Tugas Suku Baduy
Tugas Suku Baduy
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT, atas rahmat dan
karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“KEBUDAYAAN SUKU BADUY”, makalah ini disusun untuk memenuhi salah
satu tugas mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS )
Makalah disusun berdasarkan hasil observasi yang diharapkan berguna
untuk mengembangkan kreatif, daya pikir dan untuk menambah pengetahuan
tentang kebudayaan.
Segala petunjuk, arahan dan bantuan dari berbagai pihak yang penulis
terima dalam menyusun maklah ini sangatlah besar artinya. Untuk itu, dalam
kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... 1
DAFTAR ISI .................................................................................................. 2
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latara Belakang .................................................................................. 3
1.2 Suku Baduy.......................................................................................... 3
1.3 Pembagian Kelompok.......................................................................... 3
1.3.1 Kelompok tangtu (baduy dalam)...................................................... 3
1.3.2 Kelompok Masyarakat panamping (baduy luar)............................. 4
1.3.3 Kelompok Baduy Dangka .............................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Mata Penceharian................................................................................ 5
2.2 Hukum di dalam Masyarakat Baduy.................................................. 5
2.3 Segi Berpakaian............,...................................................................... 7
2.4 Bahasa.................................................................................................. 8
2.5 Kepercayaan......................................................................................... 9
2.6 Tarian................................................................................................... 10
2.7 Pernikahan........................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
melindungi diri dan menunjukan citra diri terhadap orang lain. Untuk memenuhi
kebutuhan pakaiannya, masyarakat suku Baduy menenun sendiri yang dikerjakan
oleh kaum wanita. Dimulai dari menanam biji kapas, kemudian dipanen, dipintal,
ditenun sampai dicelup menurut motifnya khasnya. Penggunaan warna pakaian
untuk keperluan busana hanya menggunakan warna hitam, biru tua dan putih.
Kain sarung atau kain wanita hampir sama coraknya, yaitu dasar hitam dengan
garis-garis putih, sedangkan selendang berwana putih, biru, yang dipadukan
dengan warna merah. Semua hasil tenunan tersebut umumnya tidak dijual tetapi
dipakai sendiri. Bertenun biasanya dilakukan oleh wanita pada saat setelah panen.
Jenis busana yang dikerjakan antara lain, baju, kain sarung, kain wanita,
selendang dan ikat kepala. Selain itu, ada kerajinan yang dilakukan oleh kalangan
pria di antaranya adalah membuat golok dan tas koja, yang terbuat dari kulit
pohon teureup ataupun benang yang dicelup.
Dalam hal ini masyarakat Baduy yang merupakan suku terasing di Banten
sudah memikirkan dalam hal berpakaian dalam masyarakatnya..Sebelumnya Suku
Baduy adalah suku yang menetap di ujung Pulau Jawa sebelah barat Suku Baduy
terdiri dari dua kelompok masyarakat, yaitu Baduy Luar, yang tinggal luar daerah
Baduy Dalam,dan baduy dalam yang menetap di Cibeo, Cikertawana dan
Cikeusik.Dalam pandangannya mereka yakin berasal dari satu keturunan, yang
memiliki satu keyakinan, tingkah laku, cita-cita, termasuk busana yang
dikenakannya pun adalah sama. Kalaupun ada perbedaan dalam berbusana,
perbedaan itu hanya terletak pada bahan dasar, model dan warnanya saja.Baduy
Dalam merupakan masyarakat yang masih tetap mempertahankan dengan kuat
nilai-nilai budaya warisan leluhurnya dan tidak terpengaruh oleh kebudayaan luar.
Ini berbeda dengan Baduy Luar yang sudah mulai mengenal kebudayaan luar.
Perbedaan antara Baduy Dalam dan Baduy Luar seperti itu dapat dilihat dari cara
busananya berdasarkan status sosial, tingkat umur maupun fungsinya. Perbedaan
busana hanya didasarkan pada jenis kelamin dan tingkat kepatuhan pada adat saja,
yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar.
Bagi masyarakat Baduy Dalam maupun Luar biasanya jika hendak bepergian
selalu membawa senjata berupa golok yang diselipkan di balik pinggangnya serta
dilengkapi dengan membawa tas kain atau tas koja yang dicangklek (disandang)
di pundaknya.
Untuk pakaian bepergian, biasanya wanita Baduy memakai kebaya, kain tenunan
sarung berwarna biru kehitam-hitaman, karembong, kain ikat pinggang dan
selendang. Warna baju untuk Baduy Dalam adalah putih dan bahan dasarnya
dibuat dari benang kapas yang ditenun sendiri.
2.4 Bahasa
Bahasa Baduy adalah bahasa yang digunakan suku Baduy. Penuturnya
tersebar di gunung Kendeng, Rangkasbitung, Lebak; Pandeglang; dan Sukabumi.
Dari segi linguistik, bahasa Baduy bukan dialek dari bahasa Sunda, tapi
dimasukkan ke dalam suatu rumpun bahasa Sunda, yang sendirinya merupakan
kelompok dalam rumpun bahasa Melayu-Sumbawa di cabang Melayu-
Polinesia dalam rumpun bahasa Austronesia.
Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan
Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari
sekolah. Orang Kanekes Dalam tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat-
istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam
tuturan lisan saja.
Orang Kanekes tidak mengenal sekolah, karena pendidikan formal
berlawanan dengan adat-istiadat mereka. Mereka menolak usulan pemerintah
untuk membangun fasilitas sekolah di desa-desa mereka. Bahkan hingga hari ini,
walaupun sejak era Suharto pemerintah telah berusaha memaksa mereka untuk
mengubah cara hidup mereka dan membangun fasilitas sekolah modern di
wilayah mereka, orang Kanekes masih menolak usaha pemerintah tersebut.
Akibatnya, mayoritas orang Kanekes tidak dapat membaca atau menulis.
2.5 Kepercayaan
Kepercayaan Suku Baduy atau masyarakat kanekes sendiri sering disebut
dengan Sunda Wiwitan yang berdasarkan pada pemujaan nenek moyang
(animisme), namun semakin berkembang dan dipengaruhi oleh agama lainnya
seperti agama Islam, Budha dan Hindu. Namun inti dari kepercayaan itu sendiri
ditunjukkan dengan ketentuan adat yang mutlak dengan adanya “pikukuh”
( kepatuhan) dengan konsep tidak ada perubahan sesedikit mungkin atau tanpa
perubahan apapun.
Objek kepercayaan terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca
Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. masyarakatnya
mengunjungi lokasi tersebut dan melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan
kalima. Di kompleks Arca Domas tersebut terdapat batu lumpang yang
menyimpan air hujan. Apabila pada saat pemujaan ditemukan batu lumpang
tersebut ada dalam keadaan penuh air yang jernih, maka bagi masyarakat Kanekes
itu merupakan pertanda bahwa hujan pada tahun tersebut akan banyak turun, dan
panen akan berhasil baik. Sebaliknya, apabila batu lumpang kering atau berair
keruh, maka merupakan pertanda kegagalan panen.
Hanya ketua adat tertinggi puun dan rombongannya yang terpilih saja
yang dapat mengikuti rombongan tersebut. Di daerah arca tersebut terdapat batu
lumping yang dipercaya apa bila saat pemujaan batu tersebut terlihat penuh maka
pertanda hujan akan banyak turun dan panen akan berhasil, dan begitu juga
sebaliknya, jika kering atau berair keruh pertanda akan terjadi kegagalan pada
panen.
Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung.
(Panjang tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh
disambung)
Tabu tersebut dalam kehidupan sehari-hari diinterpretasikan secara
harafiah. Di bidang pertanian, bentuk pikukuh tersebut adalah dengan tidak
mengubah kontur lahan bagi ladang, sehingga cara berladangnya sangat
sederhana, tidak mengolah lahan dengan bajak, tidak membuat terasering, hanya
menanam dengan tugal, yaitu sepotong bambu yang diruncingkan. Pada
pembangunan rumah juga kontur permukaan tanah dibiarkan apa adanya,
sehingga tiang penyangga rumah Kanekes seringkali tidak sama panjang.
Perkataan dan tindakan mereka pun jujur, polos, tanpa basa-basi, bahkan dalam
berdagang mereka tidak melakukan tawar-menawar.
Bagi sebagian kalangan, berkaitan dengan keteguhan masyarakatnya,
kepercayaan yang dianut masyarakat adat Kanekes ini mencerminkan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Orang Baduy Dalam tidak mau di masuki budaya dari luar sedangkan
Baduy Dalam sudah mau mengikuti budaya dari luar meskipun sedikit.
Orang Baduy tidak mengenal poligami dan perceraian. Mereka hanya
diperbolehkan untuk menikah kembali jika salah satu dari mereka telah
meninggal.
Di dalam proses pernikahan suku baduy pasangan yang akan menikah
selalu dijodohkan dan tidak ada yang namanya pacaran. Orang tua laki-laki akan
bersilaturahmi kepada orang tua perempuan dan memperkenalkan kedua anak
mereka masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://rezasuryasesanti.blogspot.com/2013/02/-kebudayaan-suku-baduy.html