DISUSUN OLEH :
Disusun Oleh :
Krisna Novi Saputri
201802111
Mahasiswa
Kepala Ruang
( )
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI
1. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan
karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam
melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa
alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga
tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan
hubungan interpersonal atau gagal melakukan hubungan yang berarti , perasaan
marah atau bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri, cara
untuk mengakhiri keputusan (Stuart,2006).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. (Budi Anna Kelihat, 2000)
2. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
3. Penyebab
Sedih.
Marah.
Putus asa.
Tidak berdaya.
Memberikan isyarat verbal maupun nonverbal
5. Akibat
Keputusasaan.
Menyalahkan diri sendiri.
Perasaan gagal dan tidak berharga.
Perasaan tertekan.
Insomnia yang menetap.
Penurunan berat badan.
Berbicara lamban, dan keletihan.
Menarik diri dari lingkungan.
Pikiran dan rencana bunuh diri.
Percobaan atau ancaman verbal.
III. A. POHON MASALAH
Masalah Keperawatan :
1. Resiko bunuh diri
Adanya kemungkinan melakukan tindakan mencederai diri untuk tujuan
kematian
Data yang perlu dikaji :
Data mayor
DS : mengatakan hidupnya tak berguna lagi, ingin mati, menyatakan
pernah mencoba bunuh diri, mengancam bunuh diri.
DO : ekspresi murung, tak bergairah, ada bekas percobaan bunuh
diri.
Data minor
DS : mengatakn ada yang menyuruh bunuh diri, mengatakan lebih
baik mati saja, mengatakn sudah bosan hidup.
DO : perubahan kebiasaan hidup , perubahan perangai.
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada perilaku percobaan bunuh diri:
a. Resiko bunuh diri.
b. Harga diri rendah
V. RENCANA KEPERAWATAN
TUK 2
Klien dapat terlindung dari perlaku bunuh diri,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Rencana Tindakan :
1. Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan.
2. Tempatkan klien diruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
3. Awasi klien secara ketat setiap saat
TUK 3
Klien dapat mengekspresikan perasaannya,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Rencana Tindakan :
1. Dengarkan keluhan yang dirasakan klien.
2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.
3. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaannya.
4. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan
keinginan untuk hidup.
TUK 4
Klien dapat meningkatkan harga diri
Kriteria evaluasi :
Klien dapat meningkatkan harga dirinya
Rencana Tindakan :
1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal : hubungan antar
sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).
TUK 5
Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Rencana Tindakan :
1. Ajarkan mengidentifikasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan.
2. Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayangi dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain.
3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain.
TUK 6
Klien dapat menggunakan dukungan sosial,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menggunakan dukungan sosial.
Rencana Tindakan :
1. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber eksternal individu.
2. Kaji sistem pendukung keyakinan yang dimiliki klien.
3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (pemuka agama).
TUK 7
Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menggunakan obat dengan tepat
Rencana Tindakan :
1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping
minum obat).
2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan oleh klien.
4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Disusun Oleh :
Krisna Novi Saputri
201802111
Mahasiswa
Kepala Ruang
( )
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
I. KASUS (MASALAH UTAMA ) :
Halusinasi
1. Pengertian.
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan
kenyataan seperti melihat bayangan atau suara suara yang sebenarnya tidak ada.(Yudi
hartono;2012;107)
2. Rentang Respon
A. RESPON ADAPTIF
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya
yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi
suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut.
Respon adaptif :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli.
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
5) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan
B. RESPON PSIKOSOSIAL
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan
yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indra.
3) Emosi berlebih atau berkurang.
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain.
C. RESPON MALADAPTIF
Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, ada pun respon maladaptive antara lain :
Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakinioleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.
Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal
yang tidak realita atau tidak ada.
Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati.Perilaku tidak terorganisirmerupakan sesuatu yang tidak teratur.
Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang negative mengancam (Damaiyanti,2012).
3. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari
1) Faktor Biologis : Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa (herediter), riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain (NAPZA).
2) Faktor Psikologis Memiliki riwayat kegagalan yang berulang.Menjadi korban,
pelaku maupun saksi dari perilaku kekerasan serta kurangnya kasih sayang dari
orang-orang disekitar atau overprotektif.
3) Sosiobudaya dan lingkungan Sebagian besar pasien halusinasi berasal dari
keluarga dengan sosial ekonomi rendah, selain itu pasien memiliki riwayat
penolakan dari lingkungan pada usia perkembangan anak, pasien halusinasi
seringkali memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta pernah mengalami
kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian, hidup sendiri), serta tidak
bekerja.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi
ekstra untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan seperti
partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak berkomunikasi,
objek yang ada dilingkungan, dan juga suasana sepi atau terisolasi sering
menjadi pencetus terjdinya halusinasi. Hal tersebut dapat menigkatkan
stres dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik.
5. Akibat
Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri sendiri,orang lain dan
lingkungan.ini diakibatkan karena klien berada di bawah halusinasinya yang
meminta dia untuk melakukan sesuatu hal diluar kesadarannya.
Objketif
DAFTAR PUSTAKA
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University
Press.
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGAN KASUS WAHAM
Disusun Oleh :
Krisna Novi Saputri
201802111
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan Waham di Puskesmas Rejoso Nganjuk oleh
Nama : Krisna Novi Saputri
NIM : 201802111
Prodi : S1 Keperawatan
Sebagai syarat pemenuhan tugas praktik PBP 4 (Praktik Keperawatan Jiwa), Telah di
di setujui dan disahkan pada :
Hari :
Tanggal ;
Mengetahui,
Mahasiswa
Kepala Ruang
( )
LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM
I. KASUS (MASALAH UTAMA ) :
Waham
1. Pengertian.
Waham adalah suatu system kepercayaan yang tidak dapat divalidasi atau
dipertemukan dengan informasi yang nyata atau realistis. (Judith Haber,
M.S.Schudy, B.F Siddan, Comprehensive psychiatric nursing, 1982)
Waham atau delusi adalah suatu keyakinan atau pikiran dan dipertahankan betul oleh
individu meskipun tidak berdasarkan logika sehat dan meskipun terbukti
kebalikannya yang benar, dan juga meskipun terbukti mengganggu kehidupannya
dalam menyesuaikan dengan lingkungannya (Dr,Nusyirwan yusuf,DSJ, 1997)
2. Rentang Respon
Adaptif maladaptive
Pikiran logis proses pikir gangguan proses pikir : waham
Persepsi akurat kadang ilusi PSP : halusinasi
Emosi konsisten emosi +/- kerusakan emosi
Perilaku sesuai perilaku tidak sesuai perilaku tidak sesuai
Hubungan social menarik diri isolasi social terorganisir
3. Penyebab
5. Akibat
Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)Cara berpikir magis dan primitif,
perhatian, isi pikir, bentuk dan pengorganisasian bicara (tangensial, neologisme,
sirkumtansial)
Fungsi persepsi Depersonalisasi dan halusinasi
Fungsi emosiAfek datar, afek tidak sesuai, reaksi berlebihan, ambivalen
Fungsi motorikImfulsif gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotopik
gerakan yang diulang-ulang, tidak bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus yang jelas,
katatonia
Fungsi sosial : kesepian
Isolasi sosial, menarik diri dan harga diri rendah.
III. A. POHON MASALAH
1. Proses pengolahan
informasi yang
Harga diri rendah
berlebihan
2. Mekanisme
penghantaran listrik
yang abnormal
3. Adanya gejala pemicu
Faktor Penyebab :
1. Genetis
2. Neurobiologis
3. Neurotransmitter
4. Virus
5. Psikologis
2) Data objektif :Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan,
merusak (diri, oranglain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat
menilai lingkungan/ realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung.
Keliat, Budi Anna. 2006. Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa. Jakarta :
FIK,Universitas IndonesiaAziz R, dkk. 2003.
Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang: RSJD Dr. AminoGondoutomo.Tim
Direktorat Keswa. 2000.
Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Edisi 1. Bandung, RSJPBandung.Kusumawati dan
Hartono . 2010 .
Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba MedikaStuart dan Sundeen . 2005 .
Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGAN KASUS HARGA DIRI RENDAH
Disusun Oleh :
Krisna Novi Saputri
201802111
Mahasiswa
Kepala Ruang
( )
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH
1. Pengertian.
Evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif yang
dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan (Townsend, 1998).
Penilaian negatif seseorang terhadap diiri dan kemampuan, yang diekspresikan
secara langsung maupun tidak langsung (Schult dan Videbeck, 1998).
Perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan hargadiri,
merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, 2005).
2. Rentang Respon
Aktualisasi diri Konsep diri positif Harga diri rendah Kerancuan Identitas
Depolarisasi
Keterangan :
a. Faktor predisposisi
Dampak dari masalah harga diri rendah dapat berupa penurunan produktifitas kerja,
hubungan interpersonal yang buruk, perawatan diri yang buruk, dan ketidakpatuhan
terhadap pengobatan. Asuhan keperawatan harga diri rendah bertujuan agar pasien
dapat kembali menjalankan aktifitas sehari-hari secara optimal.
Objektif:
Mengkritik diri sendiri.
Perasaan tidak mampu.
Pandangan hidup yang pesimistis.
Tidak menerima pujian.
Penurunan produktivitas.
Penolakan terhadap kemampuan diri.
Kurang memperhatikan perawatan diri.
Berpakaian tidak rapi.
Selera makan berkurang.
Tidak berani menatap lawan bicara.
Lebih banyak menunduk.
Bicara lambat dengan nada suara
lemah.
Disusun Oleh :
Krisna Novi Saputri
201802111
Mahasiswa
Kepala Ruang
( )
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN
1. Pengertian.
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka
perilaku kekerasan dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang
lain dan lingkungan.
Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang berlangsung
kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan). Perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain dan
lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman (Kartika Sari, 2015:137).
2. Rentang Respon
a. Respon Adaptif
Respon adaprif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang
berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi
suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 96):
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan
b. Respon Maladaptif
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul dari hati
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 97).
3. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan adalah:
1) Teori Biologis
a) Neurologic
Lobus frontalis memegang peranan penting sebagai penengah antara perilaku yang
berarti dan pemikiran rasional, yang merupakan bagian otak dimana terdapat
interaksi antara rasional dan emosi. Kerusakan pada lobus frontal dapat
menyebabkan tindakan agresif yang berlebihan (Nuraenah, 2012: 29).
b) Genetic Faktor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi perilaku
agresif. Menurut riset kazu murakami (2007) dalam gen manusia terdapat dorman
(potensi) agresif yang sedang tidur akan bangun jika terstimulasi oleh faktor
eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyotype XYY, pada umumnya dimiliki
oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang tersangkut hukum
akibat perilaku agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
c) Cycardian Rhytm
Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut penelitian pada jam sibuk
seperti menjellang masuk kerja dan menjelang berakhirnya kerja ataupun pada jam
tertentu akan menstimulasi orang untuk lebih mudah bersikap agresif (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 100).
d) Faktor Biokimia
Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, siindrom otak, tumor otak, trauma
otak, penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
2) Teori Psikogis
a) Teori Psikoanalisa
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang
mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari media
atau lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam
suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menontn tayangan pemukulan
pada boneka dengan reward positif (semakin keras pukulannya akan diberi coklat).
Anak lain diberikan tontonan yang sama dengan tayangan mengasihi dan mencium
boneka tersebut dengan reward yang sama (yang baik mendapat hadiah). Setelah
anak – anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku
sesuai dengan tontnan yang pernah dilihatnya (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal
101).
c) Learning Theory
Data Subyektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat obyek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data Obyektif :
a. Wajah tegang merah
b. Mondar mandir
c. Mata melotot, rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar banyak keringat
f. Mata merah
g. Tatapan mata tajam
5. Akibat
Orang dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri,
orang lain, dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai atau membahayakan diri, orang lain, dan lingkungan.
III. A. POHON MASALAH
Resiko Tinggi Mencederai Diri, Orang Lain, dan Lingkungan
Regimen terapeutik
Harga Diri Rendah
inefektif Isolasi social
Kronis menarik diri
Perilaku Subjektif:
kekerasan
Klien mengancam.
Klien mengumpat dengan kata-kata kotor.
Klien mengatakan dendam dan jengkel.
Klien mengatakan ingin berkelahi.
Klien menyalahkan dan menuntut.
Klien meremehkan.
Objektif:
Mata melotot/pandangan tajam.
Tangan mengepal.
Rahang mengatup.
Wajah memerah dan tegang.
Postur tubuh kaku.
Suara keras.
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. Yogyakarta:
Nuha
Medika. Mukhripah Damaiyanti. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refka
Aditama.
Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba MedikaStuart dan Sundeen . 2005 .
Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGAN KASUS DEFISIST PERAWATAN DIRI
Disusun Oleh :
Krisna Novi Saputri
201802111
Mahasiswa
Kepala Ruang
( )
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI
1. Pengertian.
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya. (Depkes, 2000 dalam
Wibowo, 2009).
2. Rentang Respon
3. Penyebab
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah
sebagai berikut : Kelelahan fisik dan Penurunan kesadaran. Menurut DepKes
(2000), penyebab kurang perawatan diri adalah :
a. Faktor prediposisi
1) Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu
2) Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri
3) Kemampuan realitas turun Klien gangguan jiwa dengan kemampuan realitas
yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri
4) Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri
b. Factor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
(Depkes, 2000, dalam Anonim, 2009) Sedangkan Tarwoto dan Wartonah (2000),
dalam Anonim(2009), meyatakan bahwa kurangnya perawatan diri disebabkan oleh:
a. Kelelahan fisik
b. Penurunan kesadaran
Effect
Resiko tinggi isolasi sosial
Defisit perawatanCare
diri problem
Objektif :
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat . B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI. Jakarta : EGC
Keliat . B.A. 2006. Proses Keperawatan jiwa. Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta :
Momedia
Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGAN KASUS ISOLASI SOSIAL
Disusun Oleh :
Krisna Novi Saputri
201802111
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan Isolasi Sosial di Puskesmas Rejoso Nganjuk oleh
Nama : Krisna Novi Saputri
NIM : 201802111
Prodi : S1 Keperawatan
Sebagai syarat pemenuhan tugas praktik PBP 4 (Praktik Keperawatan Jiwa), Telah di
di setujui dan disahkan pada :
Hari :
Tanggal ;
Mengetahui,
Mahasiswa
Kepala Ruang
( )
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
I. KASUS (MASALAH UTAMA ) :
Isolasi Sosial
1. Pengertian
Suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalan. Ia
mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain,
yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan
tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain (Balitbang, 2007).
Merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan maupun komunikasi dengan orang lain (Rawlins,
1993).
Kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguan interpersonal yang
terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku
maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes
RI, 2000).
Merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang
lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan. Klien mengalami
kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang
dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup berbagi pengalaman (Balitbang, 2007).
Suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain
menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Towndsend, 1998).
Kerusakan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimaria seeorang
berpartisipasi dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas yang
tidak efektif. Klien yang mengalami kerusakan interaksi sosial mengalami
kesutitan dalam berinteraksi dengan orang lain salah satunya mengarah pada
menarik diri (Townsend, 1998).
Kerusakan interaksi sosial adalah satu gangguan kepribadian yang tidak
fleksibel, tingkah maladaptif, dan mergganggu fungsi individu dalam
hubungan sosialnya (Stuart dan Sundeen, 1998).
2. Rentang Respon
Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari Stuart (2006) menyatakan bahwa manusia
adalah makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka harus membina
hubungan interpersonal yang positif. Individu juga harus membina saling tergantung yang
merupakan keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan.
Respon adaptif Respon
maladaptif
a. Solitude (menyendiri)
Adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang
telah dilakukan di lingkungan sosialnya juga suatu cara mengevaluasi
diri untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.
b. Otonomi
Adalah kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam berhubungan sosial.
c. Mutualisme (bekerja sama)
Adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu
mampu untuk saling memberi dan menerima.
d. Interdependen (saling ketergantungan)
Adalah suatu hubungan saling tergantung antara individu dengan orang
lain dalam rangka membina hubungan interpersonal.
3. Penyebab
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isilasi sosial:
Kurang spontan.
Mengisolasi diri.
Rendah diri.
5. Akibat
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi
sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami pasien dengan latar
belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan, dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan pasien makin sulit dalam mengembangkan
berhubungan dengan orang lain. Akibatnya pasien menjadi regresi atau mundur, mengalami
penurunan dalam aktivitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan
diri. Pasien semakin tenggelam dalam perjalinan terhadap penampilan dan tingkah laku
masa lalu serta tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut
halusinasi.
Risiko Perubahan
Persepsi Sensori
HalusinasiEffect
Core Problem
Harga Causa
Diri Rendah
Data Objektif :
Klien terlihat lebih suka sendiri,bingung bila disuruh memilih alternative
tindakan,ingin mencederai diri/ingin mengkahiri hidup.
DAFTAR PUSTAKA