Anda di halaman 1dari 13

1

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT, atas rahmat dan
karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“KEBUDAYAAN SUKU BADUY”, makalah ini disusun untuk memenuhi salah
satu tugas mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS )
Makalah  disusun berdasarkan hasil observasi yang diharapkan berguna
untuk mengembangkan kreatif, daya pikir dan untuk menambah pengetahuan
tentang kebudayaan. 
Segala petunjuk, arahan dan bantuan dari berbagai pihak yang penulis
terima dalam menyusun maklah ini sangatlah besar artinya. Untuk itu, dalam
kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.

Jangkar, 05 September 2020


Penyusun

EKA ANDINA ARISTA


HALIMATUS SAKDIYAH

Makalah Kebudayaan Suku Baduy / SMP AL FALAH Pesanggerahan


2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... 1
DAFTAR ISI .................................................................................................. 2
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1  Latara Belakang .................................................................................. 3
1.2  Suku Baduy.......................................................................................... 3
1.3  Pembagian Kelompok.......................................................................... 3
1.3.1   Kelompok tangtu (baduy dalam)...................................................... 3
 1.3.2   Kelompok Masyarakat panamping (baduy luar)............................. 4
 1.3.3   Kelompok Baduy Dangka .............................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Mata Penceharian................................................................................ 5
2.2 Hukum di dalam Masyarakat Baduy..................................................  5
2.3 Segi Berpakaian............,...................................................................... 7
2.4 Bahasa.................................................................................................. 8
2.5 Kepercayaan......................................................................................... 9
2.6 Tarian................................................................................................... 10
2.7 Pernikahan........................................................................................... 11

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan......................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 13

Makalah Kebudayaan Suku Baduy / SMP AL FALAH Pesanggerahan


3

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang


Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama
oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa,
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.
Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada
budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya
itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks,
abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.
Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial
manusia.
1.2    Suku Baduy
            Provinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang
teguh adat tradisi yaitu suku baduy yang tinggal di Desa Kanekes Kecamatan
Leuwidamar Kabupaten Lebak. Perkampungan masyarakat baduy pada umumnya
terletak pada daerah
Baduy atau biasa disebut juga dengan masyarakat kanekes adalah nama
sebuah kelompok masyarakat adat Sunda di Banten. Suku Baduy tinggal di
pedalaman Jawa Barat, desa terakhir yang bisa di jangkau oleh kendaraan adalah
DESA Ciboleger (jawa barat). Dari desa ini kita baru bisa memasuki wilayah suku
baduy luar. Tetapi sebelum kita masuk kewilayah suku baduy kita harus melapor
dulu dengan pimpinan adatnya yang di sebut Jaro.
1.3  Pembagian Kelompok
Masyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu
tangtu, panamping, dan dangka.

Makalah Kebudayaan Suku Baduy / SMP AL FALAH Pesanggerahan


4

1.3.1 Kelompok tangtu (baduy dalam).


suku Baduy Dalam tinggal di pedalaman hutan dan masih terisolir dan
belum masuk kebudayaan luar.selain itu orang baduy dalam merupakan yang
paling patuh kepada seluruh ketentuan maupun aturan-aturan yang telah
ditetapkan oleh Pu’un (Kepala Adat). Orang Baduy dalam tinggal di 3
kampung,yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Ciri khas Orang Baduy Dalam
adalah pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala
putih dan golok. Pakaian mereka tidak berkerah dan berkancing, mereka juga
tidak beralas kaki. Meraka pergi kemana-mana hanya berjalan kaki tanpa alas dan
tidak pernah membawa uang. mereka tidak mengenal sekolah, huruf yang mereka
kenal adalah Aksara Hanacara dan bahasanya Sunda. Mereka tidak boleh
mempergunakan peralatan atau sarana dari luar. Jadi bisa di bayangkan mereka
hidup tanpa menggunakan listrik, uang, dan mereka tidak mengenal sekolahan.
Salah satu contoh sarana yang mereka buat tanpa bantuan dari peralatan luar
adalah Jembatan Bambu. Mereka membuat sebuah Jembatan tanpa menggunakan
paku, untuk mengikat batang bambu mereka menggunakan ijuk, dan untuk
menopang pondasi jembatan digunakan pohon-pohon besar yang tumbuh di tepi
sungai.
1.3.2  Kelompok masyarakat panamping (baduy Luar),
mereka tinggal di desa Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu,
yang mengelilingi wilayah baduy dalam. Masyarakat Baduy Luar berciri khas
mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. suku Baduy Luar biasanya
sudah banyak berbaur dengan masyarakat Sunda lainnya. selain itu mereka juga
sudah mengenal kebudayaan luar, seperti bersekolah.
1.3.3 Kelompok Baduy Dangka,
mereka tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2
kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh
(Cihandam). Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone
atas pengaruh dari luar.

Makalah Kebudayaan Suku Baduy / SMP AL FALAH Pesanggerahan


5

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Mata Penceharian


Mata pencaharian masyarakat Baduy adalah bertani dan  menjual buah-
buahan yang mereka dapatkan dari hutan. Selain itu Sebagai tanda
kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin
melaksanakan seba yang masih rutin diadakan setahun sekali dengan
mengantarkan hasil bumi kepada penguasa setempat yaitu Gubernur Banten.
Dari hal tersebut terciptanya interaksi yang erat antara masyarakat Baduy
dan penduduk luar. Ketika pekerjaan mereka diladang tidak mencukupi, orang
Baduy biasanya berkelana ke kota besar sekitar wilayah mereka dengan berjalan
kaki, umumnya mereka berangkat dengan jumlah yang kecil antara 3 sampai 5
orang untuk mejual madu dan kerajinan tangan mereka untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya. Perdagangan yang semula hanya dilakukan dengan barter
kini sudah menggunakan mata uang rupiah. Orang baduy menjual hasil
pertaniannya dan buah-buahan melalui para tengkulak. Mereka juga membeli
kebutuhan hidup yang tidak diproduksi sendiri di pasar. Pasar bagi orang Kanekes
terletak di luar wilayah Kanekes seperti pasar Kroya, Cibengkung, dan Ciboleger.
Hasil pertanian  mereka berupa beras bisanya mereka simpan di lumbung
padinya yang ada di setiap desa. Selain beras meraka juga memabuat kerajinan
tangan seperti tas koja  yang bahannya terbuat dari kulit kayu yang di
anyam. Sebagaimana yang telah terjadi selama ratusan tahun, maka mata
pencaharian utama masyarakat Kanekes adalah bertani padi huma dan berkebun,
mengolah gula aren dan tenun. Selain itu mereka juga mendapatkan penghasilan
tambahan dari menjual buah-buahan yang mereka dapatkan di hutan
seperti durian dan asam keranji, serta madu hutan.

2.2 Hukum di didalam Masyarakat Baduy

Makalah Kebudayaan Suku Baduy / SMP AL FALAH Pesanggerahan


6

Hukuman disesuaikan dengan kategori pelanggaran, yang terdiri atas


pelanggaran berat dan pelanggaran  ringan. Hukuman ringan biasanya dalam
bentuk pemanggilan sipelanggar aturan oleh Pu’un untuk diberikan peringatan.
Yang termasuk ke dalam jenis pelanggaran ringan antara lain cekcok atau beradu-
mulut antara dua atau lebih warga Baduy.
Hukuman Berat diperuntukkan bagi mereka yang melakukan pelanggaran
berat. Pelaku pelanggaran yang mendapatkan hukuman ini dipanggil oleh Jaro
setempat dan diberi peringatan. Selain mendapat peringatan berat, siterhukum
juga akan dimasukan ke dalam lembaga pemasyarakatan (LP) atau rumah tahanan
adat selama 40 hari. Selain itu, jika hampir bebas akan ditanya kembali apakah
dirinya masih mau berada di Baduy Dalam atau akan keluar dan menjadi warga
Baduy Luar di hadapan para Pu’un dan Jaro. Masyarakat Baduy Luar lebih
longgar dalam menerapkan aturan adat dan ketentuan Baduy.
Menariknya, yang namanya hukuman berat disini adalah jika ada
seseorang warga yang sampai mengeluarkan darah setetes pun sudah dianggap
berat. Berzinah dan berpakaian ala orang kota.
Banyak larangan yang diatur dalam hukum adat Baduy, di antaranya tidak
boleh bersekolah, dilarang memelihara ternak berkaki empat, tak dibenarkan
bepergian dengan naik kendaraan, dilarang memanfaatkan alat eletronik, alat
rumah tangga mewah dan beristri lebih dari satu. Menurut keterangan Bapak
Mursyid, Wakil Jaro Baduy Dalam, beliau mengatakan bahwa di lingkungan
masyarakat Baduy, jarang sekali terjadi pelanggaran ketentuan adat oleh anggota
masyarakatnya. Dan oleh karenanya, jarang sekali ada orang Baduy yang terkena
sanksi hukuman, baik berdasarkan hukum adat maupun hukum positif (negara).
Jika memang ada yang melakukan pelanggaran, pasti akan dikenakan hukuman.
Seperti halnya dalam suatu negara yang ada petugas penegakkan hukum, Suku
Baduy juga mempunyai bidang tersendiri yang bertugas melakukan penghukuman
terhadap warga yang terkena hukuman. Hukuman disesuaikan dengan kategori
pelanggaran, yang terdiri atas pelanggaran berat dan pelanggaran ringan.
2.3 Segi Berpakaian

Makalah Kebudayaan Suku Baduy / SMP AL FALAH Pesanggerahan


7

Dari segi berpakain, didalam suku baduy terdapat perbedaan dalam


berbusana yang didasarkan pada jenis kelamin dan tingkat kepatuhan pada adat
saja, yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar.Untuk Baduy Dalam, para pria memakai
baju lengan panjang yang disebut jamang sangsang, Potongannya tidak memakai
kerah, tidak pakai kancing dan tidak memakai kantong baju. Warna busana
mereka umunnya adalah serba putih. Pembuatannya hanya menggunakan tangan
dan tidak boleh dijahit dengan mesin. Bahan dasarnya pun harus terbuat dari
benang kapas asli yang ditenun.
Untuk bagian bawahnya menggunakan kain serupa sarung warna biru
kehitaman, yang hanya dililitkan pada bagian  pinggang. Agar kuat dan tidak
melorot, sarung tadi diikat dengan selembar kain. Serta pada bagian kepala suku
baduy menggunakan ikat kepala berwarna putih. Ikat  kepala ini berfungsi sebagai
penutup rambut mereka yang panjang, kemudian dipadukan dengan selendang
atau hasduk. Masyarakat Baduy yakin dengan pakaian yang serba putih polos itu
dapat mengandung makna suci bersih.
Bagi suku Baduy Luar, busana yang mereka pakai adalah baju kampret
berwarna hitam. Ikat kepalanya juga berwarna biru tua dengan corak batik. Desain
bajunya terbelah dua sampai ke bawah, seperti baju yang biasa dipakai khalayak
ramai. Sedangkan potongan bajunya mengunakan kantong, kancing dan bahan
dasarnya tidak diharuskan dari benang kapas murni. Cara berpakaian suku Baduy
Luar Panamping memamg ada sedikit kelonggaran bila dibandingkan dengan
Baduy Dalam.. Terlihat dari warna, model ataupun corak busana Baduy Luar,
menunjukan bahwa kehidupan mereka sudah terpengaruh oleh budaya luar.
Sedangkan, untuk busana yang dipakai di kalangan wanita Baduy dalam
maupun Baduy Luar tidak terlalu menampakkan perbedaan yang mencolok.
Model, potongan dan warna pakaian, kecuali baju adalah sama.  Mereka
mengenakan busana semacam sarung warna biru kehitam-hitaman dari tumit
sampai dada. Busana seperti ini biasanya dikenakan untuk pakaian sehari-hari di
rumah.  Bagi wanita yang sudah menikah, biasanya membiarkan dadanya terbuka
secara bebas, sedangkan bagi para gadis buah dadanya harus tertutu. Dalam
kehidupan keseharian  manusia, berpakaian merupakan salah satu alat untuk

Makalah Kebudayaan Suku Baduy / SMP AL FALAH Pesanggerahan


8

melindungi diri dan menunjukan  citra diri terhadap orang lain. Untuk memenuhi
kebutuhan pakaiannya, masyarakat suku Baduy menenun sendiri yang dikerjakan
oleh kaum wanita. Dimulai dari menanam biji kapas, kemudian dipanen, dipintal,
ditenun sampai dicelup menurut motifnya khasnya. Penggunaan warna pakaian
untuk keperluan busana hanya menggunakan warna hitam, biru tua dan putih.
Kain sarung atau kain wanita hampir sama coraknya, yaitu dasar hitam dengan
garis-garis putih, sedangkan selendang berwana putih, biru, yang dipadukan
dengan warna merah. Semua hasil tenunan tersebut umumnya tidak dijual tetapi
dipakai sendiri. Bertenun biasanya dilakukan oleh wanita pada saat setelah panen.
Jenis busana yang dikerjakan antara lain, baju, kain sarung, kain wanita,
selendang dan ikat kepala. Selain itu, ada kerajinan yang dilakukan oleh kalangan
pria di antaranya adalah membuat golok dan tas koja, yang terbuat dari kulit
pohon teureup ataupun benang yang dicelup.
Dalam  hal ini masyarakat Baduy yang merupakan suku terasing di Banten
sudah memikirkan dalam hal berpakaian dalam masyarakatnya..Sebelumnya Suku
Baduy adalah suku yang menetap di ujung Pulau Jawa sebelah barat Suku Baduy
terdiri dari dua kelompok masyarakat, yaitu Baduy Luar, yang tinggal  luar daerah
Baduy Dalam,dan baduy dalam yang menetap di Cibeo, Cikertawana dan
Cikeusik.Dalam pandangannya mereka yakin berasal dari satu  keturunan, yang
memiliki satu keyakinan, tingkah  laku, cita-cita, termasuk busana yang
dikenakannya pun adalah sama. Kalaupun ada perbedaan dalam berbusana,
perbedaan itu hanya terletak pada bahan dasar, model dan warnanya saja.Baduy
Dalam merupakan masyarakat yang masih tetap mempertahankan dengan kuat
nilai-nilai budaya warisan leluhurnya dan tidak terpengaruh oleh kebudayaan luar.
Ini berbeda dengan Baduy Luar yang sudah mulai mengenal kebudayaan luar.
Perbedaan antara Baduy Dalam dan Baduy Luar seperti itu dapat dilihat dari cara
busananya berdasarkan status sosial, tingkat umur maupun fungsinya. Perbedaan
busana hanya didasarkan pada jenis kelamin dan tingkat kepatuhan pada adat saja,
yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar. 
Bagi masyarakat Baduy Dalam maupun Luar biasanya jika hendak bepergian
selalu membawa senjata berupa golok yang diselipkan di balik pinggangnya serta

Makalah Kebudayaan Suku Baduy / SMP AL FALAH Pesanggerahan


9

dilengkapi dengan membawa tas kain atau tas koja yang dicangklek (disandang)
di pundaknya.
Untuk pakaian bepergian, biasanya wanita Baduy memakai kebaya, kain tenunan
sarung berwarna biru kehitam-hitaman, karembong, kain ikat pinggang dan
selendang. Warna baju untuk Baduy Dalam adalah putih dan bahan dasarnya
dibuat dari benang kapas yang ditenun sendiri.
2.4 Bahasa
Bahasa Baduy adalah bahasa yang digunakan suku Baduy. Penuturnya
tersebar di gunung Kendeng, Rangkasbitung, Lebak; Pandeglang; dan Sukabumi.
Dari segi linguistik, bahasa Baduy bukan dialek dari bahasa Sunda, tapi
dimasukkan ke dalam suatu  rumpun bahasa Sunda, yang sendirinya merupakan
kelompok dalam rumpun bahasa Melayu-Sumbawa di cabang Melayu-
Polinesia dalam rumpun bahasa Austronesia.
Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan
Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari
sekolah. Orang Kanekes Dalam tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat-
istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam
tuturan lisan saja.
Orang Kanekes tidak mengenal sekolah, karena pendidikan formal
berlawanan dengan adat-istiadat mereka. Mereka menolak usulan pemerintah
untuk membangun fasilitas sekolah di desa-desa mereka. Bahkan hingga hari ini,
walaupun sejak era Suharto pemerintah telah berusaha memaksa mereka untuk
mengubah cara hidup mereka dan membangun fasilitas sekolah modern di
wilayah mereka, orang Kanekes masih menolak usaha pemerintah tersebut.
Akibatnya, mayoritas orang Kanekes tidak dapat membaca atau menulis.
2.5 Kepercayaan
Kepercayaan Suku Baduy atau masyarakat kanekes sendiri sering disebut
dengan Sunda Wiwitan yang berdasarkan pada pemujaan nenek moyang
(animisme), namun semakin berkembang dan dipengaruhi oleh agama lainnya
seperti agama Islam, Budha dan Hindu. Namun  inti dari kepercayaan itu sendiri
ditunjukkan dengan ketentuan adat yang mutlak dengan adanya “pikukuh”

Makalah Kebudayaan Suku Baduy / SMP AL FALAH Pesanggerahan


10

( kepatuhan) dengan konsep tidak ada perubahan sesedikit mungkin atau tanpa
perubahan apapun.
Objek kepercayaan terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca
Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. masyarakatnya
mengunjungi lokasi tersebut dan melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan
kalima. Di kompleks Arca Domas tersebut terdapat batu lumpang yang
menyimpan air hujan. Apabila pada saat pemujaan ditemukan batu lumpang
tersebut ada dalam keadaan penuh air yang jernih, maka bagi masyarakat Kanekes
itu merupakan pertanda bahwa hujan pada tahun tersebut akan banyak turun, dan
panen akan berhasil baik. Sebaliknya, apabila batu lumpang kering atau berair
keruh, maka merupakan pertanda kegagalan panen.
            Hanya ketua adat tertinggi puun dan rombongannya yang terpilih saja
yang dapat mengikuti rombongan tersebut. Di daerah arca tersebut terdapat batu
lumping yang dipercaya apa bila  saat pemujaan batu tersebut terlihat penuh maka
pertanda hujan akan banyak turun dan panen akan berhasil, dan begitu juga
sebaliknya, jika kering atau berair keruh pertanda akan terjadi kegagalan pada
panen.
Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung.
(Panjang tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh
disambung)
Tabu tersebut dalam kehidupan sehari-hari diinterpretasikan secara
harafiah. Di bidang pertanian, bentuk pikukuh tersebut adalah dengan tidak
mengubah kontur lahan bagi ladang, sehingga cara berladangnya sangat
sederhana, tidak mengolah lahan dengan bajak, tidak membuat terasering, hanya
menanam dengan  tugal, yaitu sepotong bambu yang diruncingkan. Pada
pembangunan rumah juga kontur permukaan tanah dibiarkan apa adanya,
sehingga tiang penyangga rumah Kanekes seringkali tidak sama panjang.
Perkataan dan tindakan mereka pun jujur, polos, tanpa basa-basi, bahkan dalam
berdagang mereka tidak melakukan tawar-menawar.
Bagi sebagian kalangan, berkaitan dengan keteguhan masyarakatnya,
kepercayaan yang dianut masyarakat adat Kanekes ini mencerminkan

Makalah Kebudayaan Suku Baduy / SMP AL FALAH Pesanggerahan


11

kepercayaan keagamaan masyarakat Sunda secara umum


sebelum  masuknya Islam.
2.6 Tarian
Tarian yang merupakan gambaran dari kebiasaan Suku Badui dalam
menyambut musim panen raya. Para penari menarikan tariannya dengan sangat
menjiwai. Ditambah dengan bau dupa yang menyengat, menambah aura mistik
dan sakral tarian yang mereka bawakan. Diawali dengan seorang penabuh bedug,
datanglah seorang penari wanita membawa sesaji, kemudian ditaruh pada sebuah
nampan besar. Setelah itu didoakan dan dibagikan secara simbolik. Di daerah
Baduy, Banten setiap kali musim panen raya akan diadakan upacara Serentanen,
yang merupakan upacara adat sakral di daerah tersebut.
Macapada merupakan adaptasi dari upacara Serentanen suku Baduy,
Banten.Dalam  upacara tersebut suku Baduy luar akan memberikan persembahan
kepada suku Baduy Dalam. Persembahan tersebut nantinya akan didoakan sesuai
adat Baduy dan oleh Baduy Dalam nantinya akan di bawa ke kota untuk
diserahkan kepada pihak pemerintah. Sebagai perwakilan biasanya diterima oleh
Bupati setempat. Upacara Serentanen ini berasal dari suku Baduy asli.
2.7 Pernikahan
Di dalam proses pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat Baduy
hampir serupa dengan masyarakat lainnya. Namun, pasangan yang akan menikah
selalu dijodohkan dan tidak ada yang namanya pacaran. Orang tua laki-laki akan
bersilaturahmi kepada orang tua perempuan dan memperkenalkan kedua anak
mereka masing-masing.
Setelah mendapatkan kesepakatan, kemudian dilanjutkan dengan proses 3
kali pelamaran. Tahap Pertama, orang tua laki-laki harus melapor ke Jaro (Kepala
Kampung) dengan membawa daun sirih, buah pinang dan gambir secukupnya.
Tahap kedua, selain membawa sirih, pinang, dan gambir, pelamaran kali ini
dilengkapi dengan cincin yang terbuat dari baja putih sebagai mas kawinnya.
Tahap ketiga, mempersiapkan alat-alat kebutuhan rumah tangga, baju serta
seserahan pernikahan untuk pihak perempuan.

Makalah Kebudayaan Suku Baduy / SMP AL FALAH Pesanggerahan


12

Pelaksanaan akad nikah dan resepsi dilakukan di Balai Adat yang


dipimpin langsung oleh Pu’un untuk mensahkan pernikahan tersebut. Uniknya,
dalam ketentuan adat, Orang Baduy tidak mengenal poligami dan perceraian.
Mereka hanya diperbolehkan untuk menikah kembali jika salah satu dari mereka
telah meninggal. Jika setiap manusia melaksanakan hal tersebut.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Orang Baduy Dalam tidak mau di masuki budaya dari luar sedangkan
Baduy Dalam sudah mau mengikuti budaya dari luar meskipun sedikit.
Orang Baduy tidak mengenal poligami dan perceraian. Mereka hanya
diperbolehkan untuk menikah kembali jika salah satu dari mereka telah
meninggal.
Di dalam proses pernikahan suku baduy pasangan yang akan menikah
selalu dijodohkan dan tidak ada yang namanya pacaran. Orang tua laki-laki akan
bersilaturahmi kepada orang tua perempuan dan memperkenalkan kedua anak
mereka masing-masing.

Makalah Kebudayaan Suku Baduy / SMP AL FALAH Pesanggerahan


13

DAFTAR PUSTAKA

1. http://rezasuryasesanti.blogspot.com/2013/02/-kebudayaan-suku-baduy.html

Makalah Kebudayaan Suku Baduy / SMP AL FALAH Pesanggerahan

Anda mungkin juga menyukai