1. Model ASSURE
Bagan
Model ASSURE
Untuk lebih memahami model ASSURE, berikut ini dikemukakan deskripsi dari setiap
komponen yang terdapat dalam model tersebut.
Select Methods, Pemilihan metode, media, dan bahan ajar yang tepat akan mampu
Media, and mengoptimalkan hasil belajar siswa dan membantu siswa mencapai
Materials kompetensi atau tujuan pembelajaran.
Evaluate and Tahap evaluasi dilakukan untuk menilai efektivitas pembelajaran dan
Revise juga hasil belajar siswa. Tahap ini dilakukan agar dapat memperoleh
gambaran yang lengkap tantang kualitas sebuah program.
Terdapat beberapa manfaat dan keterbatasan pada model ASSURE yaitu; model ini
memiliki manfaat dapat dikembangkan sendiri oleh pengajar, komponen pembelajaran
lengkap, dan peserta didik dapat dilibatkan dalam persiapan untuk pembelajaran. Masih
menurut Prawiradilaga (2007) Model ini juga memiliki keterbatasan yaitu tidak mengukur
dampak terhadap proses belajar karena tidak didukung oleh komponen suprasistem, adanya
penambahan tugas dari seorang pengajar dan perlu upaya khusus dalam mengarahkan peserta
didik untuk persiapan pembelajaran.
2. Model ADDIE
Salah satu model desain sistem pembelajaran yang memperlihatkan tahapan-
tahapan dasar desain sistem pembelajaran yang sederhana dan mudah dipelajari adalah
model ADDIE. ini memiliki lima fase atau tahap utama yaitu, (A)nalysis, (D)esain,
(D)evelopment, (I)mplementation dan (E)valuation. Menurut Pribadi (2009) Kelima fase
dalam model ADDIE perlu dilakukan secara sistemik dan sistematik, seperti bagan
dibawah ini;
Formulasi Produk
Spesifikasi Pembelajaran
Item Tryout
Revisi Produk
Pengembangan Produk
Analisis Operasi/Pemanfaatan
Bagan
Model Pengembangan Baker and Schuzt
4. Model Kemp, Morrison dan Ross.
Model Morrison, Ross, Kemp memiliki tiga elemen yang membedakan dari model
lain. Pembelajaran dilihat dari sisi pandang pembelajar, model mengambil sisi pandang
umum dalam hal pengembangan (komponen saling independen) dan desain pembelajaran
dipresentasikan sebagai siklus berkelanjutan.
Model ini memiliki beberapa kelebihan yaitu 1) Dinamis, dimana desain
pembelajarannya dapa dimulai dari mana saja. Tak perlu berurutan, sebagaimana disimbolkan
oleh suatu lingkaran yang tidak memiliki garis putus, 2) menarik karena bentuknya
melingkar, sebagai variasi dari model lain yang bersifat naratif (uraian) atau skema.
Kelemahan model ini adalah prosedur pengembangannya yang tidak sistematis.
Model Dick dan Carey, menjelaskan secara detail proses pengembangan yang dapat
diterapkan pada konteks area lebih luas. Model ini merupakan salah satu model yang paling
dikenal sebagai model perancangan yang sistematis dan menjadi standar bagi model desain
pembelajaran lainnya. (Carey, 2005)
Model ini memiliki beberapa kelebihan yaitu; 1) memiliki komponen yang relatif
banyak sehingga model ini termasuk lengkap, 2) memisahkan antara penilaian proses belajar
dan penilaian terhadap program pembelajaran, 3) merupakan prosedur pengembangan karena
adanya alur umpan balik (feedback) dan komponen revisi. Beberapa keterbatasan model ini
antara lain adalah; 1) terlalu rumit, sehingga sulit dilaksanakan oleh seorang pemelajar, 2)
memerlukan waktu yang relatif banyak untuk mengembangkan model ini, 3) memerlukan
upaya khusus untuk mengkaji model ini. Urutan perencanaan dan pengembangan ditunjukkan
pada Bagan berikut:
Bagan
Model Dick & Carey
6. Model Rothwell dan Kazanas
Model pembelajaran lain yang juga berbasis sistem adalah model Rothwell dan
Kazanas (1992) Model ini memiliki sepuluh tahapan dalam pengembangannya. Tahapan-
tahapan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Melaksanakan analisis kebutuhan, 2) Menelusuri
karakteristik peserta didik, 3) Menganalisis lingkungan bekerja, 4) Melaksanakan analisis
pekerjaan dan materi, 5) Merumuskan tujuan kinerja (pembelajaran), 6) Mengembangkan
pengukuran kinerja, 7) Menyusun urutan tujuan kinerja, 8) Menentukan strategi
pembelajaran, 9) Mendesaian materi (bahan) pembelajaran, 10) Mengevaluasi pembelajaran.
Ditinjau dari keberadaan komponennya, model Rothwell dan Kazanas ini memiliki
kelebihan yaitu memiliki komponen atau sub sistem yang lengkap sehingga pembelajaran
merupakan upaya optimal yang sengaja dirancang agar proses belajar berlangsung secara
efektif. Disamping itu model ini cocok digunakan untuk mendesain proses belajar di suatu
organisasi, dan dapat digunakan untuk program pelatihan. Selain memiliki kelebihan, model
ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu terlalu rumit dan sulit dilaksanakan oleh seorang
pemelajar. Model ini hanya bisa dilakukan oleh tim anli tertentu dan membutuhkan upaya
khusus dalam mengkaji model ini. Disamping itu, memerlukan waktu yang relatif banyak dan
faslitas yang sesuai dalam pelaksanaannya.
Model Rowntree. Model Rowntree adalah salah satu model pembelajaran yang
berorientasi untuk menghasilkan suatu produk tertentu (product oriented). Model ini
memiliki tiga tahapan pokok dimana masing-masing tahapan memiliki beberapa sub tahapan.
Berikut tiga tahapan pokok dan sub tahapan dari model ini yaitu:
Bagan
Model Pengembangan Instruksional (MPI)
Melaksan Menuli
akan s tes
Analisis acuan
Pembelaj patoka
aran n
Identifika
si Menulis Mengem Menyusun
kebutuha tujuan bangkan desain Siste
n pembelaj bahan dan m
pembelaj aran pembelaj melaksan pemb
aran dan khusus aran akan
menulis evaluasi
tujuan formatif
pembelaj
Mengidenti
fikasi Menyusu
perilaku n strategi
dan pembelaj
karakteristi aran
k awal
siswa
Model Hannafin dan Peck ialah model desain pengajaran yang terdiri daripada
tiga fase yaitu fase Analisis keperluan, fase desain, dan fase pengembangan dan
implementasi (Hannafin & Peck 1988). Dalam model ini, penilaian dan pengulangan
perlu dijalankan dalam setiap fase. Model ini adalah model desain pembelajaran
berorientasi produk. Bagan di bawah ini menunjukkan tiga fase utama dalam model
Hannafin dan Peck (1988).
Fase pertama dari model Hannafin dan Peck adalah analisis kebutuhan. Fase ini
diperlukan untuk mengidentifikasi kebutuhankebutuhan dalam mengembangkan suatu
media pembelajaran termasuklah di dalamnya tujuan dan objektif media pembelajaran
yang dibuat, pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan oleh kelompok sasaran,
peralatan dan keperluan media pembelajaran. Setelah semua keperluan diidentifikasi
Hannafin dan Peck (1988) menekankan untuk menjalankan penilaian terhadap hasil itu
sebelum meneruskan pembangunan ke fase desain.
Fase yang kedua dari model Hannafin dan Peck adalah fase desain. Di dalam
fase ini informasi dari fase analisis dipindahkan ke dalam bentuk dokumen yang akan
menjadi tujuan pembuatan media pembelajaran. Hannafin dan Peck (1988) menyatakan
fase desain bertujuan untuk mengidentifikasikan dan mendokumenkan kaedah yang
paling baik untuk mencapai tujuan pembuatan mdia tersebut. Salah satu dokumen yang
dihasilkan dalam fase ini ialah dokumen story board yang mengikut urutan aktivitas
pengajaran berdasarkan keperluan pelajaran dan objektif media pembelajaran seperti
yang diperoleh dalam fase analisis keperluan. Seperti halnya pada fase pertama,
penilaian perlu dijalankan dalam fase ini sebelum dilanjutkan ke fase pengembangan
dan implementasi.
Fase ketiga dari model Hannafin dan Peck adalah fase pengembangan dan
implementasi. Hannafin dan Peck (1988) mengatakan aktivitas yang dilakukan pada
fase ini ialah penghasilan diagram alur, pengujian, serta penilaian formatif dan
penilaian sumatif. Dokumen story board akan dijadikan landasan bagi pembuatan
diagram alir yang dapat membantu proses pembuatan media pembelajaran. Untuk
menilai kelancaran media yang dihasilkan seperti kesinambungan link, penilaian dan
pengujian dilaksanakan pada fase ini. Hasil dari proses penilaian dan pengujian ini akan
digunakan dalam proses pengubahsuaian untuk mencapai kualitas media yang
dikehendaki.
Bagan 7.7
Model CAI Design Model oleh Hannafin & Peck.
Bagan 7.8
Alur Model Desain IDLF (Dabbagh & Bannan-Ritland)
Development
Bagan
Model Interactive Multimedia (IMM)
Tahapan pertama pada model ini dimulai dari:
1) Design (desain). Pada tahapan ini pengembang mulai membuat proposal pengajuan
yang di dalamnya berisi mengenai penjelasan media yang akan dibuat beserta hal-hal
yang dibutuhkan dalam pengembangan media, hingga kepada dana yang akan
dikeluarkan.
2) Development (pengembangan). Pada tahapan ini membutuhkan tim dan mulai
mengembangkan produk sesuai dengan proposal yang telah diajukan. Tahapan
pengembangan dimulai dari mengembangkan acuan pengembangan produk yang
disebut storyboard yang berisikan garis besar produk yang akan dibuat hingga kepada
pembuatan produk yang mengacu kepada storyboard yang telah dibuat.
3) Evaluation (evaluasi). Tahapan ini adalah tahap untuk menguji produk yang telah
selesai dikembangkan. Produk tersebut di uji coba dan dilakukan perbaikan agar dapat
sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Hasil dari tahapan evaluasi ini berupa revisi
produk yang bersifat membangun untuk perbaikan produk selanjutnya yang berasal dari
tim pengembang serta beberapa pendapat para ahli.
4) Implementation (Implementasi). Tahapan ini merupakan tahapan paling akhir dalam
model IMM. Setelah produk telah selesai di desain, dikembangkan,dan dievaluasi,
produk yang telah matang dapat digunakan oleh siswa pada proses pembelajaran.
Dengan begitu tujuan dari dikembangkannya sebuah produk pembelajaran pada tahapan
ini telah tercapai.
Setiap phase pada Waterfall dilakukan secara berurutan namun kurang dalam
iterasi pada setiap level. Dalam pengembangan Sistem Informasi berbasis web, Waterfall
memiliki kekakuan untuk ke iterasi sebelumnya. Dimana Sistem Informasi berbasis Web
selalu berkembang baik teknologi ataupun lingkungannya. (Lestarini, 2010)
Model Sekunsial Linier mengikuti aktivitas-aktivitas yaitu:
Rekayasa dan Pemodelan Sistem/Informasi
Karena perangkat lunak merupakan bagian dari suatu sistem maka langkah pertama
dimulai dengan membangun syarat semua elemen sistem dan mengalokasikan ke
perangkat lunak dengan memeperhatiakn hubungannya dengan manusia, perangkat
keras dan database.
Analisis Kebutuhan Perangkat Lunak
Proses menganalisis dan pengumpulan kebutuhan sistem yang sesuai dengan domain
informasi tingkah laku, unjuk kerja, dan antar muka (interface) yang diperlukan.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut didokumentasikan dan dilihat lagi dengan pelanggan.
Desain
Proses desain akan menerjemahkan syarat kebutuhan ke sebuah perancangan perangkat
lunak yang dapat diperkirakan sebelum dibuat coding. Proses ini berfokus pada :
struktur data, arsitektur perangkat lunak, representasi interface, dan detail (algoritma)
prosedural.
Pengkodeaan (Coding)
Pengkodean merupakan prses menerjemahkan desain ke dalam suatu bahasa yang bisa
dimengerti oleh komputer.
Pengujian
Proses pengujian dilakukan pada logika internal untuk memastikan semua pernyataan
sudah diuji. Pengujian eksternal fungsional untuk menemukan kesalahan-kesalahan dan
memastikan bahwa input akan memberikan hasil yang aktual sesuai yang dibutuhkan
Pemeliharaan
Perangkat lunak yang sudah disampaikan kepada pelanggan pasti akan mengalami
perubahan. Perubahan tersebut bisa karena mengalami kesalahan karena perangkat
lunak harus menyesuaikan dengan lingkungan (peripheral atau sistem operasi baru)
baru, atau karena pelanggan membutuhkan perkembangan fungsional atau unjuk kerja.
Rekayasa sistem
dan Analisis
Analisis kebutuhan
perangkat lunak
Perancangan
(Design)
Pembuatan
Coding
Pengujian
(Testing)
Perawatan
(Maintenance)
Bagan 7.10
Model Waterfall
Tahapan-tahapan Prototyping
1. Pengumpulan kebutuhan
Pelanggan dan pengembang bersama-sama mendefinisikan format seluruh perangkat
lunak, mengidentifikasikan semua kebutuhan, dan garis besar sistem yang akan dibuat.
2. Membangun prototyping
Membangun prototyping dengan membuat perancangan sementara yang berfokus pada
penyajian kepada pelanggan (misalnya dengan membuat input dan format output)
3. Evaluasi protoptyping
Evaluasi ini dilakukan oleh pelanggan apakah prototyping yang sudah dibangun sudah
sesuai dengan keinginann pelanggan. Jika sudah sesuai maka langkah 4 akan diambil.
Jika tidak prototyping direvisi dengan mengulangu langkah 1, 2 , dan 3.
4. Mengkodekan sistem
Dalam tahap ini prototyping yang sudah di sepakati diterjemahkan ke dalam bahasa
pemrograman yang sesuai
5. Menguji system
Setelah sistem sudah menjadi suatu perangkat lunak yang siap pakai, harus dites dahulu
sebelum digunakan. Pengujian ini dilakukan dengan White Box, Black Box, Basis Path,
pengujian arsitektur dan lain-lain
6. Evaluasi Sistem
Pelanggan mengevaluasi apakah sistem yang sudah jadi sudah sesuai dengan yang
diharapkan . Jika ya, langkah 7 dilakukan; jika tidak, ulangi langkah 4 dan 5.
7. Menggunakan system
Perangkat lunak yang telah diuji dan diterima pelanggan siap untuk digunakan .
Bagan
Model Prototype
13. Model Spiral
Model spiral pada awalnya diusulkan oleh Boehm, adalah model proses perangkat
lunak evolusioner yang merangkai sifat iteratif dari prototype dengan cara kontrol dan
aspek sistematis model sequensial linier. Model iteratif ditandai dengan tingkah laku
yang memungkinkan pengembang mengembangkan versi perangkat lunak yang lebih
lengkap secara bertahap.
Perangkat lunak dikembangkan dalam deretan pertambahan. Selama awal iterasi,
rilis inkremantal bisa berupa model/prototype kertas, kemudian sedikit demi sedikit
dihasilkan versi sistem yang lebih lengkap. (Lestarini, 2010:7)
Dari Bagan tersebut, proses dimulai dari inti bergerak searah dengan jarum jam
mengelilingi spiral. Lintasan pertama putaran menghasilkan perkembangan spesifikasi
produk. Putaran selanjutnya digunakan untuk mengembangkan sebuah prototype, dan
secara progresif mengembangkan versi perangkat lunak yang lebih canggih. Masing-
masing lintasan yang melalui daerah perencanaan menghasilkan penyesuaian pada
rencanan proyek. Biaya dan jadwal disesuaikan berdasarkan umpan balik yang
disimpulakan dari evaluasi pelanggan. Manajer proyek akan menambah jumlah iterasi
sesuai dengan yang dibutuhkan.
Kelebihan dan Kelemahan Model Spiral
Kelebihan model Spiral :
1. Dapat disesuaikan agar perangkat lunak bisa dipakai selama hidup perangkat
lunak komputer.
2) Lebih cocok untuk pengembangan sistem dan perangkat lunak skala besar
3) Pengembang dan pemakai dapat lebih mudah memahami dan bereaksi terhadap
resiko setiap tingkat evolusi karena perangkat lunak terus bekerja selama proses
4) Menggunakan prototipe sebagai mekanisme pengurangan resiko dan pada setiap
keadaan di dalam evolusi produk.
5) Tetap mengikuti langkah-langkah dalam siklus kehidupan klasik dan
memasukkannya ke dalam kerangka kerja iteratif .
6) Membutuhkan pertimbangan langsung terhadp resiko teknis sehingga
mengurangi resiko sebelum menjadi permaslahan yang serius.
Kelemahan model Spiral:
1. Sulit untuk menyakinkan pelanggan bahwa pendekatan evolusioner ini bisa
dikontrol.
2) Memerlukan penaksiran resiko yang masuk akal dan akan menjadi masalah
yang serius jika resiko mayor tidak ditemukan dan diatur.
3) Butuh waktu lama untuk menerapkan paradigma ini menuju kepastian yang
absolute
Bagi proyek yang besar tetapi berskala, RAD memerlukan sumber daya manusia yang
memadai untuk menciptakan jumlah tim RAD yang baik.
RAD menuntut pengembang dan user memiliki komitmen di dalam aktivitas rapid-fire
yang diperlukan untuk melengkapi sebuah sistem, di dalam kerangka waktu yang sangat
diperpendek. Jika komitmen tersebut tidak ada, proyek RAD akan gagal.
Bagan
Model Rapid Application Development (RAD)
Construct Prototype
(Design)
Utilize Prototype
(Research)
Install and
Maintain
System
Bagan
Model Rapid Prototyping
Secara visual, model Rapid Prototyping tampak seperti kotak-kotak yang saling
bertumpukan. Hal ini dimaksudkan bahwa proses yang terjadi pada model ini tidak
terjadi secara linier.19 Berikut ini, dijelaskan setiap tahapan proses dalam model Rapid
Prototyping dari Tripp-Bichelmeyer, sebagai berikut:
1) Assess Needs and Analyze Content
Proses diawali dengan melakukan penilaian kebutuhan dan analisis konten media
pembelajaran yang akan dikembangkan.
Penilaian kebutuhan belajar antara lain, apakah masalah belajar pada siswa disebabkan
karena kurangnya pengetahuan atau keterampilan siswa, sehingga siswa membutuhkan
program pembelajaran sebagai solusi masalah belajar siswa, bagaimana karakteristik
siswa, serta bagaimana karakteristik lingkungan belajar siswa.20 Selanjutnya,
pengembang melakukan analisis konten mata pelajaran yaitu menganalisis materi yang
akan dikembangkan.
2) Set Objectives
Set objectives adalah tahapan menetapkan tujuan pembelajaran. Maksud dari menetapkan
tujuan pembelajaran ini yaitu untuk mengkomunikasikan tujuan pembelajaran dari
program yang akan dikembangkan kepada semua pihak, serta menggambarkan tugas
belajar yang harus dituntaskan siswa. Tahapan ini dapat dilakukan bersamaan dengan
analisis kebutuhan dan konten, karena proses model Rapid Prototyping tidak terjadi
secara linier. Langkah selanjutnya dari model Rapid Prototyping Tripp-Bichelmeyer
berlanjut dengan proses paralel antara disain, penelitian dan pemanfaatan. Hal ini
diasumsikan bahwa pengembang memahami penuh tentang kebutuhan siswa, konten dan
tujuan pembelajaran adalah hasil dari proses disain. (Bichelmeyer, 1990)
3) Construct Prototype (Design)
Tahapan construct prototype adalah membuat prototipe dari media yang dikembangkan.
Pada pengembangan ini, pengembang membuat prototipe dari media
4) Utilize Prototype (Research)
Bagian penting dari model Rapid Prototyping adalah tahapan utilize prototype yang
merupakan tahapan mengujicobakan prototipe yang sudah dikembangkan kepada peserta
didik. Selama tahapan ini berlangsung, pengembang melakukan observasi terhadap siswa
dan mengajukan pertanyaan untuk menemukan kekuatan dan kelemahan dari prototipe
yang sedang dikembangkan. (Bichelmeyer, 1990)
5) Install and Maintain System Setelah melakukan beberapa revisi terhadap prototipe
hingga mencapai kualitas media pembelajaran yang diharapkan, tahapan selanjutnya dari
model Rapid Prototyping adalah pemasangan dan pemeliharaan hasil dari produk
pembelajaran yang dikembangkan.