PEMBAHASAN
1
Subluksasi adalah dislokasi parsial (sebagian) permukaan persendian kadang dapat
muncul dan berganti dengan episode dislokasi total.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan
sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet.
Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-
ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
2.1.3 Etiologi
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta
olah raga yang beresiko jatuh misalnya terperosok akibat bermain ski, senam,
volley. Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah sendi bahu dan sendi
pinggul(paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet.
Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi,
ligament-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatny, sendi itu akan gampang
dislokasi lagi.
2
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan biasanya dapat juga menyebabkan
dislokasi.
3. Terjatuh
Terjatuh dari ketinggian atau terjatuh saat berjalan di lantai yang licin dapat juga
menyebabkan dislokasi sendi.
4. Patologis
Terjadinya “tear” ligament dan kapsul articuler yang merupakan komponen vital
penghubung tulang.
2.1.4 Patofisiologi
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh yang bertumpu pada tangan dan bahu.
Humerus terdorong kedepan, merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.
Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur. Meski jarang prosesus akromium
dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan
mengarah; lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi di bawah coracoid).
Pada dislokasi berulang, labrum dan kapsul sering terlepas dari lingkar anterior
glenoid. Tetapi pada beberapa kasus labrum tetap utuh dan kapsul serta ligamentum
glenohumerus keduanya terlepas atau terentang kearah anterior dan inferior. Selain itu
mungkin ada indentasi pada bagian posterolateral kaput humerus (lesi Hill-Sachs),
yaitu suatu fraktur kompresi akibat kaput humerus menekan lingkar glenoid anterior
setiap kali mengalami dislokasi.
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan
congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan
stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan
dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi.
Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya
trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang
ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan
pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan adanya reposisi dengan cara dibidai
Dislokasi bahu paling sering dialami oleh mereka yang masih muda yang
biasanya diakibatkan oleh abduksi, ekstensi dan rotasi eksterna traumatik yang
berlebihan pada ekstrimitas atas. Kaput humeri biasanya bergeser ke anterior dan
inferior melalui robekan traumatik pada kapsul sendi bahu. Kaput humeri dengan
3
sangat mudah dapat diraba dibagian anterior aksila. Dan dapat juga diraba cekungan
bawah origo sentral otot deltoideus pada akromion.
Dislokasi panggul merupakan salah satu dari sedikit keadaan gawat darurat
ortopedik. Dislokasi panggul biasanya dapat dikenali dari adanya nyeri pada daerah
glutea, lipat paha dan paha, disertai posisi ekstremitas bawah yang kaku pada waktu
adduksi, rotasi interna dan fleksi. Apabila panggul yang mengalami dislokasi tidak
segera diperbaiki dalam beberapa jam, maka kemungkinan pasien akan mengalami
nekrosis aseptik menjadi sangat besar.
2.1.5 Pathway
Etiologi
4
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto X-ray
Untuk menentukan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur
2. Foto rontgen
Menentukan luasnya degenerasi dan mengesampingkan malignasi
3. Pemeriksaan radiologi
Tampak tulang lepas dari sendi
4. Pemeriksaan laboratorium
Darah lengkap dapat dilihat adanya tanda-tanda infeksi seperti peningkatan
leukosit
Pada dislokasi sendi bahu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
rontgen foto bahu anteroposterior (AP) dan lateral, posisi Axial dan posisi ”Y” scapular
view. Selain itu juga dianjurkan melakukan pemeriksaan pandangan oblik agar dapat
dipastikan tidak terdapat dislokasi posterior. Pemeriksaan pandangan oblik memang
lebih sulit dilakukan namun lebih mudah diintepretasi.
1. R : Rest (istirahat)
2. I : Ice (kompres dengan es)
3. C : Compression (kompresi/ pemasangan pembalut tekan
4. E : Elevasi (meninggikan bagian dislokasi)
Dislokasi merupakkan suatu kedaruratan yang memerlukan pertolongan pada
tempat kejadian, dislokasi dapat direposisi tanpa anastesi, misalnya pada ssendi bahu
atau siku. Reposisi dapat diadakan dengan gerakan atau perasat yang barlawanan
dengan gaya trauma dan kontraksi atau tonus otot.reposisi tidak boleh dilakukan
dengan kekuatan, sebab mungkin sekali mengakibatkan patah tulang untuk
5
mengendurkan kontraksi dan spasme otot perlu diberikan anastesi setempat atau umum
kekenduran otot memudahkan reposisi.
a. Lakukan reposisi segera.
b. Dengan manipulasi secara hati-hati permukaan sendi diluruskan kembali. Tindakan
ini sering dilakukan anestesi umum untuk melemaskan otot-ototnya.
c. Dislokasi sendi :
Dislokasi sendi kecil dapat direposisi ditempat kejadian tanpa anestesi. Misalnya
dislokasi jari ( pada fase shock ), dislokasi siku, dislokasi bahu. Dislokasi sendi
besar. Misalnya panggul memerulukan anestesi umum
d. Fisioterapi harus segera mulai untuk mempertahankan fungsi otot dan latihan yang
aktif dapat diawali secara dini untuk mendorong gerakan sendi yang penuh,
khususnya pada sendi bahu.
e. Tindakan pembedahan harus dilakukan bila terdapat tanda-tanda gangguan
neumuskular yang berat/ jika tetap ada gangguan vaskuler setelah reposisi tertutup
berhasil dilakukan secara lembut. Pembedahan terbukan mungkin diperlukan,
khususnya kalau jaringan lunak terjepit diantara permukaan sendi.
f. Persendian tersebut disangga dengan pembedahan, dengan pemasangan gips,
misalnya pada sendi panngkal paha, untuk memberikan kesembuhan pada
ligamentum yang teregang.
g. Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi
jika dislokasi berat.
h. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga
sendi.
i. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga
agar tetap dalam posisi stabil.
j. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X
sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.
k. Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan
Apabila tehnik Manipulasi dan reduksi tidak berhasil atau tidak memungkinkan,
maka dapat dipikirkan dilakukan operasi. Adapun indikasi untuk dilakukan operasi
adalah :
6
keikutsertaan dalam aktifitas sehari – hari atau olahraga.
Operasi terdiri atas tiga jenis :
1. Operasi untuk memperbaiki labrum glenoid dan kapsul yang robek (prosedur
Bankart)
2. Operasi untuk memendekkan kapsul anterior dan subskapularis dengan perbaikan
tumpang – tindih (operasi Plutti – Platt)
3. Operasi untuk memperkuat kapsul anteroinferior dengan mengarahkan tulang otot
lain ke bagian depan sendi itu (misalnya operasi Bristow – Helfet, 1958)
Kalau labrum dan kapsul anterior terlepas, dan sendi tidak nyata – nyata
longgar, sebaiknya dilakukan operasi Bankart yang digabungkan dengan
kapsulografi anterior. Sendi dibuka dengan pendekatan deltopektoral, labrum dijahit
pada lubang yang dibor pada lingkar glenoid dan bila perlu, kapsul dikencangkan
dengan lipatan tumpang tindih tanpa memperpendek subskapularis (Thomas dan
Matsen, 1989). Operasi plutti – Platt di mana subskapularis ditumpang dan
dipendekkan, juga memberikan hasil yang baik tetapi dengan kerugian berupa
hilangnya rotasi luar (Hovelius dkk., 1983; Regan dkk; 1989). Operasi Bristow
dimana prosessus coracoids dengan otot – otot yang melekat ditransposisikan ke
depan leher scapula, lebih sedikit menghilangkan rotasi luar.
7
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gadar
2.2.1 Pengkajian
1. Primary Survey
a. Airway ( Jalan Napas) :
Kaji :
Bersihan jalan nafas
Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
Distress pernafasan
Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
b. Breathing
Kaji :
Frekuensi nafas, usaha nafas dan pergerakan dinding dada
Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
c. Circulation
Kaji :
Denyut nadi karotis
Tekanan darah
Warna kulit, kelembaban kulit
Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
d. Disability/evaluasi neurologis
Dievalusai keadaan neurologisnya secara cepat, yaitu tingkat kesadaran ukuran
dan reaksi pupil. Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigen atau
penurunan perfusi ke otak atau perlukaan pada otak. Perubahan kesadaran
menuntutu dilakukannya pemeriksaan terhadap keadaan ventilasi, perfusi dan
oksigenasi.
e. Exposure/ control lingkungan
Di Rs klien harus dibuka keseluruhan pakainnya,untuk evaluasi klien. Setelah
pakaian dibuka, penting agar klin tidak kedinginan, harus diberikan selimut hangat
dan diberikan cairan intravena yang sudah dihangatkan.
8
2. Secondary Survey
1. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan
kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan, ekstermitas, nyeri tekan
otot, dan deformitas pada daerah trauma ,untuk mendapatkan pengkajian yang
lengkap mengenai nyeri klien dapat menggunakan metode PQRS.
b. Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya riwayat trauma akibat kecelakaan pada lalu lintas,
kecelekaan industri, dan kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau
bangunan, pengkajian yang di dapat meliputi nyeri, paralisis extermitras
bawah, syok.
c. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit,
seperti osteoporosis, dan osteoaritis yang memungkinkan terjadinya kelainan,
penyakit lainnya seperti hypertensi, riwayat cedera, diabetes milittus, penyakit
jantung, anemia, obat-obat tertentu yang sering di guanakan klien, perlu
ditanyakan pada keluarga klien .
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang mengalami
dislokasi
b. Adanya nyeri tekan pada daerah dislokasi
c. Tampak adanya lebam pada dislokasi sendi
d. Deformitas
Hilangnya tonjolan tulang yang normal, misalnya deltoid yang rata pada
dislokasi bahu. Pemendekan atau pemanjangan (misalnya dislokasi anterior
sendi panggul). Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu, misalnya
dislokasi posterior sendi panggul kedudukan panggul endorotasi, fleksi dan
adduksi.
e. Funcio laesa, misalnya bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi bahu
anterior.
9
3. Pemeriksaan diagnostic
Dengan cara pemeriksaan Sinar X ( pemeriksaan X-Rays ) pada bagian
anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih antara kaput
humerus dan fossa Glenoid, Kaput biasanya terletak di bawah dan medial terhadap
terhadap mangkuk sendi.
10
9. Monitor efek saming penggunaan
analgetik
Terapeutik :
1. Berikan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresure,
terapi music, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat atau
dingin, terapi bermain)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5. Ajarkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
3 Gaangguan Label : Mobilitas fisik Label : Ambulansi
mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan Observasi
berhubungan dengan keperawatan selama ….. 1. Identifikasi adanya nyeri atau
gangguan x …. jam, diharapkan keluhan fisik lainnya
11
neuromuskular hambatan mobilitas fisik 2. Identifikasi toleransi fisik
pada pasien dapat melakukan ambulasi
berkurang dengan kriteria 3. Monitor frekuensi jantung dan
hasil : tekanan darah sebelum memulai
- Pergerakan ambulasi
ekstremitas meningkat Terapeutik
- Kekuatas otot 1. Fasilitasi melakukan mobilisasi
meningkat fisik jika perlu
- Rentang gerak (ROM) 2. Libatkan keluarga untuk
meningkat membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
3. Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan ( berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, berjalan
dari tempat tidur ke kamar mandi ,
berjalan sesuai toleransi)
4 Defisit nutrisi (SLKI) : deficit nutrisi SIKI: Deficit nutrisi
berhubungan dengan Luaran Utama Intervensi Utama
ketidak mampuan Label : status nutrisi Label: Manajemen nutrisi
menelan makanan setelah dilakukan Observasi:
intervensi selama 1) Identifikasi status nutrisi
..x..24jam, diharapkan 2) Identifikasi alergi dan
status nutrisi membaik intoleransi makanan
dengan kriteria hasil: 3) Identifikasi makanan yang
- porsi makanan disukai
yang dihabiskan 4) Monitor asupan makanan
meningkat 5) Identifikasi kebutuhan kalori
- Kekuatan otot dan jenis nutrient
menelan 6) Monitor berat badan
meningkat 7) Monitor hasil pemeriksaan
12
- Kekuatan otot laboratorium
pengunyah Terapeutik:
meningkat 1) Lakukan oral hygiene sebelum
- Verbalisasi makan jika perlu
keinginan untuk 2) Vasilitasi menentukan
meningkatkan pedoman diet (misalnya
nutrisi meningkat piramida makanan)
- Frekuensi makan 3) Berikan makanan tinggi serat
membaik mencegah konstipasi
- Nafsu makan 4) Berikan makanan tinggi kalori
membaik dan tinggi protein
5) Berikan suplemen makanan
jika perlu
Edukasi:
1) Anjurkan posisi duduk jika
mampu
2) Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi:
1) Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan (mis
peredam nyeri, antiemetic jika
perlu)
2) Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan jika perlu
13
a. Evaluasi Formatif ( Merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap
klien terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan )
b. Evaluasi Sumatif ( merefleksikan rekapitulasi dan synopsis observasi dan
analisis mengenai status kesehatan klien terhadap waktu ). ( Poer, 2012 )
14