Anda di halaman 1dari 13

UJIAN AKHIR SEMESTER

PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT


TECHNOLOGY OPERATION MANAGEMENT

Kelompok I:
Asrul Hidayat Rifu 447547
Endah Wulan Safitri 447570
Eza Prasetya 447574
Fajriati Nur Azizah 447576
Heru Angga Setiawan 447592
Irene Prista Dewi 447599
Muhammad Danny Septian 447628

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
Rumah sakit (RS) merupakan tempat pelayanan kesehatan yang menyediakan
pelayanan medis berupa tindakan dan perawatan, mulai dari rawat jalan, rawat inap atau
gawat darurat. Adanya rumah sakit serta jumlah fasilitas kesehatan (Faskes) yang
semakin bertambah dan berkembang memberikan beragam manfaat serta dampak positif
bagi masyarakat yang ingin memperoleh pelayanan kesehatan. Namun, seperti halnya
sektor industri, kegiatan operasional yang dijalankan oleh rumah sakit menuai bermacam
dilema etika serta masalah. Dampak negatif yang timbul dari proses operasional dan
pelayanan kesehatan yang dilakukan selama 24 jam, yaitu adanya limbah medis yang
dihasilkan dari aktifitas oprasional. Apabila limbah medis yang dihasilkan tersebut tidak
terkelola dan di tangani secara benar maka dapat menjadi bahaya untuk masyarakat.
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), dari jumlah total limbah
medis yang dihasilkan dari aktifitas layanan kesehatan, sebanyak 85% merupakan limbah
domestik yang tidak berbahaya, dan 15% diantaranya termasuk dalam material limbah
berbahaya yang bersifat kimia, radioaktif maupun infeksius. Limbah medis yang
tergolong dalam kategori berbahaya diantaranya adalah limbah menular (tisu, tinja,
peralatan, alat-alat laboratorium), cairan radioterapi, limbah patologi (cairan manusia,
jaringan, darah, cairan tubuh), bahan kimia, dan limbah genotoksik. Limbah medis
tersebut disinyalir berpotensi mengandung mikroorganisme berbahaya yang dapat
menginfeksi pasien rumah sakit, tenaga medis dan juga masyarakat umum. Banyak
penyakit dari level ringan hingga berat menghantui manusia yang berada di sekitar
limbah medis, baik yang kontak langsung maupun terpapar melalui udara.
Adanya pengelolaan limbah medis yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan
(fasyankes) diatur secara khusus dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor 56 Tahun 2015 terkait Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan, mulai
dari limbah dihasilkan sampai dengan tahap pengolahan. Namun, fakta menunjukkan
bahwa pengelolaan limbah medis yang terjadi di lapangan belum dilakukan secara
maksimal. Hal itu ditunjukkan dengan masih banyaknya limbah medis yang menumpuk
dan belum dikelola dengan baik. Terdapat 9.884 Puskesmas dan 2.820 rumah sakit
diseluruh Indonesia, dengan volume limbah medis mencapai angka di kisaran 290 ton
per hari. Sedangkan, sekarang ini hanya ada 10 jasa bidang pengelolaan limbah medis
yang memiliki ijin di Indonesia. Dengan kapasitas pengelolaan yang dapat dilakukan
sekitar 170 ton/hari. Sedangkan, dari jumlah rumah sakit baru 87 rumah sakit yang
memiliki alat insinerator yang dapat digunakan sebagai pengolah limbah medisnya
dengan kapasitas sekitar 60 ton/hari. Artinya, ada sekitar 70 ton/hari limbah medis yang
belum dapat dikelola.
Di Yogyakarta sendiri, diketahui terdapat 121 Puskesmas dan 78 rumah sakit yang
dapat menghasilkan limbah medis mencapai 4 ton/hari, dan bahkan untuk RS Dr.Sardjito
saja dalam sehari bisa menghasilkan 700 kilogram limbah. Pengelolaan limbah-limbah
medis tersebut diserahkan kepada pihak ketiga yang tidak dengan rutin melaksanakan
tugasnya. Akibatnya, limbah-limbah tersebut menumpuk di fasilitas pelayanan kesehatan
yang juga menyebabkan fasyankes terancam hukuman karena melanggar aturan
keterlambatan membuang limbah. Terlebih lagi, biaya yang cukup tinggi yakni berkisar
Rp15.000,- s.d Rp25.000,- per kilogram limbah medis ini dirasa memberatkan fasyankes
dalam melakukan pengelolaan limbahnya.
Pengelolaan limbah medis menjadi salah satu isu yang sangat perlu segera
ditemukan solusinya, agar tidak membawa dampak negatif yang lebih serius bagi
masyarakat dan lingkungan. Saat ini, pengelolaan limbah medis menjadi kewenangan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), namun pengelolaan tersebut
masih melibatkan jasa pihak ketiga yang pengerjaannya masih ditemukan banyak
kelalaian.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana saat ini rumah sakit mengelola limbah yang dihasilkannya?
2. Apakah Pengelolaan limbah sudah efektif?
3. Apa saran untuk pengelolaan limbah rumah sakit ke depannya?

C. Pembahasan

Dalam pengelolaan limbah rumah sakit saat ini masih banyak mengalami
hambatan. Pengelolaan limbah yang tidak tepat, tidak hanya dapat mencemari
lingkungan, tapi juga akan menambah beban biaya untuk instansi yang terkait. Limbah
rumah sakit secara umum dibedakan menjadi dua yaitu, limbah domestik serta limbah
kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Limbah domestik biasanya langsung
dikelola rumah sakit sendiri dengan cara dibakar menggunakan alat yang rata-rata setiap
instansi kesehatan sudah mempunyai alat ini, atau diambil oleh petugas pembuangan
sampah, sedangkan untuk sampah yang masuk ke dalam kategori B3 dalam
pengelolaannya masih mengalami beberapa kendala. Kendala ini disebabkan bahwa
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang menerima sampah B3 dari rumah sakit hanya ada
di Bandung, Jawa Barat. Setiap harinya rumah sakit menghasilkan limbah yang banyak
sedangkan pengiriman sampah ke Bandung tidak mungkin untuk sering dilakukan, karena
hal ini akan menjadikan biaya yang dibutuhkan untuk pengelolaan limbah semakin besar.
Untuk itu, selama ini yang dilakukan rumah sakit adalah menimbun sampah tersebut di
rumah sakit kemudian sampah tersebut akan dikirim ke Bandung, kegiatan ini dilakukan
3 bulan sekali. Dalam pengiriman limbah B3 rumah sakit menggunakan pihak ke 3.
Dalam pengiriman limbah B3 ke Bandung terdapat banyak risiko salah satu diantaranya
yaitu, adanya oknum tidak bertanggung jawab yang akan mengambil sampah tersebut
untuk diolah lagi atau dijual, padahal limbah-limbah tersebut masuk ke dalam kategori
limbah B3, tentunya bagi orang yang tidak mengetahui akan sangat membahayakan.
Selain itu terdapat adanya risiko kebocoran selama pengiriman. Selama ini rumah sakit
juga harus menyediakan ruang penyimpanan (inventory) yang aman sebelum sampah
tersebut dikirim setiap 3 bulan sekali ke Bandung, tentu hal ini membutuhkan biaya
tambahan dan tidak efisien.

Pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh rumah sakit selama ini belum optimal
dan tidak efisien, karena dengan cara tersebut membutuhkan biaya yang relatif mahal
untuk menyediakan ruang penampung limbah dan biaya pengiriman ke Bandung. Biaya
per kilo untuk sampah B3 yang dikirim ke Bandung sekitar Rp 15.000-Rp. 25.000,-.
Namun, hal ini juga beresiko, karna berpotensi mencemari lingkungan jika proses
pengiriman tidak aman. Untuk itu diperlukan suatu cara yang dapat mengolah limbah B3
dari rumah sakit secara aman, efisien secara biaya dan tidak mencemari lingkungan.
Karena bagaimanapun sampah B3 tidak bisa langsung dibuang karena akan mencemari
lingkungan dan akan sangat berbahaya bagi kesehatan.

Pengelolaan limbah rumah sakit yang masuk dalam kategori B3 tersebut


sebenarnya dapat diolah menggunakan insinerator. Insinerator merupakan mesin yang
difungsikan sebagai pengolah sampah dengan melalui proses oprasi dengan menggunakan
sistem pembakaran pada yang suhu tinggi, sehingga sampah dapat terbakar dan hancur.
Insinerator adalah alat pemusnah sampah yang khusus bekerja pada suhu tinggi, sehingga
sampah – sampah yang berbahaya dan beracun seperti sampah medis infeksius dapat
hancur, yang kemudian sisanya dapat dibuang ke tempat pembuangan sampah umum
secara aman. Alat insinerator ini dapat menghancurkan sampah B3 dengan cepat dan
sampah B3 tersebut tidak akan mencemari lingkungan jika kemudian dibuang ke tempat
pembuangan sampah umum, akan tetapi gas buang dari pengolahan sampah
menggunakan insinerator dapat juga mencemari lingkungan, apabila dalam melakukan
proses ini tidak sesuai dengan prosedur. Gas buang dari insinerator harus dilakukan
pengolahan terlebih dahulu sebelum di buang ke atmosfir, karena pembakaran bahan-
bahan kimia berbahaya ini rawan mengeluarkan gas buang yang mengandung timbal,
kadmium atau bahan lain yang memiliki potensi mencemari lingkungan. Syarat lain dari
pendirian insinerator adalah harus ditanam satu pohon besar dekat tempat insinerator
dipasang dan diusahakan untuk jauh dari pemukiman penduduk. Oleh karena itu, tidak
semua rumah sakit dapat memiliki dan memasang mesin insinerator.

Pembangunan insinerator di Yogyakarta, bertujuan untuk menerima limbah-limbah


B3 dari rumah sakit, yang tentunya akan sangat membantu rumah sakit di Yogyakarta
dalam efisiensi biaya. Pemasangan insinerator tidak dapat di pasang di semua rumah
sakit. Dalam pemasangan insinerator terdapat beberapa syarat tertentu yang wajib
dipenuhi, jika insinerator dipasang sembarangan maka gas buangnya akan mencemari
lingkungan, tetapi jika rumah sakit di Yogyakarta harus mengirim sampah B3 ke
Bandung tentunya juga menjadi tidak akan efisien. Adanya pembangunan Insinerator di
Yogyakarta sangat diperlukan untuk menjadi solusi hal tersebut. Karena, jika limbah B3
langsung dibuang akan sangat mencemari lingkungan, tetapi jika proses pengolahan tidak
sesuai prosedur juga berpotensi mencemari lingkungan. Pembangunan pengolahan
insinerator untuk limbah B3 rumah sakit di Yogyakarta ini akan dilakukan dengan
analisis pemilihan tempat terlebih dahulu, yang kemudian dilanjutkan dengan rencana
teknis tentang bagaimana sampah akan diditribusikan ke tempat dimana insinerator
dipasang. Selain itu pengolahan sampah B3 menggunakan insinerator ini, juga akan
dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah yang ditetapkan pemerintah tentang peraturan
pengelolaan limbah rumah sakit yang diatur dalam UU Pasal 59 ayat (4), Pasal 95 ayat
(1), dan Pasal 102 UU Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PLH).
D. SARAN

Mendirikan pengelolaan limbah medis di wilayah Yogyakarta.

Dengan kondisi yang ada pada saat ini, pihak rumah sakit di daerah Yogyakarta hanya
bisa melakukan pengelolaan limbah medis B3 di daerah Jawa Barat. Sehingga, rumah
sakit yang ada di Yogyakarta membutuhkan waktu lama, serta biaya banyak untuk
pengelolaan limbah B3 tersebut, hal ini sangat tidak efisien. Dengan keadaan tersebut,
maka pihak rumah sakit memilih untuk menimbun sampah-sampah (limbah B3) selama 3
bulan dengan maksud, tindakan yang diambil itu mampu menghemat biaya pengolahan.
Padahal standar proses pengolahan limbah B3 yang dianjurkan adalah maksimal 48 jam
ketika musim hujan atau 24 jam ketika musim kemarau setelah limbah tersebut dibuang.
Apabila penimbunan limbah B3 itu dilakukan selama 3 bulan akan berakibat adanya
pencemaran lingkungan sekitar, yang dapat menimbulkan penyakit yang berbahaya. Oleh
karena itu, saran dari kelompok kami adalah dengan membangun tempat pengolahan
limbah khususnya untuk limbah-limbah B3 di daerah Yogyakarta. Dengan adanya
pembangunan tempat pengolahan sampah di Yogyakarta diharapkan mampu memberikan
dampak positif, yang dari sisi ekonomi yaitu mampu mengurangi biaya yang dikeluarkan
untuk proses pengiriman sampah ke Jawa Barat dan dari sisi waktu, memungkinkan untuk
penanganan yang lebih cepat dan membuat rumah sakit di Yogyakarta tidak perlu
melakukan penimbunan selama berhari-hari bahkan sampai hitungan bulan, sehingga
menjadi lebih efisien secara biaya dan waktu.

Pembangunan tempat pengolahan limbah B3 ini dapat dilakukan di daerah


Yogyakarta bagian Selatan (perbatasan antara Bantul dan Gunung Kidul). Mengacu dari
peraturan yang berlaku, jika dilihat dari sisi lingkungan, tempat tersebut masih jarang
atau jauh dari pemukiman warga, karna jarak aman yang telah ditentukan untuk
pembangunan pengolahan limbah B3 ini adalah 500 meter dari pemukiman warga,
sehingga daerah ini dapat dikatakan aman. Adanya hal ini diharapkan mampu
mengurangi dampak polusi serta penularan penyakit bagi masyarakat sekitar. Dari sisi
geografis, tempat pengolahan limbah tersebut berada dekat dengan muara pantai atau
bibir pantai sehingga pada proses pembuangan limbah cairnya langsung ke pantai dan
tidak mencemari sungai yang digunakan warga sekitar untuk beraktivitas sehari-hari.
Selain itu, lahan yang akan dijadikan tempat pengolahan dapat dibilang masih sangat luas
sehingga memungkinkan dibangun sebuah komplek pengolahan limbah B3 atau pun
limbah domestik sesuai dengan aturan yang berlaku.

Adanya pembangunan memberikan beberapa manfaat untuk pihak rumah sakit dan
lingkungan, berikut gambaran perbandingan jika dilakukan pembangunan:

1. Waktu Pengelolaan Sampah B3

Gambar 1. Waktu Pengelolaan sampah

2. Value Stream Mapping

Gambar 2. VSM sebelum adanya pengelolaan sampah di Yogyakarta.


Gambar 3. VSM setelah adanya pengelolaan sampah di Yogyakarta

Dari perbandingan di atas, dapat dilihat bahwa pengelolaan sampah yang dikirim ke
Jawa Barat menghabiskan waktu selama 25 jam, dan jika pembangunan pengelolaan
sampah di wilayah Yogyakarta dilakukan, pengelolaan sampah akan menjadi selama 9 jam.
Sehingga dapat menghemat waktu sebanyak 16 jam. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi
dalam proses pengelolaan sampah.

3. Biaya yang dikeluarkan

Tabel 1. Perbandingan Biaya

LOKASI HARGA/Kg Kg TOTAL BIAYA


SAMPAH/HARI
JAWA BARAT Rp. 20.000 4.000 Rp. 80.000.000
YOGYAKARTA Rp. 10.000 4.000 Rp. 40.000.000
SELISIH HARGA/HARI Rp. 40.000.000
Dari perbandingan di atas kami menggunakan asumsi perbandingan biaya per hari
yang dikeluarkan oleh rumah sakit di Yogyakarta, dengan jumlah sampah yang
dihasilkan sebanyak 4000kg. Pada perhitungan biaya sebelum dilakukan
pembangunan (pengelolaan berlokasi di Jawa Barat) diambil titik tengahnya (Rp.
15.000 – Rp. 25.000), yaitu: 20.000 dan asumsi biaya jika dilakukan
pembangunan (pengelolaan berlokasi di Yogyakarta) sebesar Rp. 10.000. Selisih
yang didapatkan dari pemindahan lokasi pengelolaan ini sebesar Rp. 40.000.000
atau 2x lipat besarnya. Sehingga penghematan biaya ini akan meningkatkan
efektivitas dari sisi pengeluaran biaya yang menjadi salah satu pertimbangan
rumah sakit dalam pengelolaan sampah B3 ini.

E. KESIMPULAN

Berdasarkan penjabaran di atas, sebaiknya dilakukan pembangunan tempat pengolahan


limbah B3 rumah sakit di wilayah Yogyakarta. Mengingat banyaknya sampah yang
dihasilkan per hari dari rumah sakit, dan menimbang dari banyaknya manfaat yang akan di
dapat jika dilakukan pembangunan yaitu, efisiensi waktu dan biaya, mengurangi risiko
adanya pencemaran lingkungan karna terlalu lama menimbun limbah rumah sakit,
mengurangi risiko perjalanan seperti adanya oknum tidak bertanggung jawab yang
menyalahgunakan limbah rumah sakit, selain itu juga dapat mengurangi emisi kendaraan.
DAFTAR PUSTAKA

Admin Greeneration Foundation. (2018, Juni 7). Apakah Insinerator jadi solusi yang tepat? Retrieved
Desember 5, 2019, from Greeneration Foundation: https://www.greeneration.org/apakah-
insinerator-jadi-solusi-yang-tepat/

Erawan, P. (2014, April 23). Aturan Izin Pengelolaan Limbah B3 Sudah Jelas dan Tegas. Retrieved
Desember 5, 2019, from Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia:
https://mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=9834

Nursalikah, A. (2019, Oktober 25). Yogyakarta Hasilkan Empat Ton Limbah Medis Sehari. Retrieved
Desember 6, 2019, from Republika:
https://nasional.republika.co.id/berita/pzxe3g366/yogyakarta-hasilkan-empat-ton-limbah-
medis-sehari

Suleeman, E. (2019, Maret 14). Satu Harapan: Limbah Medis: Bagaimana dikelola? Retrieved
Desember 5, 2019, from Satu Harapan: http://www.satuharapan.com/read-
detail/read/limbah-medis-bagaimana-dikelola

Unknown. (2016, Oktober 3). Fungsi Insenerator. Retrieved Desember 5, 2019, from Insenerator:
http://insenerator.blogspot.com/2016/10/fungsi-insenerator.html

who. (2018, Februari 8). Health-care waste. Retrieved Desember 5, 2019, from World Health
Organization: https://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/health-care-waste
TOM UAS Kelompok 1
by Tom Uas Kelompok1

Submission date: 07-Dec-2019 02:18PM (UTC+0700)


Submission ID: 1229245171
File name: TOM_UAS_Turnitin_5.pdf (450.54K)
Word count: 1998
Character count: 12416
TOM UAS Kelompok 1
ORIGINALITY REPORT

5 %
SIMILARITY INDEX
3%
INTERNET SOURCES
1%
PUBLICATIONS
4%
STUDENT PAPERS

PRIMARY SOURCES

1
www.cr-enviro.com
Internet Source 2%
2
mkri.id
Internet Source 1%
3
Submitted to Surabaya University
Student Paper 1%
4
Submitted to Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta
<1%
Student Paper

5
Submitted to Sriwijaya University
Student Paper <1%
6
Submitted to iGroup
Student Paper <1%
7
Submitted to Universitas Sebelas Maret
Student Paper <1%

Exclude quotes On Exclude matches < 6 words


Exclude bibliography On

Anda mungkin juga menyukai