Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
NIM : 1811304040
Kelompok : A4
YOGYAKARTA
2020
Pemeriksaan Sperma secara Makroskopis dan Mikroskopis
A. Tujuan
Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui pemeriksaan sperma secara makroskopis
dan mikroskopis
B. Dasar Teori
Sistem reproduksi tidak berperan dalam homestatis dan tidak esensial bagi kelangsungan
individu, namun sistem ini tetap berperan penting dalam kehidupan seseorang. Sistem
reproduksi pada pria memiliki fungsi esensial yang menghasilkan sperma (spermatogenesis)
dan menyalurkan sperma ke wanita. Organ reproduksi primer pada pria terdiri dari sepasang
testis. Pada kedua jenis kelamin, gonad matur akan menghasilkan garnet (gametogenesis)
yaitu spermatozoa pada pria dan ovum pada wanita. Gonad juga akan menghasilkan hormon
testosteron pada pria, serta hormon estrogen dan progesteron pada wanita (Sherwood L.
2016).
Spermatozoa memiliki tiga bagian, terdiri dari kepala yang ditudungi oleh akrosom, bagian
tengah dan ekor. Kepala terutama terdiri dari nukleus, yang mengandung informasi genetik
sperma. Akrosom merupakan vesikel terisi enzim yang menutupi ujung kepala, digunakan
sebagai “bor enzim” untuk menembus ovum. Akrosom merupakan modifikasi lisosom yang
dibentuk oleh agregasi vesikel-vesikel yang diproduksi oleh kompleks golgiretikulum
endoplasma sebelum organel ini disingkirkan. Enzim akrosomal tetap inaktif hingga sperma
berkontak dengan sel telur saat ketika enzim dilepaskan. Mobilitas spermatozoa dihasilkan
oleh suatu ekor panjang mirip cambuk yang gerakannya dijalankan oleh energi yang
dihasilkan oleh mitokondria yang terkonsentrasi di bagian tengah sperma (Sherwood L. 2016)
Analisa sel spermatozoa adalah pemeriksaan yang di lakukan pada pria untuk menilai
adanya gangguan pada sperma. Spesimen dikumpulkan setelah periode abstinensia seksual
minimal 2 hari hingga tidak lebih dari 7 hari (Putra CB, Manuaba IB. 2017). Spesimen yang
dikumpulkan setelah abstinensia yang berkepanjangan cenderung memiliki volum yang lebih
tinggi dan penurunan motilitas. Ketika melakukan pemeriksaan fertilitas, World Health
Organization (WHO) merekomendasikan bahwa dua atau tiga sampel dikumpulkan secara
terpisah dengan jarak waktu tidak kurang dari 7 hari atau lebih dari 3 minggu, dengan adanya
dua sampel abnormal dianggap signifikan. Laboratorium harus
menyediakan gelas steril atau wadah plastik yang hangat untuk pasien. Kapan pun
memungkinkan, spesimen dikumpulkan di ruangan yang disediakan oleh laboratorium.
Namun, jika hal tersebut tidak memungkinkan, spesimen harus disimpan pada suhu kamar
dan dikirimkan ke laboratorium dalam waktu 1 jam pengumpulan. Petugas laboratorium
harus mencatat nama pasien dan tanggal lahir, periode abstinensia seksual, kelengkapan
sampel, kesulitan pengumpulan, dan waktu pengambilan spesimen serta tanda penerimaan
spesimen. Spesimen yang tidak langsung dianalisis harus disimpan pada suhu 37°C.
Spesimen harus dikumpulkan dengan masturbasi. Jika hal ini tidak mungkin, hanya kondom
non lubrikasi atau kondom poliuretan yang harus digunakan. Kondom biasa tidak dapat
diterima karena mengandung spermisida (Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014, Sarhar
S. 2011). Pemeriksasan sperma dapat dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis.
C. Metode
1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu mikroskop, obyek galss, deck
galss, bilik hitung, pipet tetes
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu sperma
3. Cara kerja
a) Makroskopis
Bau
- Sperma yang baru keluar pada botol penampung dicium
baunya.
- Dalam laporan bau dilaporkan: khas/tidak khas. Dalam
keadaan infeksi, sperma berbau busuk/amis. Secara biokimia
sperma mempunyai bau seperti klor/ kaporit.
pH
- Celupkan kertas pH dalam sperma yang homogen yang
terdapat dalam botol penampung
- baca hasil
Volume
- Sperma ditampung seluruhnya dalam botol penampung yang
bermulut lebar untuk sekali ejakulasi
- Volume diukur dengan gelas ukur yang mempunyai skala
volume 0,1 ml.
- Baca hasil
Warna
- Buka tutup wadah sperma, kemudian perhatikan warnanya
Viskositas
- Buka tutup wadah sperma kemudian pertahikan
kekentalannya.
b) Mikroskopis
Motilitas Sperma
- Diambil 1-3 tetes cairan sperma ditaruh diatas obyek glass
lalu ditutup dengan cover glass
- Lihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 40X
- Dilihat pergerakan spermatozoa pada 10 lapang pandang
Morfologi Sperma
- Diambil 1-3 tetes cairan sperma ditaruh diatas obyek glass
lalu ditunggu kering
- Kemudian ditambahnkan larutan Giemsa
- Ditunggu hingga 15-20 menit
- Kemudian bilas pada air mengalir, lalu keringkan
- Lihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 40X
- Dilihat morfologi spermatozoa pada 100 sel spermatozoa.
Hitung Jumlah Sperma
- Diambil 1-3 tetes cairan sperma yang sudah diencerkan
kemudian ditaruh diatas bilik hitung “improve neubauer” lalu
ditutup dengan cover glass
- Lihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 40X
- Dihitung berapa banyak spermatozoa pada 4 bilik hitung
D. Hasil dan Pembahasan
a) Hasil
Sperma diambil pada pukul 06.30
Makroskopis
Bau : Khas/Langu
pH : 7
Volume : 1ml
Warna : Putih keruh
Viskositas : Cair
Mikroskopis
Motilitas Sperma
Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ∑
23 19 24 18 25 28 23 24 21 22 227
Aktif
8 7 12 7 5 5 6 7 26 17 100
Lambat
11 4 4 2 - 1 26 19 12 42 114
Mati
Presentase :
Aktif : Jumlah : Total X 100% = 227: 441 X 100% = 51%
Lambat : Jumlah : Total X 100% = 100 : 441 X 100% = 22%
Mati : Jumlah : Total X 100% = 114 : 441 X 100% = 25%
Morfologi Sperma
Ditemukan adanya sperma dengan bentuk normal, double head, micro
head, dan kepala lancip.
Hitung Jumlah Sperma
Diketahui : n = 45 (satu kotak)
P = 20 X
Ditanya : Jumlah sperma ?
Jawab :
= 10 x n x p x 1000 : 4
= 10 x 45 x 20 x1000 : 4
= 9.000.000 : 4
= 2.250.000jt/ml
b) Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan sperma secara makroskopis dan
mikroskopis, pada pemeriksaan makroskopis ada beberapa parameter yang digunakan
yaitu pH, bau, warna, volume, dan viskositas, kemudian untuk pemeriksaan mikrokopis
dilihat morfologinya, motilitasnya dan juga jumlahnya. Pada pemeriksaan volume hasil
yang didapatkan yaitu 1ml. Volum semen yang normal berkisar antara 2 dan 5 ml. Hal
tersebut dapat diukur dengan menuangkan spesimen ke dalam silinder bersih yang
dikalibrasi dalam skala volume 0,1 ml. Peningkatan volum dapat dilihat setelah periode
abstinensia yang lama. Penurunan volume lebih sering berhubungan dengan terjadinya
infertilitas dan mungkin menunjukkan fungsi yang tidak baik dari salah satu organ
penghasil semen, terutama vesikula seminalis. Pengambilan spesimen yang tidak lengkap
juga harus dipertimbangkan. Untuk warnanya, Semen yang normal memiliki warna putih
kelabu, tampak translusen, dan memiliki bau basi yang khas. Ketika konsentrasi sperma
sangat rendah, spesimen mungkin tampak hampir jernih. Peningkatan kekeruhan putih
menunjukkan adanya sel darah putih (leukosit) dan infeksi di dalam saluran reproduksi.
Variasi jumlah warna merah berhubungan dengan adanya
sel darah merah dan bersifat abnormal. Warna kuning dapat disebabkan oleh adanya
kontaminasi urin, pengumpulan spesimen setelah abstinensia yang berkepanjangan, dan
obat-obatan. Urin bersifat toksik terhadap sperma, sehingga mempengaruhi evaluasi
motilitas. Sperma yang baru keluar mempunyai bau yang khas atau spesifik, untuk
mengenal bau sperma, seseorang harus telah mempunyai pengalaman untuk membaui
sperma. Baunya sperma yang khas tersebut disebabkan oleh oksidasi spermin (suatu
poliamin alifatik) yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat. Untuk pH, pH semen
menunjukkan keseimbangan antara nilai pH dari sekresi prostat yang asam dan sekresi
vesikula seminal yang bersifat alkali. pH harus diukur dalam 1 jam ejakulasi karena dapat
terjadi penurunan CO2. pH normal semen bersifat basa dengan rentang 7,2 hingga 8,0.
Peningkatan pH menunjukkan infeksi di dalam saluran reproduksi. Penurunan pH
mungkin berhubungan dengan peningkatan cairan prostat, obstruksi duktus
ejakulataorius, atau vesikula seminalis yang kurang berkembang. Pemeriksaan pH pada
semen dapat diterapkan pada alas strip reagen pH urinalisis dan warnanya dibandingkan
dengan grafik dari pabrikan. Kertas pemeriksaan pH yang khusus juga dapat digunakan.
Viskositas spesimen mengacu pada konsistensi cairan dan mungkin berhubungan dengan
likuifaksi spesimen. Spesimen yang mengalami likuifaksi secara tidak lengkap bersifat
menggumpal dan sangat kental. Spesimen semen yang normal harus mudah ditarik ke
dalam pipet dan membentuk tetesan kecil yang tidak tampak menggumpal atau berserabut
ketika jatuh dari pipet akibat gravitasi. Tetesan yang membentuk benang lebih panjang
dari 2 cm dianggap sangat kental dan dicatat sebagai abnormal. Derajat 0 (cair) hingga 4
(seperti gel) dapat ditetapkan untuk laporan viskositas. Viskositas juga dapat dilaporkan
sebagai rendah, normal, atau tinggi. Peningkatan viskositas dan likuefaksi yang tidak
sempurna dapat menghambat pemeriksaan motilitas sperma, konsentrasi sperma, deteksi
antibodi antisperma, dan pengukuran marker biokimia (Strasinger KS, Lorenzo SM.
2014, WHO. 2010, Overstreet JW, Katz DF. 1987).
Pada pemeriksaan hitung jumlah seperma didapatkan hasil 2.250.000, konsentrasi
sperma biasanya dianalisis menggunakan ruang hitung Neubauer. Sperma dihitung
dengan cara yang sama seperti perhitungan jumlah sel pada cairan serebrospinal, yaitu
dengan menipiskan spesimen dan menghitung sel-sel di ruang Neubauer. Jumlah
pengenceran dan jumlah kuadrat dihitung secara bervariasi di antara
laboratorium (Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014, WHO. 2010). Pengenceran yang paling
umum digunakan adalah 1:20 yang disiapkan menggunakan pipet mekanis (perpindahan
positif). Pengenceran semen sangat penting karena dapat mengimobilisasi sperma
sebelum dilakukan perhitungan. Cairan pengencer tradisional mengandung natrium
bikarbonat dan formalin, yang dapat mengimobilisasi dan menjaga selsel sperma. Namun,
hasil yang baik juga dapat dicapai dengan menggunakan larutan salin dan air suling
(WHO. 2010). Menggunakan hemositometer Neubauer, sperma biasanya dihitung di
empat kotak sudut dan kotak pusat, mirip dengan perhitungan sel darah merah secara
manual. Untuk pemeriksaan motilitas sperma didapatkan hasil 23% sperma aktif, 28%
sperma lambat dan juga 48% sperma mati. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada suhu
kamar (200 C - 250 C). Dalam memeriksa pergerakan spermatozoa sebaiknya diperiksa
setelah 20 menit karena dalam waktu 20 menit sperma tidak kental, sehingga spermatozoa
mudah bergerak, akan tetapi jangan lebih dari 60 menit setelah ejakulasi sebab dengan
bertambahnya waktu maka spermatozoa akan memburuk pergerakannya, serta pH dan
bau mungkin akan berubah. Gerak spermatozoa yang baik adalah gerak kedepan dan
arahnya lurus, gerak yang kurang baik adalah gerak zig-zag, berputar-putar dan lain-lain
(Oka TG. 1998, Gandosoebrata R. 2016). Untuk pemeriksaan morfologi sperma
didapatkan macam-macam bentuknya mulai dari yang normal hingga beberapa yang
abnormal. Morfologi sperma dievaluasi berdasarkan dengan adanya struktur kepala, leher
(neckpiece), badan (midpiece), dan ekor. Abnormalitas pada morfologi kepala
berhubungan dengan penetrasi ovum yang buruk, sedangkan abnormalitas pada leher,
badan, dan ekor mempengaruhi motilitas (Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014, WHO.
2010). Sperma yang normal memiliki kepala berbentuk oval dengan panjang sekitar 5 μm
dan lebar 3 μm dan memiliki satu ekor flagel dengan panjang 45 μm. Struktur penting
untuk penetrasi pada ovum adalah tudung akrosom yang mengandung enzim yang
terletak di ujung kepala sperma. Tudung akrosom harus mencakup kira-kira setengah dari
kepala sperma dan menutupi kira-kira dua pertiga dari nukleus sperma. Leher melekat
pada ekor dan badan. Badan memiliki panjang kira-kira 7,0 μm dan merupakan bagian
paling tebal dari ekor karena dikelilingi oleh selubung mitokondria yang menghasilkan
energi yang dibutuhkan oleh ekor untuk
motilitas. Setidaknya 200 sperma harus dievaluasi dan adanya persentase sperma yang
abnormal dilaporkan (Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014, WHO. 2010)
E. Kesimpulan
Pemeriksaan sperma dilakukan utnuk melihat atau menilai ada tidaknya gangguan pada
sperma. Pemeriksannya dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu mikroskopis dan
makroskopis. Pada makroskopis memiliki beberapa pamaeter diantaranya yaitu pH,
bau,warna, volume, dan viskositas kemudian pada mikroskopis dilihat morfologinya,
motilitasnya dan juga htiung jumlahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Oka TG. 1998. Penuntun Praktikum Patologi Klinik. Bagian Patologi Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana. Denpasar
Overstreet JW, Katz DF. 1987. Semen analysis. 14(3). Urol Clin North Am. 441-9p.
Putra CB, Manuaba IB. 2017. Gambaran Analisa Sperma Di Klinik Bayi Tabung Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah Tahun 2013. 6(5). E.Jurnal Medika. 1-5p
Sherwood L. 2016. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. 8th. Edition. Ong OH, Mahode
AA,
Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014. Urinalysis and Body Fluid. 6th Edition. Ward MM.
Editor.United State: FA Davis Company. 204-13p
WHO. 2010. WHO Laboratory Manual for The Examination and Processing of Human
Semen. 5th Edition. Switzerland: 7-44p