Anda di halaman 1dari 12

PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA

PENGARUH FORMULASI TERHADAP LAJU DISOLUSI

Nama : Rafa Minggu


NIM : 15101105156

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2019
PENGARUH FORMULASI TERHADAP LAJU DISOLUSI

I. Tujuan Percobaan
Mahasiswa dapat memahami pengaruh formulasi sediaan obat terhadap laju disolusi

II. Dasar Teori


Disolusi merupakan suatu proses dimana suatu bahan kimia atau obat menjadi
terlarut dalam suatu pelarut (Shargel, 2004). Disolusi secara singkat didefinisikan
sebagai proses melarutnya suatu solid. Bentuk sediaan farmasetik padat terdispersi
dalam cairan setelah dikonsumsi seseorang kemudian akan terlepas dari sediaannya
dan mengalami disolusi dalam media biologis, diikuti dengan absorpsi zat aktif ke
dalam sirkulasi sistemik dan akhirnya menunjukkan respons klinis (Siregar, 2010)
.
1. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi disolusi
Beberapa faktor yang mempengaruhi laju disolusi zat aktif adalah :
a. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia zat aktif.
Sifat – sifat fisikokimia zat aktif memiliki peranan dalam pengendalian
disolusinya dari bentuk sediaan. Kelarutan zat aktif dalam air diketahui sebagai salah
satu dari berbagai faktor yang menentukan laju disolusi (Siregar, 2010) ). Faktor ini
meliputi : Efek kelarutan obat. Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama
dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju disolusi
yang cepat. Efek ukuran partikel. Ukuran partikel berkurang dapat memperbesar luas
permukaan obat yang berhubungan dengan medium, sehingga laju disolusi
meningkat. (Shargel dan Andrew, 2012)

b. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan.


Faktor yang berkaitan dengan sediaan meliputi :
1) Efek formulasi. Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi bila
dicampur dengan bahan tambahan. Bahan pengisi, pengikat dan penghancur yang
bersifat hidrofil dapat memberikan sifat hidrofil pada bahan obat yang hidrofob, oleh
karena itu disolusi bertambah, sedangkan bahan tambahan yang hidrofob dapat
mengurangi laju disolusi.
2) Efek faktor pembuatan sediaan. Metode granulasi dapat mempercepat
laju disolusi obat-obat yang kurang larut. Penggunaan bahan pengisi yang bersifat
hidrofil seperti laktosa dapat menambah hidrofilisitas bahan aktif dan menambah laju
disolusi (Shargel dan Andrew, 2012)

c. Faktor yang berkaitan dengan bentuk sediaan. Faktor yang berkaitan


dengan bentuk sediaan solid yang mempengaruhi proses disolusi meliputi metode
granulasi atau prosedur pembuatan, ukuran granul, interaksi zat aktif dan eksipien,
pengaruh gaya kempa, pengaruh penyimpanan pada laju disolusi (Siregar, 2010).
d. Faktor yang berkaitan dengan alat disolusi Faktor yang berkaitan dengan
alat disolusi dapat menyebabkan hasil disolusi berubah – ubah dari uji ke uji pada
semua teknik pengujian yang digunakan. Faktor ini meliputi :

1) Tegangan permukaan medium disolusi. Tegangan permukaan mempunyai


pengaruh nyata terhadap laju disolusi bahan obat. Surfaktan dapat menurunkan sudut
kontak, oleh karena itu dapat meningkatkan proses penetrasi medium disolusi ke
matriks. Formulasi tablet dan kapsul konvensional juga menunjukkan penambahan
laju disolusi obat-obat yang sukar larut dengan penambahan surfaktan kedalam
medium disolusi.
2) Viskositas medium. Semakin tinggi viskositas medium, semakin kecil laju
disolusi bahan obat.
3) pH medium disolusi. Larutan asam cenderung memecah tablet sedikit lebih
cepat dibandingkan dengan air, oleh karena itu mempercepat laju disolusi. Obat-obat
asam lemah disolusinya kecil dalam medium asam, karena bersifat nonionik, tetapi
disolusinya besar pada medium basa karena terionisasi dan pembentukan garam yang
larut (Gennaro, 2000). e. Faktor yang berkaitan dengan parameter uji Beberapa faktor

parameter uji disolusi mempengaruhi karakteristik disolusi zat aktif. Faktor – faktor
tersebut seperti sifat dan karakteristik media disolusi, pH, lingkungan dan suhu
sekeliling telah mempengaruhi daya guna disolusi suatu zat aktif (Siregar, 2010).

Uji hancur pada suatu tablet didasarkan pada kenyataan bahwa, tablet itu pecah
menjadi partikel-partikel kecil, sehingga daerah permukaan media pelarut menjadi lebih
luas, dan akan berhubungan dengan tersedianya obat dalam cairan tubuh. Namun,
sebenarnya uji hancur hanya menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di
bawah kondisi yang ditetapkan. Uji ini tidak memberikan jaminan bahwa partikel-partikel
itu akan melepas bahan obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Oleh
sebab itu, uji disolusi dan ketentuan uji dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet.
Laju absorpsi dari obat-obat bersifat asam yang diabsorpsi dengan mudah dalam saluran
pencernaan sering ditetapkan dengan laju larut obat dalam tablet (Voigt, 1995).

Agar diperoleh kadar obat yang tinggi di dalam darah, maka kecepatan obat dan tablet
melarut menjadi sangat menentukan. Karena itu, laju larut dapat berhubungan langsung
dengan efikasi (kemanjuran) dan perbedaan bioavaibilitas dari berbagai formula. Karena
itu, dilakukannya evaluasi mengenai apakah suatu tablet melepas kandungan zat aktifnya
atau tidak bila berada di saluran cerna, menjadi minat utama dari para ahli farmasi (Voigt,
1995).

Disolusi dapat terjadi langsung pada permukaan tablet, dari granul-granul bilamana


tablet telah pecah atau dari partikel-partikel halus bilamana granul-granul telah pecah.
Pada tablet yang tidak berdesintegrasi, kecepatan disolusinya ditentukan oleh proses
disolusi dan difusi. Namun demikian, bagi tablet yang berdesintegrasi, profil disolusinya
dapat menjadi sangat berbeda tergantung dari apakah desintegrasi atau disolusinya yang
menjadi penentu kecepatan (Ansel, 1989).
III. Percobaan
1. Alat dan Bahan
a. Bahan
- Aquades
- Tablet parasetamol generik dan paten
b. Alat
- Disolution tester
- Spektrofotometer UV-Vis
- Lumpang dan alu
- Pipet ukur, labu ukur, pipet volume dan alat gelas lainnya

2. Prosedur Kerja
a. Pembuatan Baku Induk 1000 ppm
1) Ditimbang baku parasetamol sebanyak 100 mg.
2) Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL.
3) Ditambahkan dengan aquades sebanyak 50 mL, lalu diaduk sampai larut.
4) Ditambah dengan aquades sampai tanda batas, lalu dikocok sampai
homogen.

b. Pembuatan Baku Seri 10; 15; 20; 25; dan 30 ppm


1) Dipipet 0,1 mL; 0,15 mL; 0,2 mL; 0,25 mL dan 0,3 mL dari baku induk
1000 ppm.
2) Dimasukkan masing-masing ke dalam labu ukur 100 mL.
3) Ditambahkan dengan aquades sampai tanda batas, lalu dikocok hingga
homogen.

c. Pembuatan Kurva Kalibrasi Baku


1) Dipipet larutan baku seri 10; 15; 20; 25; dan 30 ppm ke dalam kuvet.
2) Diukur absorbansi baku seri pada panjang gelombang 243 nm.
3) Buat persamaan regresi linier Konsentrasi (x) vs Absorbansi (y).

d. Uji Disolusi Tablet


1) Bak mantel (tempat wadah disolusi) dimasukkan, diisi dengan air dan diatur
pada suhu 37o ± 0,5oC.
2) Isi keranjang/labu disolusi dengan media disolusi (aquades). Volume larutan
disolusi, yaitu 900 mL.
3) Dimasukkan tablet ke dalam keranjang/labu bila suhu telah mencapai 37oC.
4) Dinyalakan/atur pengaduk pada kecepatan 100 rpm.
5) Diambil media disolusi secukupnya dengan pipet volume pada menit ke 10;
20 dan 30. Media disolusi dicukupkan kembali hingga volumenya 900 mL
pada tiap pengambilan.
6) Ditentukan kadar dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang (λ) 243 nm. Dibandingkan dengan kurva kalibrasi dan
dilakukan perhitungan kadar.
IV. Hasil Percobaan
a. Hasil absorbansi baku seri dengan berbagai konsentrasi
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
10 0,540
15 0,822
20 1,152
25 1,355
30 1,831

b. Buat kurva kalibrasi baku parasetamol!

Kurva Kalibrasi Baku Paracetamol


2.000
1.800
1.600 f(x) = 0.06 x − 0.11
R² = 0.99
1.400
Absorbansi

1.200
1.000 c. Hasil
0.800
0.600
0.400
0.200
0.000
5 10 15 20 25 30 35
Konsentrasi (ppm)

absorbansi sampel pada menit dan vessel yang berbeda


Absorbansi
Menit Ke-
Vessel Kiri Vessel Tengah Vessel Kanan
10 1,886 1,882 1,86
20 1,882 1,882 1,890
30 1,884 1,886 1,84

d. Perhitungan kadar menggunakan rumus: Y = bx + a


Berdasarkan kurva kalibrasi baku didapatkan persamaan regresi linear, yaitu:
Y = 0,0623x – 0,106
Berikut perhitungan kadarnya :

1) Vessel Kiri Menit ke 10, Y = 1,886


- Y10 = 0,0623x – 0,106
x = 1,886 + 0,106 / 0,0623
= 1,992 / 0,0623
= 31,9743 mcg/mL
- Terdisolusi dalam 900 mL, maka :
= 900 mL x 31,9743 mcg/mL
= 28776,87 mcg = 28,7769 mg
- % Terdisolusi = 28,7769 mg / 500 mg x 100 %
= 5,7554 %

2) Vessel Kiri Menit ke 20, Y = 1,882


- Y20 = 0,0623x – 0,106
x = 1,882 + 0,106 / 0,0623
= 1,988 / 0,0623
= 31,9101 mcg/mL
- Terdisolusi dalam 900 mL, maka :
= 900 mL x 31,9101 mcg/mL
= 28719,09 mcg = 28,7191 mg
- % Terdisolusi = 28,7191 mg / 500 mg x 100 %
= 5,74382 %

3) Vessel Kiri Menit ke 30, Y = 1,884


- Y30 = 0,0623x – 0,106
x = 1,884 + 0,106 / 0,0623
= 1,99 / 0,0623
= 31,9422 mcg/mL
- Terdisolusi dalam 900 mL, maka :
= 900 mL x 31,9422 mcg/mL
= 28747,98 mcg = 28,7479 mg
- % Terdisolusi = 28,7479 mg / 500 mg x 100 %
= 5,7496 %
4) Vessel Tengah Menit ke 10, Y = 1,882
- Y10 = 0,0623x – 0,106
x = 1,882 + 0,106 / 0,0623
= 1,988 / 0,0623
= 31,9101 mcg/mL
- Terdisolusi dalam 900 mL, maka :
= 900 mL x 31,9101 mcg/mL
= 28719,09 mcg = 28,7191 mg
- % Terdisolusi = 28,7191 mg / 500 mg x 100 %
= 5,74382 %

5) Vessel Tengah Menit ke 20, Y = 1,882


- Y20 = 0,0623x – 0,106
x = 1,882 + 0,106 / 0,0623
= 1,988 / 0,0623
= 31,9101 mcg/mL
- Terdisolusi dalam 900 mL, maka :
= 900 mL x 31,9101 mcg/mL
= 28719,09 mcg = 28,7191 mg
- % Terdisolusi = 28,7191 mg / 500 mg x 100 %
= 5,74382 %

6) Vessel Tengah Menit ke 30, Y = 1,886


- Y30 = 0,0623x – 0,106
x = 1,886 + 0,106 / 0,0623
= 1,992 / 0,0623
= 31,9743 mcg/mL
- Terdisolusi dalam 900 mL, maka :
= 900 mL x 31,9743 mcg/mL
= 28776,87 mcg = 28,7769 mg
- % Terdisolusi = 28,7769 mg / 500 mg x 100 %
= 5,7554 %
7) Vessel Kanan Menit ke 10, Y = 1,86
- Y10 = 0,0623x – 0,106
x = 1,86 + 0,106 / 0,0623
= 1,966 / 0,0623
= 31,5570 mcg/mL
- Terdisolusi dalam 900 mL, maka :
= 900 mL x 31,9101 mcg/mL
= 28401,3 mcg = 28,7191 mg
- % Terdisolusi = 28,4013 mg / 500 mg x 100 %
= 5,6803 %

8) Vessel Kanan Menit ke 20, Y = 1,890


- Y20 = 0,0623x – 0,106
x = 1,890 + 0,106 / 0,0623
= 1,996 / 0,0623
= 32,0385 mcg/mL
- Terdisolusi dalam 900 mL, maka :
= 900 mL x 31,9101 mcg/mL
= 28834.65 mcg = 28,8346 mg
- % Terdisolusi = 28,8346 mg / 500 mg x 100 %
= 5,7669 %

9) Vessel Kanan Menit ke 30, Y = 1,84


- Y30 = 0,0623x – 0,106
x = 1,84 + 0,106 / 0,0623
= 1,946 / 0,0623
= 31,2359 mcg/mL
- Terdisolusi dalam 900 mL, maka :
= 900 mL x 31,9101 mcg/mL
= 28112,31 mcg = 28,1123 mg
- % Terdisolusi = 28,1123 mg / 500 mg x 100 %
= 5,6225 %

V. Analisa Data
Hasil uji disolusi sampel tablet parasetamol
Kadar (%)
Menit Ke-
Vessel Kiri Vessel Tengah Vessel Kanan
5
10
15
VI. PEMBAHASAN
VII . PENUTUP
Kesimpulan
VII. DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Diterjemahkan oleh Farida


Ibrahim, Edisi IV, Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Gennaro, A. R., 2000, Remington: The Science and Practice of Pharmacy, 20th ed, Vol. II,
Mack Publsihing Company, Pennsylvania.
Shargel, L & Andrew. 2012. Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics. New York:
McGraw-Hill Companies.

Shargel, L. (2005). Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Penerjemah: Fasich dan


Sjamsiah. Edisi Kedua. Surabaya : Airlangga University Press. Hal. 137, 167, 201.

Siregar, C.J.P., 2010, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar Dasar Praktis, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta. 54 – 55, 98 – 115.

Voigt, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh Soendani N. S.,
Yogyakarta : UGM Press.

Anda mungkin juga menyukai