Anda di halaman 1dari 25

MODEL-MODEL PENGEMBANGAN

Berikut merupakan beberapa model pengembangan yang umumnya diguanakan dalam


pengembangan media pembelajaran

1. Model ASSURE

Smaldino, Russel, Heinich dan Molenda (2005) mengemukakan sebuah model


desain pembelajaran yang diberi nama ASSURE. Model ASSURE lebih difokuskan
pada perencanaan pembelajaran untuk digunakan dalam situasi pembelajaran di dalam
kelas secara aktual. Adapun langkah-langkah penting yang perlu dilakukan dalam
model sistem pembelajaran ASSURE meliputi beberapa aktivitas, yaitu;
 Melakukan analisis karakteristik siswa (analyze learner)
 Menetapkan tujuan pembelajaran (state objectives)
 Memilih media, metode pembelajaran, dan bahan ajar (select methods, media,
and materials)
 Memanfaatkan bahan ajar (utilize material)
 Melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran (require learners participation),
dan
 Mengevaluasi dan merevisi program pembelajaran (evaluate and revise)

Bagan
Model ASSURE
Untuk lebih memahami model ASSURE, berikut ini dikemukakan deskripsi dari setiap
komponen yang terdapat dalam model tersebut.

Tabel Model ASSURE


Analyze Mengidentifikasi karakteristik siswa yang akan melakukan aktivitas
Learners pembelajaran. Analisis karakteristik siswa meliputi beberapa aspek
penting yaitu karakteristik umum, kompetensi spesifik yang telah
dimiliki sebelumnya, dan gaya belajar.

State Objectives Menetapkan tujuan pembelajaran yang bersifat spesifik. Selain


menggambarkan kompetensi yang perlu dikuasai oleh siswa, rumusan
tujuan pembelajaran juga mendeskripsikan kondisi yang diperlukan
oleh siswa untuk menunjukkan hasil belajar yang telah dicapai dan
tingkat penguasaan siswa.

Select Methods, Pemilihan metode, media, dan bahan ajar yang tepat akan mampu
Media, and mengoptimalkan hasil belajar siswa dan membantu siswa mencapai
Materials kompetensi atau tujuan pembelajaran.

Utilize Menggunakan metode sebelumnya dalam kegiatan pembelajaran,


materials namun sebelum menggunakan metode, media dan bahan ajar maka
perlu dilakukan uji coba untuk memastikan ketiga komponen tersebut
dapat berfungsi efektif. Setelah semuanya siap maka komponen
tersebut dapat digunakan.

Require Memerlukan keterlibatan mental siswa secara aktif dengan materi


Learners an atau substansi yang sedang dipelajari. Siswa yang terlibat aktif dalam
Revise kegiatan pembelajaran akan dengan mudah memelajari materi
pembelajaran.

Evaluate and Tahap evaluasi dilakukan untuk menilai efektivitas pembelajaran dan
Revise juga hasil belajar siswa. Tahap ini dilakukan agar dapat memperoleh
gambaran yang lengkap tantang kualitas sebuah program.

Terdapat beberapa manfaat dan keterbatasan pada model ASSURE yaitu; model ini
memiliki manfaat dapat dikembangkan sendiri oleh pengajar, komponen pembelajaran
lengkap, dan peserta didik dapat dilibatkan dalam persiapan untuk pembelajaran. Masih
menurut Prawiradilaga (2007) Model ini juga memiliki keterbatasan yaitu tidak mengukur
dampak terhadap proses belajar karena tidak didukung oleh komponen suprasistem, adanya
penambahan tugas dari seorang pengajar dan perlu upaya khusus dalam mengarahkan peserta
didik untuk persiapan pembelajaran.
2. Model ADDIE
Salah satu model desain sistem pembelajaran yang memperlihatkan tahapan-
tahapan dasar desain sistem pembelajaran yang sederhana dan mudah dipelajari adalah
model ADDIE. ini memiliki lima fase atau tahap utama yaitu, (A)nalysis, (D)esain,
(D)evelopment, (I)mplementation dan (E)valuation. Menurut Pribadi (2009) Kelima fase
dalam model ADDIE perlu dilakukan secara sistemik dan sistematik, seperti bagan
dibawah ini;

A Analisis kebutuhan untuk menentukan masalah dan


analysis solusi yang tepat dan menentukan kompetensi siswa

D Menentukan kompetensi khusus, metode, bahan ajar,


design dan strategi pembelajaran.

D Memproduksi program dan bahan ajar yang akan


development digunakan dalam program pembelajaran

I Melaksanakan program pembelajaran dengan


implementation menerapkan desain atau spesifikasi program
pembelajaran

E Melakukan evaluasi program pembelajaran dan


evaluation evaluasi hasil belajar
Implementasi dari model desain sistem pembelajaran ADDIE ini dilakukan secara
sistematik dan sistemik. Menurut Pribadi (2009) model pengembangan ini memiliki
kekurangan pada tahap analisis, pengembang diharapkan mampu menganalisis dua
komponen dari siswa terlebih dahulu dengan membagi analisis menjadi dua yaitu analisis
kinerja dan alisis kebutuhan. Dua komponen analisis ini yang nantinya akan mempengaruhi
lamanya proses menganalisis siswa sebelum tahap pembelajaran dilaksanakan. Dua
komponen ini merupakan hal yang penting karena akan mempengaruhi tahap mendesain
pembelajaran yang selanjutnya.

3. Model Baker and Schutz


Berikut adalah penjelasan angkah-langkah dari model desain sistem pembelajaran yang
dikemukakan oleh Baker dan Schultz. (Pribadi, 2009)
a) Perumusan
Mula-mula dilakukan identifikasi tentang perlu tidaknya diproduksi suatu jenis produk
tertentu. Dasar-dasar yang dapat digunakan untuk menentukan adalah :
 Tingkat verbalitas pesan
 Materi belajar (pesan) tersebut tidak
verbal, tetapi sulit dimengerti apabila
diajarkan tanpa metode yang tepat dan
media yag sesuai.
 Untuk kasus di Indonesia, adalah
materi dari bidang studi yang jumlah
gurunya masih langka, sedangkan
peminatnya relative banyak
 Materi belajar tersebut sangat penting
peranannya bagi siswa yang telah
Gambar 7.5
selesai belajar, yang akan bekerja, Minat yang banyak tak sebanding
dengan guru yang langka dalam
maupun yang akan meneruskan ke bidang studi tersebut
jenjang pendidikan yang lebih
tinggi.
 Materi belajar tersebut layak untuk diproduksi, dilihat dari segi biaya, waktu,
tenaga, dan ketersediaan bahan.
b) Tahap spesifikasi langkah
Dalam langkah kedua, kegiatan yang dilakukan antara lain adalah penentuan
tujuan intuksional dalam rincian spesifik dan operasional. Dengan demikian
akan memudahkan proses pengembangan produk dan pengukuran hasil
belajar.
c) Tahap ujicoba soal
Pada tahap ujicoba ini kegiatan yang dilakukan antara lain adalah
diawali dengan penyusunan instrumen ujicoba soal. Soal tersebut sebaiknya
dapat mengungkapkan kesahihan dan keterandalan tingkat respon minimum
yang telah ditetapkan pada langkah sebelumnya (spesifikasi langkah
intruksional). Hal ini dapat dilihat dari hasil ujicoba yang dilakukan.
d) Tahap pengembangan produk
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada tahap ini. Pertama,
siapkanlah materi pelajaran yang kelak betul-betul akan menimbulkan banyak
pengelaman baru bagi siswa yang belajar. Kedua, usahakan agar bagian-
bagian sajian intruksional dapat disajikan dalam satu angkaian belajar yang
utuh, dengan demikian maka sajiannya akan terasa padat, lengkap, singkat,
dan jelas. Ketiga, ciptakan strategi pengembangan produk yang luwes jangan
kaku, karena dengan strategi pengembangan luwes maka prosesnya akan
menyenangkan dan memungkinkan untuk menampung berbagai saran positif
serta memungkinkan diselesaikan dalam tempo yang singkat.Keempat, apabila
dalam proses belajar mengajarnya nantinya melibatkan guru, maka usahakan
agar perilaku, sikap dan kehadiran guru disini dapat memperjelas pesan yang
disampaikan dan mendukung eksistensi produk dalam setiap proses belajar
mengajar. Kelima, apabila produk tersebut dibuat untuk digunakan dalam
kelas, maka kembangkanlah produk tersebut sehingga dalam pemanfaatanya
akan menimbulkan perilaku guru positif dan selalu mendukung kehadiran
produk tersebut didalam kelas. Keenam, usahakan agar dapat mengadopsi
teknik-teknik sajian yang digunakan dalam “belajar terprogram” dengan cara
yang sebaik mungkin. Ketujuh, usahakan agar produk dapat menimbulkan
daya tarik istimewa bagi siswa, kaena dengan daya tarik ini akan diciptakan
suasana belajar yang kondusif.
e) Tahap ujicoba produk
Dalam ujicoba produk menurut Schultz (1971) usahakan agar jumlah
responden tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit. Data yang diperoleh
dari ujicoba, perlu disajikan dalam rumusan yang sederhana, singkat, dan
mudah dimengerti.
f) Tahap revisi produk
Perbaikan terhadap program contoh dilakukan atas dasar data yang
diperoleh dai ujicoba dan pengalaman yang didapat. Disamping itu bagi tim
produser harus mau menerima usulan perbaikan secara objektif dan lapangkan
dada demi meningkatkan mutu poduk itu sendiri, karena perbaikan itu
sesungguhnya adalah sesuatu yang wajar terjadi dalam setiap produksi.
g) Tahap analisis untuk pemanfaatan
Analisis untuk pemanfaatan program harus dapat menyimpulkan
sistem pengembangan poduk secara sistematis dan menyeluruh. Apabila
produk yang dihasilkan mempunyai mutu yang lebih baik disbanding dengan
produk sebelumnya, maka perlu diutarakan kelebihan dan kelemahannya
secara jujur.

Formulasi Produk

Spesifikasi Pembelajaran

Item Tryout

Revisi Produk

Uji Coba Produk

Pengembangan Produk

Analisis Operasi/Pemanfaatan

Bagan
Model Pengembangan Baker and Schuzt
4. Model Kemp, Morrison dan Ross.

Model pengembangan Kemp, Morrison dan Ross difokuskan pada pengembangan


kurikulum, yang mengembangkan model berfokus pada perspektif siswa dibandingkan
pada sisi materi. Komponen-komponen yag harus diperhatikan dalam pengembangan
model ini adalah: 1) Mengidentifikasi masalah pembelajaran dan tujuan pembelajaran
untuk mendesain program pembelajaran. 2) Menentukan kararakteristik pebelajar, 3)
Mengidentifikasi materi pembelajaran dan menganalisis komponen-komponen yang
berhubungan dengan tujuan pembelajaran. 4) Menentukan tujuan pembelajaran . 5)
Kesesuaian materi dengan setiap unit pembelajaran. 6) Mendesain strategi pembelajaran
yang dapat menunjang penguasaan siswa terhadap tujuan pembelajaran. 7) Merencanakan
metode penyampaian pembelajaran. 8) Mengembangkan instrumen evaluasi. 9) Memilih
sumber yang menunjang aktifitas pembelajaran (Morrison, Ross & Kemp 2007)

Model Morrison, Ross, Kemp memiliki tiga elemen yang membedakan dari model
lain. Pembelajaran dilihat dari sisi pandang pembelajar, model mengambil sisi pandang
umum dalam hal pengembangan (komponen saling independen) dan desain pembelajaran
dipresentasikan sebagai siklus berkelanjutan.
Model ini memiliki beberapa kelebihan yaitu 1) Dinamis, dimana desain
pembelajarannya dapa dimulai dari mana saja. Tak perlu berurutan, sebagaimana disimbolkan
oleh suatu lingkaran yang tidak memiliki garis putus, 2) menarik karena bentuknya
melingkar, sebagai variasi dari model lain yang bersifat naratif (uraian) atau skema.
Kelemahan model ini adalah prosedur pengembangannya yang tidak sistematis.

5. Model Dick dan Carey.


Langkah-langkah pengembangan model berbasis sistem salah satunya adalah
model desain pembelajaran Dick & Carey, tahapan pengembangan terdiri dari sepuluh
tahapan yaitu: 1) Mengidentifikasi tujuan pembelajaran umum (idenfify instructional
goal). 2) Melakukan analisis pembelajaran (conduct instructional analysis). 3)
Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik pemelajar (analyze learners and contexts). 4)
Merumuskan tujuan pembelajaran khusus (write performance objectives, 5)
Mengembangkan butir tes acuan patokan (develop assessment instruments. 6)
Mengembangkan strategi pembelajaran (develop instructional stategy). 7)
Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran (develop and select instructional
materials). 8) Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif (design and conduct
formative evaluation of instruction). 9) Merevisi kegiatan pembelajaran (revisi
instruction). 10) Desain dan pelaksanaan evaluasi sumatif (design and conduct summative
evaluation).

Model Dick dan Carey, menjelaskan secara detail proses pengembangan yang dapat
diterapkan pada konteks area lebih luas. Model ini merupakan salah satu model yang paling
dikenal sebagai model perancangan yang sistematis dan menjadi standar bagi model desain
pembelajaran lainnya. (Carey, 2005)
Model ini memiliki beberapa kelebihan yaitu; 1) memiliki komponen yang relatif
banyak sehingga model ini termasuk lengkap, 2) memisahkan antara penilaian proses belajar
dan penilaian terhadap program pembelajaran, 3) merupakan prosedur pengembangan karena
adanya alur umpan balik (feedback) dan komponen revisi. Beberapa keterbatasan model ini
antara lain adalah; 1) terlalu rumit, sehingga sulit dilaksanakan oleh seorang pemelajar, 2)
memerlukan waktu yang relatif banyak untuk mengembangkan model ini, 3) memerlukan
upaya khusus untuk mengkaji model ini. Urutan perencanaan dan pengembangan ditunjukkan
pada Bagan berikut:

Bagan
Model Dick & Carey
6. Model Rothwell dan Kazanas
Model pembelajaran lain yang juga berbasis sistem adalah model Rothwell dan
Kazanas (1992) Model ini memiliki sepuluh tahapan dalam pengembangannya. Tahapan-
tahapan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Melaksanakan analisis kebutuhan, 2) Menelusuri
karakteristik peserta didik, 3) Menganalisis lingkungan bekerja, 4) Melaksanakan analisis
pekerjaan dan materi, 5) Merumuskan tujuan kinerja (pembelajaran), 6) Mengembangkan
pengukuran kinerja, 7) Menyusun urutan tujuan kinerja, 8) Menentukan strategi
pembelajaran, 9) Mendesaian materi (bahan) pembelajaran, 10) Mengevaluasi pembelajaran.
Ditinjau dari keberadaan komponennya, model Rothwell dan Kazanas ini memiliki
kelebihan yaitu memiliki komponen atau sub sistem yang lengkap sehingga pembelajaran
merupakan upaya optimal yang sengaja dirancang agar proses belajar berlangsung secara
efektif. Disamping itu model ini cocok digunakan untuk mendesain proses belajar di suatu
organisasi, dan dapat digunakan untuk program pelatihan. Selain memiliki kelebihan, model
ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu terlalu rumit dan sulit dilaksanakan oleh seorang
pemelajar. Model ini hanya bisa dilakukan oleh tim anli tertentu dan membutuhkan upaya
khusus dalam mengkaji model ini. Disamping itu, memerlukan waktu yang relatif banyak dan
faslitas yang sesuai dalam pelaksanaannya.
Model Rowntree. Model Rowntree adalah salah satu model pembelajaran yang
berorientasi untuk menghasilkan suatu produk tertentu (product oriented). Model ini
memiliki tiga tahapan pokok dimana masing-masing tahapan memiliki beberapa sub tahapan.
Berikut tiga tahapan pokok dan sub tahapan dari model ini yaitu:

Tahap 1: Perencanaan tentang penjabaran pebelajar yang terdiri atas:


a) Rumuskan tujuan umum dan khusus,
b) Susun garis besar isi,
c) Tentukan media,
d) Rencanakan pendukung belajar,
e) Pertimbangkan bahan ajar yang ada.
Tahap 2: Pengembangan (persiapan penulisan) dengan mempertimbangkan sumber-sumber
dan hambatannya:
a) Urutkan ide atau gagasan penulisan,
b) Susun garis besar isi,
c) Tentukan contoh-contoh terkait,
d) Tentukan gambar atau grafis,
e) Tentukan peralatan yang dibutuhkan,
f) Rumuskan bentuk fisik yang ada.
Tahap 3: Penulisan dan penyuntingan yaitu:
a) Mulailah membuat draft,
b) Lengkapi draft tersebut dan suntinglah,
c) Tulislah assesment belajar,
d) Ujicobakan dan perbaiki bahan belajar.
Model pembelajaran yang dikembangkan oleh Rowntree ini memiliki beberapa
kelebihan yaitu kejelasan pelaksanaan seluruh kegiatan desian pembelajaran, terkonsentrasi
atas produksi bahan ajar tertentu sehingga mudah diikuti setiap langkahnya serta model dan
cara kerjanya relatif sederhana tanpa melibatkan komponen (supra) sistem. Disamping
memiliki kelebihan, model ini juga memiliki kelemahan yaitu tidak menjelaskan tentang
bagaimana proses belajar terjadi karena model ini hanya terkonsentrasi untuk menghasilkan
produk tertentu.
Model-model pembelajaran tersebut berbeda satu sama lainnya. Namun semuanya
mengandung tiga tahap, yaitu tahap definisi, tahap analisis dan pengembangan sistem dan
tahap evaluasi. Perbedasaan antara model satu dengan yang lain terletak pada empat factor,
yaitu: tingkat penggunaan, penggunaan istilah, jumlah langkah pada setipa tahap, dan lengkap
tidaknya konsep dan prinsip yang digunakan

7. Model Pengembangan Instruksional (MPI)


Model pengembangan Instruksional mempunyai tiga tahapan, yaitu tahap
mengidentifikasi, tahap mengembangkan dan tahap mengevaluasi dan revisi.
(Suparman, 2004:16)
Tahap mengidentifikasi dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran dan menulis kebutuhan pembelajaran
umum,
b) Melakukan analisis pembelajaran,
c) Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik.
Tahap mengembangkan dapat diuraikan sebagai berikut:
d) Menulis tujuan pembelajaran khusus
e) Menulis tes acuan patokan,
f) Menyusun strategi pembelajaran,
g) Mengembangkan bahan pembelajaran.
Tahap mengevaluasi dan merevisi dinyatakan sebagai berikut:
a) Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif yang termasuk kegiatan
merevisi,
Hasil dari kedelapan langkah tersebut adalah sistem pembelajaran yang telah siap pakai

Bagan
Model Pengembangan Instruksional (MPI)

Melaksan Menuli
akan s tes
Analisis acuan
Pembelaj patoka
aran n

Identifika
si Menulis Mengem Menyusun
kebutuha tujuan bangkan desain Siste
n pembelaj bahan dan m
pembelaj aran pembelaj melaksan pemb
aran dan khusus aran akan
menulis evaluasi
tujuan formatif
pembelaj

Mengidenti
fikasi Menyusu
perilaku n strategi
dan pembelaj
karakteristi aran
k awal
siswa

8. Model Hanafin dan Peck

Model Hannafin dan Peck ialah model desain pengajaran yang terdiri daripada
tiga fase yaitu fase Analisis keperluan, fase desain, dan fase pengembangan dan
implementasi (Hannafin & Peck 1988). Dalam model ini, penilaian dan pengulangan
perlu dijalankan dalam setiap fase. Model ini adalah model desain pembelajaran
berorientasi produk. Bagan di bawah ini menunjukkan tiga fase utama dalam model
Hannafin dan Peck (1988).
Fase pertama dari model Hannafin dan Peck adalah analisis kebutuhan. Fase ini
diperlukan untuk mengidentifikasi kebutuhankebutuhan dalam mengembangkan suatu
media pembelajaran termasuklah di dalamnya tujuan dan objektif media pembelajaran
yang dibuat, pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan oleh kelompok sasaran,
peralatan dan keperluan media pembelajaran. Setelah semua keperluan diidentifikasi
Hannafin dan Peck (1988) menekankan untuk menjalankan penilaian terhadap hasil itu
sebelum meneruskan pembangunan ke fase desain.

Fase yang kedua dari model Hannafin dan Peck adalah fase desain. Di dalam
fase ini informasi dari fase analisis dipindahkan ke dalam bentuk dokumen yang akan
menjadi tujuan pembuatan media pembelajaran. Hannafin dan Peck (1988) menyatakan
fase desain bertujuan untuk mengidentifikasikan dan mendokumenkan kaedah yang
paling baik untuk mencapai tujuan pembuatan mdia tersebut. Salah satu dokumen yang
dihasilkan dalam fase ini ialah dokumen story board yang mengikut urutan aktivitas
pengajaran berdasarkan keperluan pelajaran dan objektif media pembelajaran seperti
yang diperoleh dalam fase analisis keperluan. Seperti halnya pada fase pertama,
penilaian perlu dijalankan dalam fase ini sebelum dilanjutkan ke fase pengembangan
dan implementasi.

Fase ketiga dari model Hannafin dan Peck adalah fase pengembangan dan
implementasi. Hannafin dan Peck (1988) mengatakan aktivitas yang dilakukan pada
fase ini ialah penghasilan diagram alur, pengujian, serta penilaian formatif dan
penilaian sumatif. Dokumen story board akan dijadikan landasan bagi pembuatan
diagram alir yang dapat membantu proses pembuatan media pembelajaran. Untuk
menilai kelancaran media yang dihasilkan seperti kesinambungan link, penilaian dan
pengujian dilaksanakan pada fase ini. Hasil dari proses penilaian dan pengujian ini akan
digunakan dalam proses pengubahsuaian untuk mencapai kualitas media yang
dikehendaki.

Model Hannafin dan Peck (1988) menekankan proses penilaian dan


pengulangan harus mengikutsertakan proses-proses pengujian dan penilaian media
pembelajaran yang melibatkan ketiga fase secara berkesinambungan. Lebih lanjut
Hannafin dan Peck (1988) menyebutkan dua jenis penilaian yaitu penilaian formatif
dan penilaian sumatif. Penilaian formatif ialah penilaian yang dilakukan sepanjang
proses pengembangan media sedangkan penilaian sumatif dilakukan setelah media
telah selesai dikembangkan.

Bagan 7.7
Model CAI Design Model oleh Hannafin & Peck.

9. Model Integrative Learning Design Freamwork (IDLF)

Bagan 7.8
Alur Model Desain IDLF (Dabbagh & Bannan-Ritland)

Menurut Prawiradilaga (2007) Model Integrative Learning Design Freamwork (IDLF)


adalah model disain pembelajaran yang khusus dikembangkan untuk proses belajar masa
depan, yaitu online-learning atau web-based learning yang mengoptimalkan pemanfaatan
teknologi telekomunikasi. Model desain pembelajaran untuk Belajar-berbasis jaringan ini
memiliki tiga tahapan yaitu eksplorasi, enactment, serta evaluasi.
1. Eksplorasi:
pengembang pembelajaran mendokumentasikan, mengumpulkan informasi terkait
dengan latar pembelajaran, misalnya informasi tentang peserta didik.
Penyusunan:
2. Enactment merupakan tahapan pemetaan informasi yang telah diperoleh melalui
eksplorasi. Termasuk dalam hal ini informasi tentang proses belajar, materi
berikut konteksnya, model pedagogic , serta menentukan strategi pembelajaran
online.
3. Evaluasi:
mengavaluasi tahap untuk menentukan apa maksud, tujuan pembelajaran, hasil
yang diperoleh serta revisi yang harus dilaksanakan berdasarkan masukan yang
diterima.

10. Model pengembangan interactive multimedia (IMM)


Model pengembangan interactive multimedia (IMM) disisipkan pada tahapan
keenam model pengembangan instruksional (MPI), yaitu pada saat mengembangkan
bahan instruksional. Model IMM ini terdiri dari empat tahap pengembangan yaitu:
1. design
2. development
3. evaluation
4. implementation

Interactive Multimedia (IMM) yang dikemukakan oleh Rob Phillips


(1997:38). Pada model pengembangan ini Phillips memaparkan empat tahapan dari
awal mula desain produk tersebut hingga kepada produk tersebut selesai. Keempat
tahapan tersebut terdiri dari 1) design, 2) development, 3) evaluate, 4) implement.

Development

Design Evaluation Implementation

Bagan
Model Interactive Multimedia (IMM)
Tahapan pertama pada model ini dimulai dari:
1) Design (desain). Pada tahapan ini pengembang mulai membuat proposal pengajuan
yang di dalamnya berisi mengenai penjelasan media yang akan dibuat beserta hal-hal
yang dibutuhkan dalam pengembangan media, hingga kepada dana yang akan
dikeluarkan.
2) Development (pengembangan). Pada tahapan ini membutuhkan tim dan mulai
mengembangkan produk sesuai dengan proposal yang telah diajukan. Tahapan
pengembangan dimulai dari mengembangkan acuan pengembangan produk yang
disebut storyboard yang berisikan garis besar produk yang akan dibuat hingga kepada
pembuatan produk yang mengacu kepada storyboard yang telah dibuat.
3) Evaluation (evaluasi). Tahapan ini adalah tahap untuk menguji produk yang telah
selesai dikembangkan. Produk tersebut di uji coba dan dilakukan perbaikan agar dapat
sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Hasil dari tahapan evaluasi ini berupa revisi
produk yang bersifat membangun untuk perbaikan produk selanjutnya yang berasal dari
tim pengembang serta beberapa pendapat para ahli.
4) Implementation (Implementasi). Tahapan ini merupakan tahapan paling akhir dalam
model IMM. Setelah produk telah selesai di desain, dikembangkan,dan dievaluasi,
produk yang telah matang dapat digunakan oleh siswa pada proses pembelajaran.
Dengan begitu tujuan dari dikembangkannya sebuah produk pembelajaran pada tahapan
ini telah tercapai.

11. Model Sekuensial Linier ( Waterfall )


Model Sekuensial Linier sering disebut Model Air Terjun. Model waterfall
mengusulkan sebuah pendekatan kepada perkembangan software yang sistematik dan
sekuensial yang mulai pada tingkat dan kemajuan sistem pada seluruh analisis, desain,
kode, pengujian, dan pemeliharaan. Model ini melingkupi aktivitas – aktivitas sebagai
berikut : rekayasa dan pemodelan sistem/informasi, analisis kebutuhan, desain, coding,
pemeliharaan dan pengujian.

Setiap phase pada Waterfall dilakukan secara berurutan namun kurang dalam
iterasi pada setiap level. Dalam pengembangan Sistem Informasi berbasis web, Waterfall
memiliki kekakuan untuk ke iterasi sebelumnya. Dimana Sistem Informasi berbasis Web
selalu berkembang baik teknologi ataupun lingkungannya. (Lestarini, 2010)
Model Sekunsial Linier mengikuti aktivitas-aktivitas yaitu:
Rekayasa dan Pemodelan Sistem/Informasi
Karena perangkat lunak merupakan bagian dari suatu sistem maka langkah pertama
dimulai dengan membangun syarat semua elemen sistem dan mengalokasikan ke
perangkat lunak dengan memeperhatiakn hubungannya dengan manusia, perangkat
keras dan database.
Analisis Kebutuhan Perangkat Lunak
Proses menganalisis dan pengumpulan kebutuhan sistem yang sesuai dengan domain
informasi tingkah laku, unjuk kerja, dan antar muka (interface) yang diperlukan.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut didokumentasikan dan dilihat lagi dengan pelanggan.

Desain
Proses desain akan menerjemahkan syarat kebutuhan ke sebuah perancangan perangkat
lunak yang dapat diperkirakan sebelum dibuat coding. Proses ini berfokus pada :
struktur data, arsitektur perangkat lunak, representasi interface, dan detail (algoritma)
prosedural.
Pengkodeaan (Coding)
Pengkodean merupakan prses menerjemahkan desain ke dalam suatu bahasa yang bisa
dimengerti oleh komputer.
Pengujian
Proses pengujian dilakukan pada logika internal untuk memastikan semua pernyataan
sudah diuji. Pengujian eksternal fungsional untuk menemukan kesalahan-kesalahan dan
memastikan bahwa input akan memberikan hasil yang aktual sesuai yang dibutuhkan
Pemeliharaan
Perangkat lunak yang sudah disampaikan kepada pelanggan pasti akan mengalami
perubahan. Perubahan tersebut bisa karena mengalami kesalahan karena perangkat
lunak harus menyesuaikan dengan lingkungan (peripheral atau sistem operasi baru)
baru, atau karena pelanggan membutuhkan perkembangan fungsional atau unjuk kerja.
Rekayasa sistem
dan Analisis

Analisis kebutuhan
perangkat lunak

Perancangan
(Design)

Pembuatan
Coding

Pengujian
(Testing)

Perawatan
(Maintenance)

Bagan 7.10
Model Waterfall

Keunggulan dan Kelemahan Model Sekuensial Linier


A. Keunggulan
1) Mudah aplikasikan
2) Memberikan template tentang metode analisis, desain, pengkodean, pengujian,
dan pemeliharaan.
b. Kelemahan
1) Jarang sekali proyek riil mengikuti aliran sekuensial yang dianjurkan model
karena model ini bisa melakukan itersi tidak langsung . Hal ini berakibat ada
perubahan yang diragukan pada saat proyek berjalan.
2) Pelanggan sulit untuk menyatakan kebutuhan secara eksplisit sehingga sulit
untuk megakomodasi ketidakpastian pada saat awal proyek.
3) Pelanggan harus bersikap sabar karena harus menunggu sampai akhir proyek
dilalui. Sebuah kesalahan jika tidak diketahui dari awal akan menjadi masalah
besar karena harus mengulang dari awal.
4) Pengembang sering malakukan penundaan yang tidak perlu karena anggota tim
proyek harus menunggu tim lain untuk melengkapi tugas karena memiliki
ketergantungan hal ini menyebabkan penggunaan waktu tidak efesien.

12. Model Prototype


Prototyping merupakan salah satu metode pengembangan perangkatlunak yang
banyak digunakan. Dengan metode prototyping ini pengembang dan pelanggan dapat
saling berinteraksi selama proses pembuatan sistem. Sering terjadi seorang pelanggan
hanya mendefinisikan secara umum apa yang dikehendakinya tanpa menyebutkan secara
detal output apa saja yang dibutuhkan, pemrosesan dan data-data apa saja yang
dibutuhkan. Sebaliknya disisi pengembang kurang memperhatikan efesiensi algoritma,
kemampuan sistem operasi dan interface yang menghubungkan manusia dan komputer.
Untuk mengatasi ketidakserasian antara pelanggan dan pengembang , maka harus
dibutuhakan kerjasama yang baik diantara keduanya sehingga pengembang akan
mengetahui dengan benar apa yang diinginkan pelanggan dengan tidak
mengesampingkan segi-segi teknis dan pelanggan akan mengetahui proses-proses dalm
menyelasaikan system yang diinginkan. Dengan demikian akan menghasilkan sistem
sesuai dengan jadwal waktu penyelesaian yang telah ditentukan. Kunci agar model
prototype ini berhasil dengan baik adalah dengan mendefinisikan aturan-aturan main
pada saat awal, yaitu pelanggan dan pengembang harus setuju bahwa prototype dibangun
untuk mendefinisikan kebutuhan.
Prototype akan dihilangkan sebagian atau seluruhnya dan perangkat lunak aktual
aktual direkayasa dengan kualitas dan implementasi yang sudah ditentukan. (Lestarini,
2010)

Tahapan-tahapan Prototyping
1. Pengumpulan kebutuhan
Pelanggan dan pengembang bersama-sama mendefinisikan format seluruh perangkat
lunak, mengidentifikasikan semua kebutuhan, dan garis besar sistem yang akan dibuat.
2. Membangun prototyping
Membangun prototyping dengan membuat perancangan sementara yang berfokus pada
penyajian kepada pelanggan (misalnya dengan membuat input dan format output)
3. Evaluasi protoptyping
Evaluasi ini dilakukan oleh pelanggan apakah prototyping yang sudah dibangun sudah
sesuai dengan keinginann pelanggan. Jika sudah sesuai maka langkah 4 akan diambil.
Jika tidak prototyping direvisi dengan mengulangu langkah 1, 2 , dan 3.
4. Mengkodekan sistem
Dalam tahap ini prototyping yang sudah di sepakati diterjemahkan ke dalam bahasa
pemrograman yang sesuai
5. Menguji system
Setelah sistem sudah menjadi suatu perangkat lunak yang siap pakai, harus dites dahulu
sebelum digunakan. Pengujian ini dilakukan dengan White Box, Black Box, Basis Path,
pengujian arsitektur dan lain-lain
6. Evaluasi Sistem
Pelanggan mengevaluasi apakah sistem yang sudah jadi sudah sesuai dengan yang
diharapkan . Jika ya, langkah 7 dilakukan; jika tidak, ulangi langkah 4 dan 5.

7. Menggunakan system
Perangkat lunak yang telah diuji dan diterima pelanggan siap untuk digunakan .

Prototyping bekerja dengan baik pada penerapan-penerapan yang berciri sebagai


berikut:
1) Resiko tinggi Yaitu untuk maslaha-masalah yang tidak terstruktur dengan baik,
ada perubahan yang besar dari waktu ke waktu, dan adanya persyaratan data
yang tidak menentu.
2) Interaksi pemakai penting . Sistem harus menyediakan dialog on-line antara
3) pelanggan dan komputer.
4) Perlunya penyelesaian yang cepat
5) Perilaku pemakai yang sulit ditebak
6) Sitem yang inovatif. Sistem tersebut membutuhkan cara penyelesaian masalah
dan penggunaan perangkat keras yang mutakhir
7) Perkiraan tahap penggunaan sistem yang pendek

Bagan
Model Prototype
13. Model Spiral
Model spiral pada awalnya diusulkan oleh Boehm, adalah model proses perangkat
lunak evolusioner yang merangkai sifat iteratif dari prototype dengan cara kontrol dan
aspek sistematis model sequensial linier. Model iteratif ditandai dengan tingkah laku
yang memungkinkan pengembang mengembangkan versi perangkat lunak yang lebih
lengkap secara bertahap.
Perangkat lunak dikembangkan dalam deretan pertambahan. Selama awal iterasi,
rilis inkremantal bisa berupa model/prototype kertas, kemudian sedikit demi sedikit
dihasilkan versi sistem yang lebih lengkap. (Lestarini, 2010:7)

Tahapan-Tahapan Model Spiral


Model spiral dibagi menjadi enam wilayah tugas yaitu:
1) Komunikasi pelanggan
Yaitu tugas-tugas untuk membangun komunikasi antara pelanggan dan
kebutuhankebutuhan yang diinginkan oleh pelanggan
2) Perencanaan
Yaitu tugas-tugas untuk mendefinisikan sumber daya, ketepatan waktu, dan
proyek informasi lain yg berhubungan.
3) Analisis Resiko
Yaitu tugas-tugas yang dibutuhkan untuk menaksir resikomanajemen dan
teknis.
4) Perekayasaan
Yaitu tugas yang dibutuhkan untuk membangun satu atau lebih representasi dari
apikasi tersebut.
5) Konstruksi dan peluncuran
Yaitu tugas-tugas yang dibutuhkan untuk mengkonstruksi, menguji, memasang ,
dan memberi pelayanan kepada pemakai.
6) Evaluasi Pelanggan
Yaitu tugas-tugas untuk mendapatkan umpan balik dari pelanggan.
Bagan
Model Spiral

Dari Bagan tersebut, proses dimulai dari inti bergerak searah dengan jarum jam
mengelilingi spiral. Lintasan pertama putaran menghasilkan perkembangan spesifikasi
produk. Putaran selanjutnya digunakan untuk mengembangkan sebuah prototype, dan
secara progresif mengembangkan versi perangkat lunak yang lebih canggih. Masing-
masing lintasan yang melalui daerah perencanaan menghasilkan penyesuaian pada
rencanan proyek. Biaya dan jadwal disesuaikan berdasarkan umpan balik yang
disimpulakan dari evaluasi pelanggan. Manajer proyek akan menambah jumlah iterasi
sesuai dengan yang dibutuhkan.
Kelebihan dan Kelemahan Model Spiral
Kelebihan model Spiral :
1. Dapat disesuaikan agar perangkat lunak bisa dipakai selama hidup perangkat
lunak komputer.
2) Lebih cocok untuk pengembangan sistem dan perangkat lunak skala besar
3) Pengembang dan pemakai dapat lebih mudah memahami dan bereaksi terhadap
resiko setiap tingkat evolusi karena perangkat lunak terus bekerja selama proses
4) Menggunakan prototipe sebagai mekanisme pengurangan resiko dan pada setiap
keadaan di dalam evolusi produk.
5) Tetap mengikuti langkah-langkah dalam siklus kehidupan klasik dan
memasukkannya ke dalam kerangka kerja iteratif .
6) Membutuhkan pertimbangan langsung terhadp resiko teknis sehingga
mengurangi resiko sebelum menjadi permaslahan yang serius.
Kelemahan model Spiral:
1. Sulit untuk menyakinkan pelanggan bahwa pendekatan evolusioner ini bisa
dikontrol.
2) Memerlukan penaksiran resiko yang masuk akal dan akan menjadi masalah
yang serius jika resiko mayor tidak ditemukan dan diatur.
3) Butuh waktu lama untuk menerapkan paradigma ini menuju kepastian yang
absolute

14. Model Rapid Aplication Development


Rapid Application Development (RAD) adalah sebuah model proses
perkembangan software sekuensial linier yang menekankan siklus perkembangan yang
sangat pendek. Model RAD ini merupakan sebuah adaptasi “kecepatan tinggi” dari
model sekuensial linier di mana perkembangan cepat dicapai dengan menggunakan
pendekatan kontruksi berbasis komponen. Jika kebutuhan dipahami dengan baik, proses
RAD memungkinkan tim pengembangan menciptakan “sistem fungsional yang utuh”
dalam periode waktu yang sangat pendek (kira-kira 60 sampai 90 hari). Karena dipakai
terutama pada aplikasi sistem konstruksi, pendekatan RAD melingkupi fase – fase
sebagai berikut : bussiness modeling, data modeling, process modeling, application
generation dan testing and turnover. (Lestarini, 2010:6)

Beberapa kategori RAD misalnya Phased Development, Prototyping dan Throw-


away Prototyping. Dalam pengembangan sistem informasi bebasis web, bentuk dari
prototipe dengan throw away jika ada modul yang salah maka akan dibuang. Artinya
setiap modul tidak akan dikembangkan sampai selesai, karena jika dianalisa salah
langsung dibuang. “RAD involve building the wrong site multiple times until the right
site falls out of the process”. Kekurangan model RAD adalah :

 Bagi proyek yang besar tetapi berskala, RAD memerlukan sumber daya manusia yang
memadai untuk menciptakan jumlah tim RAD yang baik.

 RAD menuntut pengembang dan user memiliki komitmen di dalam aktivitas rapid-fire
yang diperlukan untuk melengkapi sebuah sistem, di dalam kerangka waktu yang sangat
diperpendek. Jika komitmen tersebut tidak ada, proyek RAD akan gagal.
Bagan
Model Rapid Application Development (RAD)

15. Model Rapid Prototyping Model


Model Rapid Prototyping merupakan salah satu alternatif model pengembangan
produk pembelajaran, khususnya pengembangan software komputer untuk belajar.
Terdapat beberapa ahli yang mengembangkan model Rapid Prototyping, salah satunya
adalah model yang dikemukakan oleh Tripp dan Bichelmeyer (1990).
Model Rapid Prototyping yang dikemukakan oleh Tripp-Bichelmeyer terdiri dari
lima proses, yaitu assess needs and analyze content/penilaian kebutuhan dan analisis
konten, set objectives/menetapkan tujuan pembelajaran, constructing a
prototype/mengembangkan prototipe, utilizing the prototype/memanfaatkan prototipe
(research/penelitian), dan installing the final system/memasang sistem. Berikut ini,
visualisasi model Rapid Prototyping model dari Tripp-Bichelmeyer yang dikutip oleh
James Desrosier (2011)

Assess Needs and


Analyze Content Set Objectives

Construct Prototype
(Design)
Utilize Prototype
(Research)
Install and
Maintain
System
Bagan
Model Rapid Prototyping

Secara visual, model Rapid Prototyping tampak seperti kotak-kotak yang saling
bertumpukan. Hal ini dimaksudkan bahwa proses yang terjadi pada model ini tidak
terjadi secara linier.19 Berikut ini, dijelaskan setiap tahapan proses dalam model Rapid
Prototyping dari Tripp-Bichelmeyer, sebagai berikut:
1) Assess Needs and Analyze Content
Proses diawali dengan melakukan penilaian kebutuhan dan analisis konten media
pembelajaran yang akan dikembangkan.
Penilaian kebutuhan belajar antara lain, apakah masalah belajar pada siswa disebabkan
karena kurangnya pengetahuan atau keterampilan siswa, sehingga siswa membutuhkan
program pembelajaran sebagai solusi masalah belajar siswa, bagaimana karakteristik
siswa, serta bagaimana karakteristik lingkungan belajar siswa.20 Selanjutnya,
pengembang melakukan analisis konten mata pelajaran yaitu menganalisis materi yang
akan dikembangkan.
2) Set Objectives
Set objectives adalah tahapan menetapkan tujuan pembelajaran. Maksud dari menetapkan
tujuan pembelajaran ini yaitu untuk mengkomunikasikan tujuan pembelajaran dari
program yang akan dikembangkan kepada semua pihak, serta menggambarkan tugas
belajar yang harus dituntaskan siswa. Tahapan ini dapat dilakukan bersamaan dengan
analisis kebutuhan dan konten, karena proses model Rapid Prototyping tidak terjadi
secara linier. Langkah selanjutnya dari model Rapid Prototyping Tripp-Bichelmeyer
berlanjut dengan proses paralel antara disain, penelitian dan pemanfaatan. Hal ini
diasumsikan bahwa pengembang memahami penuh tentang kebutuhan siswa, konten dan
tujuan pembelajaran adalah hasil dari proses disain. (Bichelmeyer, 1990)
3) Construct Prototype (Design)
Tahapan construct prototype adalah membuat prototipe dari media yang dikembangkan.
Pada pengembangan ini, pengembang membuat prototipe dari media
4) Utilize Prototype (Research)
Bagian penting dari model Rapid Prototyping adalah tahapan utilize prototype yang
merupakan tahapan mengujicobakan prototipe yang sudah dikembangkan kepada peserta
didik. Selama tahapan ini berlangsung, pengembang melakukan observasi terhadap siswa
dan mengajukan pertanyaan untuk menemukan kekuatan dan kelemahan dari prototipe
yang sedang dikembangkan. (Bichelmeyer, 1990)
5) Install and Maintain System Setelah melakukan beberapa revisi terhadap prototipe
hingga mencapai kualitas media pembelajaran yang diharapkan, tahapan selanjutnya dari
model Rapid Prototyping adalah pemasangan dan pemeliharaan hasil dari produk
pembelajaran yang dikembangkan.

Anda mungkin juga menyukai