Anda di halaman 1dari 22

NIH Public Access

Author Manuscript
Curr Cardiovasc Risk Rep. Author manuscript; available in PMC 2015 October 01.
Published in final edited form as:
Curr Cardiovasc Risk Rep. 2014 October ; 8(10): . doi:10.1007/s12170-014-0400-y.

Pengobatan Hipertensi untuk Penderita Penyakit Ginjal Kronis.

Arjun D. Sinha, MD, MS1,2 and Rajiv Agarwal, MD1,2

1Division of Nephrology, Indianapolis, IN

2Richard L. Roudebush VA Medical Center, Indianapolis, IN

Abstract

Penyakit ginjal kronis seringkali diikuti dengan komplikasi seperti hipertensi.


Sebagai faktor risiko utama yang dapat dimodifikasi untuk penyakit
kardiovaskular pada populasi berisiko tinggi, pengobatan hipertensi pada penyakit
ginjal kronis adalah hal sangat penting. Kami meninjau epidemiologi dan
patogenesis hipertensi pada penyakit ginjal kronis dan kemudian memperbarui
hasil studi terbaru untuk pengobatan termasuk pembatasan garam, sebagai
prosedur endovaskular invasif, dan terapi farmakologis. Percobaan terbaru
mempertanyakan manfaat dilakukannya stenting arteri ginjal atau denervasi ginjal
untuk mengatasi hipertensi pada penyakit ginjal kronis, serta blokade sistem
renin-angiotensin-aldosteron sebagai terapi lini pertama hipertensi pada penyakit
ginjal stadium akhir. Hasil penelitian menekankan kembali dilakukannya
pembatasan garam dan efek samping terhadap penggunaan diuretik seperti tiazid
pada penyakit ginjal kronis lanjut. Pedoman praktik klinis merekomendasikan
kontrol tekanan darah yang ketat pada penyakit ginjal kronis.
Keywords
penyakit ginjal kronis; penyakit ginjal tahap akhir; hemodialisis; hipertensi;
hipertensi resisten.
INTRODUCTION

NI Penyakit ginjal kronis (CKD) didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana adanya
H-
P kerusakan ginjal dan terjadinya penuurunan fungsi ginjal yang tidak normal selama
A setidaknya tiga bulan . CKD merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama
A
ut karena prevalensi dan komplikasinya. Berdasarkan data National Health and
ho Nutrition Examination Survey (NHANES) prevalensi CKD telah meningkat,
r
M hingga perkiraan yang lebih dari 13,1% populasi di Amerika Serikat, proporsi yang
an mirip dengan diabetes mellitus. Sama halnya dengan diabetes, CKD diakui sebagai
us
risiko kardiovaskular yang setara, banyaknya gejala merugikan yang ditimbulkan,
CKD lebis sering ditemukan setelah memasuki stadium lanjut atau CKD sedang
(stadium 3), dengan prevalensi lebih dari 8% populasi..
NI
H- EPIDEMIOLOGY
P
A Hipertensi adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada CKD yang terjadi
A
ut seringkali tidak terkontrol dengan baik. Sebuah studi cross sectional pada pasien
ho CKD dari studi Chronic Renal Insufficiency Cohort (CRIC) menemukan prevalensi
r
M 85,7% untuk hipertensi yang didefinisikan sebagai BP ≥ 140/90 atau penggunaan
an obat antihipertensi . Tingkat pengendalian hipertensi lebih tinggi dalam studi CRIC
us
dibandingkan dengan kelompok sebelumnya dengan 67,1% dan 46,1%
dikendalikan dengan tujuan BP masing-masing <140/90 atau <130/80. Namun
perlu dicatat bahwa dalam kohort CRIC hipertensi, 58% menggunakan pengobatan
NI dengan 3 atau lebih obat antihipertensi yang menunjukkan bahwa sebagian besar
H- kohort memiliki hipertensi resisten.
P
A
A
ut
ho
r
M
an
us
Prevalensi bervariasi tergantung pada kondisi apakah BP pra-dialisis, BP
pasca-dialisis, atau BP rawat jalan interdialitik diperiksa, hipertensi juga
umum terjadi pada pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir (ESRD) pada
dialisis. Sebuah studi cross sectional baru-baru ini terhadap 369 pasien HD
menggambarkan hal ini karena 82% subjek mengalami hipertensi yang
didefinisikan sebagai penggunaan obat antihipertensi atau rata-rata BP
rawat jalan interdialitik 44 jam ≥ 135/85, dan hipertensi cukup terkontrol
pada 38%.

PATHOPHYSIOLOGY
Kondisi komorbiditas yang memperberat hipertensi adalah peningkatan
kekakuan arteri dan apnea tidur obstruktif yang sekali terjadi pada populasi
CKD, banyak mekanisme yang lebih spesifik pada penyakit ginjal yang
berkontribusi dalam meningkatkan faktor resiko terjadinya hipertensi.
Tingginya kadar natrium dalam darah secara klinis telah lama diakui
sebagai kontributor utama untuk terjadinya hipertensi baik pada mereka yang
memiliki fungsi ginjal normal ataupun pada mereka yang memiliki penyakit
ginjal. Saat laju filtrasi glomerulus (GFR) menurun dengan progresi CKD,
menyebabkan lebih sedikit natrium yang disaring sehingga terjadi retensi
natrium dan volume cairan ekstraseluler yang secara tidak langsung
mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) yang tidak
teraktivasi secara tepat , salah satu faktor yang ikut mempengaruhi kondisi
tersebut adalah iskemia ginjal pada pasien dengan penyakit renovaskular.

aktivitas sistem saraf simpatis yang berlebihan yang timbul dari saraf eferen
ginjal merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam menyebabkan
terjadinya hipertensi pada pasien CKD. seperti yang didapatkan dalam
penelitian bahwa peningkatan aktivitas saraf simpatis otot pada pasien ESRD
dibandingkan dengan kontrol normal atau status pasien ESRD pasca
nefrektomi bilateral. faktor lain yang ikut berperan dalam menyebabkan
terjadinya aktivitas berlebihan pada saraf simpatis adalah renalase, suatu
Curr Cardiovasc Risk Rep. Author manuscript; available in PMC 2015 October 01.
enzim yang disekresikan oleh ginjal yang berperan dalam memetabolisme
katekolamin yang bersirkulasi dalam darah baik pada hewan maupun pada
manusia.

Pasien CKD memiliki tahanan vaskular yang kurang baik, salah satunya
disebabkan akibat adanya vasokonstriksi yang tidak normal yang disebabkan
oleh gangguan sintesis nitrit oksida dari inhibitor yang bersirkulasi seperti
dimetil arginin asimetris . Aktivasi reseptor endotelin berkontribusi terhadap
vasokonstriksi karena peningkatan kadar endotelin-1 berpengaruh dalam
berbagai kondisi CKD dan blokade reseptor endotelin juga berperan dalam
meningkatkan faktor resiko terjadinya hipertensi. Baru-baru ini, penelitian
mendapatkan bahwa dengan antagonis reseptor endotelin-1 dapat berperan
sangat efektif, karena menunjukkan antara 35-40% penurunan albuminuria
pada 12 minggu pengobatan dan penurunan tekanan darah rawat jalan 24
jam dari 4-6 mmHg pada periode waktu yang sama.

Secara umum obat-obatan juga berperan dalam memicu terjadinya hipertensi


pada populasi CKD, diantaranya adalah obat NSID dan dekongestan yang
dijual secara bebas serta perangsang eritropoiesis yang biasanya diresepkan
untuk penderita CKD dengan anemia disertai hipertensi yang berdasarkan
hasil penelitian dialami 30% oleh pasien CKD. Mekanisme yang tepat
mengenai bagaimana eritropoietin dapat menyebabkan hipertensi belum
diketahui secara pasti, beberapa penelitian menyatakan bahwa hal tersebut
tidak berpengaruh secara signifikan, hipertensi yang terjadi tidak bergantung
pada kadar hemoglobin melainkan adanya gangguan pada tahanan perifer
akibat vasokonstriktor yang terjadi sebagaimana mestinya, yang diantaranya
sisebabkan melalui peningkatan kadar endotelin-1 atau sensitivitas terhadap
peptida tersebut.

Curr Cardiovasc Risk Rep. Author manuscript; available in PMC 2015 October 01.
PERAWATAN NON FARMAKOLOGI
NI
H- Pembatasan Natrium
P
A Mengingat pentingnya menghindari terjadinya kelebihan volume yang
A berperan sangat penting dalam terjadinya patogenesis hipertensi pada
ut
ho penyakit ginjal, salah satunya dengan membatasi asupan natrium yang
r merupakan salah satu diet penting untuk membantu mengontrol hipertensi
M
an pada CKD. Sementara itu beberapa penelitian menunjukkan bahwa diet
us rendah natrium berpengaruh dalam membantu pasien yang sedang
menjalani pengobatan hipertensi resisten tanpa penyakit ginjal. penelitian
menyatakan bahwa diet rendah natrium dalam upaya untuk mengendalikan
hipertensi pada CKD telah terbukti dengan adanya penurunan tekanan darah
NI
H- pada pasien sesuai dengan standar normal tekanan darah.
P
A Penelitian terbaru dengan percobaan kontrol acak selama 6 minggu
A
menunjukkan adanya manfaat pada diet rendah natrium terhadap penurunan
ut
ho tekanan darah pada 20 pasien CKD stadium 3-4 yang disertai hipertensi.
r
Subjek diberi konseling tentang diet rendah natrium dan diberikan sampel
M
an makanan rendah natrium dan setelah fase run-in mereka diacak untuk
us
menerima tablet natrium versus plasebo dengan tujuan asupan natrium <80
mmol per hari di kelompok natrium rendah dan 200 mmol per hari pada
kelompok natrium tinggi. Pada subjek awal memiliki tekanan darah rawat
jalan rata-rata selama 24 jam sebesar 151/82 mmHg, perbandingan tekanan
NI
H- darah pada pasien rawat jalan diet rendah natrium dapat dilihat perbedaannya
P
secara signifikan (9.7 / 3.9 mmHg) dengan pasien rawat jalan diet tinggi
A
A natrium. Kuesioner, jumlah pil, dan pengumpulan urin 24 jam digunakan
ut
untuk mengkonfirmasi kepatuhan dengan kandungan natrium dalam
ho
r makanan dan asupan kalium yang stabil antar kelompok.
M
an Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa mengurangi penyerapan natrium
us
usus dengan menghambat penyerapan natrium makanan menggunakan
tenepanor obat, penghambat transporter NHE3 yang tidak dapat diserap
dapat mengurangi BP dan melindungi ginjal pada hewan dengan nefrektomi
subtotal . Di antara sukarelawan sehat yang normal, obat tersebut
mengurangi penyerapan natrium yang bergantung pada dosis sekitar 50
mmol per hari tanpa menyebabkan diare. Uji klinis pada nefropati diabetik
sedang berlangsung untuk mengevaluasi efek antihipertensi dan
antiproteinurik obat ini.

Dalam populasi ESRD, pengurangan total kandungan natrium tubuh dicapai


dengan mengurangi berat badan, dimana penurunan rata-rata 1 kg berat
badan telah terbukti dapat menurunkan rata-rata tekanan darah rawat jalan
interdialitik 44 jam sebesar 6,6 / 3,3 mmHg selama 8 minggu uji klinis, tanpa
memperpanjang waktu HD atau mengubah obat antihipertensi. Mencapai
sekaligus mempertahankan berat kering yang cukup rendah adalah proses
yang membutuhkan perhatian secara khusus mengingat target berat kering
yang ditentukan. Hal Ini mencakup kepatuhan pada diet rendah natrium dan
minimalisasi kandungan natrium, untuk mengurangi penambahan berat
badan interdialitik. Selain itu, memperpanjang waktu dialisis dapat membuat
ultrafiltrasi lebih mudah untuk ditoleransi sehingga memfasilitasi pencapaian
berat badan yang memadai, sementara waktu dialisis yang lebih pendek
baru-baru ini telah terbukti terkait dengan BP yang lebih tinggi. Demikian
pula, HD yang lebih sering juga dapat memfasilitasi ultrafiltrasi yang
memadai, dan sementara uji Jaringan Hemodialisis Sering tidak menemukan
peningkatan yang signifikan dalam titik akhir komposit uji coba, para
peneliti menemukan penurunan yang signifikan dalam rata-rata BP pra-HD
mingguan selain itu obat antihipertensi juga diperlukan untuk kelompok
intervensi yang yang menajalani hemodialisis enam kali dalam seminggu.
Angioplasti

Arterosklerotic, Stenosis arteri ginjal secara umum terjadi pada CKD,


dengan prevalensi dilaporkan setinggi 40% pada pasien yang baru saja
memulai hemodialisis. Karena stenosis arteri ginjal mengarah ke keadaan
aktivitas RAAS yang meningkat, keadaan ini meningkatkan peluang untuk
dipertimbangkannya tindakan angioplasti dengan pemasangan stent pada
arteri yang terkena untuk meredakan stimulus iskemik yang mendorong
produksi renin.

Uji coba terkontrol secara acak sebelumnya gagal menunjukkan manfaat


yang signifikan untuk angioplasti dibandingkan dengan terapi medis untuk
mengobati hipertensi, subjek dalam penelitian tersebut biasanya hanya
memiliki stenosis arteri ginjal sedang dan tidak ada CKD. Sebaliknya, hasil
uji kardiovaskular pada lesi aterosklerotik ginjal (CORAL) yang baru-baru
ini dilaporkan merekrut 931 subjek dengan stenosis arteri ginjal berat dan
dengan GFR yang diperkirakan <60 mL / menit / 1,73m2 dan kemudian
mengacaknya sebagian untuk terapi medis dan sebagian sisanya dilakukan
angioplasti ginjal sebagai salah satu terapi,

selama 43 bulan, percobaan tidak menemukan manfaat pemasangan


angioplasti ginjal untuk menurunkan hipertensi. Dalam analisis longitudinal
ada peningkatan yang signifikan secara statistik tetapi secara klinis hanya
sedikit pada BP 2,3 mmHg pada kelompok angioplasti, sedangkan jumlah
obat antihipertensi tidak berbeda antar kelompok. Oleh karena itu, temuan
percobaan menggemakan hasil BP dari dua uji coba acak besar lainnya dari
pemasangan angioplasti ginjal di CKD yang keduanya tidak menemukan
manfaat untuk hasil ginjal primer dan tidak ada peningkatan tekanan darah
sebagai hasil sekunder. Kemungkinan kurangnya efikasi antihipertensi yang
konsisten untuk angioplasti ginjal dalam pengaturan stenosis arteri renalis
aterosklerotik disebabkan oleh lesi yang terlalu distal dan berdifusi di dalam
arteri renalis untuk dapat diintervensi.
Denervasi Ginjal

Percobaan terbaru tanpa kontrol untuk mengetahui manfaat denervasi ginjal


endovaskular terhadap peningkatan tekanan darah yang signifikan dan
dramatis pada pasien dengan hipertensi resisten, menghasilkan antusiasme
yang cukup besar untuk terapi baru ini. Untuk mengatasi kekurangan
metodologis dari uji coba sebelumnya, uji coba symplicity htn-3 yang baru-
baru ini dilaporkan mengacak 535 subjek dengan hipertensi resisten tetapi
tanpa CKD untuk denervasi ginjal endovaskular selama 6 bulan sementara
itu dihentikan pengobatan menggunakan obat antihipertensi. Berbeda dengan
studi unblinded sebelumnya, para peneliti tidak menemukan peningkatan
signifikan pada BP subyek dalam percobaan ini. Sementara hasil ini
mempertanyakan kemanjuran denervasi ginjal endovaskular, tetap mungkin
bahwa hasil negatif dari uji coba mungkin disebabkan kurangnya
pengalaman operator. Tidak ada cara objektif untuk mengukur apakah
denervasi benar-benar terjadi. Kurangnya melakukan limpahan norepinefrin
yang tidak praktis, ada beberapa penanda biologis untuk menetapkan bahwa
prosedur denervasi efektif.
NI
H-
Secara teoritis, pasien dengan CKD mewakili populasi unik yang mungkin
P
A mendapat manfaat dari intervensi ini sehubungan dengan aktivitas sistem
A
saraf simpatis yang diketahui pada penyakit ini. Faktanya, percobaan
ut
ho percontohan yang tidak terkontrol baru-baru ini dari 12 subjek dengan
r
ESRD dan hipertensi resisten yang diobati dengan denervasi ginjal
M
an endovaskular menemukan penurunan yang signifikan pada BP. Penelitian
us
lain menyatakan bahwa denervasi ginjal pada pasien tanpa disfungsi ginjal
memerlukan kehati-hatian dan uji lebih lanjut diperlukan sebelum denervasi
ginjal dianggap efektif untuk pengobatan hipertensi pada CKD. .

NI
H- PHARMACOLOGIC TREATMENT
P
A Karena pasien dengan CKD dan ESRD substansial biasanya dikeluarkan
A
dari uji coba terkontrol secara acak, terdapat kekurangan bukti untuk
ut
ho memandu pilihan obat untuk mengobati hipertensi pada pasien dengan
r
penyakit ginjal. Sementara mengakui keterbatasan ini, pedoman praktik
M
an klinis yang baru-baru ini diterbitkan dari JNC 8 dan KDIGO keduanya
us
menekankan penggunaan penghambat enzim pengubah angiotensin (ACEi).
dan obat penghambat reseptor angiotensin (ARB) pada populasi CKD
berdasarkan hasil uji coba yang lebih lama. Namun, penggunaan ganda

NI obat ACEi dan ARB saat ini dikontraindikasikan sehubungan dengan hasil
H- yang baru-baru ini dilaporkan dari uji coba Veterans Affairs Nephropathy
P
A in Diabetes (NEPHRON-D) yang melibatkan 1.448 pasien dengan nefropati
A diabetik, dengan atau tanpa hipertensi. Subjek diacak untuk meminum
ut
ho losartan plus lisinopril versus losartan plus plasebo untuk pencegahan titik
r akhir komposit primer kejadian ginjal atau kematian dan percobaan
M
an dihentikan lebih awal karena kurang efektif serta untuk peningkatan efek
us samping pada kelompok terapi ganda. Khususnya, BP tidak berbeda antar
kelompok.
Perlu dipertimbangkan untuk menghindari diuretik seperti tiazid pada CKD
dengan GFR <30 mL / menit / 1,73m2, meskipun secara klasik diakui
bahwa pengobatan diuretik sering diperlukan untuk pengendalian hipertensi
pada CKD. Namun, dua uji coba yang tidak terkontrol baru-baru ini
menentang paradigma tersebut. Percobaan pertama melibatkan 14 pasien
dengan perkiraan GFR rata-rata 27 mL / menit / 1,73m2 dan rata-rata 24
jam SBP rawat jalan 143 pada median 4 obat antihipertensi, dan setelah
fase run-in semua pasien diobati dengan chlorthalidone 25 mg setiap hari
dengan dosis dititrasi. Pada akhir intervensi 12 minggu subjek mengalami
penurunan signifikan 10,5 mmHg pada tekanan darah sistolik rawat jalan
24 jam, dan pengobatan secara umum ditoleransi dengan baik.. Percobaan
kedua mendaftarkan 60 pasien CKD dengan GFR rata-rata diperkirakan 39
mL / menit / 1,73m2 dan rata-rata BP 151 mmHg pada 1,8 obat
antihipertensi. Setelah fase run-in semua pasien dimulai dan dipertahankan
dengan chlorthalidone 25 mg setiap hari dan pada akhir minggu ke-8, BP
berkurang secara signifikan sebesar 20 mmHg. Khususnya, 9 pasien dengan
GFR yang diperkirakan <30 mL / menit / 1,73m2 memiliki penurunan
tekanan darah yang signifikan serupa.

Dalam populasi ESRD pada dialisis, dua analisis meta dari uji coba
terkontrol secara acak telah menunjukkan terapi antihipertensi nonspesifik
dikaitkan dengan penurunan risiko kejadian kardiovaskular , tetapi masih ada
kelangkaan bukti uji klinis yang tersedia untuk memandu pilihan pengobatan
saat merawat hipertensi pada pasien dialisis. Uji coba Hipertensi pada Pasien
Hemodialisis yang Diobati dengan Atenolol atau Lisinopril (HDPAL) mulai
menjawab kekurangan tersebut. Percobaan ini mengacak 200 pasien HD baik
dengan hipertensi didefinisikan sebagai 44 jam interdialytic rawat jalan BP ≥
135/85 dan dengan hipertrofi ventrikel kiri untuk terapi antihipertensi dengan
rejimen berdasarkan label terbuka atenolol versus lisinopril untuk
pengurangan hipertrofi ventrikel kiri sebagai titik akhir primer . Selama 1
tahun pasien dirawat dengan antihipertensi tambahan dan pengurangan berat
badan untuk menjaga BP ≤ 140/90 diperiksa setiap bulan. Uji coba
dihentikan lebih awal karena efek samping serius yang berlebihan pada
kelompok lisinopril, dan hasil akhir yang tidak berbeda signifikan antar
kelompok pada saat penelitian dihentikan.

Menariknya, subjek dalam kelompok lisinopril memiliki tekanan darah


tinggi dan membutuhkan lebih banyak obat antihipertensi selama
penelitian, meskipun memiliki lebih banyak pengurangan berat badan,
menunjukkan bahwa aktivitas berlebih saraf simpatis mungkin menjadi
penyumbang hipertensi yang lebih besar pada ESRD daripada kelebihan
RAAS. Yang penting, karena tidak ada kelompok plasebo, hasil HDPAL
tidak selalu menunjukkan bahwa terapi lisinopril berbahaya, hanya atenolol
yang lebih unggul.

Dalam Uji Klinis Olmesartan di Okinawa Patients Under Okinawa Dialysis


Study (OCTOPUS) yang menyelidiki kemanjuran terapi ARB untuk
hipertensi dengan merekrut 469 pasien HD dengan hipertensi yang
didefinisikan sebagai BP pra-HD ≥ 140/90. Subjek diacak untuk
pengobatan label terbuka dengan rejimen berbasis olmesartan atau untuk
terapi yang tidak termasuk ARB atau obat ACEi untuk mencapai BP pra-
HD <140/90 untuk pencegahan titik akhir komposit primer kematian
ditambah kejadian kardiovaskular. Setelah tindak lanjut rata-rata selama 3,5
tahun, para peneliti tidak menemukan perbedaan dalam hasil primer atau
tingkat tekanan darah di antara kelompok. Dengan mempertimbangkan
hasil HDPAL dan OCTOPUS, kami telah mulai meresepkan beta-blocker
sebelum obat ACEi atau ARB saat memulai terapi farmakologis untuk
hipertensi pada pasien HD kami sendiri.
GOAL BLOOD PRESSURE

Sebuah studi kohort retrospektif terhadap lebih dari 650.000 veteran


dengan CKD meneliti hubungan antara BP dan kematian, dan dengan
median tindak lanjut selama 5,8 tahun para peneliti menemukan
peningkatan risiko kematian untuk SBP <130 mmHg atau DBP <70
mmHg . Meskipun temuan dalam populasi yang didominasi kulit putih
dan lansia ini mungkin tidak dapat digeneralisasikan dan k tidak dapat
ditentukan dari studi observasional, Temuan ini juga berkontribusi pada
analisis ulang efikasi dan potensi bahaya dari tujuan BP yang sebelumnya
ketat di CKD. Berdasarkan data uji coba terkontrol secara acak, JNC 8
tidak lagi merekomendasikan tujuan BP <130/80 pada pasien CKD dan
rekomendasi untuk tujuan BP yang lebih rendah dalam pedoman KDIGO.
Uji Coba Intervensi Tekanan Darah Sistolik (SPRINT) sedang
berlangsung dan hasilnya akan informatif. Dalam percobaan ini, lebih
dari 9.000 pasien hipertensi dengan faktor risiko kardiovaskular termasuk
CKD telah direkrut dan diacak ke tujuan SBP standar <140 mmHg atau
tujuan intensif SBP <120 mmHg dengan maksud untuk mencegah titik
akhir primer kejadian kardiovaskular.

Karena kurangnya bukti uji klinis, tujuan tingkat BP di ESRD tetap


dikontrol dengan beberapa studi observasi menemukan penurunan risiko
kematian terkait dengan BP dan hubungan klasik muncul antara tekanan
darah tinggi dengan tingginya angka mortalitas. Pengukuran TD secara
terkontrol disertai hemodialisis erat kaitannya untuk memprediksi
prognosis pada pasien HD disertai CKD predialisis.
CONCLUSION

Terlepas hasil studi yang negatif atau berbahaya, mereka mungkin masih
menawarkan kontribusi berharga untuk akumulasi pengetahuan di lapangan
dan memberikan informasi baru kepada penyedia untuk membangun praktik
berbasis bukti mereka. Hasil terbaru dalam studi CKD tidak
merekomendasikan untuk menggunakan pemasangan stent arteri ginjal,
denervasi ginjal, terapi ACEi ganda dan ARB, obat ACEi atau ARB sebagai
terapi lini pertama pada HD disertai CKD, dan target TD yang ketat pada
CKD. Lebih lanjut, hasil positif baru-baru ini membuat kami
mempertanyakan paradigma lama untuk menghindari diuretik seperti tiazid
pada CKD lanjut, menekankan kembali kemanjuran pembatasan natrium
dan di antara pasien hemodialisis mendorong kami untuk menggunakan
atenolol sebagai terapi antihipertensi lini pertama.
Reference List and Recommended Reading

Recently published papers of particular interest have been highlighted as:

• Of importance

•• Of major importance

1.Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) CKD Work


Group. KDIGO 2012 clinical practice guideline for the evaluation and
management of chronic kidney disease. Kidney Int Suppl. 2013; 3:1–150.
2.Coresh J, Selvin E, Stevens LA, Manzi J, Kusek JW, Eggers P, Van LF,
Levey AS. Prevalence of chronic kidney disease in the United States.
JAMA. 2007; 298:2038–2047. [PubMed: 17986697]
3.Debella YT, Giduma HD, Light RP, Agarwal R. Chronic kidney disease as
a coronary disease equivalent--a comparison with diabetes over a decade.
Clin J Am Soc Nephrol. 2011; 6:1385–1392. [PubMed: 21393492]
4.Muntner P, Anderson A, Charleston J, Chen Z, Ford V, Makos G,
O’Connor A, Perumal K, Rahman M, Steigerwalt S, Teal V, Townsend R,
Weir M, Wright JT Jr. Hypertension awareness, treatment, and control in
adults with CKD: results from the Chronic Renal Insufficiency Cohort
(CRIC) Study. Am J Kidney Dis. 2010; 55:441–451. [PubMed: 19962808]
5.Agarwal R. Epidemiology of interdialytic ambulatory hypertension and the
role of volume excess. Am J Nephrol. 2011; 34:381–390. [PubMed:
21893975]
6.Pannier B, Guerin AP, Marchais SJ, Safar ME, London GM. Stiffness of
capacitive and conduit arteries: prognostic significance for end-stage renal
disease patients. Hypertension. 2005; 45:592– 596. [PubMed: 15753232]
7.Iliescu EA, Yeates KE, Holland DC. Quality of sleep in patients with
chronic kidney disease. Nephrol Dial Transplant. 2004; 19:95–99.
[PubMed: 14671044]
8.Lazarus JM, Hampers C, Merrill JP. Hypertension in chronic renal failure.
Treatment with hemodialysis and nephrectomy. Arch Intern Med. 1974;
133:1059–1066. [PubMed: 4597951]
9.Murphy RJ. The effect of “rice diet” on plasma volume and extracellular
fluid space in hypertensive subjects. J Clin Invest. 1950; 29:912–917.
[PubMed: 15436859]
10. Schalekamp MA, Beevers DG, Briggs JD, Brown JJ, Davies DL, Fraser
R, Lebel M, Lever AF, Medina A, Morton JJ, Robertson JI, Tree M.
Hypertension in chronic renal failure. An abnormal relation between
sodium and the renin-angiotensin system. Am J Med. 1973; 55:379–390.
[PubMed: 4355704]
11. Converse RL Jr, Jacobsen TN, Toto RD, Jost CM, Cosentino F, Fouad-
Tarazi F, Victor RG. Sympathetic overactivity in patients with chronic
renal failure. N Engl J Med. 1992; 327:1912– 1918. [PubMed: 1454086].
Desir GV. Renalase deficiency in chronic kidney disease, and its
contribution to hypertension and cardiovascular disease. Curr Opin
Nephrol Hypertens. 2008; 17:181–185. [PubMed: 18277152]
12. Vallance P, Leiper J. Cardiovascular biology of the asymmetric
dimethylarginine:dimethylarginine dimethylaminohydrolase pathway.
Arterioscler Thromb Vasc Biol. 2004; 24:1023–1030. [PubMed:
15105281]
13. Shichiri M, Hirata Y, Ando K, Emori T, Ohta K, Kimoto S, Ogura M,
Inoue A, Marumo F. Plasma endothelin levels in hypertension and chronic
renal failure. Hypertension. 1990; 15:493–496. [PubMed: 2185151]
14. Weber MA, Black H, Bakris G, Krum H, Linas S, Weiss R, Linseman
JV, Wiens BL, Warren MS, Lindholm LH. A selective endothelin-receptor
antagonist to reduce blood pressure in patients with treatment-resistant
hypertension: a randomised, double-blind, placebo-controlled trial. Lancet.
2009; 374:1423–1431. [PubMed: 19748665]
15. de Zeeuw D, Coll B, Andress D, Brennan JJ, Tang H, Houser M,
Correa-Rotter R, Kohan D, Lambers Heerspink HJ, Makino H, Perkovic
V, Pritchett Y, Remuzzi G, Tobe SW, Toto R, Viberti G, Parving HH. The
Endothelin Antagonist Atrasentan Lowers Residual Albuminuria in
Patients with Type 2 Diabetic Nephropathy. J Am Soc Nephrol. 2014
Krapf R, Hulter HN. Arterial hypertension induced by erythropoietin and
erythropoiesis- stimulating agents (ESA). Clin J Am Soc Nephrol. 2009;
4:470–480. [PubMed: 19218474]
16. Krapf R, Hulter HN. Arterial hypertension induced by
erythropoietin and erythropoiesis- stimulating agents (ESA). Clin J
Am Soc Nephrol. 2009; 4:470–480. [PubMed: 19218474]
17. Bode-Boger SM, Boger RH, Kuhn M, Radermacher J, Frolich JC.
Recombinant human erythropoietin enhances vasoconstrictor tone via
endothelin-1 and constrictor prostanoids. Kidney Int. 1996; 50:1255–1261.
[PubMed: 8887285]
18. Pimenta E, Gaddam KK, Oparil S, Aban I, Husain S, Dell’Italia LJ,
Calhoun DA. Effects of dietary sodium reduction on blood pressure in
subjects with resistant hypertension: results from a randomized trial.
Hypertension. 2009; 54:475–481. [PubMed: 19620517]
`19. Suckling RJ, He FJ, Macgregor GA. Altered dietary salt intake for
preventing and treating diabetic kidney disease. Cochrane Database Syst
Rev. 2010:CD006763. [PubMed: 21154374]
21••. McMahon EJ, Bauer JD, Hawley CM, Isbel NM, Stowasser M,
Johnson DW, Campbell KL. A randomized trial of dietary sodium
restriction in CKD. J Am Soc Nephrol. 2013; 24:2096–2103. This well
designed clinical trial demonstrates the efficacy of low sodium diet for
reducing blood pressure in chronic kidney disease. [PubMed:
24204003]
22••. Spencer AG, Labonte ED, Rosenbaum DP, Plato CF, Carreras CW,
Leadbetter MR, Kozuka K, Kohler J, Koo-McCoy S, He L, Bell N,
Tabora J, Joly KM, Navre M, Jacobs JW, Charmot D. Intestinal
inhibition of the Na+/H+ exchanger 3 prevents cardiorenal damage in
rats and inhibits Na+ uptake in humans. Sci Transl Med. 2014;
6:227ra36. This is a proof of concept study in animals which shows that
tenepanor, a nonabsorbable drug to reduce intestinal Na absorption can
improve outcomes in animals. Preliminary studies in humans shows
that this drug is effective in reducing gut Na absorption.
23. Agarwal R, Alborzi P, Satyan S, Light RP. Dry-weight reduction in
hypertensive hemodialysis patients (DRIP): a randomized, controlled
trial. Hypertension. 2009; 53:500–507. [PubMed: 19153263]
24. Agarwal R, Weir MR. Dry-weight: a concept revisited in an effort to
avoid medication-directed approaches for blood pressure control in
hemodialysis patients. Clin J Am Soc Nephrol. 2010; 5:1255–1260.
[PubMed: 20507951]
25. Krautzig S, Janssen U, Koch KM, Granolleras C, Shaldon S. Dietary
salt restriction and reduction of dialysate sodium to control hypertension
in maintenance haemodialysis patients. Nephrol Dial Transplant. 1998;
13:552–553. [PubMed: 9550625]
26. Tandon T, Sinha AD, Agarwal R. Shorter delivered dialysis times
associate with a higher and more difficult to treat blood pressure. Nephrol
Dial Transplant. 2013; 28:1562–1568. [PubMed: 23348881]
27. Chertow GM, Levin NW, Beck GJ, Depner TA, Eggers PW, Gassman
JJ, Gorodetskaya I, Greene T, James S, Larive B, Lindsay RM, Mehta
RL, Miller B, Ornt DB, Rajagopalan S, Rastogi A, Rocco MV, Schiller
B, Sergeyeva O, Schulman G, Ting GO, Unruh ML, Star RA, Kliger AS.
In- center hemodialysis six times per week versus three times per week.
N Engl J Med. 2010; 363:2287–2300. [PubMed: 21091062]
28. van Ampting JM, Penne EL, Beek FJ, Koomans HA, Boer WH,
Beutler JJ. Prevalence of atherosclerotic renal artery stenosis in
patients starting dialysis. Nephrol Dial Transplant. 2003; 18:1147–
1151. [PubMed: 12748348]
29. van Jaarsveld BC, Krijnen P, Pieterman H, Derkx FH, Deinum J,
Postma CT, Dees A, Woittiez AJ, Bartelink AK, Man in’t Veld AJ,
Schalekamp MA. The effect of balloon angioplasty on hypertension in
atherosclerotic renal-artery stenosis. Dutch Renal Artery Stenosis
Intervention Cooperative Study Group. N Engl J Med. 2000; 342:1007–
1014. [PubMed: 10749962]
30•. Cooper CJ, Murphy TP, Cutlip DE, Jamerson K, Henrich W, Reid DM,
Cohen DJ, Matsumoto AH, Steffes M, Jaff MR, Prince MR, Lewis EF,
Tuttle KR, Shapiro JI, Rundback JH, Massaro JM, D’Agostino RB Sr,
Dworkin LD. Stenting and medical therapy for atherosclerotic renal-
artery stenosis. N Engl J Med. 2014; 370:13–22. This large randomized
trial shows no benefit to renal artery stenting for cardiovascular events
and only a small benefit for hypertension in chronic kidney disease.
[PubMed: 24245566]
31. Wheatley K, Ives N, Gray R, Kalra PA, Moss JG, Baigent C, Carr S,
Chalmers N, Eadington D, Hamilton G, Lipkin G, Nicholson A, Scoble J.
Revascularization versus medical therapy for renal- artery stenosis. N
Engl J Med. 2009; 361:1953–1962. [PubMed: 19907042]
32. Bax L, Woittiez AJ, Kouwenberg HJ, Mali WP, Buskens E, Beek FJ,
Braam B, Huysmans FT, Schultze Kool LJ, Rutten MJ, Doorenbos CJ,
Aarts JC, Rabelink TJ, Plouin PF, Raynaud A, van Montfrans GA,
Reekers JA, van den Meiracker AH, Pattynama PM, van de Ven PJ,
Vroegindeweij D, Kroon AA, de Haan MW, Postma CT, Beutler JJ.
Stent placement in patients with atherosclerotic renal artery stenosis and
impaired renal function: a randomized trial. Ann Intern Med. 2009;
150:840–841. [PubMed: 19414832]
33. Krum H, Schlaich M, Whitbourn R, Sobotka PA, Sadowski J, Bartus
K, Kapelak B, Walton A, Sievert H, Thambar S, Abraham WT, Esler
M. Catheter-based renal sympathetic denervation for resistant
hypertension: a multicentre safety and proof-of-principle cohort study.
Lancet. 2009; 373:1275–1281. [PubMed: 19332353]
34•. Bhatt DL, Kandzari DE, O’Neill WW, D’Agostino R, Flack JM,
Katzen BT, Leon MB, Liu M, Mauri L, Negoita M, Cohen SA, Oparil
S, Rocha-Singh K, Townsend RR, Bakris GL. A controlled trial of
renal denervation for resistant hypertension. N Engl J Med. 2014;
370:1393– 1401. This blinded clinical trial shows renal denervation
provides no blood pressure benefit in resistant hypertension. [PubMed:
24678939]
35. Schlaich MP, Bart B, Hering D, Walton A, Marusic P, Mahfoud F,
Bohm M, Lambert EA, Krum H, Sobotka PA, Schmieder RE, Ika-Sari
C, Eikelis N, Straznicky N, Lambert GW, Esler MD. Feasibility of
catheter-based renal nerve ablation and effects on sympathetic nerve
activity and blood pressure in patients with end-stage renal disease. Int J
Cardiol. 2013; 168:2214–2220. [PubMed: 23453868]
36. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-Himmelfarb
C, Handler J, Lackland DT, LeFevre ML, MacKenzie TD, Ogedegbe O,
Smith SC Jr, Svetkey LP, Taler SJ, Townsend RR, Wright JT Jr, Narva
AS, Ortiz E. 2014 evidence-based guideline for the management of high
blood pressure in adults: report from the panel members appointed to the
Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA. 2014; 311:507–520.
[PubMed: 24352797]
37. Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) Blood
Pressure Work Group. KDIGO Clinical Practice Guideline for the
Management of Blood Pressure in Chronic Kidney Disease. Kidney
Int Suppl. 2012; 2:337–414.
38. Fried LF, Emanuele N, Zhang JH, Brophy M, Conner TA, Duckworth
W, Leehey DJ, McCullough PA, O’Connor T, Palevsky PM, Reilly RF,
Seliger SL, Warren SR, Watnick S, Peduzzi P, Guarino
P. Combined angiotensin inhibition for the treatment of diabetic
nephropathy. N Engl J Med. 2013; 369:1892–1903. [PubMed:
24206457]
39. Agarwal R, Sinha AD. Thiazide diuretics in advanced chronic
kidney disease. J Am Soc Hypertens. 2012; 6:299–308.
[PubMed: 22951101]
40••. Agarwal R, Sinha AD, Pappas MK, Ammous F. Chlorthalidone for
poorly controlled hypertension in chronic kidney disease: an
interventional pilot study. Am J Nephrol. 2014; 39:171–182. This
uncontrolled pilot trial demonstrates the potential efficacy of
thiazide-like diuretics in advanced chronic kidney disease. [PubMed:
24526255]
41••. Cirillo M, Marcarelli F, Mele AA, Romano M, Lombardi C, Bilancio
G. Parallel-group 8-week study on chlorthalidone effects in
hypertensives with low kidney function. Hypertension. 2014; 63:692–
697. This uncontrolled pilot trial demonstrates the potential efficacy of
thiazide-like diuretics in chronic kidney disease. [PubMed: 24396024]
42. Agarwal R, Sinha AD. Cardiovascular protection with
antihypertensive drugs in dialysis patients: systematic review and meta-
analysis. Hypertension. 2009; 53:860–866. [PubMed: 19273737]
43. Heerspink HJ, Ninomiya T, Zoungas S, de ZD, Grobbee DE, Jardine
MJ, Gallagher M, Roberts MA, Cass A, Neal B, Perkovic V. Effect of
lowering blood pressure on cardiovascular events and mortality in
patients on dialysis: a systematic review and meta-analysis of
randomised controlled trials. Lancet. 2009; 373:1009–1015. [PubMed:
19249092]
44••. Agarwal R, Sinha AD, Pappas MK, Abraham TN, Tegegne GG.
Hypertension in hemodialysis patients treated with atenolol or lisinopril:
a randomized controlled trial. Nephrol Dial Transplant. 2014; 29:672–
681. This large hemodialysis clinical trial demonstrates the superiority
of atenolol over lisinopril for treating hypertension. [PubMed:
24398888]
45•. Iseki K, Arima H, Kohagura K, Komiya I, Ueda S, Tokuyama K,
Shiohira Y, Uehara H, Toma S. Effects of angiotensin receptor
blockade (ARB) on mortality and cardiovascular outcomes in patients
with long-term haemodialysis: a randomized controlled trial. Nephrol
Dial Transplant. 2013; 28:1579–1589. This large hemodialysis clinical
trial finds no benefit from olmesartan versus other antihypertensives for
treating hypertension. [PubMed: 23355629]
46•. Kovesdy CP, Bleyer AJ, Molnar MZ, Ma JZ, Sim JJ, Cushman WC,
Quarles LD, Kalantar-Zadeh
K. Blood pressure and mortality in u.s. Veterans with chronic kidney
disease: a cohort study. Ann Intern Med. 2013; 159:233–242. This large
retrospective cohort study shows an association between systolic blood
pressure less than 130 mm Hg and mortality in chronic kidney disease.
[PubMed: 24026256]
47. Zager PG, Nikolic J, Brown RH, Campbell MA, Hunt WC, Peterson
D, Van SJ, Levey A, Meyer KB, Klag MJ, Johnson HK, Clark E, Sadler
JH, Teredesai P. “U” curve association of blood pressure and mortality
in hemodialysis patients Medical Directors of Dialysis Clinic, Inc.
Kidney Int. 1998; 54:561–569. [PubMed: 9690224]
48. Amar J, Vernier I, Rossignol E, Bongard V, Arnaud C, Conte JJ,
Salvador M, Chamontin B. Nocturnal blood pressure and 24-hour
pulse pressure are potent indicators of mortality in hemodialysis
patients. Kidney Int. 2000; 57:2485–2491. [PubMed: 10844617]
49. Sheikh S, Sinha AD, Agarwal R. Home blood pressure monitoring:
how good a predictor of long- term risk? Curr Hypertens Rep. 2011;
13:192–199. [PubMed: 21327567]

Anda mungkin juga menyukai