48234423
48234423
Isnoa*
aProgram Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Raden Wijaya
Mojokerto
*Koresponden penulis: isnobisa@gmail.com
Abstract
Rationalization Science happened since Rene Descartes with a skeptical attitude-
metodisnya doubting everything, except him who is hesitant (cogito ergo sum). This
attitude continued in Auf Klarung, an era which is an attempt to reach a rational man
about himself and nature. The purpose of this paper is to describe the position and
systematic philosophy of science in the rationalization of science. Relates to a process
of rationalization of knowledge derived from sensory experience, both of which have
been declared a scientific or unscientific, using logic, everything that has been known
empirically as well as on the basis of faith more easily accepted by common sense.
Philosophy has the ability to add one's faith in religion, but "if either apply it" will
make people doubt his belief in the teachings of the sacred. What according to
religious teachings enough to be felt, the philosophies need to be considered, so the
feeling for religion is an act of rational and logical.
Keywords: Rationalisation Philosophy, Science.
25
TA’DIBIA Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam Vol. 6 No. 2 Nop 2016
buah akan jatuh dan membusuk, kebusukan logika (logica). Kata itu berasal dari bahasa
buah pengetahuan justru menjadi pupuk Yunani logos, yang berarti kata-kata (word)
kesuburan bagi tanah pengetahuan sendiri, atau akal budi (reason). Dalam arti ini logika
suatu saat biji buah akan mencipta pohon- bisa juga disebut sebagai ilmu pengetahuan
pohon dan dahan pengetahuan baru dengan rasional (rational science). Seorang filsuf abad
jenis yang sama akan tetapi berbeda. Maka pertengahan bernama Boethius berpendapat,
kajian rasionalisasi merupakan kajian bahwa filsafat dapat dibagi menjadi tiga, yakni
interdisipliner ilmu pengetahuan seiring filsafat natural (natural philosophy), filsafat
dengan perkembangan zaman. (FILSAFAT moral (moral philosophy), dan filsafat rasional
ILMU, 2015:59) (rational philosophy). Logika terletak di dalam
ranah filsafat rasional. Logika juga dapat
Ilmu dalam literatur terdapat pendapat
dianggap sebagai alat untuk berfilsafat. Di sisi
berbagai ahli yang menyatakan misalnya
lain para filsuf Romawi berpendapat, bahwa
bahwa ilmuya adalah suatu pranata
logika dapat dikategorikan sebagai bagian dari
kemasyarakatan (sosial institution), suatu
seni liberal (liberal art). Logika juga dapat
kekuatan kebudayaan (cultural force), atau
dikategorikan sebagai trivium bersama dengan
sebuah permainan (game). Pernyataan
retorika dan grammar. Dari sini dapatlah
pernyataan semacam ini bukanlah pengertian
disimpulkan, bahwa logika sekaligus bagian
atau definisi ilmu, melainkan lebih tepat
dari ilmu bahasa (dalam tradisi Romawi) dan
menunjukkan dimensi ilmu. (gie, 2007:131)
filsafat rasional (dalam tradisi Boethius).
Dalam pembahasan tentang ilmu seringkali Berdasarkan penelitian Ashworth, logika mulai
kita dihadapkan dengan paradigma bebas nilai melulu dipahami sebagai filsafat rasional.
dalam ilmu. Dalam bahasa Inggris paradigma Artinya logika haruslah dibedakan dengan
bebas nilai disebut dengan value free, filsafat natural, yang sibuk untuk memahami
mengatakan bahwa ilmu dan juga teknologi gejala alamiah (natural phenomena). Logika
bersifat otonom. Ilmu secara otonom tidak lebih berurusan dengan penarikan kesimpulan
memiliki keterkaitan sama sekali denga nilai. (inference) serta metode berpikir, dan bukan
Pembatasan-pembatasan etis hanya akan soal gejala alamiah. (Alam, 2013)
menghalangi eksplorasi pengembangan ilmu.
Filsafat ilmu lebih mengedepankan
Bebas nilai berarti semua kegiatan yang terkait
penggalian ontologis dalam melakukan
dengan penyelidikan ilmiah harus disandarkan
rasionalisasi terhadap pengetahuan dicirikan
pada hakikat ilmu itu sendiri. Ilmu dikatakan
oleh logika. Oleh karena itu, problematika
bernilai karena menghasilkan pengetahuan
pertama dalam filsafat ilmu terletak pada
yang dapat dipercaya kebenarannya, yang
penerapan logika. Yang paling penting bukan
obyektif, yang terkaji secara kritik.
mengerti atau tidak mengerti melainkan logis
(http://muhamad-abdorin.blogspot.com/2012
atau tidak logis. Dalam ilmu pengetahuan,
/05/ilmu-bebas-nilai.html)
kebenaran sebuah pengetahuan itu sangat
Problem Rasionalisasi Ilmu Pengetahuan bergantung pada keberadaan suatu objek
Secara umum pada abad Pertengahan memiliki pengetahuan. Keberadaan itu sendiri dapat
pemahaman yang menarik tentang logika. berada di alam pikiran manusia, yang
Berdasarkan penelitian Ashworth (1964), logika sesungguhnya tidak berada di alam realitas
dianggap memiliki tujuan yang jelas. Logika empirik. Bagi Plato, yang paling “ada” itu
berfungsi untuk membentuk dan menyatakan adalah ide, sedangkan yang lain hanyalah
kebenaran, sehingga orang bisa bergerak maju bayangan dari ide itu sendiri. Yang paling
dalam membentuk pengetahuan baru. utama adalah bagaiman menjadikan filsafat
Ashworth juga menjelaskan beragam arti kata sebagai metode berfikir, sebagai alat utama
26
Kedudukan dan Sistematika Filsafat Ilmu dalam Rasionalisasi Ilmu Pengetahuan
dalam menggali hakikat dan seluk beluk yang ada di balik pengalaman bukan
kebenaran suatu pengetahuan. menambah pengalaman itu sendiri, melainkan hikmah
ketajaman berfikir logis, sistematis, sebuah pengalaman. Di pihak lain, rasio yang
kontemplatif dan radikal. Dengan demikian, mengolah kinerjanya sendiri, akan menjadi
problem dalam filsafat ilmu dlam kaitannya bagian dari pengalaman kontemplasi yang
dengan ketajaman logika dengan mudah dapat jarang terjangkau oleh orang awam.
diketahui. Melalui berbagai pernyataan dan (FILSAFAT ILMU, 63)
ilustrasi yang merangsang otak untuk
Dunia empirik tidak mutlak berdiri sendiri,
memahami dengan cepat. Kebingungan
kebutuhan terhadap rasionalisasi sangat
memahami pernyataan atau ilustrasi, paling
dominan. Sejak Francis Bacon (1561-1625),
tidak, dapat dikatakan sebagai indikator
pengetahuan empiris-analitis yang kemudian
“lemahnya logika”. (http://muhamad-
menjadi ilmu-ilmu alam direfleksikan secara
abdorin.blogspot.com/2012 /05/ilmu-bebas-
filosofis sebagai pengetahuan yang sahih
nilai.html)
tentang kenyataan. Melalui rasionalisme dan
Objek formal logika adalah berpikir lurus empirisme, ilmu-ilmu alam itu
dan tepat. Sistematika filsafat ilmu bermula memperkembangkan konsep teori murni.
dari logika yang menghubungkan Dengan mengambil sikap teoretis murni, ilmu-
pengetahuan rasio dengan pengetahuan ilmu alam dapat membebaskan diri dari
indrawi. Peranan logika ini sangat penting, kepentingan-kepentingan. Sikap ini tak
terutama dalam menghubungkan pengalaman ubahnya dengan “kontemplasi kosmos” yang
seseorang kepada orang lain yang “tidak dilakukan para filosof purbakala untuk
memiliki” pengalaman atau berbagi memahami alam sebagai suatu tertib yang
pengalaman. Apabila logika tidak disertai diatur oleh hukum-hukum tetap. Mengingat
rasio, tentu penerjemahan pengalaman tidak kesejajaran ini, dapat dikatakan bahwa ilmu-
akan sempurna. Bisa jadi, pengalaman yang ilmu alam merupakan kelanjutan riwayat
dimaksudkan justru menjadi tidak logis dan ontologi. Deskripsi mengenai hukum-hukum
orang akan menolaknya sebagai sebuah alam menggantikan deskripsi tentang ada di
pengalaman. Oleh karena itu, di samping dalam ontologi. Menurut Francisco Budi
logika, sistematika filsafat ilmu adalah berpikir Hardiman (1990:23), dari arus perkembangan
sistematis dan logis itu sendiri. Hukum untuk filsafat empiris-analitis lahirlah positivisme
berpikir demikian diatur secara normatif oleh yang dirintis oleh Auguste Comte (1798-1857).
logika. Urutan-urutan cara berpikir logis dapat Positivisme adalah puncak pembersihan
dilakukan secara deduktif, induktif, atau pengetahuan dari kepentingan dan awal
dialektis. (FILSAFAT ILMU, 53) pencapaian cita-cita untuk memperoleh
pengetahuan demi pengetahuan, yaitu teori
Gagasan tentang konsep muncul dalam
yang dipisahkan dari praksis hidup manusia.
pikiran manusia setelah ada atau sama sekali
Positivisme menganggap pengetahuan
belum ada “pengalaman”. Rasionalitas
mengenai fakta objektif sebagai pengetahuan
terhadap pengalaman akan lebih memudahkan
yang sahih. Dengan menyingkirkan
berpikir logis. Tanpa daya dukung
pengetahuan yang melampaui fakta,
pengalaman, rasionalitasnya akan didominasi
positivisme mengakhiri riwayat ontologi atau
oleh kekuatan praduga dan khayalinya sendiri.
metafisika, karena ontologi menelaah apa yang
Keduanya dapat dilakukan, dan hukumnya
melampaui fakta indrawi. Sungguhpun
boleh karena tanpa pengalaman sekali pun,
demikian darah sang ibu, ontologi, tetap
rasio memiliki potensi untuk membuka tabir di
mengalir dalam diri si anak, positivisme.
balik berbagai pengalaman, sedangkan apa
Positivisme tak sanggup melepaskan diri
27
TA’DIBIA Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam Vol. 6 No. 2 Nop 2016
28
Kedudukan dan Sistematika Filsafat Ilmu dalam Rasionalisasi Ilmu Pengetahuan
29
TA’DIBIA Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam Vol. 6 No. 2 Nop 2016
dan feodalisme yang bisa dilihat dalam sejarah Begitu pula dengan aktivitas perindustrian
Islam. (Arifin, 2013) Dengan ulasan lain, seperti Islam berupa sabun, kerajinan besi maupun
dikutip oleh Taufik Abdullah, meskipun Islam tembikar, dan terutama tekstil. Adapun puncak
dipercaya sebagai agama yang menganut dari kegiatan industri Islam terjadi di Spanyol
sistem teologi yang ‘monoteistis universalistis’, dengan ditemuinya aktivitas penambangan
Islam dianggap Weber sebagai agama ‘kelas tembaga terbuka serta beragam mineral
prajurit’, mempunyai kecenderungan pada lainnya. Malahan, dalam dunia perdagangan,
‘kepentingan feodal’, berorientasi pada umat Islam kala itu telah melakukan
‘prestise sosial’, bersifat ‘sultanistis’, dan “pembukuan ganda” berikut memperluas
bersifat ’patrimonial birokratis’, serta tidak jaringan lembaga-lembaga bursa dan
mempunyai ‘prasyarat rohaniah bagi keuangan. Tak pelak, fenomena tersebut
(pertumbuhan) kapitalisme’. Weber percaya menyebabkan Turner mengamini pendapat
bahwa ajaran Islam mempunyai sikap anti akal Maxim Rodinson bahwa kapitalisme-rasional
dan sangat menentang pengetahuan, terutama sebagaimana termaktub dalam pengertian
pengetahuan teologis. (Arifin, 2013) “weberian” sesungguhnya telah ditemui dalam
konstelasi masyarakat Islam Abad Pertengahan
Terkait anggapan Weber mengenai Islam
(Turner, 2005: 206-207).
sebagai “agama prajurit perang”, Turner
mengemukakan bahwa hal tersebut justru Secara tak langsung, fakta di atas turut
menunjukkan kentalnya dimensi rasionalitas membuktikan bahwa dimensi asketisme dalam
dalam Islam. Pengklasifikasian prajurit Islam Islam sedikit-banyak menemui kemiripannya
ke dalam prajurit profesional, semi-Profesional, dengan calvinisme—bekerja keras, berhemat
kavaleri, dan lain sebagainya menunjukkan dan mengutamakan rasionalitas. Terlebih
eksistensi birokrasi-rasional yang telah dengan menilik serangkaian ajaran Islam—
mapan—ditemuinya spesialisasi (Turner, 2005: Quran dan Hadist—semisal; Tuhan tak akan
209). Pada ranah yang berlainan, Karen merubah nasib suatu kaum sebelum kaum
Armstrong dalam eksemplarnya, Perang Suci, tersebut merubah nasibnya sendiri,
mengatakan bahwa bentuk-bentuk berteberanlah di muka bumi untuk mencari
penaklukkan melalui pedang atau kekerasan rezeki Tuhan setelah menunaikan shalat,
merupakan suatu hal yang lumrah di Abad sesungguhnya pemboros adalah teman setan,
Pertengahan, baik Islam, Kristen maupun tangan di atas lebih baik ketimbang tangan di
kekuatan-kekuatan lainnya di masa itu bawah, beribadahlah seolah esok meninggal
menggunakan cara yang sama dalam dan bekerjalah seolah hidup selama-lamanya,
menyebarkan pengaruhnya (Armstrong, 2004: serta berbagai ajaran Islam lainnya yang
364). menyiratkan kemiripannya dengan ketiga butir
etika Calvin di atas. Dengan demikian, tak ada
Di sisi lain, Turner turut memaparkan
alasan bagi Weber guna menyebut Islam
bahwa pesatnya perkembangan dunia
sebagai agama irasional.
perdagangan dan industri Islam di Abad
Pertengahan merupakan bukti telah eksisnya Secara fakta diatas, Keberadaan yang
nilai-nilai kapitalisme dalam agama yang irasional bukan berarti tidak logis, sebaliknya
dibawa Nabi Muhammad tersebut. Tercatat, bahwa irasionalitas keberadaan Tuhan
perdagangan Islam berupa komoditas rempah- merupakan kenyataan yang paling rasional,
rempah, wewangian, perhiasan, logam mulia sehingga sangat logis apabila kekuasaan-Nya
berikut berbagai hewan cagar budaya—kala itu meliputi seluruh langit dan bumi. Apa yang
dianggap sebagai barang mewah—mengalami ada, yang dipandang tidak ada, yang terlihat
kemajuaan pesat pada periode-periode di atas. dan yang tidak tampak, yang lalu, sekarang
30
Kedudukan dan Sistematika Filsafat Ilmu dalam Rasionalisasi Ilmu Pengetahuan
dan yang akan datang, semuanya dikuasai oleh pengetahuan dan sebaliknya ilmu pengetahuan
keberadaan-Nya. Dan keberadaan yang memiliki khas yang tidak dimiliki oleh filsafat.
demikianlah yang logis untuk menguasai Dalam tubuh filsafat terdapat sistem kerja yang
semuanya. menyeluruh, mendasar, dan dugaan-dugaan
logis, rasional, dan spekulatif (Juhaya S. Pradja,
Segala seluk-beluk yang bertalian dengan
1997:12).
mengetahui berlandaskan pada kemampuan
kognitif atau kemampuan akali yang disebut
dengan rasionalitas. Pada dasarnya (an sich),
rasionalitas bersifat netral, dengan Penutup
kemampuan-kemampuan: menyamakan dan
Berhubungan dengan proses rasionalisasi
membedakan (analogi), dan melakukan
terhadap pengetahuan yang bersumber dari
inferensi dengan logika deduktif atau induktif.
pengalaman indrawi, baik yang telah
Kemampuan tersebut diistilahkan kecerdasan,
dinyatakan ilmiah maupun yang tidak ilmiah,
yang oleh Plato disebut sebagai innate ideas.
dengan memanfaatkan logika, segala sesuatu
Dari pemahaman itulah, dihasilkan ilmu-ilmu
yang telah diketahui secara empirik maupun
formal seperti logika, matematika, statistika
karena atas dasar keyakinan lebih mudah
yang bersifat netral. Sumber pengetahuan
diterima oleh akal sehat. Filsafat memiliki
bukan hanya berakar dari akal pikiran manusia
kemampuan menambah keimanan seseorang
dengan kemampuan kognitifnya, tetapi karena
dalam beragama, tetapi “jika salah
dilengkapi dengan kecerdasan memahami
menerapkannya” akan membuat manusia
sarwa yang ada yang real dan menantang
meragukan keyakinannya terhadap ajaran
manusia untuk menduga-duga dalam
agama yang sakral. Apa yang menurut ajaran
memikirkan dan memahaminya pada setiap
agama cukup untuk dirasakan, bagi filsafat
kejadian dan yang mungkin terjadi secara
perlu dipikirkan, sehingga perasaan terhadap
fenomenologis. Kejadian sebagaimana yang
agama merupakan perbuatan yang rasional
tampak dan dirasakan manusia merupakan
dan logis.
hakikat keberadaan alam yang tidak pernah
pasti dan mutlak. Perubahan yang terjadi pada
Daftar Pustaka
alam memungkinkan pertumbuhan filsafat
yang universal yang implikasinya melahirkan Armstrong, K. (2004). A short history of myth
ilmu pengetahuan yang kebenarannya relatif, (Vol. 1). Canongate Books.
sebagai wujud dari adanya kebenaran mutlak.
Auguste, C. (1842). Cours de philosophie
Dengan penjelasan di atas, dapat diambil
positive.
pemahaman bahwa sistematika ilmu
pengetahuan hanya terbatas pada sesuatu yang
FILSAFAT ILMU (Kontemplasi Filosofis
dapat diselidiki lagi, ilmu pengetahuan akan
tentang Seluk-Beluk, Sumber, dan Tujuan
berhenti sampai di situ. Berbeda dengan
Ilmu Pengetahuan)
penyelidikan filsafat, filsafat akan terus bekerja
hingga masalah yang dikajinya ditemukan Hardiman, F. B. (1990). Kritik Ideologi.
hingga ke akar-akarnya. Bahkan, filsafat baru Yogyakarta: Kanisius.
menampakkan hasil kerjanya manakala ilmu
pengetahuan telah berhenti penyelidikannya, http://muhamad-abdorin.blogspot.com/2012
yakni ketika ilmu tidak mampu memberi /05/ilmu-bebas-nilai.html
jawaban atas masalah. Oleh karena itu, ciri
khas filsafat tidak dimiliki oleh ilmu
31
TA’DIBIA Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam Vol. 6 No. 2 Nop 2016
32