena. Insulin dapat

pula digunakan pada Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 dengan

ketentuan sebagai berikut:


29

1) Saat terapi untuk Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 gagal atau

terjadi kontraindikasi karena masa kehamilan ataupun

hipersensitif.

2) Penggunaan saat kadar glukosa naik akibat stress ataupun

infeksi, serta akibat pembedahan.

Mekanisme kerja insulin mengubah glukosa menjadi glikogen,

meningkatkan sintesis protein dan lemak, memperlambat

pemecahan glikogen, protein dan lemak, menyeimbangkan cairan

dan elektrolit dalam tubuh (Rudnick, 2001).

b. Obat Antidiabetika Oral

Obat antidibetika oral adalah obat yang digunakan untuk

mengatasi keadaan kadar glukosa darah yang tinggi akibat adanya

ketidakberesan didalam sistem kerja insulin, dipercaya mempunyai

sistem kerja ganda di dalam dan di luar pankreas, efek di dalam

pankreas yaitu mampu menstimulasi pankreas agar mengeluarkan

insulin dengan seminimal mungkin kerja dari pankreas dan efek

diluar pankreas yaitu mampu menstabilkan kadar glukosa darah

(Rudnick, 2001).
30

BAB III

KERANGKA KONSEP

Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus Tipe 1 Diabetes Mellitus Tipe 2

Hipertensi

BPJS Umum

Rawat Jalan Rawat Inap

Penggunaan Obat Penggunaan Kombinasi Obat


Antihipertensi Tunggal pada Antihipertensi pada Pasien
Pasien Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus

Evaluasi Penggunaan Obat

Tepat Tepat Tepat Tepat Interaksi


Pasien Obat Indikasi Dosis Obat

Analisa Data

Keterangan : Kesimpulan

: Diteliti

-------- : Tidak Diteliti

Gambar III.1 Kerangka Konsep

30
31

Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kadar

glukosa dalam darah yang tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau

menggunakan insulin secara cukup. Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh

pankreas, yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang

normal. Insulin memasukkan gula ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan

energi atau disimpan sebagai cadangan energi (Triplitt et al., 2005)

Penyakit Diabetes Mellitus merupakan penyakit dengan gejala yang tidak

dapat diprediksikan gejalannya secara pasti. Akan tetapi, terdapat beberapa gejala

yang dapat dijadikan isyarat kewaspadaan mengenai keberadaan penyakit

Diabetes pada seseorang. Penderita Diabetes Mellitus tipe 2 pada umumnya

jarang mengeluhkan gejala-gejala tertentu, karena Diabetes Mellitus tipe 2

seringkali muncul tanpa diketahui dan baru terdiagnosis setelah beberapa tahun

disertai komplikasi. Penderita Diabetes Mellitus tipe 2 mudah sekali terkena

infeksi, sulit sembuh dari luka dan penglihatan yang memburuk. Penderita

Diabetes Mellitus tipe 2 seringkali disertai komplikasi dislipidemia, hipertensi,

obesitas dan komplikasi pada pembuluh darah serta sistem saraf (Depkes RI,

2005). Kecurigaan Diabetes Mellitus perlu di pikirkan apabila terdapat berbagai

keluhan akan beberapa gejala yang umum terjadi pada penderita Diabetes

Mellitus, antara lain :

a. Poliruia, polidipsid, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak diketahui

penyebabnya (keluhan fisik).

b. Badan lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan

pruritis vulva pada wanita (PERKENI, 2015).


32

Komplikasi pada penyakit Diabetes Mellitus dapat terjadi apabila tidak

mendapat penanganan yang tepat. Baik komplikasi metabolik akut maupun

kmplikasi vaskuler kronik. Komplikasi kronis yang dapat terjadi akibat Diabetes

yang tidak ditangani secara tepat salah satunya yaitu hipertensi. Tekanan darah

tinggi jarang disertai gejala yang dramatis seperti nefropati atau retinopati, tetapi

Diabetes Mellitus dengan hipertensi dapat menyebabkan terjadinya komorbiditas

penyakit lain seperti nefropati, retinopati, serangan jantung dan stroke. Serangan

jantung dan stroke meningkat dua kali lipat apabila pasien menderita Diabetes

Mellitus yang disertai hipertensi (Ndraha, 2014).

Hipertensi adalah kondisi dimana jika tekanan darah sistole 140 mmHg

atau lebih tinggi dan tekanan darah diastole 90 mmHg atau lebih tinggi

(Chobanian et al.,2004). Hipertensi atau tekanan darah tinggi didefinisikan

sebagai peningkatan tekanan darah dalam pembuluh arteri yang abnormal secara

terus menerus lebih dari satu periode. Tekanan darah meningkat disebabkan

karena dinding arteri mengalami konstriksi atau penyempitan, yang menybabkan

darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan penyempitan dinding

arteri. Hipertensi menambah beban kerja jantung dan arteri, yang apabila tidak

segera ditangani maka dapat menyebabkan kerusakan jantung dan pembuluh

darah. Menurut WHO, batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah

140/90 mmHg, sedangkan tekanan darah ≥ 160/95 mmHg dinyatakan sebagai

hipertensi. Tekanan darah diantara normotensi dan hipertensi disebut borderline

hypertension (garis batas hipertensi). Batasan WHO tersebut tidak membedakan

batas usia dan jenis kelamin (Udjianti, 2011).


33

Drug Related Problems adalah masalah – masalah yang berhubungan

dengan obat yaitu butuh obat, tidak butuh obat, obat tidak efektif, dosis kurang,

dosis berlebih, adverse drug reaction (ADR) dan risiko interaksi obat serta

ketidaktaatan pasien dalam penggunaan obat (uncompliance). Drug

RelationProblems yang diamati dalam penelitian ini adalah DRPs yang

berhubungan dengan penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 dengan komplikasi

hipertensi yang menggunakan pengobatan tunggal dan kombinasi obat yang

meliputi tepat pasien, tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis, dan risiko interaksi

obat.
34

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan penelitian

deskriptif yang bersifat retrospektif. Observasional pada penelitian ini tidak

dilakukan perlakuan terhadap subyek pengujian. Deskriptif pada penelitian ini

diarahkan untuk mendeskripsikan keadaan secara subyektif. Retrospektif

sebelum pengambilan data, akan dilakukan penelusuran terhadap dokumen

catatan rekam medik pasien terlebih dahulu.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Rekam Medis RSUD

Kertosono.

2. Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan 15 Juli sampai 15 Agustus 2019.

C. Populasi, Sampel dan Sampling

1. Populasi

Populasi adalah sekelompok subyek yang menjadi obyek atau

sasaran penelitian, yang memiliki karakteristik tertentu dan ditetapkan

oleh peneliti untuk dapat di tarik kesimpulan (Notoatmodjo, 2012).

Berdasarkan definisi diatas yang menjadi populasi penelitian ini adalah

seluruh pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan komplikasi hipertensi

34
35

yang menjalani perawatan di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono

periode Januari 2018 – Desember 2018.

2. Sampel

Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subyek penelitian melalui sampling (Nursalam,

2013). Sampel dalam penelitian ini ialah catatan rekam medis yang

ditentukan berdasarkan sesuai dengan kriteria inklusi. Dalam penelitian ini

teknik pengambilan sampling menggunakan purposive sampling dengan

rancangan penelitian deskriptif yang bersifat retrospektif.

Adapun penelitian ini menggunakan rumus Slovin karena dalam

penarikan sampel, jumlahnya harus representative agar hasil penelitian

dapat digeneralisasikan dan perhitungannya pun tidak memerlukan tabel

jumlah sampel, namun dapat dilakukan dengan rumus dan perhitungan

sederhana.

Rumus Slovin untuk menentukan sampel adalah sebagai berikut :

+ e

Keterangan :

= Ukuran sampel atau jumlah responden

= Ukuran populasi

= Margin of error (ukuran tingkat kesalahan sampel yang

dibatasi oleh peneliti) = 0.1

[.] = dibulatkan ke atas


36

Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 132 pasien,

dengan margin of error adalah 10% dengan tingkat derajat kepercayaan

90% dan hasil perhitungan dapat dibulatkan untuk mencapai kesesuaian.

Maka untuk mengetahui sampel penelitian, dengan perhitungan sebagai

berikut :

1 2 1 2
= 2
1 1 2(0.1) 2. 2

nilai 56.89 dibulatkan oleh peneliti menjadi 60 responden.

Berdasarkan perhitungan diatas sampel yang menjadi responden

dalam penelitian ini dibulatkan menjadi sebanyak 60 pasien, hal ini

dilakukan untuk mempermudah dalam pengolahan data dan untuk hasil

pengujian yang lebih baik.

Dalam penelitian ini sampel ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria

sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang dipenuhi oleh

setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel

(Notoatmojo, 2010).

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Pasien Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 dengan hipertensi di Instalasi

Rawat Inap RSUD Kertosono

2) Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 yang masuk rumah sakit dengan

hipertensi dengan karakeristik usia 20 – 70 tahun.


37

3) Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 dengan hipertensi yang

menggunakan pengobatan obat tunggal.

4) Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 dengan hipertensi yang

menggunakan pengobatan kombinasi obat.

b. Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek

yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab

(Nursalam, 2008). Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah :

1) Pasien Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 dengan atau tanpa hipertensi.

2) Pasien Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 yang menggunakan

pengobatan tunggal.

3) Pasien Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 yang menggunakan

pengobatan kombinasi obat.

4) Pasien Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 dengan karakteristik usia

dibawah 20 tahun dan diatas 70 tahun.

5) Pasien meninggal dunia.

6) Pasien yang di rujuk ke Rumah Sakit lain.

7) Pasien yang pulang dengan status PAPS (Pulang Atas Permintaan

Sendiri dan Pasien yang dipulangkan Paksa oleh pihak RSUD

Kertosono)

3. Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan cara atau teknik tertentu sehingga

sampel penelitian sedapat mungkin mewakili populasinya. Teknik


38

sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling.

Dimana sampel ditentukan berdasarkan kriteria inklusi.

D. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai

beda terhadap sesuatu. Variabel juga merupakan konsep dari berbagai

level abstrak yang didefinisikan sebagai suatu fasilitas untuk pengukuran

dan atau manipulasi suatu penelitian (Nursalam, 2013).

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang

diamati dari sesuatu yang telah didefinisikan tersebut. Karakteristik yang

dapat diamati (diukur) itulah yang merupakan kunci definisi operasional.

Dapat diamati artinya memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi

atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang

kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain (Nursalam, 2013).

a. Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus merupakan keadaan kronik yang terjadi karena

tubuh tidak dapat memproduksi insulin secara normal atau insulin

tidak bekerja secara efektif yang ditandai dengan kadar glukosa darah

melebihi normal atau kadar gula darah sewaktu ≥ 200mg/dl dan kadar

gula darah puasa ≥ 126mg/dl.


39

b. Hipertensi

Hipertensi adalah kondisi dimana jika tekanan darah sistole 140

mm Hg atau lebih tinggi dan tekanan darah diastole 90 mm Hg atau

lebih tinggi (Chobanian et al., 2004)

c. Rawat Inap

Rawat inap merupakan suatu bentuk perawatan, dimana pasien

dirawat dan tinggal di rumah sakit untuk jangka waktu tertentu, selama

pasien dirawat, rumah sakit harus memberikan pelayanan yang terbaik

kepada pasien (Pohan, 2013).

d. Karakteristik Pasien

1) Karakteristik Berdasarkan Usia

Usia merupakan salah satu faktor resiko Diabetes Melitus tipe 2.

Karakteristik pasien Diabetes Melitus tipe 2 pada instalasi rawat

inap di RSUD Kertosono.

2) Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan karakteristik dari jenis kelamin dapat di lihat bahwa,

prevalensi kejadian Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 pada wanita

lebih tinggi dibandingkan pria. Hal ini dikarenakan wanita lebih

berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki

peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar, sindroma

siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-menopouse yang

membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi


40

akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko

menderita Diabetes Mellitus tipe 2 (Irawan, 2010).

e. Penggunaan Obat Antihipertensi Tunggal

Berdasarkan pedoman JNC VIII penggunaan obat antihipertensi

tunggal umumnya diberikan kepada pasien hipertensi derajat 1.

f. Penggunaan Kombinasi Obat Antihipertensi

Penggunaan antihipertensi kombinasi umumnya diberikan kepada

pasien hipertensi derajat 2. Penggunaan terapi dengan menggunakan

kombinasi 2 obat antihipertensi dianjurkan untuk pasien yang memiliki

tekanan darah yang sangat tinggi yaitu nilai tekanan darah yang jauh

dari target nilai tekanan darah yang seharusnya, ketika tekanan darah

lebih dari 200/100 mmHg di atas tekanan darah target, harus

dipertimbangkan pemberian terapi dengan dua kelas obat. Penambahan

obat kedua dari kelas yang berbeda harus dilakukan ketika penggunaan

obat tunggal dengan dosis adekuat gagal mencapai tekanan darah

target dan mengontrol nilai tekanan darah (Chobaniam et al., 2003)

g. Tepat Pasien

Pasien yang mengalami penyakit diabetes mellitus dengan

komplikasi hipertensi. Pasien yang menjalani pengobatan

antihipertensi dengan Diabetes Melitus tipe 2 dan tidak memeliki

kontraindikasi terhadap terapi obat antidiabetik berupa insulin maupun

Obat Hipoglikemik Oral (OHO).


41

h. Tepat Obat

Pemilihan obat yang tepat dapat ditimbang dari ketepatan kelas

terapi dan jenis obat yang sesuai dengan diagnosis. Selain itu obat

harus mempunyai manfaat dan aman digunakan.

Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis

ditegakkan dengan benar (Anonim, 2006). Ketepatan jenis obat

berkaitan dengan pemilihan kelas terapi dan jenis obat berdasarkan

pertimbangan maanfaat, keamanan, harga dan mutu. Sebagai acuannya

bisa digunakan buku pedoman pengobatan (Sastramihardja, 1997).

i. Tepat Indikasi

Tepat indikasi merupakan pemberian obat yang sesuai dengan

ketepatan diagnosis dan keluhan dari pasien. Tepat indikasi dalam

pengobatan penyakit hipertensi pada penderita Diabetes Mellitus yaitu

ketepatan dalam pemilihan obat anti hipertensi berdasarkan diagnosa

yang ditetapkan oleh dokter dengan hasil pemeriksaan tensi darah SBP

dan DBP ≤120mmHg / ≤80 mmHg. (JNC VII, 2015).

j. Tepat Dosis

Tepat dosis adalah pemberian dosis obat sedapat mungkin

memberikan pengaruh terhadap terapi obat. Pemberian obat yang

mempunyai dosis yang berlebihan akan menimbulkan efek samping

sedangkan apabila dosis yang diberikan terlalu kecil maka obat

tersebut tidak akan memberikan efek terapi yang diinginkan.


42

k. Interaksi Obat

Interaksi obat terjadi bila dua ataulebih obat berinteraksi

sedemikian rupa sehingga keefektifan atau toksisitas satuatau lebih

obat berubah. Pada pengobatan Diabetes Melitus obat antidiabetik

yang diberikan secara bersamaan dengan obat-obatlainnya dapat

berinteraksi sehingga menyebabkan efek dari obat anti diabetik dapat

dihambat atau dapat juga ditingkatkan. Apabila terjadi penghambatan

obat lain terhadap obat antidiabetik maka akan menyebabkan kadar

gula dalam darah akan tetap tinggi atau dapat menyebabkan terjadinya

hiperglikemik, tetapi sebaliknya bila efek antidiabetik ditingkatkan

oleh obat lainnya maka akan terjadi penurunan gula darah sehingga

akan menyebabkan kemungkinan besar terjadinya hipoglikemik.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk pengumpulan

data (Notoatmodjo, 2012). Instrumen pada penelitian ini adalah Data

Sekunder.

Data Sekunder merupakan data yang diperoleh dari pihak kedua atau

ketiga dalam suatu penelitian. Data sekunder yang digunakan yaitu Data

Rekam Medis.

F. Prosedur Pengumpulan Data

Data rekam medik sebagai sumber data pasien Diabetes Mellitus tipe 2

dengan komplikasi hipertensi yang dipilih sebagai sampel,dipindahkan


43

kelembar pengumpulan data oleh peneliti kemudian direkapitulasi pada tabel

induk yang memuat identitas penderita, riwayat penyakit, diagnosa, terapi obat

tunggal, terapi obat kombinasi dan data laboratorium. Setelah itu dilakukan

pengolahan data dan dianalisa.

G. Pengolahan Data dan Analisa Data

Dari lembar pengumpulan data dibuat beberapa tabel dan diagram

untuk mendapatkan hasil analisa yang diinginkan.

1. Penyajian dalam bentuk tabel

a. Subyek penelitian ini adalah pasien Diabetes Mellitus (DM) tipe 2

dengan penyakit penyerta hipertensi yang meliputi : usia dan jenis

kelamin.

b. Penggunaan obat antihipertensi tunggal pada pasien Diabetes Mellitus

(DM) tipe 2 dengan penyakit penyerta hipertensi .

c. Penggunaan kombinasi obat antihipertensi pada pasien Diabetes

Mellitus (DM) tipe 2 dengan penyakit penyerta hipertensi.

d. Tepat pemilihan obat antihipertensi pada pasien Diabetes Mellitus

(DM) tipe 2 dengan penyakit penyerta hipertensi di Instalasi Rawat

Inap RSUD Kertosono Tahun 2018 berdasarakan JNC VIII dan ADA

2018.

e. Tepat pasien pada pasien Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 dengan

penyakit penyerta hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono

Tahun 2018.
44

f. Tepat indikasi pada pasien Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 dengan

penyakit penyerta hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono

Tahun 2018.

g. Tepat dosis pada pasien Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 dengan

penyakit penyerta hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono

Tahun 2018.

h. Interaksi obat pada pasien Diabetes mellitus (DM) tipe 2 dengan

penyakit penyerta hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono

Tahun 2018.

2. Penyajian data dalam bentuk diagram meliputi :

a. Subyek penelitian ini adalah pasien Diabetes Mellitus (DM) tipe 2

dengan penyakit penyerta hipertensi yang meliputi : usia dan jenis

kelamin.

b. Penggunaan obat antihipertensi tunggal pada pasien Diabetes Mellitus

(DM) tipe 2 dengan penyakit penyerta hipertensi.

c. Penggunaan kombinasi obat antihipertensi pada pasien Diabetes

Mellitus (DM) tipe 2 dengan penyakit penyerta hipertensi.

d. Tepat pemilihan obat antihipertensi pada pasien Diabetes Mellitus

(DM) tipe 2 dengan penyakit penyerta hipertensi di Instalasi Rawat

Inap RSUD Kertosono Tahun 2018 berdasarakan ADA.

e. Tepat pasien pada pasien Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 dengan

penyakit penyerta hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono

Tahun 2018.
45

f. Tepat indikasi pada pasien Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 dengan

penyakit penyerta hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono

Tahun 2018.

g. Tepat dosis pada pasien Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 dengan

penyakit penyerta hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono

Tahun 2018.

h. Interaksi obat pada pasien Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 dengan

penyakit penyerta hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono

Tahun 2018.
46

H. Kerangka Kerja

Studi Literatur

Survei awal terkait pengambilan data

Pengambilan data rekam medis pasien Diabetes Mellitus


(DM) Tipe 2 dengan penyakit penyerta Hipertensi

Karakterisasi data berdasarkan :Usia, Jenis Kelamin


dan pemakaian obat Tunggal dan Kombinasi

Penyajian data

Analisa data

Evaluasi penggunaan obat

Pembahasan dan kesimpulan

Gambar IV.1. Kerangka Kerja


47

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah Kertosono yang menjadi tempat penelitian

dilaksanakan beralamatkan di Jl. Panglima Sudirman No. 16, area

persawahan, Kepuh, kecamatan Kertosono, kabupaten Nganjuk, Provinsi Jawa

Timur 64314. RSUD Kertosono memberikan pelayanan jam buka : buka 24

jam. RSUD Kertosono memiliki Instalasi Rawat Inap poli dalam yang

meliputi : ruang Dahlia kelas I : 3 tt, kelas II : 6 tt dan kelas III : 32 tt, ruang

Lily kelas I : 3 tt, kelas II : 6 tt dan kelas III : 28 tt dan ruang VIP Edelweis

terdiri dari 4 tt.

B. Karakteristik Pasien

1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin

Data mengenai karakteristik jenis kelamin dari pasien Diabetes

Mellitus Tipe 2 dengan hipertensi yang menjadi sampel di Instalasi Rawat

Inap RSUD Kertosono tahun 2018 diperoleh hasil persentase untuk

pasien berjenis kelamin laki – laki sebesar 41.67% (25 pasien) dan pasien

berjenis kelamin perempuan sebesar 58.33% (35 pasien).

Keragaman responden berdasarkan jenis kelamin dapat

ditunjukkan pada tabel V.1

47
48

Tabel V.1 Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase


Laki – Laki 25 41.67%
Perempuan 35 58.33%
Total 60 100%
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah 2019

70.00%

58.33%
60.00%

50.00%
41.67%
Persentase

40.00%

30.00%

20.00%

10.00%

0.00%

Laki-laki Perempuan

Gambar V .1 Diagram Persentase Karakteristik Subyek Penelitian Jenis


Kelamin

Berdasarkan karakteristik dari jenis kelamin responden pada tabel

V.1 tersebut, dapat dilihat bahwa responden laki-laki sebanyak 25 orang

dengan presentase sebesar 41.67% dan responden perempuan yaitu

sebanyak 35 orang dengan presentasi sebesar 58.33%, prevalensi kejadian

Diabetes Mellitus Tipe 2 pada wanita lebih tinggi dibanding laki – laki.

Hal ini dikarenakan wanita lebih berisiko mengidap Diabetes

karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa

tubuh yang lebih besar, sindrom siklus bulanan (premenstrual syndrome),

pasca – menopause yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah


49

terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko

menderita Diabetes Mellitus Tipe 2 (Irawan, 2010).

2. Karakteristik Berdasarkan Usia

Karakteristik usia pasien dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

kelompok A (masa dewasa akhir) untuk pasien yang berusia < 45 tahun,

kelompok B (masa lansia awal) untuk pasien yang berusia 45 – 55 tahun,

kelompok C (masa lansia akhir) untuk pasien yang berusia 56 – 65 tahun

dan kelompok D (masa manula atas) untuk pasien yang berusia > 65 tahun

(Dinkes RI, 2009).

Keragaman responden berdasarkan usia dapat ditunjukkan pada

table V.2 berikut ini.

Tabel V.2 Karakteristik Subyek Penelitian Berdasar Usia

Umur Jumlah Persentase


< 45 th 4 6.67%
45 th - 55 th 22 36.66%
56 th - 65 th 24 40%
> 65 th 10 16.67%
Total 60 100%
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah 2019
50

45.00%
40%
40.00% 36.66%
35.00%

30.00%
Persentase

25.00%

20.00% 16.67%
15.00%

10.00% 6.67%
5.00%

0.00%

< 45 th > 65 th 45 th - 55 th 56 th - 65 th

Gambar V.2 Diagram Persentase Karakteristik Subyek Penelitian


Berdasarkan Usia Pasien

Data usia pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan hipertensi yang

menjadi sampel di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono tahun 2018

pada gambar V.2 menunjukkan bahwa jumlah persentase usia pada

kelompok A sebanyak 6.67% (4 pasien), kelompok B 36.66% (22 pasien),

kelompok C 40% (24 pasien) dan kelompok D 16.67% (10 pasien). Data

yang diperoleh sesuai dengan pernyataan dari American Diabetes

Association (ADA) yang menyatakan bahwa usia diatas 45 tahun

merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit Diabetes Mellitus

Tipe 2 (ADA, 2004). Orang yang mempunyai usia lebih dari 45 tahun

dengan pengaturan diet glukosa yang rendah akan mengalami penyusutan

sel – sel beta pancreas. Sel beta pankreas yang tersisa pada umumnya

masih aktif, tetapi sekresi insulinnya semakin berkurang (Tjay dan

Rahardja, 2003).
51

C. Profil Pengobatan Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Hipertensi

1. Profil Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe

2 dengan Hipertensi

Data yang menunjukkan pengobatan antihipertensi tunggal pada

pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan komplikasi hipertensi yang

menjadi sampel di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono selama periode

Januari 2018 – Desember 2018 ditunjukkan pada tabel V.3. sebagai

berikut :

Tabel V.3 Penggunaan Obat Antihipertensi Tunggal Pada Pasien


Diabetes Mellitus Tipe 2 Di RSUD Kertosono Tahun 2018

Golongan Nama Obat Jumlah Pasien Persentase


CCB Amlodipine 23 65.71%
Diuretik Furosemide 11 31.43%
ACEI Captopril 1 2.86%
Total 35 100%
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah 2019

70.00% 65.71%

60.00%

50.00%
Persentase

40.00%
31.43%
30.00%

20.00%

10.00%
2.86%
0.00%

Captopril Furosemid Amlodipin

Gambar V.3 Diagram Persentase Penggunaan Obat Antihipertensi Tunggal


52

Berdasarkan profil dari penggunaan obat antihipertensi tunggal pada

pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan komplikasi hipertensi yang

menjadi sampel di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono periode 2018

paling banyak menggunakan obat yang berasal dari golongan Calcium

Channel Blocker yaitu Amlodipine 65.71%, golongan Diuretik yaitu

Furosemide 31.43% dan golongan Angiotensin Converting Enzyme

Inhibitor yaitu Captopril 2.86%. Pada pasien hipertensi, monoterapi dapat

diberikan pada pasien hipertensi stage 1 dengan tekanan darah > 140/90

mmHg (James, Oparil, Carter, Cushman, Handler, Lackland., et al.,2014).

Data yang menunjukkan pengobatan antihipertensi kombinasi obat

pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan komplikasi hipertensi yang

menjadi sampel di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono selama periode

Januari 2018 – Desember 2018 ditunjukkan pada tabel V.4. sebagai

berikut :

Tabel V.4 Penggunaan Kombinasi Obat Antihipertensi pd Pasien


Diabetes Mellitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD
Kertosono Tahun 2018

Golongan Nama Obat Jumlah Pasien Persentase


Diuretik + Diuretik Furosemide + 3 37.5 %
Spironolaktone
CCB + Diuretik Amlodipine + Manitol 1 12.5 %
CAA + ACEI Catapres + Captopril 1 12.5 %
ACEI + Diuretik Captopril + Manitol 1 12.5 %
CCB + ACEI + Amlodipine + Lisinopril 1 12.5 %
Diuretik + Manitol
CCB + ARB + ACEI Amlodipine + Irbesartan 1 12.5 %
+ Captopril
Total 8 100 %
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah 2019
53

40.0% 37.5%

35.0%
30.0%
25.0%
Persetase

20.0%
15.0% 12.5% 12.5% 12.5% 12.5% 12.5%

10.0%
5.0%
0.0%

Amlodipine + Manitol Catapres + Captopril


Captopril + Manitol Amlodipine + Lisinopril + Manitol
Amlodipine + Irbesartan + Captopril Furosemide + Spironolaktone

Gambar V.4 Diagram Persentase Penggunaan Obat Antihipertensi


Kombinasi

Kombinasi obat yang paling banyak digunakan adalah kombinasi obat

golongan Diuretik dan Diuretik sebanyak 37.5% (3 pasien), CCB dan

Diuretik 12.5% (1 pasien), CAA dan ACEI 12.5% (1 pasien), ACEI dan

Diuretik 12.5% (1 pasien), CCB + ACEI + Diuretik 12.5% (1 pasien) dan

CCB + ARB + ACEI 12.5% (1 pasien) pada pasien Diabetes Mellitus Tipe

2 dengan komplikasi hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono

periode Januari 2018 – Desember 2018.

D. Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Diabetes Mellitus

Tipe 2

Terapi antihipertensi pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 secara

umum sama dengan penanganan pasien hipertensi tanpa komplikasi lainnya,

hanya saja diharuskan lebih berhati-hati terhadap pemilihan obat antihipertensi


54

yang dapat mengganggu regulasi darah pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

(PERKI, 2015).

1. Tepat Pasien

Respon obat pada masing – masing individu tidaklah sama. Oleh

karena itu, penggunaan obat dikatakan tepat pasien apabila penggunaan

obat sesuai dengan kondisi individu yang bersangkutan (Kemenkes RI,

2011). Melalui definisi ketepatan pasien sebelumnya, ketepatan pasien

dapat dikatakan sebagai suatu pemberian intervensi kesehatan dengan

melihat kondisi pasien. Apabila obat yang diresepkan pada pasien tidak

berkontraindikasi dengan kondisi pasien saat menerima pengobatan dari

rumah sakit, maka pengobatan tersebut dikatakan sebagai tepat pasien.

Data pengobatan ketepatan pasien dapat dilihat di tabel berikut ini :

Tabel V.5 Tabel Tepat Pasien Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono Tahun 2018

Tepat Pasien Jumlah Pasien Persentase


Tepat Pasien 60 100%
Tidak Tepat Pasien 0 0
Total 60 100%
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah tahun 2019
55

100% 100%

90%

80%

70%
Persentase

60%

50%

40%

30%

20%

10%
0%
0%
Tidak Tepat Pasien Tepat Pasien

Gambar V.5 Diagram Persentase Tepat Pasien

Data yang menunjukkan gambaran ketepatan pasien di Instalasi

Rawat Inap di RSUD Kertosono sebanyak 100% dan tidak tepat pasien

sebanyak 0%. Tepat pasien yaitu semua pasien yang terdiagnosis Diabetes

Mellitus Tipe 2 dengan komplikasi hipertensi di Instalasi Rawat Inap

RSUD Kertosono selama periode Januari 2018 - Desember 2018.

2. Tepat Obat

Ketepatan obat dapat dinilai tepat apabila obat dipilih berdasarkan

kesesuaian farmakoterapi obat setelah diagnosa penyakit ditegakkan

dengan benar (Kemenkes RI, 2011). Tepat obat dapat dilihat pada tabel

V.6 dibawah ini :

Tabel V.6 Ketepatan Pemilihan Obat Antihipertensi pada Pasien Diabetes


Mellitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono
Tahun 2018 Berdasarkan Literature ADA 2018.

Ketepatan Jumlah Pasien Persentase


Tepat Obat 39 65%
Tidak Tepat Obat 21 35%
Total 60 100%
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah 2019
56

70.00% 65.00%

60.00%

50.00%
Persentase

40.00% 35.00%

30.00%

20.00%

10.00%

0.00%

Tidak Tepat Obat Tepat Obat

Gambar V.6 Diagram Persentase Tepat Obat dan Tidak Tepat Obat

Data yang menunjukkan gambaran ketepatan obat pasien Diabetes

Mellitus Tipe 2 dengan komplikasi hipertensi sebesar 65% di Instalasi

Rawat Inap RSUD Kertosono pada periode Januari 2018 – Desember 2018

dan tidak tepat obat sebesar 35%.

3. Tepat Indikasi

Tepat indikasi adalah kesesuaian pemberian obat antara indikasi

dengan diagnosa dokter. Peneliti menggunakan parameter ADA 2018

dalam menegakkan diagnose ketepatan indikasi. Dalam penelitian ini

ketepatan indikasi tergambar dalam tabel V.7 dibawah ini :

Tabel V.7 Ketepatan Indikasi pada Pengobatan Pasien Diabetes Mellitus


Tipe 2 dengan Penyakit Penyerta Hipertensi di Instalasi Rawat
Inap RSUD Kertosono Tahun 2018 Berdasarkan Literature
Guideline ADA 2018
Ketepatan Indikasi Jumlah Pasien Perentase
Tepat Indikasi 33 55%
Tidak Tepat Indikasi 27 45%
Total 60 100%
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah 2019
57

60.00%
55.00%

50.00%
45.00%

40.00%
Persentase

30.00%

20.00%

10.00%

0.00%

Tidak Tepat Indikasi Tepat Indikasi

Gambar V.7 Diagram Persentase Tepat Indikasi dan Tidak Tepat


Indikasi

Data yang menunjukkan ketepatan indikasi pada pasien Diabetes

Mellitus Tipe 2 dengan komplikasi hipertensi di Instalasi Rawat Inap

RSUD Kertosono periode Januari 2018 – Desember 2018 sebesar 55%

dan yang tidak tepat indikasi sebesar 45%.

4. Tepat Dosis

Dosis merupakan salah satu aspek yang paling penting dalam

menentukan efikasi obat. Apabila dosis terlalu tinggi, terutama pada obat

yang memiliki rentang terapi sempit, akan sangat berisiko timbulnya efek

samping. Sebaliknya, apabila dosis yang diberikan dibawah rentang terapi,

maka tidak menjamin tercapainya efek terapi yang diinginkan (Kemenkes

RI, 2011).
58

Tabel V.8 Ketepatan Dosis pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan
Penyakit Penyerta Hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD
Kertosono Tahun 2018

Ketepatan Dosis Jumlah Pasien Persentase (N=60)


Tepat Dosis 55 91.67%
Tidak Tepat Dosis 5 8.33%
Total 60 100%
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah 2019

100.00%
91.67%
90.00%
80.00%
70.00%
Persentase

60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
8.33%
10.00%
0.00%

Tidak Tepat Dosis Tepat Dosis

Gambar V.8 Diagram Persentase Ketepatan Dosis dan Tidak Tepat


Dosis.

Data yang menunjukkan ketepatan dosis pada pasien Diabetes

Mellitus Tipe 2 dengan komplikasi hipertensi di Instalasi Rawat Inap

RSUD Kertosono periode Januari 2018 – Desember 2018 sebesar 91.67%

dan yang tidak tepat dosis sebanyak 8.33%.

5. Interaksi Obat

Interaksi obat dapat didefinisikan sebagai aktivitas obat yang

berkolerasi dengan obat ataupun makanan lain yang dimungkinkan dapat

terjadi dan atau dilaporkan pernah terjadi perubahan efektivitas dari obat

yang dikonsumsi (Stockley, 2008).


59

Tabel V.9 Kejadian Interaksi Obat pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
dengan Penyakit Penyerta Hipertensi di Instalasi Rawat Inap
RSUD Kertosono Tahun 2018.

Kejadian Interaksi Obat Jumlah Pasien Persentase (N=60)


Interaksi Obat 17 28.33%
Tidak Terjadi Interaksi 43 71.67%
Total 60 100%
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah 2019

80.00%
71.67%
70.00%

60.00%

50.00%
Persentase

40.00%
28.33%
30.00%

20.00%

10.00%

0.00%

Terjadi Interaksi Obat Tidak Terjadi Interaksi Obat

Gambar V.9 Diagram Persentase Interaksi obat dan tidak terjadi Interaksi
Obat

Tabel V.10 Interaksi Obat dan Rekomendasi pada Pasien Diabetes


Mellitus Tipe 2 dengan Penyakit Penyerta Hipertensi di
Instalasi Rawat Inap di RSUD Kertosono Tahun 2018

Bentuk Frekuensi
No Nama Obat Interaksi Obat
Sediaan (%)
1 Glimepiride+ Tablet 3.64 Lisinopril meningkatkan efek
lisinopril glimepiride melalui sinergisme
farmako-dinamik
2 Glimepiride + Tablet 1.82 Captopril meningkatkan efek
Captopril glimepiride oleh Sinergisme farmako-
dinamik.
3 Furosemide + Tablet 1.82 Lisinopril dan furosemide mekanisme
Lisinopril sinergisme farmakodinamik. Monitor
resiko hipotensi akut.
4 Metformin + Tablet 5.46 Metformin menurunkan kadar
Furosemide furosemide dengan mekanisme
interaksi yang tidak ditentukan.
60

Lanjutan Tabel V.10 Interaksi Obat dan Rekomendasi pada Pasien


Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Penyakit Penyerta
Hipertensi di Instalasi Rawat Inap di RSUD Kertosono
Tahun 2018

Bentuk Frekuensi
No Nama Obat Interaksi Obat
Sediaan (%)
5 Furosemide + Tablet 5.46 Furosemide meningkat-kan kadar
Metformin Injeksi metformin melalui mekanisme inter-
aksi yg tidak ditentukan.
6 Metformin + Tablet 7.27 Amlodipine mengurangi efek
Amlodipine metformin oleh antagonis
farmokodinamik
7 Metformin + Tablet 1.82 Captopril meningkatkan toksisitas
Captopril metformin melalui mekanisme
interaksi yang tidak spesifik.
8 Metformin + Tablet 1.82 Lisinopril meningkatkan toksisitas
Lisinopril metformin melalui mekanisme
interaksi yang tidak ditentukan.
meningkatkan risiko hipoglikemi
dan asidosis laktat
9 Furosemide + Injeksi 5.46 Spironolactone hemat kalium dan
Spironolactone Injeksi furosemide menurunkan kalium serum.
10 Humalog (insulin Injeksi 5.46 Captopril meningkatkan efek insulin
lispro) + Captopril Tablet lispro dengan sinergisme farmako-
dinamik, Kedua obat ini menurunkan
glukosa dara
11 Insulin lispro + Injeksi 1.82 Lisinopril meningkatkan efek insulin
Lisinopril Tablet lispro dengan sinergisme farmako-
dinamik
12 Insulin lispro + Injeksi 1.82 Clonidin mengurangi efek insulin
Catapres Tablet Lispro oleh antagonism
farmakodinamik. Gejala hipoglikemi
berkurang.
13 Insulin Lispro + Injeksi 8.33 Gejala hipoglikemia menurun.
Catapres Injeksi Mekanisme : Penurunan hipoglikemia
yang di induksi produksi katekolamin
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah 2019

Data yang menunjukkan gambaran Interaksi Obat yang terjadi

pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan komplikasi hipertensi di

Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono periode Januari 2018 - Desember

2018 terjadi sebanyak 28.33% dan yang tidak terjadi interaksi obat dalam

pengobatan pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan komplikasi hipertensi

di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono periode 2018 sebanyak 71.67%.


61

Interaksi obat adalah salah satu masalah terkait efek obat, dimana

suatu obat dapat berubah efeknya apabila dikombinasikan dengan obat

lain, salah satu faktor resiko terjadinya interaksi obat adalah adanya

polifarmasi, dan populasi yang beresiko tinggi adalah pada usia lanjut

(Ahmad, 2015).
62

BAB VI

PEMBAHASAN

Penelitian tentang evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada pasien

Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan komplikasi hipertensi di laksanakan di Instalasi

Rawat Inap RSUD Kertosono periode Januari 2018 - Desember 2018. Penelitian

ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan obat antihipertensi pada pasien

Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan komplikasi hipertensi di Instalasi Rawat Inap

RSUD Kertosono periode Januari 2018 – Desember 2018 yang meliputi

penggunaan obat antihipertensi tunggal dan penggunaan kombinasi obat yaitu

tepat pasien, tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis dan kejadian interaksi obat.

Profil pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan komplikasi hipertensi di

Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono periode Januari 2018 – Desember 2018

paling banyak terjadi pada pasien berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar

58.33% (35 pasien) dan untuk pasien berjenis kelamin laki – laki sebanyak

41.67% (25 pasien).

Hasil data yang diperoleh tersebut selaras dengan penelitian yang

dilakukan sebelumnya, bahwa persentase pasien berjenis kelamin perempuan

sebesar 70.73% dan persentase pasien berjenis kelamin laki – laki sebesar

27.23% (Ansa, dkk. 2011). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2007 dan

2013 juga menunjukkan bahwa prevalensi pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan

komplikasi hipertensi berjenis kelamin perempuan lebih tinggi dibanding pasien

berjenis kelamin laki – laki (Kemenkes, 2014). Hal tersebut sesuai dengan teori

62
63

yang menyebutkan bahwa hormone seksual yang mempengaruhi indeks massa

tubuh dan kecenderungan fisik perempuan yang sedikit beraktivitas menyebabkan

perempuan lebih rentan terkena penyakit degenerative (Eliana, 2015).

Transisi menopause berhubungan dengan perubahan metabolisme jaringan

adipose yang berkontribusi pada akumulasi lemak tubuh setelah menopause.

Lemak abdominal dapat dianggap sebagai organ endokrin karena kemampuannya

dalam mensekresi adipokin dan subtansi lain yang berhubungan dengan penyakit

metabolik, seperti resistensi insulin (Davis et al., 2012).

Berdasarkan profil usia pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan

komplikasi hipertensi yang menjadi sampel di Instalasi Rawat Inap RSUD

Kertosono periode Januari 2018 - Desember 2018 pada tabel V.2 menunjukkan

bahwa jumlah persentase usia pasien kelompok usia < 45 tahun sebesar 6.67% (4

pasien), kelompok usia 45 tahun – 55 tahun sebesar 36.66% (22 pasien),

kelompok usia 56 tahun – 65 tahun sebesar 40% (24 pasien) dan kelompok usia >

65 tahun sebesar 16.67% (10 pasien). Melalui hasil data tersebut, diketahui bahwa

pasien kelompok usia 56 tahun – 65 tahun merupakan kelompok usia pasien

terbanyak yaitu sebanyak 24 pasien. Hasil tersebut sesuai dengan teori bahwa

individu yang memiliki usia diatas 56 tahun (56 – 65), lebih berisiko terkena

penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 karena pada usia tersebut, terjadi defisiensi

fungsi kerja tubuh (degenerative), terutama pada sel beta pankreas yang

merupakan penghasil hormon insulin tubuh dan regulasi tekanan darah (Zahtamal,

2007). Usia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit Diabetes

Mellitus Tipe 2 yang tidak bisa diubah. Seiring bertambahnya usia seseorang,
64

semakin tinggi risiko terjadinya penyakit degenerative, terutama apabila memiliki

pola gaya hidup yang tidak sehat. Individu yang menderita Diabetes Mellitus Tipe

2 sangat mudah terkenapenyakit komplikasi hipertensi. Hal tersebut dikarenakan

semakin tinggi kadar glukosa darah, maka viskositas darah juga semakin

meningkat, menyebabkan dinding – dinding pembuluh darah mengalami

kekakuan (aterosklerosis). Selain itu, terganggunya system renin angiotensin

dalam regulasi tekanan darah juga meningkatkan kemungkinan terjadinya

hipertensi pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 (Corwin, 2009).

Profil Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe

2 dengan komplikasi hipertensi ada dua yaitu terapi tunggal dan terapi kombinasi

obat. Data penggunaan obat antihipertensi pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

dengan komplikasi hipertensi yang menjadi sampel di Instalasi Rawat Inap RSUD

Kertosono periode Januari 2018 – Desember 2018 ditunjukkan pada tabel V.3.

Amlodipin merupakan obat yang paling banyak diresepkan pada pasien, yaitu

sebesar 65.71% (23 pasien) mendapatkan peresepan amlodipine.

Amlodipin merupakan obat antihipertensi dari golongan CCB yang bekerja

dengan cara menghambat kanal kalsium pada sel otot polos dan jantung (BPOM,

2015). Amlodipin sebenarnya merupakan drug of choice, pemilihan amlodipine

dikarenakan amlodipine memiliki potensi efek samping yang lebih ringan dari

pada captopril, seperti batuk kering yang sering terjadi pada pasien yang

mendapat terapi captopril. Lisinopril merupakan senyawa yang memiliki efek

menurunkan tekanan darah dengan mekanisme menghambat kerja dari

angiotensin converting enzyme (ACE). Furosemid merupakan obat antihipertensi


65

golongan diuretic loop yang diresepkan pada 31.43% (11 pasien). Obat ini

termasuk golongan obat antihipertensi yang bekerja secara kuat untuk

mengeluarkan kelebihan cairan dan natrium didalam tubuh (Gormer, 2014).

Catapres merupakan obat anti hipertensi yang merupakan golongan central alpha-

2 agonis secara khusus obat ini berguna bagi pasien dengan hipertensi labil yang

ditandai dengan peningkatan tekanan darah yang signifikan. Obat ini aman

digunakan bagi pasien dengan diabetes mellitus tanpa menyebabkan penurunan

kadar glukosa darah yang tak terkontrol (Sisca, 2007). Manitol merupakan

diuretik osmotik terutama bekerja pada tubulus proksimal dan pars desendens

lengkung Henle. Melalui efek osmotik, diuretik juga menghambat efek ADH pada

collecting tubule. Manitol mencegah penyerapan normal air dengan kekuatan

osmotik, sehingga volume urin meningkat. Peningkatan laju aliran urin

mengurangi waktu kontak antara cairan dan epitel tubular, sehingga mengurangi

Na+ serta reabsorpsi air (Tavakkoli, 2011). Captopril diresepkan sebanyak 2.86%

(1 pasien), captopril merupakan terapi lini pertama dalam pengobatan hipertensi

dalam JNC VII, terutama pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 karena memiliki

efek neuroprotektan dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular (Gormer,

2014). Spironolactone merupakan golongan diuretic hemat kalium, diuretic hemat

kalium dapat menimbulkan hyperkalemia, bila diberikan pada pasien dengan

gagal ginjal atau bila dikombinasi dengan penghambat ACE, ARB, Beta-blocker,

AINS, dengan atau suplemen kalium. Diuretik hemat kalium dihindari bila pasien

dengan keratin serum lebih dari 2.5mg/dL (Gunawan et al., 2007).


66

Melalui tabel V.4 diketahui data penggunaan kombinasi obat

antihipertensi untuk pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 yang digunakan adalah

kombinasi Diuretik dan Diuretik sebesar 37.5% (3 pasien), CBB + Diuretik

sebesar 12.5% (1 pasien), CAA + ACEI sebesar 12.5% (1 pasien), ACEI +

Diuretik sebesar 12.5% (1 pasien), CCB + ACEI + Diuretik 12.5% (1 pasien),

CCB + ARB + ACEI 12.5% (1 pasien) penggunaan terapi kombinasi ditunjukkan

untuk pasien yang kontrol tekanan darahnya sulit untuk mencapai target terapi

apabila menggunakan terapi pengobatan antihipertensi tunggal, sehingga

digunakan kombinasi obat antihipertensi dari golongan lainnya, biasanya ada

kasus kasus dimana apabila menggunakan dosis pengobatan tunggal kurang

mencapai target klinis, dimana tujuan utama dalam terapi antihipertensi adalah

menurunkan tekanan darah sesuai target dan mempertahankan tekanan darah

target. Apabila dengan terapi tunggal target terapi tidak dapat dicapai, maka dosis

dapat ditingkatkan atau menambahkan terapi antihipertensi dari kelas terapi lain

dengan dosis terendah untuk meningkatkan efektifitas kerja obat.

Evaluasi penggunaan obat dalam penelitian ini ditunjukkan untuk

mengetahui persentasi penggunaan obat antihipertensi tunggal dan obat

antihipertensi kombinasi yang diresepkan pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

dengan hipertensi yang meliputi tepat pasien, tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis

dan interaksi obat. Penilaian evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada

penelitian ini berdasarkan pada American Diabetes Assosiation 2018.

Penelitian yang dilakukan pada data rekam medis pasien Diabetes Mellitus

Tipe 2 dengan komplikasi hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono


67

periode Januari 2018 – Desember 2018 mengenai evaluasi ketepatan pasien tidak

ditemukan adanya pasien yang menerima pengobatan yang berkontraindikasi

dengan kondisi pasien saat berobat dan tidak memiliki riwayat alergi pada obat

antihipertensi yang diresepkan. Seperti yang terlihat pada gambar diagram V.5

evaluasi ketepatan pasien di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono periode

Januari 2018 – Desember 2018 pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan

komplikasi hipertensi yaitu sebesar 100% (60 pasien) telah memenuhi kriteria

tepat pasien. Hasil evaluasi ketepatan pasien dalam penelitian ini selaras dengan

penelitian sebelumnya mengenai evaluasi ketepatan obat antihipertensi pada

pasien hipertensi dengan gagal ginjal kronik di RSUD Pandan Arang Boyolali

periode 2015 – 2016, yaitu 100% tepat pasien (Rahim, 2017).

Obat – obat antihipertensi yang diresepkan pada pasien di instalasi rawat

inap RSUD Kertosono antara lain amlodipine, furosemide, Lisinopril, Catapres,

Manitol, Captopril dan Spironolaktone.

Penggunaan obat antihipertensi dalam penelitian ini dinyatakan tepat obat

apabila obat yang digunanakan memiliki efek farmakoterapi yang diinginkan,

diresepkan sesuai dengan rekomendasi dalam American Diabetes Assosiation

2018.

Melalui tabel V.6 diketahui bahwa ketepatan obat dalam skala sebesar

65% sampel (39 pasien) dinyatakan tepat obat sedangkan 35% sampel (21 pasien)

dinyatakan tidak tepat obat. 21 pasien yang menerima pengobatan tidak tepat

mendapat terapi furosemide 31.43% (11 pasien), Furosemide dan Spironolaktone

37.5% (3 pasien), Amlodipine dan Manitol 12.5% (1 pasien), Catapres +


68

Captopril 12.5% (1 pasien), Captopril + Manitol 12.5% (1 pasien), Amlodipine +

Lisinopril + Manitol 12.5% (1 pasien). Ketepatan penilaian ketepatan obat dalam

skala dinyatakan tepat obat apabila dalam riwayat pengobatannya, pasien selalu

menerima pengobatan yang sesuai dengan drug of choice dalam American

Diabetes Association 2018. Sehingga, apabila ditemukan salah satu riwayat

pengobatan antihipertensi pasien yang tidak termasuk drug of choice dalam

guideline tersebut, maka ketepatan obat dinyatakan tidak tepat.

Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan komplikasi hipertensi yang

menjadi sampel di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono periode Januari 2018 –

Desember 2018 sebagaian besar memperoleh terapi antihipertensi dari golongan

ACEI, CCB, diuretic dan CAA. Golongan obat antihipertensi yang diresepkan di

Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono periode Januari 2018 – Desember 2018

sudah sesuai dengan obat – obat yang direkomendasikan dalam JNC VIII yaitu

ACEI, CCB, diuretic. Penggunaan ACEI sebagai antihipertensi pada pasien

Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan komplikasi hipertensi sesuai sebagai first line

theraphy dalam JNC VIII dan ADA 2018 Menurut penelitian yang dilakukan

sebelumnya, ACEI bermanfaat dalam menurunkan resistensi insulin (Saputri, dkk,

2016). Selain itu ACEI memiliki manfaat sebagai kardioprotektor (menurunkan

risiko terjadinya penyakit kardiovaskular) dan dapat menurunkan risiko terjadinya

kerusakan ginjal secara bermakna, terutama pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

yang rentan terhadap penyakit gagal ginjal kronik (Aprinaldi, 2016).

Golongan Calcium Channel Blocker (CCB) yang paling banyak

diresepkan adalah amlodipine pada 23 pasien. Menurut Aprinaldi (2016),


69

meskipun amlodipine tidak lebih baik dari captopril dalam hal neuroprotektan,

tetapi karena amlodipine memiliki risiko efek samping yang lebih rendah, maka

dokter dapat mempertimbangkannya sebagai drug of choice kedua dalam

pemilihan obat antihipertensi untuk pasien Diabetes Mellitus Tipe 2, terutama

untuk pasien lanjut usia. Peresepan obat dari golongan CCB dinyatakan tepat

karena sesuai dengan rekomendasi dalam American Diabetes Association 2018.

Golongan obat diuretik yang diresepkan pada pasien di Instalasi Rawat

Inap RSUD Kertosono merupakan diuretic loop dan hemat kalium yaitu

furosemide dan spironolakton. Furosemid bekerja pada lengkung henle ginjal

sehinnga disebut sebagai loop diuretic (Hunt, et al., 2005). Diuretik hemat kalium

seperti spironolactone bekerja pada tubulus distal ginjal (Hunt, et al., 2005).

Diuretik adalah golongan obat yang mampu meningkatkan laju aliran urin.

Diuretik bekerja dengan cara menghambat transport ion yang mampu menurunkan

reabsorpsi dari ion Na+ pada bagian tertentu dari nefron. Hal tersebut dapat

mengakibatkan ion Na+ dan banyak ion lain berada dalam urin dalam jumlah

melebihi kondisi normal barsama – sama dengan air, yang mengangkut secara

pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotic urin.(Hardman, et al, 2008).

Tujuan utama pemberian diuretic adalah untuk mengurangi gejala retensi cairan

dan kongesti paru, memperbaiki kualitas hidup, dan menurunkan jumlah

hospitalisasi pada pasien gagal jantung (Parker, et al, 2008). Dosis furosemide 1

atau 2 kali 20 – 40mg dosis total maksimal per hari 600 mg dengan durasi 6 – 8

jam sedangkan spironolakton dosis awal perhari 1 kali 12,5 – 25 mg dosis total

maksimal per hari 50mg dengan durasi waktu 48 – 72 jam.


70

Pemilihan obat mengacu pada penegakkan diagnosis. Jika diagnosis yang

ditegakkan tidak sesuai maka obat yang digunakan juga tidak akan memberi efek

yang diinginkan. Menurut pedoman JNC VIII dan ADA 2018, penggunaan obat -

obat antihipertensi jika diukur dari tekanan darah dapat dilihat pada algorithm

penanganan hipertensi yaitu apabila tekanan darah sistolik 140 – 160 mmHg atau

tekanan darah diastolic 90 mmHg maka perlu diberikan antihipertensi monoterapi

dan apabila tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau tekanan darah diastolic ≥ 100

mmHg perlu diberikan kombinasi 2 macam obat atau lebih. Evaluasi ketepatan

indikasi dilihat perlu atau tidaknya pasien di beri obat antihipertensi berdasarkan

tekanan darah. Berdasarkan data yang diambil dari rekam medis pasien Diabetes

Mellitus Tipe 2 yang mengalami komplikasi hipertensi di Instalasi Rawat Inap

RSUD Kertosono selama periode Januari 2018 – Desember 2018 telah memenuhi

tepat indikasi sebesar 55% (33 pasien) dan yang tidak memenuhi indikasi sebesar

45% (27 pasien). Hal ini disebabkan oleh peresepan antihipertensi mengikuti

ketersediaan obat di rumah sakit yang berdasar formularium rumah sakit yang

berdasarkan pada Formularium Nasional, oleh karena itu nilai ketepatan indikasi

yang di peroleh sebesar 55% (33 pasien).

Tepat dosis adalah jumlah obat yang diberikan berada dalam range terapi

yang dibutuhkan (WHO, 2012). Regimentasi dosis obat antihipertensi pada pasien

dalam penelitian ini dinyatakan tepat dosis apabila dosis perhari yang diberikan

pada pasien sesuai dengan dosis yang ditetapkan dalam guideline American

Diabetes Association 2018.


71

Melalui tabel V.8, diketahui sebanyak 91.67% sampel (55 pasien)

dinyatakan tepat dosis, sementara 8.33% sampel (5 pasien) dinyatakan tidak tepat

dosis. 5 pasien yang dinyatakan tidak tepat dosis dikarenakan dosis yang diterima

pasien dibawah dosis minimum untuk hipertensi dalam guideline JNC VIII

(2014). Pemberian dosis rendah dimungkinkan untuk melihat respon pengobatan

yang diberikan pada pasien dan menghindari potensi efek samping.

Interaksi obat terjadi jika efek suatu obat berubah akibat adanya obat lain,

makanan atau minuman. Interaksi obat dapat menghasilkan efek yang memang

dikehendaki atau efek yang tidak dikehendaki yang lazimnya menyebabkan efek

samping obat dan atau toksisitas karena meningkatnya kadar obat di dalam

plasma, atau sebaliknya menurunnya kadar obat dalam plasma yang menyebabkan

hasil terapi menjadi tidak optimal. (Ament PW et al, 2000) . Mayoritas dari pasien

Diabetes Mallitus Tipe 2 dengan komplikasi hipertensi di Instalasi Rawat Inap

RSUD Kertosono periode Januari 2018 – Desember 2018 mendapat resep dengan

jumlah obat lebih dari dua kombinasi, karena selain menerima obat antidiabetik

untuk mengontrol gula darah, juga terdapat resep obat antihipertensi untuk

mengontrol tekanan darah. Interaksi obat terjadi sebanyak 28.33% (17 pasien).

Glimepiride dikombinasikan dalam penggunaannya dengan lisinopril akan

terdapat interaksi yaitu lisinopril dapat meningkatkan efek glimepiride, kedua obat

tersebut tetap bisa digunakan untuk terapi tetapi tetap harus dibawah monitoring

petugas farmasis atau dokter. Metformin dalam penggunaannya bila

dikombinaskan dengan lisinopril terdapat interaksi obat yaitu lisinopril

meningkatkan efek toksisitas dari metformin, tetapi kedua obat tersebut tetap bisa
72

digunakan tetapi harus di monitoring oleh petugas kesehatan baik dokter maupun

farmasis, karena penggunaan kombinasi kedua obat tersebut dapat meningkatkan

risiko hipoglikemia dan asidosis laktat. Metformin bila dikombinasi dengan

furosemide terdapat interaksi obat, tetapi kedua kombinasi obat tersebut tetap

dapat digunakan dengan monitoring oleh tenaga kesehatan baik farmasi ataupun

dokter. Furosemide bila penggunaanya dikombinasikan dengan metformin dapat

menimbulkan interaksi obat, dimana furosemide dapat meningkatkan kadar

metformin, kedua kombinasi obat tersebut tetap dapat digunakan tetapi harus

dengan pengawasan tenaga farmasi ataupun dokter. Metformin apabila

dikombinasi dengan amlodipine dalam penggunaanya dapat menimbulkan

interaksi obat, dimana amlodipine dapat mengurangi efek kerja obat metformin,

kedua kombinasi obat tersebut tetap bisa di gunakan untuk terapi farmakologi

tetapi harus tetap dalam monitoring tenaga farmasis ataupun dokter. Glimepiride

apabila dikombinasikan dengan captopril dalam pemakaiannya akan dapat

menimbulkan interaksi obat, dimana captopril dapat meningkatkan efek

glimepiride sebagai obat hipoglikemik, kedua jenis obat tersebut masih dapat

digunakan untuk pengonbatan tetapi tetap harus dalam monitoring tenaga

kesehatan seperti farmasis atau dokter. Metformin bila dikombinasikan dengan

captopril dalam pemakaian pengobatan dapat menimbulkan efek meningkatkan

toksisitas metformin, kedua kombinasi obat tersebut tetap bisa digunakan tetapi

harus dimonitoring oleh tenaga kesehatan seperti farmasis atau dokter karena

kedua jenis obat tersebut apabila penggunaanya dikombinasikan dapat

meningkatkan risiko hipoglikemia dan asidosis laktat. Insulin lispro dalam


73

pemakaian pengobatan bila dikombinasi dengan lisinopril dapat menimbulkan

interaksi obat, dimana lisinopril dapat menimbulkan efek kinerja insulin lispro

meningkat, kedua pengobatan kombinasi tersebut masih bisa digunakan tetapi

tetap harus di monitoring dalam pemakaiannya oleh tenaga farmasis atau dokter.

Insulin lispro dikombinasikan dengan captopril dalam penggunaanya akan dapat

menimbulkan interaksi obat, dimana captopril dapat meningkatkan efek insulin

lispro sebagai terapi hipoglikemik, kedua obat tersebut masih dapat digunakan

tetapi tetap harus dalam pengawasan tenaga farmasis atau dokter karena kedua

obat tersebut memiliki efek menurunkan glukosa darah, tetap harus di pantau

gula darah apabila kedua obat ini digunakan. Insulin lispro penggunaanya

dikombinasikan dengan catapres dapat menimbulkan efek interaksi obat dimana

catapres dapat mengurangi efek kerja insulin lispro, kedua kombinasi obat

tersebut tetap dapat digunakan tetapi tetap harus di monitoring oleh tenaga

farmasis atau dokter. Spironolaktone dalam pengobatan dikombinasikan dengan

furosemide dapat menimbulkan efek interaksi obat dimana spironolaktone dalam

bekerjanya tidak mempengaruhi kalium tetapi furosemide dalam kerja obatnya

dapat menurunkan kalium serum, kedua obat ini tetap dapat digunakan bersama

tetapi harus dalam monitoring secara ketat oleh tenaga farmasis atau dokter dalam

penggunaanya. (Medscape, 2019).

Evaluasi ini terfokus pada kajian antihiperetnsi untuk menurunkan dan

menjaga tekanan darah. Evaluasi penggunaan obat antihiperetnsi pada Diabetes

Mellitus Tipe 2 dilakukan dengan membandingkan obat – obat yang digunakan

dengan literature American Diabetes Assosiation 2018.


74

BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang evaluasi penggunaan obat

antihipertensi pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap

RSUD Kertosono pada tahun 2018 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Data penggunaan obat antihipertensi tunggal pada pasien Diabetes

Mellitus Tipe 2 dengan komplikasi hiperetnsi yang menjadi sampel di

Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono pada periode Januari 2018 –

Desember 2018 yaitu Amlodipine 65.71% (23 pasien), Furosemide

31.43% (11 pasien) dan Captopril 2.86%

2. Data penggunaan obat antihipertensi kombinasi pada pasien Diabetes

Mellitus Tipe 2 dengan komplikasi hipertensi yang menjadi sampel di

Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono selama periode Januari 2018 –

Desember 2018 adalah sebagai berikut : Furosemide + Spironolaktone

37.5% (3 pasien), Amlodipine + Manitol 12.5% (1 pasien), Catapres +

Captopril 12.5% (1 pasien), Captopril + Manitol 12.5% (1 pasien),

Amlodipine + Lisinopril + Manitol 12.5% (1 pasien) dan Amlodipine +

Irbesartan + Captopril 12.5% (1 pasien).

3. Evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada pasien Diabetes Mellitus

Tipe 2 dengna komplikasi hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD

Kertosono periode Januari 2018 – Desember 2018 meliputi : tepat pasien

74
75

sebanyak 100% (60 pasien), tepat obat 65% (39 pasien), tepat indikasi

55% (33 pasien), tepat dosis 91.67% (55 pasien) dan kejadian interaksi

obat sebesar 28.33% (17 pasien).

B. Saran

1. Minimnya penggunaan jenis obat tunggal maupun kombinasi obat

hipertensi khususnya pada pasien Diabetes Mellitus diharapkan lebih di

perhatikan agar tercapai terapi yang tepat untuk pengelolaan tekanan darah

sangat dibutuhkan untuk mengurangi risiko peningkatan kematian dan

memperlambat komplikasi diabetik.

2. Perlu penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar

dengan waktu yang lebih lama, dan secara prospektif untuk mengukur

faktor – faktor lain yang dapat mempengaruhi tercapainya target tekanan

darah pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan komplikasi hipertensi

sehingga diharapkan data yang didapatkan bisa lebih akurat.


76

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, L. 2004. Farmasi Rumah Sakit, Teori dan Penerapan, 25 – 49. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Ament, P.W. Bertolino, J.G. Liszewski, J.L. (2000). Clinical pharmacology:
clinically significantdrug interactions. Am fam Physician.
Ammerican Diabetes Association. 2004. Diagnosis And Clasification Of Diabetes
Melitus. Diabetes Care.
American Diabetes Association. 2014. Genetics Of Diabetes.[Cited 3 Maret
2019].Available from http://www.diabete.org/diabetes.basics/genetics-of-
diabetes.html.
American Diabetes Association. 2018. Standards Of Medical Care In Diabetes.
2018.
Annarnita, A. A. 2014 .Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Obat
Stagnant Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin
Makassar Tahun 2014. Tesis. Universitas Hasanudin Makassar.
Ansa, DA. Goenawi, RL. Tjitrosantoso, MH. 2011. Kajian Penggunaan Obat
Antihipertensi Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Instalasi Rawat
Inap BLU RSUP DR.R.D. Kandou Manado Periode Januari – Desember
2010. FMIPA Unsrat, Manado.
Aprinaldi. 2016. Interaksi Obat. Diakses 16 Agustus 2019. dari ilal Aprinaldi :
http://aprnaldibilal.bs.com/2016/11/Interaksi-obat.html.
Arnita, E. (2012). Hubungan tingkat pendidikan ibu hamil primigravida dengan
pengetahuan tentang pemeriksaan antenatal care (ANC) di BPS Sri Martuti
Piyungan Bantul.
Aziza, Lucky. 2007. Peran Antagonis Kalsium dalam penatalaksanaan
Hipertensi. Majalah Kedokteran Indonesia. Volum: 57. Nomor: 8.
Azwar, S. 1999. Pengantar Adminitrasi Kesehatan. Binarupa Aksara. Jakarta.
BPOM RI. Adan Pengawas Obat dan Makanan. 2015. Pusat Informasi Obat
Nasional. Antihipertensi. Diakses 16 Agustus 2019. dari Pusat Informasi
Obat Nasional : http://pionas.pom.go.id/ioni/bab.2 sistim-kardiovaskular-
0/23-antihipertensi.
Cipolle, R.J. Strand, L.M. and Morley P.C. 2007. Pharmaceutical Care Practise
Second Edition. New York : McGraw Hill. pp. 173-187.

76
77

Chobanian, A.V. Akris, G.K. Lack, H.R. Cushman, W.C. Green, L.A. Izzo, J.L.
Jones, D.W. Materson, .J. Oparil, S. Wright, J.T. Roccella, E.J. and the
National High lood Pressure Education Program Coordinating Committee
2004. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,
detection, Evaluation, and Treatment of High lood Pressure. US
Depertement of Healt an Human Services, Boston.
Corwin, E. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Davis, et al. 2012. Memahami Peningkatan Berat Badan Saat Menopouse.
Climacteric. 15(4): 19-29.
DiabetesUKC. 2014.Diabetes Key Stasguideline. [Cited 3 Maret 2019]. Available
from http ://www.diabetes.org.uk/Documents/About%20Us/Statics/Diabetes-key-stas-
guideline-Maret2019.pdf.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2005. Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Diabetes Mellitus. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2006. Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Hipertensi. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Dwi, Desie W. 2016. Aplikasi Terapeutik Geraniin dari Ekstrak Kulit Rambutan
(Nephelium Lappaceum) sebagai Antihiperglikemik melalui Aktivitasnya
sebagai Antioksidan pada Diabetes Melitus Tipe 2. Nurse Line Journal.
Vol 1. No 1.
Eliana, F. 2015. Diabetes Mellitus Tipe 2. Journal Majority. 4 (5).
Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta : Aditya
Media.
Fatimah, R. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Majority. Vol 4, No 5 : 93 –
101.
Gomer, Beth. 2014. Farmakologi Hipertensi. Terjemahan Diana Lyrawati. 2008
Nugroho. Jakarta : EGC.
Gunawan, S.A. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Universitas Indonesia
Jakarta. hal. 375-376, 383.
Guyton, A. C. Hall, J. E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta
: EGC. 1022
Hanum, N.N. 2013. Hubungan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Dengan Profil
Lipid Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Cilegon Periode Januari-April 2013. Skripsi. FK dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
78

Herlinawati, A.V. 2009. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) Pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Umum
Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008. Skripsi. Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
International Diabetes Federation. 2015. IDF Diabetes Atlas Seventh Edition
2015. Dunia : IDF
James, P.A. Oparil, S. Carter, .L. Cushman, W.C. Dennison-Himelfarb, C.,
Handler, J. Lackland, D.T. LeFevre, M.L. MacKenzie, T.D. Ogedegbe, O.
Smith Jr. S.C Svetkey, L.P. Taler, S.J. Townsend, R.R. Wright Jr. J.T.,
Narva, A.S. dan Ortiz, E. 2014. Evidence Based Guideline for the
Management of High Blood Pressure in Adult Report From the Panel
Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC, VIII),
JAMA. 311 (5). 507-520.
JNC VII. 2003. The Seventh Report Of The Joint National Committee On
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment Of High lood Pressure
Hypertension, 42 : 1206 – 52. [Cited 3 Maret 2019]. Available from
http://hyper.ahajournals.org/cgi/content/full/42/6/1206.
JNC VIII. 2014. The Eight Report Of The Joint National Committee.
Hypertension Guideline: An. In – Depth Guide. AmJ. Manag Care.
Kemenkes RI. 2014. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Meirinawi, A. 2006. Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Pasien Diabetes Melitus
Komplikasi Hipertensi Rawat Inap Periode 2005 Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta. Skripsi. Fakultas farmasi Universitas Sanata Dharma.
Yogyakarta.

Medscape. 2019. Drug Interaction Checker. (online) (http://www.reference.


medscape.com/drug-interactionchecker). diakses pada tanggal 20 Agustus
2019.
Nguyen, L. 2000. An Overview Of The Evaluation Of Clinical Pharmacy Services,
Pharmacy Intern University Of New Mexico, College Of Pharmacy.[Cited
3 Maret 2019]. Available from http://www.nm-pharmacy.com/student
articles 4.html.
Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis :
Jakarta : SalembaMedika.
PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Indonesia. PERKENI, Jakarta.
79

Pohan, IS. 2013. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. EGC. Jakarta.


Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Vol 2 ; Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit.
Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
Rahim, A.F. 2017. Evaluasi Ketepatan Terapi Antihipertensi Pada Pasien
Hipertensi Dengan Gagal Ginjal Kronik Di Instalasi Rawat Inap RSUD
Pandan Arang oyolali Periode 2015 - 2016. Skripsi. 56.
(RISKESDAS) Riset Kesehatan Dasar. 2015. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI.
Rudnick, G. 2001. Clinical Pharmacology Made Incredibly Easy. Springhouse
Coorporation : Pensylvania. 101-134, 283-287.
Saputri, S.W. Antonius N. Pratama. Diana Holidah. 2016. Studi Pengobatan
Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Hipertensi di Instalasi Rawat Jalan RSU
dr H Koesnadi Bondowoso Periode tahun 2014. E-Jurnal Pustaka
Kesehatan. 4(3).
Saseen. J.J., dan Charter. L.B. 2005. Hipertension, dalam Pharmaco Theraphy :
Phatophysiology Approach. Sixth Edition, edited by J.T. Dipiro,
McGrawhill Company. Inc. 185-217.
Setiawanti, A., dan Z.S. Bustami. 1995. Antihipertensi, dalam Farmakologi dan
Terapi. Edisi IV. Edited by S.G. Ganiswara. Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. pp. 315-342.
Siregar, C.J.P. 2003. Farmasi Rumah Sakit Teori & Penerapan. Jakarta : EGC.
Siregar dan Amalia, Lia. 2004. Farmasi Rumah Sakit, Teori dan Penerapan. 25 –
49. Penerbit Buku Kedokteran : EGC. Jakarta.
Stockley, I.H. 2008. Stockley’s Drug I teractio . Eighth. Edition. London :
Pharmaceutical Press.
Sudoyo, A. W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing.
Tatro, D.S. 2007. Drug Interaction Facts, Wolters Kluwer Health, Missouri.
Tavakkoli, F.2011. Riview Of The Role Of Mannitol In TheTherapy Of Children.
Altimore. Maryland.
Triplitt, C.L. Reasner, C.A. dan Isley, W. 2005. Diabetes mellitus In
Pharmacotheraphy : A Pathophisiologic Approach. Sixth Edition, (Eds)
J.T. Dipiro, McGrawhill Company. Inc. 1333-1363.
80

Trisnawati S, Setyorogo S. Faktor Resiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II di


Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat 2012. Jurnal Ilmiah
Kesehatan.5 (1) : 6-11.
Williams B, Poulter NR. Brown MI. 2004. Guideline for management of
hypertention : report of the fourth working party of the british
Hypertention Society. 18 (3) : 139-85.
WHO. 2010. “About Diabetes”. [Cited 3 Maret 2019]. Available from :
http://www.who.int/diabetes/action_online/basics/en/.
WHO. 2016. Diabetes Fakta dan Angka. [Cited 3 Maret 2019]. Available from:
http://www.searo.who.int/indonesia/topics/8-whd2016-diabetes-facts-and-
numbers-indonesian.pdf/.
Wiliiam, G.H. 2001. Hypertensive Vascular Disease, dalam Harriso ’s Pri ciples
of Internal Medicine, 15th edition. Edited by Braunwald, Fauci, Kasper,
Hauser, Longo, Jameson, McGraw Hill Company. Inc. America. pp. 1414-
1429.
Zahtamal, F.C. 2007. Faktor Faktor Risiko Pasien Diabetes Mellitus. Fk.
Universitas Riau : Riau.
81

Lampiran 1
82

Lampiran 2
83

Lampiran 3
84

Lampiran 4
85

Lampiran 5
86

Lampiran 6
87

Lampiran 7
88

Lampiran 8
89

Lampiran 9

89
90

Lampiran 10

90
91

Lampiran 11
92

Lampiran 12
93

Lampiran 13

Lembar Pengumpulan Data

Lembar Data Pasien menggunakan Obat Antihipertensi pada bulan Januari –


Desember 2018 di Instalasi Rawat Inap RSUD Kertosono Tahun 2018

Nomer Jenis Obat Bentuk


NO Usia Golongan
Rekam Medis Kelamin Antihipertensi Sediaan

1 19186756 L 60th Furosemide Injeksi Diuretik

2 19186679 L 70th Amlodipine 10mg Tablet CCB

Amlodipin 10mg Tablet CCB


3 19187194 L 57th
Manitol Infus Diuretik

Catapres 150mcg Tablet CAA


4 19182799 P 50th
Captopril 25mg Tablet ACEI

Furosemide 40mg Tablet Diuretik


5 18138592 L 63th
Spironolaktone Tablet Diuretik

6 19186799 L 60th Amlodipine 10mg Tablet CCB

7 19187494 L 66th Furosemide Injeksi Diuretik

8 19182290 P 48th Furosemide Injeksi Diuretik

9 19180377 P 49th Furosemide Injeksi Diuretik

10 19186918 P 55th Amlodipine 10mg Tablet CCB

11 19187011 P 70th Catapres 150mcg Tablet CAA

12 19187411 L 65th Amlodipine 10mg Tablet CCB

13 19187930 L 50th Amlodipine 10mg Tablet CCB

Furosemide 40mg Tablet Diuretik


14 17120549 L 54th
Spironolaktone Tablet Diuretik

Captopril 50mg Tablet ACEI


15 19187414 P 62th
Manitol Infus Diuretik

16 16099045 P 59th Amlodipine 10mg Tablet CCB

93
94

Nomer Jenis Obat Bentuk


NO Usia Golongan
Rekam Medis Kelamin Antihipertensi Sediaan

17 19177342 P 54th Amlodipine 10mg Tablet CCB

18 19187444 P 56th Furosemide Injeksi Diuretik

19 18135170 P 41th Amlodipine 10mg Tablet CCB

20 18145581 P 35th Furosemide Injeksi Diuretik

21 19186496 L 57th Catapres 150mcg Tablet CAA

22 19186490 L 51th Amlodipine 10mg Tablet CCB

Amlodipine 10mg Tablet CCB


23 16098032 P 58th Lisinopril 10mg Tablet ACEI
Manitol Infus Diuretik

24 19187146 P 67th Amlodipine 10mg Tablet CCB

25 17113306 P 37th Amlodipine 10mg Tablet CCB

26 15079927 L 57th Lisinopril 5mg Tablet ACEI

27 15087397 P 53th Amlodipine 5mg Tablet CCB

28 14071064 L 58th Amlodipine 5mg Tablet CCB

29 14064313 P 70th Lisinopril 5mg Tablet ACEI

30 18187317 P 52th Lisinopril 10mg Tablet ACEI

31 18134518 L 53th Amlodipine 10mg Tablet CCB

32 19188799 P 54th Amlodipine 10mg Tablet CCB

33 19188997 L 56th Amlodipine 5mg Tablet CCB

Furosemide Injeksi Diuretik


34 18144383 L 61th
Spironolaktone Tablet Diuretik

35 15083797 L 61th Amlodipine 10mg Tablet CCB

Amlodipine 10mg Tablet CCB


36 19188298 P 34th Irbesartan 150mg Tablet ARB
Captopril 25mg Tablet ACEI
95

Nomer Jenis Obat Bentuk


NO Usia Golongan
Rekam Medis Kelamin Antihipertensi Sediaan

37 19182262 P 59th Catapres 150mcg Tablet CAA

Amlodipine 5mg Tablet CCB


38 19188693 L 64th
Manitol Infus Diuretik

39 17122694 L 55th Amlodipine 10mg Tablet CCB

40 19188598 L 66th Amlodipine 10mg Tablet CCB

41 18130093 P 55th Furosemide 40mg Tablet Diuretik

42 19189598 P 48th Furosemide Injeksi Diuretik

43 19189995 P 46th Amlodipine 10mg Tablet CCB

44 14065291 L 59th Lisinopril 5mg Tablet ACEI

45 19189692 P 70th Amlodipine 10mg Tablet CCB

46 19189596 P 70th Catapres 150 mcg Tablet CAA

47 11000391 P 52th Lisinopril 5mg Tablet ACEI

48 19189590 P 70th Catapres Injeksi CAA

Amlodipine 10mg Tablet CCB


49 16098097 P 55th
Manitol Infus Diuretik

50 19187285 P 65th Furosemide 40mg Tablet Diuretik

Amlodipine 10mg Tablet CCB


51 19189287 P 56th
Catapres 150mcg Tablet CAA

52 17114288 P 52th Lisinopril 5mg Tablet ACEI

Furosemide 40mg Tablet Diuretik


53 19189482 P 56th
Lisinopril 5mg Tablet ACEI

54 19188987 L 70th Lisinopril 10mg Tablet ACEI

55 19189586 L 60th Amlodipine 10mg Tablet CCB

56 17124389 P 50th Lisinopril 5mg Tablet ACEI


96

Nomer Jenis Obat Bentuk


NO Usia Golongan
Rekam Medis Kelamin Antihipertensi Sediaan

57 19189594 L 54th Furosemide 40mg Tablet Diuretik

58 19187587 P 55th Amlodipine 10mg Tablet CCB

59 19187777 L 60th Furosemide 40mg Tablet Diuretik

60 18187687 P 57th Captopril 50mg Tablet ACEI


97

Lampiran 14

DOKUMENTASI PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai