Oleh :
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan fraktur
1.3.2. Untuk mengetahui faktor predisposisi pada fraktur
1.3.3. Untuk mengtahui pohon masalah pada fraktur
1.3.4. Untuk mengetahui klasifikasi fraktur
1.3.5. Untuk mengetahui gejala klinis fraktur
1.3.6. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostic pada
fraktur
1.3.7. Untuk mengetahui apa saja penatalaksaan fraktur
1.3.8. Untuk mengetahui manajemen preopreatif pada fraktur
1.3.9. Untuk mengetahui kompliksi pada fraktur
1.3.10. Untuk mengetahui dasar asuhan keperwatan pada fraktur
1.3.11. Untuk mengetahui apa saja diagnose keperawata pada
fraktur
1.3.12. Untuk mengetahui apa saja rencana asuhan keperawatan
pada fraktur
BAB II
PEMBAHASAN
Fraktur
Perdarahan
Resiko Infeksi
Kehilangan volume cairan
Resiko syok
(hipovolemik)
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau
trauma. Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki
terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang
jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma
akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena
otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi (Doenges, 2000).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar
tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut,
jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan
biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat
tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di
tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi
sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati (Carpenito, 2000).
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf
perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat
anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun
jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen
(Brunner & Suddarth, 2002).
2.4 Klasifikasi
Komplikasi lambat:
a) Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan
Penyatuan terlambat terjadi bila penyembuhan tidak terjadi
dengan kecepatan normal untuk jenis dan tempat fraktur
tertentu. Penyatuan terlambat mungkin berhubungan dengan
infeksi sistemik dan distraksi (tarikan jauh) fragmen tulang.
Pada akhirnya fraktur menyembuh. Hal ini dapat disemabuhkan
dengan graft tulang. Dimana graft tulang memberikan
kerangka untuk invasi sel-sel tulang.
Pengumpulan Data
a) Anamnesa
1. Identitas Klien
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah
rasa nyeri.Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung
dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian
yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang
menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar,
berdenyut, atau menusuk.
c. Region, radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana
rasa sakit terjadi.
d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri
yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri
atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
4. Riwayat Penyakit Dahulu
5. Riwayat Penyakit Keluarga
6. Riwayat Psikososial
7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan
terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan
obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak.
b. Pola Nutrisi
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi
melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium,
zat besi, protein, vitamin C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi
terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar
sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
c. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada
pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji
frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada
pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri
dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan
jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan
atau tidak.
d. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan
gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan
kebutuhan tidur klien.Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan
obat tidur.
e. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka
semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan
kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.
Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas
klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa
bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain
f. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan
dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani
rawat inap
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan body image).
h. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama
pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang
lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu
juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur
i. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa
melakukan hubungan seksual karena harus menjalani
rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri
yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya
j. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri
dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang
ditempuh klien bisa tidak efektif.
k. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan
kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi
dan konsentrasi.Hal ini bisa disebabkan karena nyeri
dan keterbatasan gerak klien.
b. Data Objektif
1) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat
(lokalis).
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-
tanda, seperti:
1. Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
2. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
3. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.
b) Pemeriksaan head-to-toe:
1. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala
2. Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
(karena tidak terjadi perdarahan).
3. Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
4. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak
ada lesi atau nyeri tekan.
5. Mulut dan Gigi
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
6. Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
7. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
8. Paru
a. Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan
paru.
b. Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
c. Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
d. Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
9. Jantung
a. Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
b. Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
c. Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada murmur.
10. Abdomen
a. Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
b. Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
c. Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
d. Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
11. Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada
kesulitan BAB.
12. Kulit
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
13. Ekstermitas
Kekuatan otot, adanya oedema atau tidak, suhu akral, dan
ROM.
2) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
b. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk
tulang.
3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan lain-lain
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas :
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama
dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila
terjadi infeksi.
3. Elektromyografi : terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
4. Arthroscopy : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau
sobek karena trauma yang berlebihan.
5. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya
infeksi pada tulang.
6. MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan pemasangan pen, sekrup, drain dan adanya
luka operasi.
b. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka
operasi.
c. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi
fraktur, pemasangan traksi, gips dan fiksasi.
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan nyeri
ekstermitas.
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan bertambahnya metabolisme untuk penyembuhan tulang dan
jaringan.
f. Risiko tinggi terjadinya komplikasi post operasi berhubungan dengan
imobilisasi.
g. Regimen terapeutik in efektif berhubungan dengan kurang informasi
mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahannya.
Infection protection
a. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan local
b. Monitor hitung
granulosit, WBC
c. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
d. Batasi pengunjung
e. Pertahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
f. Pertahankan teknik
isolasi k/p
g. Berikan perawatan
kulit pada area
epidema
h. Inspeksi kulit dan
membrane mukosa
i. Terhadap kemerahan,
panas, dan drainase
j. Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
k. Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
l. Dorong masukan
cairan
m. Dorong istirahat
n. Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotic sesuai resep
o. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
p. Ajarkan cara
menghindari infeksi
q. Laporkan kecurigaan
infeksi
r. Laporkan kultur positif
d. Resiko syok NOC NIC
hipovolemik Syok prevention Syok prevention
Syok management a. Monitor status
Kriteria hasil sirkulasi BP, warna
a. Nadi dalam batas kulit, suhu kulit,
yang diharapkan denyut jantung, HR,
b. Irama jantung dan ritme, nadi perifer,
dalam batas yang dan kapiler refill
diharapkan b. Monitor tanda
c. Frekunsi napas inadekuat oksigenasi
dalam batas yang jaringan
diharapkan c. Monitor suhu dan
d. Irama pernapasan pernafasan
dalam batas yang d. Monitor input dan
diharapkan output
e. Natrium serum dbn e. Pantau nilai labor:
f. Kalium serum dbn HB, HT, AGD, dan
g. Klorida serum dbn elektrolit
h. Kalsium serum dbn f. Monitor hemodinamik
i. Magnesium serum invasi yang sesuai
dbn g. Monitor tanda dan
j. PH darah serum gejala asites
dbn h. Monitor tanda awal
Hidrasi syok
Indicator i. Tempatkan pasien
a. Mata cekung tidak pada posisi supine,
ditemukan kaki elevasi untuk
b. Demam tidak peningkatan preload
ditemukan dengan tepat
c. TD dbn j. Lihat dan pelihara
d. Hematokrit dbn kepatenan jalan napas
k. Berikan cairan IV dan
atau oral yang tepat
l. Berikan vasodilator
yang tepat
m. Ajarkan keluarga dan
pasien tentang tanda
dan gejala datangnya
syok
n. Ajarkan keluarga dan
pasien tentang langkah
untuk mengatasi gejala
syok
Syok management
a. Monitor fungsi
neurologis
b. Monitor fungsi renal
(e.g BUN dan Cr
Lavel)
c. Monitor tekanan nadi
d. Monitor status cairan,
input, output
e. Catat gas darah arteri
dan oksigen di
jaringan
f. Monitor EKG
g. Memanfaatkan
pemantauan jalur arteri
untuk meningkatkan
akurasi pembacaan
tekanan darah
h. Menggambarkan gas
darah arteri dan
memonitor jaringan
oksigenasi
i. Memantau tren dalam
parameter
hemodinamik
(misalnya CPV, MAP,
tekanan kapiler
pulmonal/arteri)
j. Memantau factor
penentu pengiriman
jaringan oksigen
(misalnya PaO2 kadar
haemoglobin SaO2,
CO) jika ada
k. Memantau tingkat
karbondioksida
sublingual dan/atau
tonometry
e. Ketidakefektifan NOC NIC
perfusi jaringan Circulation status Peripheral sensation
perifer Tissue perfusion: management
cerebral a. Monitor adanya daerah
Kriteria hasil tertentu yang hanya
Mendemonstrasikan peka terhadap
status sirkulasi yang panas/dingin/tajam/tu
ditandai dengan: mpul
a. Tekanan systole b. Monitor adanya
dan diastole dalam paretese
rentang yang c. Instruksikan keluarga
diharapkan. untuk mengobservasi
b. Tidak ada ortostatik kulit jika ada lesi atau
hipertensi. laserasi
c. Tidak ada tanda- d. Gunakan sarung
tanda peningkatan tangan untuk proteksi
tekanan intracranial e. Batasi gerakan pada
(tidak lebih dari 15 kepala, leher, dan
mmHg). punggung
f. Monitor kemampuan
Mendemonstrasikan BAB
kemampuan kognitif g. Kolaborasi pemberian
yang ditandai dengan: analgetik
a. Berkomuniakasi h. Monitor adanya
dengan jelas adn tromboplebitis
sesuai dengan i. Diskusikan mengenai
kemampuan. penyebab perubahan
b. Menunjukkan sensasi
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi.
c. Memproses
informasi
d. Membuat
keputusan dengan
benar.
Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh: tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-
gerakan involunter.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA