Anda di halaman 1dari 6

HIV/AIDS

oleh Putu Oka Yuli Nurhesti

A. Definisi HIV/AIDS

AIDS dapat didefinisikan sebagai suatu sindrom atau kumpulan gejala penyakit dengan karakteristik
defisiensi sistem imun yang berat, dan merupakan manifestasi stadium akhir infeksi HIV. Antibodi HIV
positif tidak identik dengan AIDS, karena AIDS harus dapat menunjukkan satu atau lebih gejala
penyakit akibat defisiensi sistem imun seluler (Lan, 2006).

B. Epidemiologi

Menurut Merati, (1999) AIDS merupakan masalah global yang penting dan merupakan masalah
yang sangat komppleks. Masalah pandemi ini terdiri dari tiga efek epidemi yaitu:

Epidemi pertama adalah epidemi HIV itu sendiri yang secara diam-diam tanpa disadari atau
diketahui terjadi di masyarakat. Epidemi ini disebut silent epidemic. Dari penelitian seroarkeilogi,
ternyata HIV telah ada pada darah beku di Afrika yang tersimpan sejak tahun 1959. Karena itu silent
epidemic diperkirakan telah terjadi pada akhir enampuluhan atau awal tujuh puluhan.

Epidemi kedua adalah munculnya kasus-kasus AIDS yang muncul beberapa tahun kemudian.

Hal ini terjadi karena dibutuhkan waktu beberapa tahun sebelum seseorang dengan infeksi HIV akan
berkembang dan menunjukkan gejala-gejala AIDS yang nyata. Hal ini berkembang cepat pada awal
delapanpuluhan. Perkembangan akan terus berlanjut samapai dekade mendatang, walaupun misalnya
btidak terjadi npenularan baru, karena sejumlah besar HIV yang asimptomatik akan menjadi sakit danj
menunjukkan gejala AIDS.

Epidemi ketiga adalah epidemi reaksi masyarakat terhadap masalah masalah HIV dan kasus
AIDS, sebagai akibat adanya dua epidemi sebelumnya. Hal ini mulai nampak sekitar pertengahan tahun
delapanpuluhan, berupa dampak sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek ketiga epidemi ini akan
bergantung dari kemampuan masayarkat menanggulangi masalah sosial ini, sehingga mencegah
timbulnya kecurigaan dan diskriminasi, yang berarti terdapat respon positif untuk pencegahan
penularan dan perawatan pada penderita HIV/AIDS.

C. Penularan

HIV dapat diisolasi dari darah, cairan serebrospinal, cairan sperma, air mata, sekresi vagina atau
serviks, urine, ASI, dan air liur. Penularan terjadi paling efisien melalui darah dan cairan sperma dan
vagina/ serviks. HIV juga dapat ditularkan melalui ASI dan cairan otak( Lan, 2006).
Menurut Bruner & Sudart (2006) cara penularan HIV/AIDS adalah melalui:

a) Melalui hubungan seksual, baik secara vaginal, oral maupun anal dengan seorang penderita
HIV. Ini adalah cara yang paling umum terjadi meliputi 80-90% dari total kasus sedunia. Lebih mudah
terjadi penularan bila terdapat lesi penyakit kulit kelamin dengan ulkus atau peradangan jaringan
seperti herper genitalis, sfilis, gonorea klamidia, kankroid dan trikomoniasis. Resiko pada seks anal
lebih besar daripada seks vaginal. Diketahui juga bahwa epitel silindris pada mukosa rektum, mukosa
saluran uretral laki-laki dan kanalis servikalis ternyata mempunyai reseptor CD4 yang merupakan
target utama HIV.

b) Kontak langsung dengan darah/produk darah atau jarum suntik:

i. Tranfusi darah/ produk darah yang tercemar HIV, resikonyana sangat tinggi sampai lebih dari
90%. Ditemukan sekitar 3-5% dari total kasus sedunia

ii. Pemakaian jarum tidakl steril atau pemakaian bersama jarum dan sempritnya pada para
pecandu narkotik suntik. Resikonya sekitar 0,5-1%, dan telah terdapat 5-10% dari total kasus sedunia.

iii. Penularan lewat kecelakaan tertususk jarum pada petugas kesehatan, reskonya sekitar kurang
dari 0,5% dan telah terdapat kurang dari 0,1% dari total kasus sedunia

c) Secara Vertikal dari ibu hamil penderita HIV ke bayinya, baik selama hamil, saat
melahirkan ataupun setelah melahirkan. Resiko sekitar 25-40%, terdapat kurang dari 0,1%
dari total kasus.er

D. Perjalanan Penyakit dan Klasifikasi KLinis HIV/AIDS

Perjalanan ilmiah HIV/AIDS yaitu infeksi virus, 2-3 minggu akan muncul sindrom retroviral
akut, 2-3 minggu kemudian gejala menghilang dan terjadi serokonversi, terjadilah infeksi HIV
asimptomatik atau tanpa gejala, 3-8 tahun kemudian barulah muncul infeksi HIV/AIDS simptomatik
atau dengan gejala klinis, rata-rata 1-3 tahun kemudian akan terjadi kematian (Direktorat Jendral
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, 2003).

Periode jendela adalah massa dimana pemeriksaan serologi untuk antibodi HIV masih negatif
sementara virus sudah ada dalam jumlah besar dalam darah, cairan vagina/serviks, sperma, ASI dan
cairan otak. Periode jendela menjadi hal yang penting untuk diperhatikan karena dalam kondisi ini
orang yang terinfeksi HIV/AIDS akan tampak dalam kondisi sehat padahal sudah dapat menularkan
infeksi HIV melalui hubungan seksual, donor darah, jarum suntik dan ASI (Direktorat Jendral
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, 2003).
Klasifikasi Klinis HIV/AIDS pada orang dewasa menurut WHO
Tabel 1
Stadium Gambaran KLinis Skala Aktivitas
I 1. Asimptomatik (tanpa gejala) Asimptomatik, aktivitas
2. limfadenopati generalisata normal
II 3 Berat badan menurun < 10% Simptomatik, aktivitnas
4 Kelainan kulit atau mukosa yang ringan seperti dermatitis normal
seboroik, prurigo, onikomikosis, ulkus oral yang rekuren,
kheilitis angularis
5 Herpes Zoster dalam 5 tahun terakhir
6 Infeksi saluran nafas bagian atas seperti sinusitis bakterial
III 7. Berat badan menurun > 10 % Pada umumnya lemah,
8. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan aktivitas di tempat tidur
9. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan <50%
10. Kandidiasis oroparingeal
11. Oral hairy leukoplaqia
12. TB paru dalam tahun terakhir
13. Infeksi bakterial yang berat seperti, pneumonia, piomiositis
IV 13. HIV wasting syndrome
14. Pneumonia pneumonitis Carini
15. Toxoplasma otak
16. Diare kryptossporidiosis
17. Kryptokokosis intra lebih dari 1 bulan
18. retinisis virus sitomegalo
19. Herpes simplek mukokutan lebih dari 1 bulan
20. leukoensepalopati multifokal progerssive
21. mikobakteriosis tipikal diseminata
22. kandidiasis di esofagus, trakea dan bronkus
23. septisemia salmonelosis non tifoid
24. tuberkolosis di luar paru
25. limfoma
26. sarkoma kaposi
27. ensepalopati HIV

E. Diagnosis dan Pemeriksaan Laboratorium

Menurut Merati (1999) diagnosis AIDS dapat dibuat bila terdapat satu atau lebih gejala penyakit
yang termasuk indikator AIDS dan pemeriksaan lab sebagai bukti adanya infeksi HIV.

Pemeriksaan laboratorium pada HIV/AIDS dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:

a) Pembuktian adanya antibodi (ab) yaitu gp41, gp120, p24 dengan ELISA, western blot,
RIFA, IFA atau antigen (ag) HIV dengan pembiakan virus, antigen p24, dan PCR

b) Pemeriksaan status imunitas: untuk ini dapat dilakukan pemeriksaan: dapat dilakukan
dengan pemeriksaan Hb, trombosit, leukosit, jumlah limfosit, apusan darah tepi atau sumsum
tulang. Pada penderita AIDS akan ditemui anemia, leukopenia, limfopenia, trombositopenia,
dan displasia sumsum tulang. Dapat dilakukan pehitungan jumlah limfosit T dan limfosit B, sel
limfosit CD4 dan CD8.

c) Pemeriksaan terhadap infeksi oportunistik: setiap infeksi oportunistik atau kanker


skunder yang ada pada pasien AIDS diperiksa sesuai dengan metode diagnostik penyakitnya
masing-masing, misalnya pemeriksaan mikroskopis untuk kandidiasis.
F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan HIV/AIDS menurut Lan (2006) terdiri dari pengobatan, perawatan atau rehabilitasi
dan edukasi. Pengobatan untuk HIV/AIDS ditujukan terhadap:

1. Virus HIV dengan antiretroviral

2. Infeksi oportunistik

3. Kanker skunder

4. Status kekebalan tubuh

5. Simptomatik dan suportif

Perawatan atau rehabilitasi dilakukan dengan mengingat prinsip-prinsip isolasi protektif dan isolasi
preventif.

Edukasi pada penderita HIV/AIDS ditujukan untuk mendidik pasien dan keluarganya
menghadapi kenyataan hidup dengan AIDS,diskriminasi masyarakat, tanggung jawab keluarga,
teman dekat atau masyarakat.

G. Pencegahan

Menurut National HIV/AIDS Program, USA (2002), pencegahan HIV /AIDS dilakukan dengan
pencegahan Primer dan pencegahan skunder. Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah infeksi
HIV/AIDS pada individu yang belum terinfeksi sedangkan pencegahan skunder adalah untuk
mencegah individu yang terinfeksi menularkan HIV AIDS pada individu yang belum terinfeksi,
menjaga individu dengan HIV AID agar tidak mengalami gangguan fisik maupun mental, dan
mencegah infeksi oportunistik terutama oleh virus lain yang resisten antiretroviral.

Pencegahan primer HIV/AIDS dapat dilakukan dengan cara:

1. Konseling pengkajian resiko dan penurunan resiko terinfeksi HIV/AIDS

2. Screening dan Counseling HIV/AIDS

3. Pendidikan kesehatan tentang prilaku seksual dan safe sex

4. Screening penyakit menular seksual

5. Screening pemakai obat-obat terlarang dan alkohol


6. Pendidikan kesehatan tentang prilaku-prilaku yang beresiko tinggi terinfeksi HIV AIDS

7. Diskusi dan edukasi tentang pilihan gaya hidup yang sehat

H . Pendidikan Kesehatan Pada HIV/AIDS

Pendidikan kesehatan adalah upaya untuk mempengaruhi dan/atau mengajak orang lain, baik
individu, kelompok, atau masyarakat agar melaksanakan perilaku hidup sehat. Sedangkan secara
operasional, pendidikan kesehatan adalah semua kegiatan untuk memberikan dan/atau meningkatkan
pengetahuan, sikap, dan praktek masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka
sendiri (Notoatmodjo, 2003).

Menurut AVERT (2008), pendidikan kesehatan pada HIV/AIDS diperlukan untuk mencegah
munculnya penderita HIV/AIDS baru. Pendidikan kesehatan pada HIV/AIDS diperlukan secara terus-
nenerus di setiap kelompok umur untuk memberikan pengetahuan tentang cara-cara yang dapat
dilakukan individu untuk menghindari infeksi HIV/AIDS. Tujuan pendidikan kesehatan tentang
HIV/AIDS adalah: mencegah infeksi HIV/AIDS baru, meningkatkan kualitas hidup penderita
HIV/AIDS, mengurangi stigma dan diskriminasi pada HIV/AIDS

Kelompok populasi yang menjadi target pendidikan kesehatan pada HIV AIDS adalah individu
yang belum pernah mendapatkan pendidikan kesehatan tentan HIV AIDS dan individu yang beresiko
terinfeksi HIV/AIDS, individu yang sebelumnya sudah mendapatkan pendidikan kesehatan tenyang
HIV AIDS dan dinilai pendidikan yang didapatkan kurang efektif, dan individu yang sudah terinfeksi
HIV/AIDS (WHO/UNAIDS, 2007).

Anda mungkin juga menyukai