Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN PENDAHULUAN 7 (TUJUH) KASUS :

RESIKO BUNUH DIRI, HALUSINASI, WAHAM, HARGA DIRI


RENDAH, RESIKO PERILAKU KEKERASAN, DEFISIST PERAWATAN
DIRI DAN ISOLASI SOSIAL

DISUSUN OLEH :

Krisna Novi Saputri


201802111

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA MULIA
MADIUN
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGAN KASUS RESIKO BUNUH DIRI

Disusun Oleh :
Krisna Novi Saputri
201802111

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan Resiko Bunuh Diri di Puskesmas Rejoso Nganjuk oleh
Nama : Krisna Novi Saputri
NIM : 201802111
Prodi : S1 Keperawatan
Sebagai syarat pemenuhan tugas praktik PBP 4 (Praktik Keperawatan Jiwa), Telah di
di setujui dan disahkan pada :
Hari :
Tanggal ;
Mengetahui,

Mahasiswa

( Krisna Novi Saputri)


201802111
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Aris Hartono, S.Kep.,Ns.,M.Kes) ( )

Kepala Ruang

( )
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

I. KASUS (MASALAH UTAMA ) :

Resiko Bunuh Diri

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

1. Pengertian

Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan
karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam
melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa
alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga
tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan
hubungan interpersonal atau gagal melakukan hubungan yang berarti , perasaan
marah atau bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri, cara
untuk mengakhiri keputusan (Stuart,2006).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. (Budi Anna Kelihat, 2000)

2. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Peningkatan Pengambilan resiko Perilaku Pencederaan

Diri yang meningkatkan destruktif diri Diri,


Bunuh Diri
Pertumbuhan langsung

Menurut Shives (2008) mengemukakan rentang harapan putus harapan


merupakan rentang adaptif maladaptif. Respon adaptif merupakan respon
yang dapat diterima oleh norma- norma sosial dan kebudayaan yang secara
umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang
dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima
oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara
lain :
1. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan
masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang
bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan koping
yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.
2. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis
akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya :
kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan
merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semuanya dapat berakhir dengan
bunuh diri.
a. Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai
dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat
individu ke luar dari keadaan depresi berat.
b. Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Laraia, 2005).
Rentang respons , Yosep,Iyus (2009)
1. Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan roteksi atau pertahanan diri secara
wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri.
Sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya
yang berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan ditempat
kerjanya.
2. Beresiko destruktif
Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami
perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi
yang seharusnya dapat mempertahankan diri,seperti seseorang
merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal
terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara
optimal.
3. Destruktif diri tidak langsung
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif)
terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan
diri. Misalnya karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya tidak
loyal, maka seseorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau
bekerja seenaknya dan tidak optimal.
4. Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri
akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
5. Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.

3. Penyebab

 Ketidakmampuan individu menyelesaikan masalah.


 Karena adanya penyakit kronis atau kondisi medis tertentu.
 Kegagalan beradaptasi dan menimbulkan stress.

 Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada


diri sendiri.
 Sebagai cara untuk mengakhiri keputusasaan.

4. Tanda dan gejala

 Sedih.
 Marah.
 Putus asa.
 Tidak berdaya.
 Memberikan isyarat verbal maupun nonverbal

5. Akibat

 Keputusasaan.
 Menyalahkan diri sendiri.
 Perasaan gagal dan tidak berharga.
 Perasaan tertekan.
 Insomnia yang menetap.
 Penurunan berat badan.
 Berbicara lamban, dan keletihan.
 Menarik diri dari lingkungan.
 Pikiran dan rencana bunuh diri.
 Percobaan atau ancaman verbal.
III. A. POHON MASALAH

Resiko mencederai diri sendiri, Akibat


orang lain dan lingkungan sekitar

Resiko bunuh diri Care Problem

Harga Diri Rendah Penyebab

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

Masalah Keperawatan :
1. Resiko bunuh diri
Adanya kemungkinan melakukan tindakan mencederai diri untuk tujuan
kematian
Data yang perlu dikaji :
 Data mayor
DS : mengatakan hidupnya tak berguna lagi, ingin mati, menyatakan
pernah mencoba bunuh diri, mengancam bunuh diri.
DO : ekspresi murung, tak bergairah, ada bekas percobaan bunuh
diri.
 Data minor
DS : mengatakn ada yang menyuruh bunuh diri, mengatakan lebih
baik mati saja, mengatakn sudah bosan hidup.
DO : perubahan kebiasaan hidup , perubahan perangai.
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada perilaku percobaan bunuh diri:
a. Resiko bunuh diri.
b. Harga diri rendah

V. RENCANA KEPERAWATAN

a. Resiko bunuh diri


TUM :
Klien tidak mencederai diri sendiri.
TUK 1
Klien dapat membina hubungan saking percaya.
Kriteria evaluasi :
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau
berjabat tangan,mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk
berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Rencana Tindakan :
1.  Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik :
a. Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.
b.  Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e.  Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g.  Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar

TUK 2
Klien dapat terlindung dari perlaku bunuh diri,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Rencana Tindakan :
1. Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan.
2. Tempatkan klien diruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
3. Awasi klien secara ketat setiap saat
TUK 3
Klien dapat mengekspresikan perasaannya,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Rencana Tindakan :
1. Dengarkan keluhan yang dirasakan klien.
2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.
3. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaannya.
4. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan
keinginan untuk hidup.
TUK 4
Klien dapat meningkatkan harga diri
Kriteria evaluasi :
Klien dapat meningkatkan harga dirinya
Rencana Tindakan :
1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal : hubungan antar
sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).
TUK 5
Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Rencana Tindakan :
1. Ajarkan mengidentifikasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan.
2. Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayangi dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain.
3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain.
TUK 6
Klien dapat menggunakan dukungan sosial,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menggunakan dukungan sosial.
Rencana Tindakan :
1. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber eksternal individu.
2. Kaji sistem pendukung keyakinan yang dimiliki klien.
3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (pemuka agama).
TUK 7
Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menggunakan obat dengan tepat
Rencana Tindakan :
1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping
minum obat).
2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan oleh klien.
4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA

Yosep.I.2010.Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama.


Stuart,G.W.2006.Buku Saku Keperawatan Jiwa.Jakarta : EGC
Keliat A,Budi,Akemat.2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta :
EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGAN KASUS HALUSINASI

Disusun Oleh :
Krisna Novi Saputri
201802111

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan Halusinasi di Puskesmas Rejoso Nganjuk oleh
Nama : Krisna Novi Saputri
NIM : 201802111
Prodi : S1 Keperawatan
Sebagai syarat pemenuhan tugas praktik PBP 4 (Praktik Keperawatan Jiwa), Telah di
di setujui dan disahkan pada :
Hari :
Tanggal ;
Mengetahui,

Mahasiswa

( Krisna Novi Saputri)


201802111
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Aris Hartono, S.Kep.,Ns.,M.Kes) ( )

Kepala Ruang

( )
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
I. KASUS (MASALAH UTAMA ) :

Halusinasi

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

1. Pengertian.

Halusinasi adalah persepsi yang salah atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan
kenyataan seperti melihat bayangan atau suara suara yang sebenarnya tidak ada.(Yudi
hartono;2012;107)

2. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Kesendirian Manipulasi

Otonomi Menarik Impulsif

Kebersamaan Ketergantungan Narsisme

Keadaan Saling tergantung

A. RESPON ADAPTIF
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya
yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi
suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut.
Respon adaptif :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli.
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
5) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan

B. RESPON PSIKOSOSIAL
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan
yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indra.
3) Emosi berlebih atau berkurang.
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain.

C. RESPON MALADAPTIF
Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, ada pun respon maladaptive antara lain :
 Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakinioleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.
 Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal
yang tidak realita atau tidak ada.
 Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati.Perilaku tidak terorganisirmerupakan sesuatu yang tidak teratur.
 Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang negative mengancam (Damaiyanti,2012).

3. Penyebab

Proses terjadinya halusinasi dijelaskan dengan menggunakan konsep stress adaptasi


Stuart yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan presipitasi.

a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari
1) Faktor Biologis : Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa (herediter), riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain (NAPZA).
2) Faktor Psikologis Memiliki riwayat kegagalan yang berulang.Menjadi korban,
pelaku maupun saksi dari perilaku kekerasan serta kurangnya kasih sayang dari
orang-orang disekitar atau overprotektif.
3) Sosiobudaya dan lingkungan Sebagian besar pasien halusinasi berasal dari
keluarga dengan sosial ekonomi rendah, selain itu pasien memiliki riwayat
penolakan dari lingkungan pada usia perkembangan anak, pasien halusinasi
seringkali memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta pernah mengalami
kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian, hidup sendiri), serta tidak
bekerja.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi
ekstra untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan seperti
partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak berkomunikasi,
objek yang ada dilingkungan, dan juga suasana sepi atau terisolasi sering
menjadi pencetus terjdinya halusinasi. Hal tersebut dapat menigkatkan
stres dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik.

4. Tanda dan gejala

 Bicara, senyum, dan tertawa sendiri.


 Mengatakan mendengar suara.
 Merusak diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
 Tidak dapat membedakan hal yang nyata dengan yang mistis.
 Tidak dapat berkonsentrasi.
 Pembicaraan kacau terkadang tidak masuk akal.
 Sikap curiga dan bermusuhan.
 Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
 Sulit membuat keputusan.
 Ketakutan.
 Mudah tersinggung.
 Menyalahkan diri sendiri atau orang lain.
 Tidak mampu memenuhi kebutuhan sendiri.
 Ekspresi wajah tegang.
 Nadi cepat.
 Tekanan darah meningkat.
 Berkeringat.

5. Akibat

Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri sendiri,orang lain dan
lingkungan.ini diakibatkan karena klien berada di bawah halusinasinya yang
meminta dia untuk melakukan sesuatu hal diluar kesadarannya.

III. A. POHON MASALAH

Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain

Perubahan persepsi sensori (Halusinasi)

Isolasi sosial (menarik diri)

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


MASALAH KEPERAWATAN DATA YANG PERLU DI KAJI

Perubahan persepsi Subjektif:


sensori: halusinasi - Klien mengatakan mendengar sesuatu.
- Klien megatakan melihat bayangan putih.
- Klien mengatakan seperti disengat listrik.
- Klien mengatakan mencium bau-bauan yang
tidak sedap.
- Klien mengatakan kepalanya melayang di udara.
- Klien mengatakan dirinya merasakan ada sesuatu
yang berbeda pada dirinya.

Objketif

- Klien terlihat berbicara atau tertawa sendiri saat


dikaji.
- Berhenti berbicara ditengah-tengah kalimat untuk
mendengarkan sesuatu.
- Disorientasi.
- Konsentrasi rendah.
- Pikiran cepat berubah-ubah.
- Kekacuan alur pikiran.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan persepsi sosial: Halusinasi
2. Isolasi sosial: Menarik Diri
3. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

Yudi Hartono Dkk;2012;Buku ajar keperawatan jiwa;Jakarta;salemba medika


Iskandar Dkk;2012;Asuhan Keperawatan Jiwa;Bandung;Refika aditama

Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University
Press.

LAPORAN PENDAHULUAN
DENGAN KASUS WAHAM
Disusun Oleh :
Krisna Novi Saputri
201802111

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2020/2021

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan Waham di Puskesmas Rejoso Nganjuk oleh
Nama : Krisna Novi Saputri
NIM : 201802111
Prodi : S1 Keperawatan
Sebagai syarat pemenuhan tugas praktik PBP 4 (Praktik Keperawatan Jiwa), Telah di
di setujui dan disahkan pada :
Hari :
Tanggal ;
Mengetahui,

Mahasiswa

( Krisna Novi Saputri)


201802111
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Aris Hartono, S.Kep.,Ns.,M.Kes) ( )

Kepala Ruang

( )

LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM
I. KASUS (MASALAH UTAMA ) :

Waham

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

1. Pengertian.

Waham adalah suatu system kepercayaan yang tidak dapat divalidasi atau
dipertemukan dengan informasi yang nyata atau realistis. (Judith Haber,
M.S.Schudy, B.F Siddan, Comprehensive psychiatric nursing, 1982)

Waham atau delusi adalah suatu keyakinan atau pikiran dan dipertahankan betul oleh
individu meskipun tidak berdasarkan logika sehat dan meskipun terbukti
kebalikannya yang benar, dan juga meskipun terbukti mengganggu kehidupannya
dalam menyesuaikan dengan lingkungannya (Dr,Nusyirwan yusuf,DSJ, 1997)

2. Rentang Respon

Adaptif maladaptive
Pikiran logis proses pikir gangguan proses pikir : waham
Persepsi akurat kadang ilusi PSP : halusinasi
Emosi konsisten emosi +/- kerusakan emosi
Perilaku sesuai perilaku tidak sesuai perilaku tidak sesuai
Hubungan social menarik diri isolasi social terorganisir

3. Penyebab

Menurut doengoes,M.E ( tahun 1987, hal 205 ) mengemukakan bahwa etiologi


waham dapat dijelaskan melalui 3 teori, yaitu ;
a. Teori psikodinamika
Perkembangan emosi lambat kurangnya perhatian Ibu yang menyebabkan kehilangan
perlindungan dan gagal membuktikan rasa percaya dengan orang lain, sehingga
individu selalu hati-hati dalam mengucapkan gangguan harga diri, kehilangan
kontrol, takut / cemas, sikap curiga terhadap orang lain dan sikap umum yang
digunakan yatu proyeksi
b. Teori dinamika keluarga
Beberapa teori percaya bahwa orang yang paranoid mempunyai orang tua yang
berkarakter keras, banyak permintaan dan yang ingin segalanya sempurna, sering
marah, mengutamakan kepertingan pribadi, mencurigai individu, sehingga
pengalaman yang didapat dari dulunya akan mempengaruhi kepribadian seseorang
c. Teori biologi
Muncuk karena adanya berapa kekuatan atau pengaruh dari beberapa  penyakit
individu yang keluarganya mempunyai gejala penyakit yang sama, contohnya : pad
anak kemabar,  jika salah satu terkena skizofrenia, maka 58 % kemungkinan akan
terkena pada anak yang satunya.

4. Tanda dan gejala

 Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakinninya (tentang agama,


kebesaran,kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak
sesuai dengankenyataan.
 Klien tampak tidak mempunyai orang lain.
 Curiga
 Bermusuhan.
 Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
 Takut dan sangat waspada
 Tidak tepat menilai lingkungan/realitas
 Ekspresi wajah tegang
 Mudah tersingung

5. Akibat

 Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)Cara berpikir magis dan primitif,
perhatian, isi pikir, bentuk dan pengorganisasian bicara (tangensial, neologisme,
sirkumtansial)
 Fungsi persepsi Depersonalisasi dan halusinasi
 Fungsi emosiAfek datar, afek tidak sesuai, reaksi berlebihan, ambivalen
 Fungsi motorikImfulsif gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotopik
gerakan yang diulang-ulang, tidak bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus yang jelas,
katatonia
 Fungsi sosial : kesepian
 Isolasi sosial, menarik diri dan harga diri rendah.
III. A. POHON MASALAH

Resiko tinggi mencederai diri, orang lain


Kerusakan komunikasi verbal dan lingkungan

Perubahan isi pikir : Waham Faktor Pencetus :

1. Proses pengolahan
informasi yang
Harga diri rendah
berlebihan
2. Mekanisme
penghantaran listrik
yang abnormal
3. Adanya gejala pemicu

Faktor Penyebab :

1. Genetis
2. Neurobiologis
3. Neurotransmitter
4. Virus
5. Psikologis

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

Masalah Keperawatan : Perubahan Isi Pikir : Waham


1) Data subjektif :Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama,
kebesaran,kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak
sesuaikenyataan.

2) Data objektif :Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan,
merusak (diri, oranglain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat
menilai lingkungan/ realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Perubahan Proses Pikir: Waham
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna. 2006. Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa. Jakarta :
FIK,Universitas IndonesiaAziz R, dkk. 2003.
Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang: RSJD Dr. AminoGondoutomo.Tim
Direktorat Keswa. 2000.
Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Edisi 1. Bandung, RSJPBandung.Kusumawati dan
Hartono . 2010 .
Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba MedikaStuart dan Sundeen . 2005 .
Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGAN KASUS HARGA DIRI RENDAH

Disusun Oleh :
Krisna Novi Saputri
201802111

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan Harga Diri Rendah di Puskesmas Rejoso Nganjuk oleh
Nama : Krisna Novi Saputri
NIM : 201802111
Prodi : S1 Keperawatan
Sebagai syarat pemenuhan tugas praktik PBP 4 (Praktik Keperawatan Jiwa), Telah di
di setujui dan disahkan pada :
Hari :
Tanggal ;
Mengetahui,

Mahasiswa

( Krisna Novi Saputri)


201802111
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Aris Hartono. S.Kep., Ns M.Kep) ( )

Kepala Ruang

( )
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

I. KASUS (MASALAH UTAMA ) :

Harga Diri Rendah

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

1. Pengertian.

Evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif yang
dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan (Townsend, 1998).
Penilaian negatif seseorang terhadap diiri dan kemampuan, yang diekspresikan
secara langsung maupun tidak langsung (Schult dan Videbeck, 1998).
Perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan hargadiri,
merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, 2005).

2. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi diri Konsep diri positif Harga diri rendah Kerancuan Identitas
Depolarisasi

Keterangan :

1. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri positif tentang latar belakang pengalaman nyata


yang sukses diterima.
 
2.  Konsep diri positif adalah individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi.
 
  3. Harga  diri  rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengankonsep diri maladaptif.
 
4.  Kerancuan identitas adalah kegagalan individu dalam kemalanganaspek psikososial dan
kepribadian dewasa yang harmonis.5.
 
  5. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis terhadap dirisendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidakdapat membedakan dirinya dengan
orang lain.
3. Penyebab

a. Faktor predisposisi

Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis adalah penolakan


orangtua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai
tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain,
ideal diri yang tidak realistis.

 b. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah kronis adalah hilangnya


sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami
kegagalan serta menurunnya produktivitas. Gangguan konsep diri: harga diri
rendah kronis ini dapat terjadi secara situasional maupun kronik.
Situasional. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis yang
terjadi secara situasional bisa disebabkan oleh trauma yang muncul secara tiba-
tiba, misalnya harus dioperasi, mengalami kecelakaan menjadi korban
pemerkosaan atau menjadi narapidana sehingga harus masuk penjara. Selain itu,
dirawat di rumah sakit juga bisa menyebabkan rendanya harga diri seseorang di
karenakan penyakit fisik, pemasangan alat bantu yang membuat klien tidak
nyaman, harapan yang tidak tercapai akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh, serta
perlakuan petugas kesehatan yang kurang menghargai klien dan keluarga.
4. Tanda dan gejala

 Mengejek dan mengkritik diri.


 Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri sendiri.
 Mengalami gejala fisik, missal : tekanan darah tinggi, gangguan penggunaan zat.
 Menunda keputusan.
 Sulit bergaul.
 Menhindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas.
 Menarik diri dari realitas, cemas, panic, cemburu, curiga dan halusinasi.
 Merusak atau melukai orang lain.
 Perasaan tidak mampu.
 Pandangan hidup yang pesimis.
 Tidak menerima pujian.
 Penurunan produktivitas.
 Berpakaian tidak rapi.
 Berkurang selera makan.
 Lebih banyak menunduk.
 Bicara lambat dan nada suara rendah
5. Akibat

Dampak dari masalah harga diri rendah dapat berupa penurunan produktifitas kerja,
hubungan interpersonal yang buruk, perawatan diri yang buruk, dan ketidakpatuhan
terhadap pengobatan. Asuhan keperawatan harga diri rendah bertujuan agar pasien
dapat kembali menjalankan aktifitas sehari-hari secara optimal.

III. A. POHON MASALAH

Resiko tinggi perilaku kekerasan

Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

Isolasi sosial : Menarik diri

Harga Diri Rendah

Koping individu tidak efektif


B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

Masalah keperawatan Data yang perlu di kaji

Harga diri rendah kronik Subjektif:


 Mengungkapkan dirinya merasa tidak
berguna.
 Mengungkapkan dirinya merasa tidak
mampu.
 Mengungkapkan dirinya tidak
semangat untuk
 beraktivitas atau bekerja.
 Mengungkapkan dirinya malas
melakukan perawatan diri (mandi,
berhias, makan atau toileting).

Objektif:
 Mengkritik diri sendiri.
 Perasaan tidak mampu.
 Pandangan hidup yang pesimistis.
 Tidak menerima pujian.
 Penurunan produktivitas.
 Penolakan terhadap kemampuan diri.
 Kurang memperhatikan perawatan diri.
 Berpakaian tidak rapi.
 Selera makan berkurang.
 Tidak berani menatap lawan bicara.
 Lebih banyak menunduk.
 Bicara lambat dengan nada suara
lemah.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Harga diri rendah kronis
DAFTAR PUSTAKA

Stuart, W. Gail. (2016).Keperawatan Kesehatan Jiwa.Singapore: Elsevier

Yusuf, Ah, Rizky Fitryasari PK dan Hanik Endang Nihayati. (2015).Buku Ajar Keperawatan


Jiwa.Jakarta: Salemba Medika

Keliat, Budi Anna. 2011.Keperawatan Kesehatan  Jiwa Komunitas:CMHN(BasicCourse).


Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGAN KASUS RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Disusun Oleh :
Krisna Novi Saputri
201802111

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan Perilaku Kekerasan di Puskesmas Rejoso Nganjuk oleh
Nama : Krisna Novi Saputri
NIM : 201802111
Prodi : S1 Keperawatan
Sebagai syarat pemenuhan tugas praktik PBP 4 (Praktik Keperawatan Jiwa), Telah di
di setujui dan disahkan pada :
Hari :
Tanggal ;
Mengetahui,

Mahasiswa

( Krisna Novi Saputri)


201802111
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Aris Hartono S.Kep.,Ns M.Kes) ( )

Kepala Ruang

( )
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

I. KASUS (MASALAH UTAMA ) :

Resiko perilaku kekerasan

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

1. Pengertian.

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka
perilaku kekerasan dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang
lain dan lingkungan.

Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang berlangsung
kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan). Perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain dan
lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman (Kartika Sari, 2015:137).

2. Rentang Respon

Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif PK

a. Respon Adaptif

Respon adaprif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang
berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi
suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 96):

1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan

2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan

3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman

4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran

5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan
b. Respon Maladaptif

1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun


tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial

2) Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan kemarahan


yang dimanifestasiakn dalam bentuk fisik

3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul dari hati

4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 97).

3. Penyebab

a. Faktor Predisposisi

Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan adalah:

1) Teori Biologis

a) Neurologic

Faktor Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap, neurotransmitter,


dendrit, akson terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat
rangsangan dan pesan-pesan yang mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat
terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif
(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).

Lobus frontalis memegang peranan penting sebagai penengah antara perilaku yang
berarti dan pemikiran rasional, yang merupakan bagian otak dimana terdapat
interaksi antara rasional dan emosi. Kerusakan pada lobus frontal dapat
menyebabkan tindakan agresif yang berlebihan (Nuraenah, 2012: 29).

b) Genetic Faktor

Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi perilaku
agresif. Menurut riset kazu murakami (2007) dalam gen manusia terdapat dorman
(potensi) agresif yang sedang tidur akan bangun jika terstimulasi oleh faktor
eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyotype XYY, pada umumnya dimiliki
oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang tersangkut hukum
akibat perilaku agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).

c) Cycardian Rhytm

Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut penelitian pada jam sibuk
seperti menjellang masuk kerja dan menjelang berakhirnya kerja ataupun pada jam
tertentu akan menstimulasi orang untuk lebih mudah bersikap agresif (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 100).
d) Faktor Biokimia

Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak contohnya epineprin,


norepenieprin, dopamin dan serotonin sangat berperan dalam penyampaian
informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh. Apabila ada stimulus dari luar
tubuh yang dianggap mengancam atau membahayakan akan dihantarkan melalui
impuls neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui serabut efferent.
Peningkatan hormon androgen dan norepineprin serta penurunan serotonin dan
GABA (Gamma Aminobutyric Acid) pada cerebrospinal vertebra dapat menjadi
faktor predisposisi terjadinya perilaku agresif ( Mukripah Damaiyanti, 2012: hal
100).

e) Brain Area Disorder

Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, siindrom otak, tumor otak, trauma
otak, penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).

2) Teori Psikogis

a) Teori Psikoanalisa

Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang


seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara usia
0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air
susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah
dewasa sebagai komponen adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya
ego dan membuat konsep diri yang yang rendah. Perilaku agresif dan tindakan
kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan
dan rendahnya harga diri perilaku tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012:
hal 100 – 101)

b) Imitation, modelling and information processing theory

Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang
mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari media
atau lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam
suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menontn tayangan pemukulan
pada boneka dengan reward positif (semakin keras pukulannya akan diberi coklat).
Anak lain diberikan tontonan yang sama dengan tayangan mengasihi dan mencium
boneka tersebut dengan reward yang sama (yang baik mendapat hadiah). Setelah
anak – anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku
sesuai dengan tontnan yang pernah dilihatnya (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal
101).
c) Learning Theory

Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan


terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat menerima kekecewaan dan
mengamati bagaimana respon ibu saat marah ( Mukripah Damaiyanti, 2012: hal
101).

4. Tanda dan gejala

Menurut Townsend, perilaku kekerasan dimana seeorang meakukan tindakan yang


dapat membahayakan, baik diri sendiri maupun orang lain. Seseorang dapat
mengalami perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukan
perilaku (Kartikasari, 2015: hal 140) :

Data Subyektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat obyek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data Obyektif :
a. Wajah tegang merah
b. Mondar mandir
c. Mata melotot, rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar banyak keringat
f. Mata merah
g. Tatapan mata tajam
5. Akibat

Orang dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri,
orang lain, dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai atau membahayakan diri, orang lain, dan lingkungan.
III. A. POHON MASALAH
Resiko Tinggi Mencederai Diri, Orang Lain, dan Lingkungan

Perilaku Kekerasan PPS: Halusinasi

  Regimen terapeutik
Harga Diri Rendah
inefektif Isolasi social
Kronis menarik diri

Koping Keluarga Berduka Disfungsional


Tidak efektif
B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

Masalah Data yang perlu dikaji


keperawatan

Perilaku Subjektif:
kekerasan
 Klien mengancam.
 Klien mengumpat dengan kata-kata kotor.
 Klien mengatakan dendam dan jengkel.
 Klien mengatakan ingin berkelahi.
 Klien menyalahkan dan menuntut.
 Klien meremehkan.
Objektif:
 Mata melotot/pandangan tajam.
 Tangan mengepal.
 Rahang mengatup.
 Wajah memerah dan tegang.
 Postur tubuh kaku.
 Suara keras.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Resiko perilaku kekerasan
DAFTAR PUSTAKA

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. Yogyakarta:
Nuha
Medika. Mukhripah Damaiyanti. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refka
Aditama.
Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba MedikaStuart dan Sundeen . 2005 .
Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGAN KASUS DEFISIST PERAWATAN DIRI

Disusun Oleh :
Krisna Novi Saputri
201802111

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan Defisist Perawatan Diri di Puskesmas Rejoso Nganjuk oleh
Nama : Krisna Novi Saputri
NIM : 201802111
Prodi : S1 Keperawatan
Sebagai syarat pemenuhan tugas praktik PBP 4 (Praktik Keperawatan Jiwa), Telah di
di setujui dan disahkan pada :
Hari :
Tanggal ;
Mengetahui,

Mahasiswa

(Krisna Novi Saputri)


201802111
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Aris Hartono. S.Kep., Ns M.Kes) ( )

Kepala Ruang

( )
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

I. KASUS (MASALAH UTAMA ) :

Defisit perawatan diri

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

1. Pengertian.

Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya. (Depkes, 2000 dalam
Wibowo, 2009).

Seseorang yang tidak dapat melakukan perawatan diri dinyatakan mengalami


defisit perawatan diri. Nurjannah (2004), dalam Wibowo (2009),
mengemukakan bahwa Defisit Perawatan Diri adalah gangguan kemampuan
untuk melakukan aktifitas perawatan diri (Mandi, berhias, makan, toileting).

2. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pola perawatan diri Kadang perawatan diri Tidak melakukan


seimbang tidak seimbang perawatan diri

3. Penyebab

Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah
sebagai berikut : Kelelahan fisik dan Penurunan kesadaran. Menurut DepKes
(2000), penyebab kurang perawatan diri adalah :

a. Faktor prediposisi
1) Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu
2) Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri
3) Kemampuan realitas turun Klien gangguan jiwa dengan kemampuan realitas
yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri
4) Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri

b. Factor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
(Depkes, 2000, dalam Anonim, 2009) Sedangkan Tarwoto dan Wartonah (2000),
dalam Anonim(2009), meyatakan bahwa kurangnya perawatan diri disebabkan oleh:
a. Kelelahan fisik
b. Penurunan kesadaran

4. Tanda dan gejala

1. Tanda dan gejala defisit perawatan diri


Menurut Herman (2011) adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri
adalah sebagai berikut:
a. Mandi / hygiene
b. Berpakaian / berhias
c. Makan
d. Eliminasi
2. Tanda dan gejala defisit perawatan diri
Menurut Damaiyanti (2012) tanda dan gejala pasien dengan defisit perawatan
diri adalah:
a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor
2) Rambut dan kulit kotor
3) Kuku panjang dan kotor
4) Gigi kotor disertai bau mulut
5) Penampilan tidak rapi
b. Psikologi
1) Malas, tidak ada inisiatif
2) Menarik diri, isolasi diri
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina
c. Sosial
1) Interaksi kurang
2) Kegiatan kurang
3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma
4) Cara makan tidak teratur, BAB dan BAK disembarang tempat, gosok gigi dan
mandi tidak mampu mandiri.
5. Akibat

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.


1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya
kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah:
gangguan intergritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata
dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
jebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri,
aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

III. A. POHON MASALAH

Effect
Resiko tinggi isolasi sosial

Defisit perawatanCare
diri problem

Harga diri rendah Causa (sebab)


B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

Masalah keperawatan Data yang perlu di kaji

Defisist perawatan diri Subjektif :

 Klien mengatakan dirinya malas mandi karena


airnya dingin atau di RS tidak tersedia alat
mandi.
 Klien mengatakan dirinya malas berdandan.
 Klien mengatakan ingin disuapi makan.
 Klien mengatakan jarang membersihkan alat
kelaminnya setelah BAK maupun BAB.

Objektif :

 Ketidak mampuan mandi/membersihkan diri


ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan berbau serta kuku panjang dan kotor.
 Ketidakmampuan berpakaian/berhias ditandai
dengan rambut acak-acakan, pakaian kotor dan
tidak rapi, pakaian tidak sesuai, tidak bercukur
(laki-laki) atau tidak berdandan (wanita).
 Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai
dengan ketidakmampuan mengambil makan
sendiri, makan berceceran dan makan tidak pada
tempatnya.
 Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri
ditandai BAK/BAB tidak pada tempatnya, tidak
membersihkan diri dengan baik setelah
BAB/BAK.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Defisit perawatan diri

DAFTAR PUSTAKA
Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat . B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI. Jakarta : EGC
Keliat . B.A. 2006. Proses Keperawatan jiwa. Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta :
Momedia
Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta

LAPORAN PENDAHULUAN
DENGAN KASUS ISOLASI SOSIAL

Disusun Oleh :
Krisna Novi Saputri
201802111

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2020/2021

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan Isolasi Sosial di Puskesmas Rejoso Nganjuk oleh
Nama : Krisna Novi Saputri
NIM : 201802111
Prodi : S1 Keperawatan
Sebagai syarat pemenuhan tugas praktik PBP 4 (Praktik Keperawatan Jiwa), Telah di
di setujui dan disahkan pada :
Hari :
Tanggal ;
Mengetahui,

Mahasiswa

( Krisna Novi Saputri)


201802111
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Aris Hartono . S.Kep., Ns M.Kes) ( )

Kepala Ruang

( )

LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
I. KASUS (MASALAH UTAMA ) :

Isolasi Sosial

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

1. Pengertian
 Suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalan. Ia
mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain,
yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan
tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain (Balitbang, 2007).
 Merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan maupun komunikasi dengan orang lain (Rawlins,
1993).
 Kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguan interpersonal yang
terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku
maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes
RI, 2000).
 Merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang
lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan. Klien mengalami
kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang
dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup berbagi pengalaman (Balitbang, 2007).
 Suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain
menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Towndsend, 1998).
 Kerusakan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimaria seeorang
berpartisipasi dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas yang
tidak efektif. Klien yang mengalami kerusakan interaksi sosial mengalami
kesutitan dalam berinteraksi dengan orang lain salah satunya mengarah pada
menarik diri (Townsend, 1998).
 Kerusakan interaksi sosial adalah satu gangguan kepribadian yang tidak
fleksibel, tingkah maladaptif, dan mergganggu fungsi individu dalam
hubungan sosialnya (Stuart dan Sundeen, 1998).

2. Rentang Respon

Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari Stuart (2006) menyatakan bahwa manusia
adalah makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka harus membina
hubungan interpersonal yang positif. Individu juga harus membina saling tergantung yang
merupakan keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan.
Respon adaptif Respon
maladaptif

Menyendiri kesepian manipulasi


Otonomi menarik diri impulsif
Bekerja sama ketergantungan
narcisme Interdependen

Respon adaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah


yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya
lingkungannya yang umum berlaku dan lazim dilakukan oleh semua orang..
respon ini meliputi:

a. Solitude (menyendiri)
Adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang
telah dilakukan di lingkungan sosialnya juga suatu cara mengevaluasi
diri untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.
b. Otonomi
Adalah kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam berhubungan sosial.
c. Mutualisme (bekerja sama)
Adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu
mampu untuk saling memberi dan menerima.
d. Interdependen (saling ketergantungan)
Adalah suatu hubungan saling tergantung antara individu dengan orang
lain dalam rangka membina hubungan interpersonal.

Respon maladaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah


yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya lingkungannya yang
umum berlaku dan tidak lazim dilakukan oleh semua orang. Respon ini
meliputi:
a. Kesepian adalah kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing dari
lingkungannya, merasa takut dan cemas.
b. Menarik diri adalah individu mengalami kesulitan dalam membina
hubungan dengan orang lain.
c. Ketergantungan (dependen) akan terjadi apabila individu gagal
mengembangkan rasa percaya diri akan kemampuannya. Pada gangguan
hubungan sosial jenis ini orang lain diperlakukan sebagai objek,
hubungan
terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu cenderung
berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain.
d. Manipulasi adalah individu memperlakuakan orang lain sebagai objek,
hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu
cenderung berorientasi pada diri sendiri.
e. Impulsif adalah individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak
mampu belajar dari pengalaman dan tidak dapat diandalkan.

3. Penyebab

Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya


rendah, sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain.
Bila tidak dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan
 perubahan persepsi sensori: halusinasi dan risiko mencederai diri,
orang lain, bahkan lingkungan. Perilaku yang tertutup dengan orang
lain juga bisa menyebabkan intoleransi aktivitas yang akhirnya bisa
berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk melakukan perawatan
secara mandiri. Seseorang yang mempunyai harga diri rendah awalnya
disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah
dalam hidupnya, sehingga orang tersebut berperilaku tidak normal
(koping individu tidak efektif). Peranan keluarga cukup besar dalam
mendorong klien agar mampu menyelesaikan masalah. Oleh karena itu,
bila sistem pendukungnya tidak
 baik (koping keluarga tidak efektif) maka akan mendukung seseorang
memiliki harga diri rendah.

4. Tanda dan gejala

Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isilasi sosial:

 Kurang spontan.

 Apatis (acuh terhadap lingkungan).

 Ekspresi wajah kurang berseri.

 Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.

 Tidak ada atau kurang komunikasi verbal.

 Mengisolasi diri.

 Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar.

 Asupan makanan dan minuman terganggu.

 Retensi urine dan feses.


 Aktivitas menurun

 Kurang energi (tenaga)

 Rendah diri.

 Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi


tidur).

5. Akibat

Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi
sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami pasien dengan latar
belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan, dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan pasien makin sulit dalam mengembangkan
berhubungan dengan orang lain. Akibatnya pasien menjadi regresi atau mundur, mengalami
penurunan dalam aktivitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan
diri. Pasien semakin tenggelam dalam perjalinan terhadap penampilan dan tingkah laku
masa lalu serta tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut
halusinasi.

III. A. POHON MASALAH

Risiko Perubahan
Persepsi Sensori
HalusinasiEffect

Isolasi Sosial: menarik diri

Core Problem

Gangguan Konsep Diri :


Harga diri rendah

Harga Causa
Diri Rendah

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Masalah Keperawatan
a. Resiko perubahan persepsi sensori : Halusinasi
b. Isolasi Sosial : Menarik diri
c. Gangguan Konsep diri : Harga diri rendah
2. Data yang perlu dikaji
a. Resiko perubahan persepsi sensori : Halusinasi
Data Subjektif :

a) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan


stimulasi nyata
b) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
c) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
d) Klien merasa makan sesuatu
e) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
f) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
g) Klien ingin memukul/melempar barang barang
Data Objektif
a) Klien berbicara dan tertawa sendiri
b) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
d) Disorientasi

b. Isolasi Sosial : Menarik diri


Data Subjektif :
Klien mengatakan saya tidak mampu,tidak bisa,tidak tahu apa
apa,bodoh,mengkritik diri sendiri,mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.

Data Objektif :
Klien terlihat lebih suka sendiri,bingung bila disuruh memilih alternative
tindakan,ingin mencederai diri/ingin mengkahiri hidup.

c. Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah


Data Subjektif :
Klien mengatakan saya tidak mampu,tidak bisa, tidak tahu apa apa,
bodoh,mengkritik diri sendiri,mrngungkapkan perasaaan malu terhadap diri
sendiri.
Data Objektif :
Klien tambah lebih suka sendiri,bingung bila disuruh memilih alternative
tindakan, ingin mencederai diri / mengkahiri hidup.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Perubahan sensori persepsi halusinasi b/d menarik diri
2. Isolasi sosial menarik diri b/d harga diri rendah

DAFTAR PUSTAKA

Eko Prabowo.(2004).Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta : Nuha


Medika
Farida Kusumawati dan Yudi Hartono, (2012) Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta :
Salemba Medika.

Tri Meillia.(2011).Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta Timur : TIM

Anda mungkin juga menyukai