Anda di halaman 1dari 8

TUGAS INDIVIDU

FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI

“Mekanisme kerja obat paracetamol, ibuprofen, tramadol, fentanyl, dan morfin serta dosis
lazimnya”

Disusun Oleh :

Elsyahrani Rafika Intan 191320004

Dosen Mata Kuliah :

Apt. HURRIA, S.Farm., M.Si

PROGRAM STUDI FARMASI

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALOPO

2020
A. PARACETAMOL
1. Mekanisme Kerja Obat
Parasetamol bekerja secara non selektif dengan menghambat enzim
siklooksigenase (cox-1 dan cox-2). Pada cox-1 memiliki efek cytoprotektif yaitu
melindungi mukosa lambung, apabila dihambat akan terjadi efek samping pada
gastrointestinal. Sedangkan ketika cox-2 dihambat akan menyebabkan menurunnya
produksi prostaglandin. Prostaglandin merupakan mediator nyeri, demam dan anti
inflamasi. Sehingga apabila parasetamol menghambat prostaglandin menyebabkan
menurunnya rasa nyeri. Sebagai Antipiretik, parasetamol bekerja dengan
menghambat cox-3 pada hipotalamus. Parasetamol memiliki sifat yang lipofil
sehingga mampu menembus Blood Brain Barrier, sehingga menjadi first line pada
antipiretik. Pada obat golongan ini tidak menimbulkan ketergantungan dan tidak
menimbulkan efek samping sentral yang merugikan. Oleh karena itu parasetamol
aman diminum 30 menit - 1 jam setelah makan atau dalam keadaaan perut kosong
untuk mengatasi efek samping tersebut. Setiap obat yang menghambat
siklooksigenase memiliki kekuatan dan selektivitas yang berbeda (Goodman and
Gilman, 2012).
2. Dosis Lazim
Parasetamol dalam bentuk sediaan tunggal atau berisi Parasetamol mumi,
berbentuk dalam sediaan tablet atau kaplet 500 mg. Dosis lazim Parasetamol untuk
dewasa adalah 300mg - Ig setiap kali minum, dengan dosis maksimal 4 gram per
hari. Dalam sehari, untuk dosis dewasa diberikan maksimal sebanyak 6 kali sehari
(Wilmana, 2011).

B. IBUPROFEN
1. Mekanisme kerja
Secara umum kerja ibuprofen sebagai antiinflamasi, analgesik dan antipiretik
adalah dengan cara inhibisi pada jalur produksi prostanoids, seperti prostaglandin
E2 (PGE2) dan prostaglandin 12 (PGI2), yang bertanggungjawab dalam
mencetuskan rasa nyeri, inflamasi dan demam. Ibuprofen menghambat aktivitas
enzim siklooksigenase I dan II, sehingga terjadi reduksi pembentukan prekursor
prostaglandin dan tromboksan. Selanjutnya, akan terjadi penurunan dari sintesis
prostaglandin, oleh enzim sintase prostaglandin. Secara spesifik, mekanisme kerja
ibuprofen sebagai antiinflamasi adalah melalui modus aksi yang multiple, Mencegah
akumulasi dan adhesi leukosit seperti neutrofil, polimorfonuklear, dan monosit
makrofag pada jaringan yang mengalami inflamasi Menghambat produksi dan aksi
leukosit-leukosit yang bersifat inflamogen seperti leukotrien B4, nitrit oksida,
interleukin-1 Reduksi jalur aferen dan eferen mediasi rasa nyeri. Mekanisme kerja
ibuprofen sebagai antipiretik terdiri dari dua aksi, yaitu mengendalikan produksi
leucocyte-derived interleukin-1 dan komponen peptida lainnya dari pirogen
endogen, dan menginhibisi secara langsung produks pirogen endogen atau
interleukin-1 prostaglandin E2 (PGE2), yang diinduksi oleh hipotalamus. Kerja
ibuprofen dalam pengendalian rasa nyeri yaitu menginhibisi produksi prostaglandin
dan nitrit oksida, yang berperan sebagai impuls aferen rasa nyeri di perifer dan
transmisispinothalamic. Di samping itu, ibuprofen dapat menstimulasi produksi zat
analgesik anandamide secara endogen, yang bersifat cannabinoid-like analgesic,
dengan cara menginhibisi enzim yang menghidrolisis zat tersebut menjadi
arachidonic acid. (Rainsford K,D,. 2012)
2. Dosis lazim
Ibuprofen (NSAID COX-nonselektif)
Anti inflamasi : 1200-2400 mg/hari
Analgesic : 4 x 400 mg/hari ; dosis optimal pada tiap orang sebaiknya ditentukan
secara individual.

C. TRAMADOL
1. Mekanisme kerja
Tramadol memiliki berbagai kelebihan. Tramadol memiliki efekmulti modal yang
efektif untuk nyeri nosiseptif dan neuropati, karena tramadol memiliki 2 mekanisme
kerja, yaitu sebagai opioid dan monoaminergik (Schug, 2014). efek agonis pada
reseptor opioid, terutama pada reseptor u (mu), dengan efek yang minimal pada
reseptor K (kappa) dan (sigma). Tramadol mengaktivasi reseptormonoaminergik
serta menghambat ambilan noradrenalin dan juga serotonin sinaptosomal, sehingga
akan menghasilkan efek analgesik (Katzung, 2014)
2. Dosis Lazim
Dosis : 1-2 mg/kg (maksimal 4008mg/kg/hari)

D. FENTANYL
1. Mekanisme Kerja
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Menghilangkan periode
sakit pada kanker adalah dengan menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh
dengan obat untuk mengontrol rasa sakit yang persisten/menetap. Obat Fentanyl
digunakan hanya untuk pasien yang siap menggunakan analgesik narkotika.
Fentanyl bekerja di dalam sistem syaraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit.
Beberapa efek samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf pusat.
Pada pemakaian yang lama dapat menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering
terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan. Ketergantungan biasa terjadi jika
pengobatan dihentikan secara mendadak. Sehingga untuk mencegah efek samping
tersebut perlu dilakukan penurunan dosis secara bertahap dengan periode tertentu
sebelum pengobatan dihentikan (Omorgui S, 2007).
2. Dosis Lazim
Dikutip dari (Latief. S.A, dkk,. 2001)
Dosis Untuk operasi:

a) Premedikasi: IM, slow IV: 50-100 mcg, dosis (1-2 mcg/kg) 30-60 menit
sebelum operasi
b) Tambahan untuk anestesi regional: slow IV: 25-100 mcg, dosis (0,5-2mcg/kg)
selama 1-2 menit

Tambahan untuk anestesi umum: slow IV:

a) Dosis rendah: 0,5-2 mcg/kg dosis tergantung pada indikasi


b) Dosis moderat: Awal: 2-20 mcg/kg dosis; Pemeliharaan (bolus atau infus): 1-2
mcg/kgbb/jam 'Dosis tinggi: 20-50 mcg/kg/dosis.
Untuk meredakan nyeri \IV:4

a) IV Bolus: 1-2 mcg atau 25-100 mcg/dosis; infus 1-2 mcg/kgbb/jam atau 25-200
mcg/jam
b) Severe: IM, IV: 50-100 mcg/dosis setiap 1-2 jam sesuai kebutuhan Patch: 12 -
100 mcg/jam, dosis harus disesuaikan dengan pemakaian opioid sebelumnya.
Dosis pemeliharaan <25 mcg/jam.

E. MORFIN

1. Mekanisme Kerja

Morfin adalah obat yang biasa digunakan dalam manajemen dari nyeri akut
maupun kronis. Mekanisme kerja morfin yaitu dengan cara menghambat sinyal saraf
nyeri ke otak sehingga tubuh tidak merasakan sakit. Morfin dimetabolisme melalui
reaksi glukuronidasi oleh isoenzim uridine difosfat-glucoronysltransferase. Enzim
yang paling banyak digunakan pada reaksi glukoronidasi morfin yaitu UGT 2B7 dan
UGT 1A3. Hasil metabolit dari reaksi glukoronidasi morfin dengan enzim UGT 2B7
ialah morfin-3-glukoronida (M3G) sedangkan metabolit yang dihasikan dari reaksi
glukoronidasi morfin dengan UGT 1A3 adalah morfin-6-glukoronida (M6G). Efek
analgesic morfin mengambil bagian pada mu(μ) opioid receptor (MOR), sebuah G
protein-coupled receptor (GPCR) pada sel-sel neuron. Morfin juga memberikan efek
yang menguntungkan selama anestesi (Benyamin R, dkk. 2008).

2. Dosis Lazim

a) Intratekal
Nyeri ringan - Akut
Dewasa: Sebagai morfin sulfat: dosis tunggal 0,2-1 mg dalam 24 jam. Dosis
bersifat individual berdasarkan tingkat keparahan nyeri, respon pasien dan
pengalaman analgesik sebelumnya.
b) Intravena
Nyeri ringan - Akut, Nyeri yang terkait dengan infark miokard, nyeri Pasca
operasi, Nyeri kanker berat
Dewasa: sebagai morfin sulfat: Dosis bersifat individual berdasarkan tingkat
keparahan nyeri, respon pasien dan efek pemberian analgesik sebelumnya.
Sebagai Patient-Controlled Analgesia (PCA): Dosis pemuatan: 1-10 mg (Max 15
mg) melalui infus IV selama 4-5 menit, kemudian 1 mg on demand/sesuai
kebutuhan dengan jeda waktu tanpa obat (lockout) 5-10 menit.
Lansia: Pengurangan dosis diperlukan.
c) Oral
Nyeri ringan - Akut
Dewasa: Seperti morfin sulfat: Dosis bersifat individual berdasarkan tingkat
keparahan nyeri, respon pasien dan efek pemberian analgesik sebelumnya.
dalam sediaan tablet konvensional: 5-20 mg tiap 4 jam. Sebagai tab / cap lepas-
lambat: Direkomendasikan dosis awal: 1 atau 2 (10 mg) tab setiap 12-24 jam.
Anak: Sebagai morfin sulfat: Dosis bersifat individual berdasarkan tingkat
keparahan nyeri, respon pasien dan efek pemberian analgesik sebelumnya.
Dalam sediaan tablet konvensional: 1-5 tahun 5 mg per 4 jam (Maks: 30 mg
setiap hari), 6-12 tahun 5-10 mg  per 4 jam (Maks: 60 mg setiap hari), lebih dari
13 tahun Sama dengan dosis dewasa
d) Parenteral
Nyeri Kronis
Dewasa: Sebagai morfin sulfat: Dosis bersifat individual berdasarkan tingkat
keparahan nyeri, respon pasien dan efek pemberian analgesik sebelumnya. Dosis
yang dianjurkan: 10-20 mg tiap 4-6 jam (dosis bervariasi dari 5-20 mg) melalui
SC, IM atau IV inj.
Lansia: Pengurangan dosis diperlukan (Benyamin R, dkk. 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Benyamin, R., Andrea M. T., Sukdeb D., Ricardo B., Rajive A., Nalini S., Et al. 2008. Opioid
Complications and Side Effects. Pain Physician 2008: Opioid Special Issue: 11:105-120

Goodman & Gilman, 2012, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, Editor Joel. G. Hardman & Lee
E. Limbird, Konsultan Editor Alfred Goodman Gilman, Diterjemahkan oleh Tim Alih
Bahasa Sekolah Farmasi ITB, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Katzung, B.G., Masters, S.B. dan Trevor, A.J., 2014, Farmakologi Dasar & Klinik, Vol.2, Edisi
12, Editor Bahasa Indonesia Ricky Soeharsono et al., Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

Latief. S. A, Suryadi K. A, dan Dachlan M. 2001. Petunjuk praktis anestesiologi. Edisi ke-2.
Jakarta: Bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif FK-UI; Hal 77-83, 161

Omorgui, S. Buku saku obat-obatan anastesi. 2007. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; hal 203-207

Rainsford, K.D., Ibuprofen: Pharmacology, Therapeutics and Side Effects. 2012, Springer:
London

Schug, S.A. & Dodd, P. 2004. Perioperative Analgesia. Australia Prescriber 27 (6) 152-154
Wilmana Freddy P& Sulistia Gan. (2011). Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti- Inflamasi
Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam D. F.-U. Indonesia, S. G.
Gunawan, R. Setiabudy, Nafrialdi, & Elysabeth (Penyunt.), Farmakologi dan Terapi (hal.
230-246). Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai