Anda di halaman 1dari 6

Pendekatan Perubahan Perilaku

(Behavior Modification Approach)


Perubahan perilaku berakar dari hasil kerja Watson dan yang paling akhir
dari Skinner(Ornstein, 1990). Perubahan perilaku ini mencakup bagian teknik dan
metode, mulai dari pemberian hadiah yang sederhana hingga elaborasi latihan
penguatan. Para pakar yang berkecimpung dalam pendekatan ini(behaviorists)
beranggapan bahwa perilaku itu dibentuk melalui lingkungan dan sedikit sekali
perhatiannya pada sebab-sebab maslah. Para guru yang menggunkan pendekatan
perilaku ini sedikit sekali menggunakan waktunya pada diri pembelajar secara
personal atau pada upaya untuk mencari atau menemukan alas an-alasan untuk
suatu masalah khusus. Mereka berusaha meningkatkan kejadian perilaku yang
sesuai melalui suatu sistem ganjaran dan mengurangi kemungkinan perilaku yang
kurang sesuai melalui hukuman. Menurut Bandura (dalan Ornstein, 1990), guru
mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. perilaku khusus apa yang memerlukan perubahan(meningkat, berkurang,
hilang)?
2. bilamana perilaku itu terjadi?
3. apa akibat-akibat dari perilaku tersebut? atau, apa yang terjadi di dalam kelas
apabila perilaku itu ditunjukkan?
4. bagaimana akibat-akibat tersebut memperkuat perilaku yang tidak sesuai?
bagaimana konsekuensi-konsekuensi itu dapat diubah?
5. bagaimana perilaku yang sesuai itu dapat dikukuhkan?
Prinsip-prinsip dasar pendekatan perubahan perilaku adalah sebagai berikut.
1. Perilaku dibentuk melalui konsekuensinya, bukan oleh penyebab-penyebab
maslah pada diri individu atau kondisi kelompok.
2. perilaku diperkuat oleh penguatan-penguatan secara langsung. Pengukuhan
secara positif berupa penghargaan dan ganjaran. Pengukuhan-pengukuhan
negatif mengurangi atau menghentikan sesuatu yang tidak disukai pembelajar.
Misalnya, pembelajar ditegur oleh guru; pembelajar dituntut agar berperilaku
secara sesuai dengan aturan kelas, dan kemudian guru menghentikan teguran
itu. dalam situasi pengukuhan yang bersifat negatif pembelajar berperilaku
secara demikian sehingga menghindari stimuli yang tidak dikehendaki (seperti
mengomel, menggerutu, dan ancama) dari lingkungan.
3. perilaku diperkuat oleh pengukuhan yang sistematis (positif atau negatif).
Perilaku itu lemah jika tidak diikuti penguatan.
4. Pembelajar merespon lebih baik terhadap pengukuhan yang bersifat positif
daripada hukuman (stimuli yang harus dihindari). Hukuman dapat dipakai
untuk mengurangi perilaku yang tidak sesuai, tetapi dilakukan secara hati-hati.
5. Apabila seorang pembelajar mendapat ganjaran dari perilaku memadai atau
perilaku adaptif, maka perilaku yang tidak sesuai atau maladaptive mungkin
menjadi semakin dominan dan akan dipakai sebagai alat untuk memperoleh
penguatan.
6. Pengutan yang bersifat konstan, yaitu pengutan dari suatu perilaku yang
dilakukan atau terjadi setiap saat, menimbulkan hasil yang amat baik,
khususnya dalam mempelajari sesuatu yang baru atau situasi yang
dipersyaratkan.
7. Pada saat perilaku telah dipelajari, lebih baik dipelahara melalui pengukuhan
yang bersifat sementra, yaitu pengukuhan tentang suatu perilaku yang hanya
terjadi secara berkala.
8. jadwal pengukuhan yang sementara mencakup:
(a) variable ratio, yang memberikan pengutan dalam interval yang tidak dapat
diproduksi,
(b) fixed ratio, yang memberikan pengutan setelah sejumlah respon yang
dipilih sebelumnya, dan
(c) fixed interval, yaitu pemberian penguatan dalam interval yang dipilih
sebelumnya (Biehler dan Snowman, 1990).
9. Ada beberapa tipe penguat, masing-masing mungkin bersifat positif atau
aversif (negatif). Contoh pengutan positif adalah:
(a) pengutan sosial (social reinforcers), seperti komentar-komentar yang
bersifat verbal(baik, benar, itu baik), ekspresi wajah, dan gerakan-gerakan
tubuh,
(b) pengukuhan grafis (graphic reinforcers), misalnya kata-kata yang bernada
dorongan yang tertulis, tanda bintang, dan tanda cek,
(c) pengukuhan yang bisa diamati (tangible reinforcers), seperti kue, lencana
bagia anak-anak, sertifikat bagi orang dewasa, dan
(d) pengukuhan yang berkaitan dengan aktivitas (activity reinforcers), seperti
mengawasi atau duduk dekat guru dan bekerja bersama teman atau untuk
suatu proyek khusu (Charles, 1989).
10. Aturan-aturan ditetapkan dan ditegakkan. Pembelajar yang mematuhui aturan-
aturan mendapatkab penghargaan dan ganjaran dalam beberapa bentuk.
pembelajar yang melakukan pelanggaran terhadap aturan, atau mengabaikan,
diberi peringatan untuk berperilaku yang sesuai, atau hukuman secara
langsung. Pemberian terhadap perilaku pelanggaran berbeda menurut
perbedaan variasi pendekatan perubahan perilaku (Reese, 1986).

Setiap guru memiliki suatu nilai yang tidak dapat ditentukan oleh siapa
saja sebagi pemberi pengukuhan bagi para pembelajar. nilai itu sendiri ditentukan
sendiri oleh pembelajar atas dasar pengalaman masa lalu, dan ini berubah sebagai
hasil tindakan guru. Guru harus menyadari bahwa proses evaluasi ini terus
berlangsung pada diri pembelajar dan hubungan yang bersifat positif dengan
pembelajar itu akan meningkatkan kemampuan diri guru untuk selanjutnya
mempengaruhi perilaku mereka di kelas. Lagipula, guru merupakan salah satu
orang dewasa yang berfungsi sebagai pemberi penguatan dalam kehidupan diri
pembelajar. Agar supaya dapat memperlancar proses manajemen kelas maka guru
seharusnya memperoleh dukungan dari berbagai pihak.
Ada sejumlah sistem atau variasi perubahan perilaku yang dapat
diterapkan terhadap manajemen kelas. Sistem-sistem tersebut pada dasarnya
memiliki keterbatasan-keterbatan dan konsekuensi –konsekuensi dalam perilaku
dan menerapkan berbagai aturan, ganjaran, dan hukuman. Semua sistem yang
telah terkenal digunakan dalam berbagai situasi belajar sosial yang dikenal dengan
istilah modeling.
Model-model ini menjadi efektif dalam mengubah perilaku sesuai dengan
derajad apabibala model-model tersebut memperoleh perhatian, menarik
perhatian, dan diikuti. Model-model yang efektif itu misalnya orang tua, sanak
keluarga, guru, dan orang dewasa lain dalam masyarakat, figure dari orang awam,
dan termasuk kelompok sebaya. Model yang paling baik adalah individu-individu
yang dapat mengidentifikasi atas dasar satu atau lebih sifat-sifat berikut: 1) jenis
kelamin, 2) usia, 3) daya tarik fisik, 4) daya tarik kepribadian, 5) kompetensi, 6)
kekuasaan, dan 7) kemampuan untuk memberikan rangsangan untuk ditiru
(Ornstein, 1990). Guru yang ingin menggunakan contoh atau model di dalam
manajemen kelas mengakui bahwa kelima hal pertama di atas besifat personal
yang sulit untuk diubah, tetapi tiga hal terakhir bersifat kelembagaan yang lebih
mudah untuk dilakukan untukk meningkatkan efektivitas sebagai model.
Membangun disiplin yang baik melalui modeling menurut Bandura,
Cohen, dan Skinner (dalam Onsten, 1990) meliputi sebagai berikut ini.
1. Demonstrasi. Para pengajar mengetahui secara tepat tentang apa yang
diharapkan. Agar memiliki perilaku yang diharapkan jelaskan pada mereka,
sehingga mereka mengerti dan mendengarkannya.
2. Perhatian. Para pembelajar memusatkan perhatiannya terhadap apa yang
dijelaskan atau disampingkannya. Tingkat perhatian berhubungan
karakteristik model (guru) dan karakteristik pembelajar.
3. Praktek. Para pembelajar diberi kesempatan untuk mempraktekkan perilaku
yang sesuai.
4. Umpan balik korektif. Para pembelajar sering menerima umpan balik yang
bersifat spesifik dan langsung. Perilaku yang sesuai diperkuat; sedangkan
perilaku yang tidak sesuai ditekan atau dikoreksi.
5. Aplikasi. Para pembelajar mampu menerapkan belajar mereka di dalam
kegiatan kelas (bermain peran, kegiatan modeling) dan situasi kehidupan
nyata lainnya.
Peran guru dalam modeling sebagai berikut.
1. Memilih perilaku yang dipelajari.
2. Memilih model-model yang paling sesuai.
3. Memperhatikan bahwa perilaku itu dicontohkan secara jelas, tepat, dan
ringkas.
4. Menekankan dalam membantu pengamat menfokuskan perhatian pada apa
yang sedang dicontohkan.
5. Menekankan pengamat dalam mengingat apa yang telah dilihat.
6. Memberikan latiahan yang sesuai dalam melakukan kembali perilaku yang
diamati
7. Memberikan umpan balik yang bersifat korektif selama pengulangan oleh
pembelajaran.
8. memberikan penguatan yang menyertai perilaku yang diharapkan.
Hasil penelitian Ludia
1. guru menjewer anak yang tidak berbaris dengan baik.
2. guru menghukum siswa yang tidak berdo’a dengan baik dengan disuruh
berdoa di depan kelas.
3. guru memuju tugas siswa. dan menunjukkan tugas yang paling bagus.
4. guru memperingatkan siswa yang tidak konsentrasi dengan memanggil
namanya
5. guru menggunakan pembelajaran outdoor
6. guru memperingatkan siswa yang mengganggu temannya hingga tidak
konsentrasi belajar
7. jika sudah berkali-kali, guru memperingatkan dengan menepuk bahu secara
pelan.
8. membiasakan anak untuk bekerja sama dan bekerja keras
9. membiasakan untuk memberanikan maju ke depan
10. guru mengevaluasi kerja kelompok
11. guru mengingatkan anak yang memakai topi di kelas.

Anda mungkin juga menyukai